Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar

kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan

manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi

terhadap pembaca.

Garut, 14 januari 2016


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumahsakit dan fasilitas

medis lainnya perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi

berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode pengembangan program

keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya

perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi, penanganan limbah

medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain sebagainya. Selain terhadap pekerja

di fasilitas medis/klinik maupun rumah sakit, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di

rumah sakit juga “concern” keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk kedalam

program patient safety.

Merujuk kepada peraturan pemerintah berkenaan dengan keselamatan dan

kesehatan kerja di tempat kerja, pedoman ini juga mengambil dari beberapa sumber

“best practices” yang berlaku secara Internasional, seperti National Institute for

Occupational Safety and Health (NIOSH), the Centers for Disease Control (CDC),

the Occupational Safety and Health Administration (OSHA), the US Environmental

Protection Agency (EPA), dan lainnya. Data tahun 1988, 4% pekerja di USA adalah

petugas medis. Dari laporan yang dibuat oleh The National Safety Council (NSC),

41% petugas medis mengalami absenteism yang diakibatkan oleh penyakit akibat

kerja dan injury, dan angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor industri

lainnya. Survei yangdilakukan terhadap 165 laboratorium klinis di Minnesota

memperlihatkan bahwa injury yang terbanyak adalah needle sticks injury (63%)

diikuti oleh kejadian lain seperti luka dan tergores (21%). Selain itu pekerja di rumah

sakit sering mengalami stres, yang merupakan faktor predisposisi untuk

mendapatkan kecelakaan. Ketegangan otot dan keseleo merupakan representasi


dari low back injury yang banyak didapatkan dikalangan petugas rumah

sakit.systems.

B. Rumusan Masalah

a) Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja ?

b) Bahaya apa yang sering kita dapatkan di rumah sakit ?

c) Bagaimana bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja ?

d) Bagaimana peran dinas kesehatan pada K3 ?

C. Tujuan

a) untuk mengetahui pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja.

b) untuk mengetahui Bahaya di rumah sakit.

c) untuk mengetahui bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.

d) untuk mengetahui sejauh mana peran dinas kesehatan pada K3.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu

bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari

pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan

efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban

jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat

mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada

akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan

Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan

kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka

kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa

pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor

penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta

keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan

risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah

tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang

Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus

melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada

pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.

Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang

sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau

kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya.

Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah
tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani

korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada

masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan

bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di

semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya

kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10

orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit

(RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya

yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku

langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.

Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di

RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi

bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan

(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan

sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-

gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut

di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para

pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.

B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada

bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik ,

peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang

dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar

atau meledak (obat– obatan).

2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .

3. Bahaya radiasi .

4. Luka bakar .

5. Syok akibat aliran listrik .

6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .

7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha

pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin

kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa

terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang

sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka

bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan

kompensasi pada pekerja RS, yaitusprains, strains : 52%;contussion, crushing,

bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries:

2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis:

1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium

Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi

pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia,

diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden

cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung

menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun.
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS

belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari

para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang

diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita),

penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%

wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang

diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit

infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit

telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan

pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai

potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi

dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik.

Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah

pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya,

dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat

mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi

penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja.


Untuk mencapai tujuan tersebut, dibagi kegiatan atau fungsi manajemen

tesebut menjadi :

A. Planning (perencanaan)

B. Organizing (organisasi)

C. Actuating (pelaksanaan)

D. Controlling (pengawasan)

a) Planning/ (Perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan

dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan

instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi

kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien –

perawat / dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan

tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi:

a. Hal apa yang dikerjakan

b. Bagaiman cara mengerjakannya

c. Mengapa mengerjakan

d. Siapa yang mengerjakan

e. Kapan harus dikerjakan

f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan

g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)

Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak

lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di

bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin

banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi


dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu usaha-

usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani

secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi

kesehatan.

b) Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi

kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit

/ instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional.

Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak

langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang

terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah

(wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di

tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi

Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat

berupa :

1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi

kesehatan .

2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan

kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi

kesehatan .

4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin

rumah sakit / instansi kesehatan.

5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah

sakit / instansi kesehatan.

6. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia

Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja

profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah

organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini.

Anggota organisasi profesi atau seminar yang terkait dengan kegiatan rumah

sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat

daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-

organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan

independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.

c) Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong

semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas

yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan

program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan

sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu

yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib

mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi

sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki

kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan

dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai

peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan

alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan,

keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil

keputusan penyelesaiannya.
d) Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-

pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang

dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip

pokok, yaitu :

a. Adanya rencana

b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi

tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja

bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus

menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan

sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu

dibentuk pengawasan rumah sakit yang tugasnya antara lain :

1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah

sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.

2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami

cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi

kesehatan.

3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau

kecelakaan.

4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan

kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan

mencegah meluasnya bahaya tersebut.

6. Dan lain-lain.
D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS)

dan Peran Dinas Kesehatan

1. Peraturan Kesehatan Kerja

UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja

menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga

mengatur bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau

lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem

manajemen K3 (Bab III Pasal 3).

Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan

sarana kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien, keluarga,

serta pekerja. Jika tidak dikelola, rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran,

bencana, atau dampak buruk pada kesehatan.

Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus

bagaimana lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.

K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan

itu, paling banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali

peraturan daerah. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki

semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas

kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi bidang ini. Tidak ada tim

khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah dalam

bentuk peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25

tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka

pemerintah daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan

ini barang kali bisa mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah

melaksanakan apa yang menjadi keputusan pusat dan barang kali karena keputusan

pusat itu pula, regulasi K3RS ini lemah.


2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional Rumahsakit

Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola pembinaan

dinas kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang kesehatan dan

keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi program, pelatihan tentang K3RS,

menyediakan tenaga khusus, dan membuat pedoman pelaksanaan.

Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal. Satu

rumahsakit dalam penelitian ini, kebetulan swasta, bisa menjadi contoh karena

mereka telah secara sadar menerapkan standar lebih internasional. Rumahsakit

swasta yang berorientasi internasional menganggap K3RS adalah strategis bagi

pelanggan yang sudah makin kritis. Sifat kesukarelaan seperti ini bagi rumahsakit

pemerintah dan swasta lokal bisa berakibat buruk. Pemerintah dalam hal ini dinas

kesehatan mau tidak mau perlu membuat tekanan dari luar agar kesehatan dan

keselamatan kerja betul-betul terjaga.

Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan membuat

peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas kesehatan bisa

mengawasi pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan sanksi bagi yang tidak

menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik dan pekerja seperti ini harus

menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian izin pendirian suatu rumahsakit.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya

untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran

lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan

produktivitas kerja

Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan

dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun,

korosif dan kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka

sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman,

virus atau parasit.

B. Saran

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia

secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati

posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi

tersebut mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas saranan

kesehatan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan

sulit menghadapi persaingan global karena mengalami ketidakefisienan

pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).

Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu

tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga

perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan

kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin

tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya

kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, carol Vestal, 1998, Memahami Proses keperawatan dengan pendekatan

latihan , alih bahasa Cristantie Effendy, Jakarta : EGC

Depkes RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah

sakit, Jakarta.:Depkes RI

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996

http://feris-inolva.blogspot.co.id/
MAKALAH
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Disusun oleh :
KURNIA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MITRA KENCANA TASIKMALAYA

MAKALAH
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Disusun oleh :
FERLI CAHYA HERMAWAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MITRA KENCANA TASIKMALAYA

MAKALAH
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Disusun oleh :
TATANG TASLIMAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MITRA KENCANA TASIKMALAYA

MAKALAH
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Disusun oleh :
KHOIRUNISA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MITRA KENCANA TASIKMALAYA

Anda mungkin juga menyukai