: 75-81
Abstrak
Kata kunci: Azeotropik, distilasi batch, sistem terner, peta kurva residu, zeotropik.
389,1 K
92,5 K 89,8 K
Oksigen Argon
Dari peta kurva residu dapat dilihat apakah campuran Gambar 2. Peta kurva residu octane-2-ethoxyethanol-
terner tersebut membentuk campuran zeotropik, ethyl benzene, Stichlmair dkk. (1989).
campuran homogen azeotropik dan campuran heterogen
*)
Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS 75
Kampus ITS Keputih Sukolilo –Surabaya 60111, Indonesia
Telp. (031) 5946240. Fax. (031) 5999282.
Komparasi Kurva Peta Residu … (Sari, dkk)
Gambar 2 menunjukkan peta kurva residu sistem terner Aspen Plus dan DISTIL. Dilihat dari peta kurva
octane-2 ethoxyetanol-ethylbenzene yang membentuk residu bahwa campuran acetone-air-MEK
dua buah sistem biner azeotropik homogen minimum membentuk campuran azeotropik heterogen, dilihat
dan dipisahkan oleh satu boundary distillation. Melihat dari komposisi liquida di residu berada dalam kurva
arah pergerakan masing-masing komponen tidak bisa VL(L)E. (Villiers dkk. 2002).
dihasilkan octane murni, karena octane membentuk Egbewatt dan Fletcher (2003) melakukan
aliran sadel, sedangkan 2 ethoxy-etanol dan ethyl- simulasi dan eksperimen campuran terner
benzene bisa menghasilkan komponen murni karena isopropanol-methylcyclohexane-toluene, untuk
masing-masing membentuk aliran noda stabil. simulasi menggunakan model yang ditulis oleh
Doherty dan Perkins (1978) dengan metoda Runge-
Aseton Kutta prediksi kesetimbangan uap-liquid
329,2 K menggunakan UNIFAC serta data diambil dari
Gmehling dan Onken (1977) dan penyelesaian
modelnya menggunakan bahasa Fortran. Dari hasil
simulasi dan eksperimen sistem terner isopropanol-
methylcyclohexane-toluene, dilihat dari peta kurva
328,7 K residu membentuk campuran azeotropik heterogen.
Simulasi pemisahan sistem terner ABE pada
tekanan atmospir menggunakan distilasi batch
337,4 K
sederhana telah diteliti, hasil penelitian dalam bentuk
330,5 K peta kurva residu membentuk campuran zeotropik
tanpa campuran sistem biner azeotropik dari masing-
masing komponen binernya. Untuk validasi listing
program simulasi pemisahan sistem terner ABE
337,7 K 326,4 K 334,2 K digunakan sistem terner zeotropik yaitu sistem terner
Metanol Chloroform MEP.
Gambar 3. Peta kurva residu aseton-chloroform- Persamaan yang berlaku untuk pemisahan
metanol, Stichlmair dkk. (1989). sistem terner distilasi batch sederhana (Henley dan
Seader, 1998), dapat dijabarkan dari pengurangan
Gambar 3 menunjukkan peta kurva residu sistem kecepatan aliran dalam still pot (Vm) dan kecepatan
terner aseton-chloroform-metanol membentuk dua buah aliran keluar (Vl) :
sistem biner azeotropik minimum dan satu buah sistem Vm = - d/dt (W . xW)
biner azeotropik maksimum, satu buah sistem terner Vm = - W . dxW /dt - xW . dW/dt (1)
azeotropik heterogen, dibatasi oleh dua buah boundary Vl = D . yD (2)
distillation. Melihat arah pergerakan dari masing-
masing komponen, untuk metanol bisa menghasilkan Pengurangan kecepatan aliran dalam kolom =
komponen murni, karena metanol membentuk aliran kecepatan aliran keluar
noda stabil, sedangkan aseton dan chloroform tidak bisa W . dxW /dt + xW . dW/dt = - D . yD
membentuk komponen murni, karena aseton dan
chloroform masing-masing membentuk aliran sadel. dx w dW
= (y D - x W ) (3)
Gambar 1 sampai Gambar 3 kemudian ditulis ulang dt W dt
oleh Soemantri dkk. (1996) dalam bentuk journal
review. Dalam pemisahan sistem terner, diasumsikan bahwa
Espinosa dan Salomone (1999) melakukan liquida bercampur sempurna, dimana xw = xi dan yD
penelitian distilasi batch sederhana pada campuran ideal = yi maka Persamaan (3) ditulis berikut :
dan nonideal, kemudian untuk analisa hasil dibuat dx i dW
dalam peta kurva residu. Dalam penelitian yang = (yi - x i ) (4)
dt W dt
dilakukan menggunakan persamaan Underwood,
dimana kelebihan dari penelitian ini dapat diaplikasikan
pada rektifikasi batch dan campuran yang sangat tidak QC
V, yD
ideal yaitu campuran aseton-metanol-etanol.
Selain itu peta kurva residu juga bisa dipakai Kondensor
untuk memprediksi apakah sistem terner tersebut
membentuk campuran azeotropik atau campuran
D, xD
zeotropik, dilihat dari kesetimbangan uap dan cair.
QB
Sistem terner yang diteliti adalah acetone-air-MEK, Still-Pot
dalam menghitung kesetimbangan uap dan cair
menggunakan persamaan NRTL. Penyelesaian model W, xW
persamaan distilasi batch sederhana menggunakan
Gambar 4. Sketsa aliran distilasi batch sederhana
76
Reaktor, Vol. 10 No. 2, Desember 2006, Hal. : 75-81
77
Komparasi Kurva Peta Residu … (Sari, dkk)
95
Komponen Aseton Butanol Etanol r q
Run-5
90
Aseton 0 198.659 98.752 2.5735 2.3359
Temperatur ( C)
n-Butanol 453.669 0 38.707 3.4542 3.0520 85
Run-4
Etanol 94.242 75.355 0 2.1054 1.9720 80
75
Untuk campuran MEP harga parameter interaksi biner 70
UNIQUAC (uij) (Hysys versi 3.1), data volume Run-2
65
molekuler (r) dan luas permukaan molekuler (q), seperti Run-6
Tabel 5 (Prausnitz, 2001). 60 Run-1
Run-3
55
Tabel 5. Parameter UNIQUAC sistem terner MEP 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5
Dimensionless waktu
Komp. Metanol Etanol propanol r q
Metanol 0 482.309 181.163 1.4311 1.432
Gambar 6. Profil temperatur MEP, Run-1 sampai
Run-7
Etanol 791.834 0 71.759 2.1054 1.972
1-propanol -82.941 -35.282 0 3.2499 3.128 Gambar 6 menunjukkan profil temperatur
MEP makin naik untuk run-1 sampai run-6, secara
Hasil dan Pembahasan umum yang diuapkan adalah semua komponen
Data hasil simulai sistem terner MEP setelah dengan komponen volatile diuapkan dalam porsi
digambar dalam peta kurva residu membentuk yang lebih besar. Dengan bertambahnya
campuran zeotropik, secara umum sistem terner dimensionless waktu, komponen non-volatile dalam
segolongan misalnya seperti golongan alkohol (MEP), porsi yang lebih besar belum teruapkan di dalam
gas biner (O2 , N2 , Ar2) membentuk campuran bottom, sehingga dibutuhkan temperatur yang lebih
zeotropik, terkecuali pada sistem terner ABE dimana besar untuk menguapkan komponen non-volatile
sistem terner ABE terdiri dari golongan alkohol dan yang belum diuapkan.
alkanon. Profil temperatur ABE dan MEP dari hasil 1.0
simulasi yang digunakan adalah profil temperatur di
0.9
bottom dan di distilat dengan menjumlahkan kedua
Komposisi liquida (fraksi mol)
0.8
temperatur kemudian dibagi dua. Aseton n-Butanol
0.7
393
388 Run-4 0.6
383 0.5
378
Run-2 0.4
Temperatur (K)
373
0.3
368
363 0.2
358 0.1 Etanol
353 Run-7 0.0
348 Run-6 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5
343 Run-5
338 Run-3 Dimensionless waktu
333
Run-1 Gambar 7.Profil komposisi liquida ABE untuk Run-1
328
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5
Gambar 7 menunjukkan profil komposisi
Dimensionless waktu liquida ABE untuk Run-1. Untuk dimensionless
Gambar 5. Profil temperatur ABE, Run-1 sampai Run-7 waktu antara 0 sampai 0,25 dimana profil komposisi
aseton menurun, sedangkan n-butanol dan etanol
Gambar 5 menunjukkan profil temperatur ABE naik. Slope komposisi butanol lebih besar
makin naik, walaupun terjadi penurunan pada saat dibandingkan komposisi etanol, karena komponen
dimensionless waktu antara 0 sampai 0,25. Karena volatile (aseton) diuapkan dalam porsi yang lebih
campuran ABE merupakan campuran antara golongan besar. Untuk dimensionless waktu antara 1,5 sampai
alkohol dan alkanon, dimana n-butanol mempunyai sifat 2 dimana profil komposisi etanol konstan, karena
sangat non ideal, sehingga mempengaruhi profil temperatur ABE mendekati titik didih etanol
temperatur pada saat awal. Semakin besar komposisi n- sehingga komposisi etanol konstan. Untuk
butanol pada umpan masuk, maka slope penurunan suhu dimensionless waktu antara 2 sampai 3,5 dimana
makin besar seperti yang ditunjukkan pada Run-2 dan profil komposisi etanol turun, karena temperatur
Run-4. ABE diatas titik didih etanol, sehingga komposisi
etanol menguap dalam porsi kecil. Saat dimensionless
78
Reaktor, Vol. 10 No. 2, Desember 2006, Hal. : 75-81
waktu sama dengan 3 semua komponen volatile dimensionless waktu sama dengan 3 semua
menguap dan saat dimensionless waktu sama dengan komponen volatile menguap dan saat dimensionless
3,5 temperatur campuran ABE mendekati titik didih waktu sama dengan 3,5 temperatur ABE mendekati
butanol dan komposisi butanol mendekati murni. titik didih 1-propanol dan komposisinya mendekati
1.0 murni.
0.9 1.0
Komposisi liquida (fraksi mol)
Komposisi liquida
0.7
0.6
n-Butanol
Etanol
(fraksi mol)
0.5 0.6
0.4 0.5
0.3 0.4
0.3
0.2
Aseton 0.2
0.1 Metanol
0.1
0.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 0.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5
Dimensionless waktu
Dimensionless Waktu
Gambar 8. Profil komposisi liquida ABE untuk Run-7.
Gambar 10. Profil komposisi liquida MEP, run-6.
Gambar 8 menunjukkan profil yang sama untuk
komponen aseton dimana pada saat dimensionless n-Butanol
waktu sama dengan 2,5 semua aseton sudah menjadi 117,7 oC
produk distilat. Tetapi untuk komponen butanol
menunjukkan hasil yang sebaliknya, pada saat
dimensionless waktu sama dengan 3,5 maka komposisi
butanol menunjukkan nilai 0,96 sehingga dibutuhkan
dimensionless waktu yang lebih besar untuk
memperoleh komposisi butanol yang mendekati murni.
1.0
0.9
0.8 Run 4
Metanol
Run 2
Komposisi liquida
0.7
(fraksi mol)
0.6
1-Propanol Run 1
0.5 Run 7 Run 6 Run 5 Run 3
0.4
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
0.3
Etanol 78,32 C o 56,1 oC
0.2
Etanol Aseton
0.1
0.0 Gambar 11. Peta kurva residu ABE, Run-1
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 sampai Run-7
Dimensionless Waktu
Gambar 10 menunjukkan bahwa dengan
Gambar 9. Profil komposisi liquida MEP untuk Run-1. memperbesar komposisi etanol pada umpan masuk,
maka temperature MEP lebih cepat mendekati titik
Gambar 9 menunjukkan dimensionless waktu didih etanol yaitu pada dimensionless waktu
antara 0 sampai 1,5 dimana profil pergerakan menunjukkan 1 sampai 1,5. Hal yang sama juga
komposisi metanol menurun, sedangkan etanol dan 1- untuk komponen metanol dimana pada saat
propanol pergerakan naik. Slope komposisi metanol dimensionless waktu menunjukkan 2,75 semua
lebih besar dibandingkan komposisi 1-propanol, karena metanol sudah menjadi produk distilat. Untuk
komponen volatile (metanol) diuapkan dalam porsi komponen 1-propanol menunjukkan hasil yang
yang lebih besar. Untuk dimensionless waktu antara 1,5 sebaliknya, pada saat dimensionless waktu
sampai 2 profil komposisi etanol konstan, karena menunjukkan 3,5 maka komposisi 1-propanol
temperatur MEP mendekati titik didih etanol sehingga menunjukkan nilai 0,96 ; sehingga dibutuhkan
komposisi etanol konstan. Untuk dimensionless waktu dimensionless waktu yang lebih besar untuk
antara 2 sampai 3,5 komposisi etanol turun, karena memperoleh komposisi 1-propanol mendekati murni.
temperatur MEP diatas titik didih etanol, sehingga Sehingga untuk memperoleh profil pergerakan
komposisi etanol menguap dalam porsi kecil. Saat komposisi etanol besar maka dilakukan memperbesar
79
Komparasi Kurva Peta Residu … (Sari, dkk)
komposisi etanol pada umpan masuk, karena dalam campuran aseton-etanol membentuk campuran
distilasi batch sederhana hold-up diabaikan dan tanpa zeotropik, maka berdasarkan penelitian yang telah
refluks ratio, dimana hold-up dan refluks ratio dapat dilakukan dapat diprediksikan bahwa untuk
memperbesar profil komposisi intermediate (etanol). campuran aseton dengan senyawa gugus alkohol
Gambar 11 menunjukkan peta kurva residu ABE yang mempunyai rantai C (karbon) makin panjang
dari Run-1 sampai Run-7, bergerak dari komponen light seperti 1-propanol akan membentuk campuran
key (aseton), kemudian ke komponen intermediate key zeotropik.
(etanol) terus menuju ke komponen heavy key (butanol). Dari Gambar 12 secara hubungan topologi
Untuk variasi komposisi umpan menunjukkan bahwa kemudian dilakukan validasi hasil simulasi,
ABE setelah dilakukan simulasi distilasi batch berdasarkan pola aliran komposisi yang dibentuk dari
sederhana membentuk campuran zeotropik tanpa masing-masing komponen, maka diperoleh N1 = 2
membentuk biner azeotropik dari masing-masing membentuk noda stabil untuk 1-propanol dan noda
komponen. Makin besar komposisi etanol pada umpan tidak stabil untuk metanol, S1 = 1 membentuk sadel
masuk maka peta kurva residu untuk komposisi etanol untuk etanol. N2 = 0 karena tidak ada noda biner
makin besar dan profil makin melengkung, sedangkan azeotropik, S2 = 0 karena tidak ada sadel biner
makin besar komposisi butanol pada umpan masuk azeotropik. N3 = 0 karena tidak ada noda terner
maka peta kurva residu untuk komposisi etanol makin azeotropik, S3 = 0 karena tidak ada sadel terner
kecil dan profil menunjukkan garis lurus. azeotropik, B = 0 karena tidak ada biner azeotropik.
Setelah nilai yang diperoleh dari hasil hubungan
secara topologi, kemudian dimasukkan dalam
Metanol persamaan (14) sampai (17). Hasil yang diperoleh
64,7 0C semua terpenuhi, sehingga simulasi distilasi batch
sederhana setelah dilakukan validasi secara
hubungan topologi memenuhi syarat.
Metanol
64,7 C
Run-2
Run-3
Run-1
Run-6 Run-4
Run-5
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
97,2 0C 78,32 0C
1-Propanol Etanol
Gambar 12. Peta kurva residu campuran MEP, run-1
sampai run-6.
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
80
Reaktor, Vol. 10 No. 2, Desember 2006, Hal. : 75-81
Huruf Yunani
γ : koefisien aktivitas
ξ : dimensionless waktu
Superscripts
Sat : liquida jenuh
Subscripts
B : boiler
C : kondensat
D : distilat
81