Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN

DEODORAN ANTIPERSPIRAN

Disusun oleh :
Kelompok 2
Risma Lisdianti 110115057
Illona Pricilya Tenderan 110115114
Tri Sakti 110115248
Agung Setia Budi 110115425

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SURABAYA

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap hari badan dibersihkan dengan frekuensi tidak terbatas
sesuai kebutuhan. Kosmetika pembersihan dan perawatan badan sehari-
hari seperti; body shampoo/sabun, body lotion, body talk, serta deodoran
antiperspiran (lotion, spray, stick, talk). Bahan pembersih yang paling
umum digunakan adalah air. Pembersih dengan air atau bahan dasar air
mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah air
dapat melunakkan lapisan tanduk sehingga mudah dibersihkan, tidak
toksik, tidak menimbulkan efek samping, mudah didapat dan murah
harganya. Tetapi dari sudut kosmetik modern, air memiliki kekurangan,
tidak mempunyai daya pembasah yang kuat karena ditolak oleh keratin
dan sebum yang sedikit menyerap air, tidak dapat membersihkan seluruh
kotoran yang melekat pada kulit, tidak membersihkan jasad renik pada
permukaan kulit, bukan merupakan pembersih kulit yang baik dan sukar
mencapai lekuk dan pori kulit dan kurang efektif mencegah bau badan.
Meningkatnya penggunaan antiperspirant dan deodorant
disebabkan pergaulan modern, sehingga dirasa perlu untuk mengurangi
atau menghilangkan bau badan, yang disebabkan perubahan kimia
keringat oleh bakteri.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendahuluan
Kosmetik paling tua yang dikenal sebagai pembersih badan dan
pengharum kulit adalah sabun. Deodoran dalam sabun mulai dipergunakan
sejak tahun 1950, namun oleh karena efek sampingnya, penggunaannya
dibatasi. Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik
berupa kotoran yang larut dalam air maupun kotoran yang larut dalam
lemak.
Deodoran merupakan jawaban atas kebutuhan tersebut, karena
dapat mencegah dan menghilangkan bau badan dengan cara menghambat
dekomposisi atau penguraian keringat oleh bakteri. Bau badan biasanya
berhubungan erat dengan peningkatan keluarnya keringat (perspirasi) baik
kelenjar keringat ekrin maupun apokrin, maka antiperspiran yang menekan
perspirasi kulit, dibutuhkan untuk melengkapi kosmetik ini
Bentuk sediaan deodoran antiperspiran dapat berupa bedak, cairan
atau losio, krim, stick, spray atau aerosol. Dermatitis akibat deodoran
antiperspiran biasanya disebabkan oleh senyawa-senyawa aluminium,
antiseptik, dan zat pewangi. Iritasi ini dapat berkurang jika penggunaan
dikurangi, iritasi terjadi karena pH yang rendah, kandungan klorida yang
tinggi dan adanya pelarut alkohol dalam sediaan. Reaksi yang terjadi
biasanya dalam bentuk reaksi iritasi, bukan sensitisasi. Reaksi terjadi di
ketiak dan bagian-bagian badan lainnya dimana deodoran dikenakan.
Penghentian pemakaian biasanya meredakan reaksi dengan cepat.
Perbedaan antara antiperspiran dan deodoran; antiperspiran
diklasifikasikan sebagai kosmetik medisinal/obat karena mempengaruhi
fisiologi tubuh yaitu fungsi kelenjar keringat ekrin dan apokrin dengan
mengurangi laju pengeluaran keringat sedangkan deodoran membiarkan
pengeluaran keringat, tetapi mengurangi bau badan dengan mencegah
penguraian keringat oleh bakteri (efek antibakteri) dan menutupi bau
dengan parfum. Penggunaan deodoran bukan hanya pada ketiak saja,

2
tetapi bisa juga pada seluruh bagian tubuh. Deodoran tidak mengontrol
termoregulasi, sehingga deodoran digolongkan sebagai sediaan kosmetik
(Butler, 2000; Egbuobi, dkk., 2013). Sediaan deodoran bukanlah sediaan
antiperspiran tetapi sediaan antiperspiran secara otomatis adalah sediaan
deodoran juga. Hal ini karena sediaan antiperspiran dapat mengurangi
populasi bakteri ketika pengeluaran keringat dihambat sehingga bau badan
berkurang.
Antiperspiran
Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
menekan produksi keringat. Mekanisme antiperspiran dapat berupa
1. Penyumbatan saluran keringat atau muara saluran keringat dengan
cara:
a. Membentuk endapan protein keringat
b. Membentuk endapan keratin epidermis
c. Membentuk infiltrat dinding saluran keringat, Contoh: garam-
garam aluminium, seperti:
i. Aluminium kalium sulfat (tawas/alum)
ii. Aluminium klorohidrat
Aluminium klorohidrat adalah kelompok garam yang
mempunyai rumus umum AlnCl(3n-m)(OH)m,
biasanya digunakan dalam deodoran dan antiperspiran
serta flokulan pada permunian air. Aluminium
klorohidrat digunakan dalam antiperspiran dan pada
terapi hiperhidrosis.
iii. Aluminium klorida
Aluminium klorida adalah bahan kimia dengan rumus
kimia AlCl3. Aluminium klorida dikenal sebagai
astringen dan antiseptik.
iv. Aluminium zirconium tetrachlorohydrex; anhydrous
aluminium zirconium tetrachlorohydrex; aluminium
zirconium chloride hydroxide; aluminium zirconium
tetrachlorohydrate; aluminium zirconium chlorohydrate.

3
Deodoran
Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
menyerap keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan.
Deodoran dapat juga diaplikasikan pada ketiak, kaki, tangan dan seluruh
tubuh biasanya dalam bentuk spray. Bahan aktif yang digunakan dalam
deodoran dapat berupa:
1. Pewangi (parfum); untuk menutupi bau badan yang tidak disukai.
Dengan adanya pewangi maka deodoran dapat digolongkan dalam
kosmetik pewangi (perfumery).
2. Pembunuh mikroba yang dapat mengurangi jumlah mikroba pada
tempat asal bau badan.
a. Antiseptik: pembunuh kuman apatogen atau patogen, misalnya
heksaklorofen, triklosan, triklokarbanilid, amonium kwartener,
ion exchange resin. Sirih merupakan antiseptik tradisional yang
banyak digunakan.
b. Antibiotik topikal: pembunuh segala kuman, misalnya
neomisin, aureomisin. Pemakaian antibiotik tidak dianjurkan
karena dapat menimbulkan resistensi dan sensitisasi.
3. Eliminasi bau (odor eliminator); yang dapat mengikat, menyerap, atau
merusak struktur kimia bau menjadi struktur yang tidak bau.

Deodoran antiperspiran stick


Deodoran antiperspiran stick, berbentuk batang padat, mudah
dioles dan merata pada kulit, bau sedap, stik transparan atau berwarna.
Pembuatannya berbeda dengan pembuatan lipstik karena deodoran ini
merupakan gel sabun. Pembuatannya mirip dengan pembuatan emulsi,
yaitu suatu fase minyak (fatty acid) diadukkan dalam suatu fase larutan
alkali dalam air/alkohol pada suhu sekitar 70oC. Gel panas yang terbentuk
diisikan ke dalam cetakan pada suhu sekitar 60 - 65 oC dan dibiarkan
memadat.

4
Mekanisme Kerja Sediaan Deodoran Antiperspiran
Pada umumnya sediaan deodoran antiperspiran menggunakan
bahan aktif aluminium klorohidrat Al2(OH)5Cl. Keringat mengandung air,
ketika aluminium klorohidrat bereaksi dengan air (keringat) terjadi reaksi
hidrolisis melepaskan ion Al3+ membentuk formasi aluminium hidrat
[Al(H2O)6]3+. Suasana menjadi setimbang antara asam/basa karena
kehadiran air, reaksi yang terjadi dapat dilihat di bawah ini:
[Al(H2O)6]3+(aq) + H2O(l) [Al(H2O)5OH]2+(aq) + (H3O)+(aq)
Adanya ion (H3O)+ menyebabkan dua efek penting yaitu:
1. pH area menjadi di bawah 7 (asam), bukan kondisi yang optimum
untuk pertumbuhan bakteri (bakteri lebih banyak pada kondisi basa).
2. Keringat mengandung protein, pada kondisi normal dapat larut dalam
air. Kehadiran ion (H3O)+ menyebabkan struktur protein berubah
(denaturasi), sehingga kelarutan berubah. Akibatnya, struktur protein
seperti srtuktur gel yang menutupi saluran keringat.
Penggunaan garam aluminium dianggap mempunyai efek
antibakteri karena menghasilkan pH asam dari proses penguraian oleh air.
Kulit dengan pH asam dianggap merupakan pertahanan alamiah terhadap
infeksi bakteri dan jamur. Sediaan antiperspiran harus berdasarkan reaksi
penguraian garam logam oleh air. Karena mempunyai efek menghambat
bakteri kulit. Efek deodoran garam aluminium terjadi dengan dua cara,
yaitu:
1. Aktivitas hambat bakteri yang disebabkan pH yang relatif rendah
2. Netralisasi bau dengan kombinasi kimia.

5
B. Sediaan Deodorant – Antiperspirant yang ada di pasaran
1. The Body Shop White Musk Antiperspirant Deodorant

a. Klaim:
Lasting Freshness with a Velvety Scent
b. Formula
Alcohol Denat, Aqua, Aluminium Chlorohydrate, Propylene
Glycol, Panthenol, PEG-40 Hydrogenated, Castor Oil, Parfum,
Hydroxyethylcellulose, Maltodextrin, Hydroxycitronella, Aloe
Barbadensis, Leaf Juice, Hexyl Cinnamal, Linalool, Alpa-
Isomethyl Ionone, Sodium Hydroxide, Hibiscus Abelmoschus
Extract, Pogostemon Cablin Oil, Vetiveria Zizanoides, Cistus
Ladaniferus Resin.
c. Harga: Rp. 103.000,-
d. Hasil Analisis:
 Alcohol Denat: membantu bahan aktif tersebut mengering
lebih cepat dan menciptakan sensasi yang menyenangkan dan
menyegarkan pada kulit
 Aliminium Chlorohydate: (bahan aktif) aluminium klorohidrat
bereaksi dengan air (keringat) terjadi reaksi hidrolisis
melepaskan ion Al3+ membentuk formasi aluminium hidrat
[Al(H2O)6]3+. Suasana menjadi setimbang antara asam/basa
karena kehadiran air, reaksi yang terjadi dapat dilihat di bawah
ini:

6
[Al(H2O)6]3+(aq) + H2O(l) [Al(H2O)5OH]2+(aq) + (H3O)+(aq)
Adanya ion (H3O)+ menyebabkan dua efek penting yaitu:
 pH area menjadi di bawah 7 (asam), bukan kondisi yang
optimum untuk pertumbuhan bakteri (bakteri lebih banyak
pada kondisi basa).
 Keringat mengandung protein, pada kondisi normal dapat larut
dalam air. Kehadiran ion (H3O)+ menyebabkan struktur
protein berubah (denaturasi), sehingga kelarutan berubah.
Akibatnya, struktur protein seperti srtuktur gel yang menutupi
saluran keringat.
 Vetiveria Zizanoides: Bahan pewangi

2. Xfhfghfdghtd
3. Grsghbdtfjdthj
4. Gdgdbxfhj
5.

7
BAB III
PENUTUP

C. Kesimpulan
 Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap
keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan
 Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
menekan produksi keringat, baik ekrin maupun apokrin
 Perbedaan antara antiperspiran dan deodoran; antiperspiran
diklasifikasikan sebagai kosmetik medisinal/obat karena mempengaruhi
fisiologi tubuh yaitu fungsi kelenjar keringat ekrin dan apokrin dengan
mengurangi laju pengeluaran keringat sedangkan deodoran membiarkan
pengeluaran keringat, tetapi mengurangi bau badan dengan mencegah
penguraian keringat oleh bakteri (efek antibakteri) dan menutupi bau
dengan parfum.

8
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2010). Hiperdrosis. Diunduh dari : http://www.doktersehat.com/2007/-
18/13/seputar-keringat-dan-bau-badan-secara-medis. Diakses pada
tanggal 4 November 2015.
American Pharmaceutical Association. (1970). The National Formulary
Thirteenth Edition. Washington Press: Washington Dc. Hal. 29-30.
Balsam, M.S., dan Sagarin, E. (1972). Cosmetic Science and Technology Volume
I. Edisi Kedua. London: John Wiley and Sons. Hal. 63-80.
Butler, H. (ed.). (2000). Poucher's Perfumes, Cosmetics and Soaps, 10th Edn.
Britain: Kluwer Academic Publishers. Hal. 69-100.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 81.
Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 83, 85, 106-132.
Egbuobi, R. C., Ojiegbe, G. C., Dike-ndudim, J. N., dan Enwun, P. C. (2013).
Antibacterial Activities of different brands of deodorants marketed in
owerrri, imo state, Nigeria. African Journal of clinical and
experimental microbiologi 14 (1): 14-16.
Eiri board of Consultants & Engineers. (2000). Handbook of Synthetic & Herbal
Cosmetic. New Delhi: Engineers India Research Institute. Hal. 88.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. (1994). Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga. Hal. 98.
Gros, L., dan Keith H. (2009). Chemistry Changes Everything-Deodorant and
Antiperspirant. Chemsitry Changes Everything-CITiEs. www.cities-
eu.org/sites/.../057_Deodorant_antiperspirant.pdf.
Hasby, E. (2001). Keringat dan Bau Badan. www.kompas.com. Diakses : 4
November 2015.
Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press:
Jakarta.
Leon, A. G., dan David L. (1954). Handbook of Cosmetic Materials-The
Properties, Uses and Toxic and Dermatologic Actions. Interscience
Publishes Inc.: New York.

9
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Elsevier: Amsterdam.
Navarre, M. G. (1975). The Chemistry and Manufacture of Cosmetic. Second
Edition. Volume III. Florida: The Continental Press. Hal. 211-213.
Poucher, W. A. (1978). Perfumes Cosmetics and Soap. Volume III. Florida: The
Continental Press. Hal. 11-25.
Rahayu, S., Sherley, dan Indrawati S. (2009). Deodoran-antiperspirant. Naturakos
IV(12). BPOM RI (online).
http://perpustakaan.pom.go.id/koleksilainnya/buletinnaturakos/0309.
Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, E.Q. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Edisi Keenam. London: Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association. Hal. 75, 442, 742.
Soeratri, W., Rosita N., dan Himawati E.R. (2004). Pengaruh jenis humektan
terhadap pelepasan asam sitrat dari basis gel secara in vitro.
http://www.wikipedia.org.
Swaile, D. F., Elstun L. T., and Benzing K. W. (2011). Clinical Studies Of sweat
rate reduction by an over-the-counter soft-solid antiperspirant and
comparison with a prescription antiperspirant product in male
panelists. British Journal of Dermatology. British Association of
Dermatologist. 166(1): 22-26.
Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi Ketiga. Salemba Medika: Jakarta.
Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 49, 188.
Wade, A., and Weller P. J. (1994). Handbook of Pharmaceutical Expient. 2nd
Edition. The Pharmaceutical Press: London.

10

Anda mungkin juga menyukai