Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah swt. karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “LIQUID SOLID
CHROMATOGRAPHY”. Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas
Fitokimia sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian nantinya.

Terimakasih kepada dosen yang telah memberikan materi dan


bimbingannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa
kami berterimakasih kepada teman-teman yang telah berkontribusi dalam
menyelesaikan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi sususan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kirtik dan saran dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat


bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Makasar, 8 Oktober 2017

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang …………………………………………………………... 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 1

C. Tujuan …………………………………………………………………….. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………… 3

A. Uraian Tanaman ………………………………………………………… 3

B. Vitamin E (α-tokoferol) ………………………………………………….. 5

C. LSC (Liquid-Solid chromatigraphy) …………………………………… 6

BAB III METODE KERJA, ALAT DAN BAHAN ………………………………….. 11

A. Alat ………………………………………………………………………... 11

B. Bahan …………………………………………………………………….. 11

C. Metode Kerja …………………………………………………………….. 11

BAB IV PEMBAHASAN …………………………………………………………….. 13

BAB V KESIMPULAN ………………………………………………………………. -

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… -

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-
daerah yang berwarna dan bergerak ke bawah kolom. Pada waktu yang
hampir bersamaan, D.T.Day juga menggunakan kromatografi untuk
memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett adalah orang yang
diakui sebagai penemu dan yang pertama menjelaskan mengenai
kromatografi. Penyelidikan tentang kromatografi sempat menurun beberapa
tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padat cair
(LSC).
Liquid solid chromatography (LSC) adalah kromatografi penyerapan.
Sebagai adsorben digunakan silika gel, alumina, penyaring molekul atau
gelas berpori di pakai dalam sebuah kolom dimana komponen-komponen
campuran dipisahkan dengan adanya fase gerak. Kromatografi kolom dan
kromatografi lapis tipis (TLC) merupakan teknik pemisahan yang masuk
golongan ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1. Apa yang di maksud dengan liquid solid chromatography?

2. Bagaimana prinsip kerja liquid solid chromatography?

3. Bagaimana penerapan liquid solid chromatography?

C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini, yaitu :
1. Mengetahui dan memahami pengertian liquid solid chromatography

2. Untuk mengatahui prinsip kerja metode liquid solid chromatography

3. Untuk mengatahui penerapan liquid solid chromatography.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman
1. Kacang Kedelai
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Fabales
Famili : Papilionaceae
Genus : Soya
Spesies : Soya max L.
b. Kandungan
Dalam biji kedelai terkandung gizi yang tinggi, terutama kadar
protein nabati. Di samping itu, kadar asam amino kedelai termasuk
paling lengkap, yang terdiri atas lisin, isoleusin, leusin, fenilalanin,
treonin, triptofan, valin, sistin, metionin, dan tirosin. Dalam minyak
kedelai terdapat vitamin E sekitar 140 mg, yang berfungsi sebagai
antioksidan pelindung dan penstabil sel, membran sel, dan enzim,
serta menjaga vitamin A dan karoten terhadap oksidasi
c. Khasiat
Kedelai mengandung phenolik dan asam lemak tak jenuh, yang
berfungsi sebagai penangkal kanker. Lesitin dalam kedelai dapat
menghancurkan timbunan lemak dalam tubuh, secara tidak langsung
dapat menekan penyakit darah tinggi dan menekan diare.(dalimarta,
2003)

2
2. Tanaman kapas
a. Klasifikasi (heyne, 1987)
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Dicotyledonae
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Gossypium
Spesies : Gossypium sp.
b. Kandungan
Terkandung saponin, flavonoid, dan polifenol. Minyak biji kapas
mengandung tokoferol , gamma tokoferol, delta tokoferol,
c. Khasiat
Dapat digunakan sebagai obat herbal dan indikator dalam
menurunkan demam. ( lanting dan palaypayon, 2002)
3. Tanaman jagung
a. Klasifikasi menurut tjitrosoepomo, 1983
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Ea Mays L,.
b. kandungan
Dalam jagung terkandung asam lemak esensial, isoflavon dan
beta-karoten. Minyak biji jagung mengandung ubiquinon, alfatokoferol
tinggi dan gamma-tokoferol (suwarni, 2009)

3
c. Khasiat
Jagung banyak mengandung karbohidrat berguna untuk
menambah atau memberikan asupan kalori pada manusia, yang
memberikan sumber tenaga sehingga jagung dijadikan bahan
makanan pokok.(mubyarto, 2002)
B. Vitamin E (α-tokoferol)
Vitamin E adalah istilah umum bagi delapan macam substansi alami
yang bersifar lemak, yaitu : 4 tocopherol dan 4-tocotrienol. Diantara delapan
macam substansi tersebut, substansi α-tocopherol adalah jenis yang teringgi
dan terdapat dalam jumlah besar dalam jaringan tubuh. Vitamin E
merupakan istilah yang menunjukan kelompok senyawa trienol dimana
senyawa yang paling aktif dari kelompok ini adalah α-tocopherol
(Goodman’s and Gillman’s, 1991).

gambar 1. Struktur kimia tokofenol

Tabel 1. Keterangan nama senyawa berdasarkan senyawa R1 dan R2

4
Tokoferol mengandung cincin aromatic tersubsitusi dan rantai panjang
isoprenoid sebagai rantai samping (Lehninger, 1982). Struktur kimia vitamin
E terdiri atas rantai samping gugus merupakan nucleus methylated 6-
chromanol (3,4-dihydro-2H-1-benzopyran-6-ol), kemudian 3 unit isoprenoid,
dan ikatan ester atau hidroksil bebas pada C-6 dari nucleus chromanol
(Sareharto, 2010).
Pemerian tokoferol praktis tidak berbau dan tidak berasa. Bentuk α-
tokoferol dan α-tokoferol asetat berupa minyak kental jernih, warna kuning
atau kehijauan. Golongan α-tokoferol tidak stabil terhadap udara dan cahaya
terutama dalam suasana alkalis. Bentuk ester stabil terhadap udara dan
cahaya, tetapi tidak stabil dalam suasana alkalis (Soesilo, 1995).
Sifat fisik vitamin E yaitu semua bentuk vitamin E adalah minyak yang
tidak dapat dikristalkan. Minyak ini merupakan viskositas yang tinggi, larut
dalam lemak dan zat pelarut lemak. Vitamin E stabil pada suhu, alkali, dan
asam (Sediaoetama, 2006). Sedangkan sifat kimia vitamin E berdasarkan
jumlah gugus metil pada inti aromatic tokotrienol, dikenal 6 jenis tokoferol,
yaitu α, β, δ, 𝛾, ε, dan Ζ. Diantara keenam bentuk tokoferol tersebut, yang
paling efektif adalah α-tokoderol (Winarsi, 2007).

C. LSC (Liquid-Solid chromatigraphy)


Kromatografi cair-padat (adsorbsi) adalah kromatografi pembagian
dimana partisi terjadi antara fase gerak dan fase diam yang kedua-duanya
zat cair. Kromatografi adsorpsi adalah teknik kromatografi tertua
dioperasikan berdasarkan retensi terlarut pada permukaan adsorben.
Beberapa pustaka memberikan nama solid liquid adsorption
chromatography. Hal ini mungkin disebabkan karena dalam kromatografi ini
digunakan zat padat sebagai adsorben yang bertindak sebagai fase
stasioner (fase diam) dan menggunakan zat cair sebagai fase mobile (fase
gerak). Adsorpsi ialah gejala timbulnya konsentrasi zat yang lebih besar
pada bidang perbatasan antara dua fasa daripada dalam masing-masing
fasa. Terjadinya pemisahan ialah akibat gaya tarik fasa stasioner yang kuat

5
terhadap komponen – komponen yang harus dipisahkan. Gaya tarik yang
kuat ini disebabkan oleh interaksi kimiawi dan atau interaksi Van Der Walls.
Kromatografi adsorpsi adalah teknik kromatografi tertua dioperasikan
berdasarkan retensi terlarut pada permukaan adsorben. Adsorben yang
umum digunakan adalah silika gel dan alumina karena mereka dimiliki
daerah yang besar permukaan dan banyak situs aktif. Terlarut dan pelarut
dalam cairan dapat bersaing satu sama lain untuk mendapatkan situs yang
aktif. Karena ini, memilih pelarut yang tepat sangat penting untuk
mendapatkan adsorpsi maksimum zat terlarut pada situs aktif permukaan.
Pada kromatografi adsorpsi, fasa stasionernya terdiri atas zat padat dan
fasa mobilnya terdiri atas zat cair.
Permukaan partikel padat biasanya lebih aktif daripada bagian
dalamnya yang umum dikatakan mempunyai aktivitas permukaan (surface
activity). Bila partikel tersebut dimasukkan dalam dalam suatu larutan,
permukaan partikel tadi mempunyai daya tarik baik pada zat-zat yang
terlarut maupun pada zat pelarutnya. Daya tarik atau adsorpsi dapat
berbagai bentuk, yaitu yang bersifat elektrsotatik (ionic), daya tarik antara
dua dipol, antara dipol dan dpol induksi, dan yang berupa kekuatan van der
waals (london forces).
Partikel padat yang mempunyai aktivitas permukaan tadi dalam
kromatografi dinamakan adsorben. Adsorben harus mempunyia permukaan
yang luas dan mempunyai aktivitas kimia seperti disebutkan diatas.
1. Absorben dan zat Pelarut
a. Adsorben
Fase diam adalah adsorben (fase padat) dan pemisahan
didasarkan pada adsorpsi berulang dan desorpsi bahan terlarut
(analit). Alumina dan silika gel merupakan dua adsorben yang paling
populer dipakai. Dibawah ini dicantumkan absorben cair-padat;

6
Perkiraan Sifat
Absorben Pemakaian
pemakaian (%) permukaan
Silika Asam sedikit Penjerap
90
serba guna
Alumina Basa sedikit* Penjerap
5
serba guna
Arang Digrafitkan-non Membersihka
1
polar n cuplikan
Florisil Asam kuat Penjerap
1
serba guna
Poliamida Basa Fenol dan
1 senyawa nitro
aromatic
Lain-lain Nisbi nonpolar Senyawa
(lempung, sangat polar
kiselgur,
<2
tanah
diatome,c
elite dsb.)
*bergantung pada cara pembuatan
Tabel 2. Absorben Cair-padat

Daya adsorbsi alumina dapat diatur dengan mengatur jumlah air


yang dikandung. Caranya ialah dengan mengeringkan alumina pada
suhu 360 0 C selama 5 jam, kemudian membiarkan alumina kering
tersebut untuk menyerap air smapai jumlah tertentu. Aktivitasnya
tergantung dari Luas permukaan alumian kira-kira 150 m2 /g. Sekitar
5 % kadar air sudah cukup melapisi alumina dengan lapisan air
tunggal. Alumina yang kadar air 3 % mempunyai aktivitas yang umum
digunakan.

7
Silika gel mempunyai luas permukaan yagn lebih besar, yaitu
sekitar 500 m2/g, tetapi mempunyai aktivitas kimia yagn lebih kecil
dan lebih disukai untuk pemisahan senyawa-senyawa organik yang
peka terhadap perubahan-perubahan karena akrivitas permukaan
yang mempunyai sifat katalitik.
b. Zat pelarut
Fasa gerak dalam kromatografi cair–padat adalah cair.
Pemilihan fasa gerak dalam kromatografi padat cair (adsorpsi) akan
dengan baik tercapai dengan menggunakan parameter kekuatan
pelarut. Zat pelarut mempunyai peranan yang prnting dalam elusi,
yang dapat menentukan baik-buruknya pemisahan. Zat pelarut yang
mampu menjalankan elusi terlalu cepat tidak akan mampu
mengadakan pemisahan yang sempurna. Sebaliknya elusi yang
terlalu lambat akan menyebabkan waktu retansi yang terlalu lama.
Urutan zat pelarut atas dasar kemampuan elusinya telah
dikemukakan terdahulu (seri eluotropik). Beberapa golongan solut
dapat juga diurutkan dengan dasar kenaikan adsorbilitasnya pada
kolom alumina, seperti yang tertulis dibawah ini :
Fluorokarbon
Hidrokarbon jenuh
Olefin
Senyawa aromatic
Senyawa dihalogenkan
Eter
Senyawa nitro
Ester ≈ keton ≈ aldehida
Alkohol ≈ amina
Amida
Asam karboksilat
Tabel 3. Golongan Solut Berdasarkan Kenaikan Adsorbsinya

8
Pada senyawa bergugus banyak, biasanya gugus yang paling
polar mendominasi sifat penjerapan, walaupun semua gugus pada
komponen berperanan pada penambatan.
Silika dan alumina mempunyai gugus hidroksil permukaan dan
antaraksi jenis asam lewis yang menentukan sifat penjerapan.
Jumlah dan tata susun gugus ini secara topografis menetukan
keaktifan. Makin besar jumlah gugus hidroksil pada senyawa, makin
kuat senyawa itu ditahan (jika silika terlalu aktif, dapat terjadi
penjerapan searah).

2. Penerapan Kromatografi Adsorpsi


Umumnya kromatografi cair-padat sangat cocok untuk cuplikan-
cuplikan yang larut dalam pelarut nonpolar dan kurang larut dalam
pelarut mengandung air seperti yang digunakan dalam kromatografi
partisi fasa-terikat. Dengan kromatografi partisi, senyawa-senyawa
dengan perbedaan jenis dan jumlah gugus fungsi biasanya dipisahkan.
Kehebatan kromatografi adsorbsi, yang tidak dimiliki oleh metode lain,
adalah kemampuan untuk memisahkan campuran-campuran isomer.

9
BAB III
METODE KERJA, ALAT DAN BAHAN

1. Alat
Sistem kromatografi terdiri dari reservoir kaca (ditematkan pada
hotplate yang dilengkapi dengan pengaduk magnet) yang memberi makan
pompa piston Beckman Accu Flo. Pompa dihubungkan ke kolom stainless
steel (i.d 2 mm dan  150 cm) melalui sistem inlet septum. Kolom ini
dikemas dengan 7 g corasil II (dibeli dari Waters Associates). Baling-baling
lubang kecil menghubungkan outlet kolom ke aliran kuarsa melalui sel
dengan kapasitas 30 µl. Model Farrand sebuah fluorometer, dilengkapi
dengan perekam 5 mV, disesuaikan untuk mengambil filter pemancar arus
utama yang mentransmisikan cahaya pada 295 nm. Saringan sekunder
terdiri dari dua filter kaca yang memberikan transmitasi maksium pada 340
nm.
2. Bahan
a. α-tokoferol
b. diisopropil eter (grade analitis)
c. n-heksana (kelas spesifik) dibeli dari E.MERCK
d. β-tokoferol di keluarkan dari laboratorium Lampu koch Ltd
e. 𝛾-tokoferol dibeli dari industri distillation products
f. 𝛿-tokoferol diisolasi dari minyak kedelai
g. Eluent adalah campuran v/v dari diisopropil eter dan n-heksan (5:95).
3. Prosedur
1. Eluant dihilangkan dengan merebus dengan refluks sambil diaduk.
2. Tingkat pemompaan ditetapkan pada 1,5 ml/menit.
3. Sampel minyak, dan standar tokoferol yang dilarutkan dalam n-heksana,
disuntikkan langsung ke kolom dengan semprotan mikrolitik.
4. Jumlah yang disuntikkan berkisar antara 1 sampai 6 µl tergantung pada
konten tokoferol.

10
Tocopherol Retention ratio
∝ 1.00
𝛽 1.54
𝛾 1.88
𝜃 3.00
Tabel 4. Retention time of α-tocopherol is 10 min

11
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan

Gambar 1. Grafik kalibrasi dari tokoferol. Kertas rekaman kalibrasi dalam inci.a-
Tocopherol;, P-tocopherol; , y-tocopherol; ,S-tocopherol.the amount of tocopherol

Terjadi pemisahan yang baik dari 𝛼, 𝛽, 𝛾, dan 𝛿 tokoferol. Puncak beta


dan 𝛾 tokoferol menunjukkan sebuah resolusi dari 1.0 dengan pemberian
400 plat efektif untuk puncak 𝛾 tokoferol. Rasio retensi relatif terhadap 𝛼-
tokoferol yang diberikan pada tabel 1. Waktu retensi dari 𝛼-tokoferol adalah
10 menit. Perubahan kecepatan pompa dapat mengubah waktu retensi
secara keseluruhan tanpa mempengaruhi rasio retensi.
Kapasitas linier 𝜃 0,1 dari adsorben ditentukan untuk minyak tanaman
dengan menyuntikan peningkatan jumlah minyak jagung dan mengukur
pemulihannya.

12
Tabel 5.Pemulihan dari perbedaan standar tokoferol
Jumlah
normal yang % Jumlah yang Jumlah
Tokoferol terdapat penemuan ditambahkan yang
dalam minyak kembali ditemukan
( 𝝁𝒈 )
𝛼 1.0 100 3.0 4.0
𝛽 0.0 100 1.6 1.6
𝛾 0.0 97 3.0 2.9
𝜃 0.0 101 6.0 6.1
*standar tokoferol yang ditambahkan sampai 3 𝜇𝐿 ) dari minyak ; 𝛼 , 𝛽 tokoferol
ditambahkan ke dalam minyak jagung, 𝛾-tokoferol untuk bibit gandum, dan 𝜃-tokoferol
untuk biji kapas.

Gambar 2. Komposisi tokoferol dari minyak kedelai

Kromatografi cair padat pada 150 cm kolom corasil II. Fase gerak
yang digunakan adalah 5% diisopropil eter dalam n-heksana. 6 𝜇𝐿 minyak
yang disuntikan. Identifikasi puncak : 𝛼 = 𝛼 -tokoferol, 𝛽= 𝛽-tokoferol, 𝛾= 𝛾-
tokoferol, 𝜃= 𝜃-tokoferol. Rasio tensi dari 𝛾-tokoferol. Nilai 1.29 𝜇𝐿/g dapat
ditemukan untuk 𝜃 0,1 hal ini menunjukan, untuk kolom yang digunakan
sampai 8 𝜇𝐿 dari minyak dapat disuntikan tanpa mempengaruhi pemisahan.

13
Persyaratan spektral ganda dari detektor fluorometrik, sebagai
tambahan untuk identifikasi kromatografi normal, membuat metode ini lebih
spesifik. Grafik kalibrasi khusus untuk 𝛼, 𝛽 , 𝛾, dan 𝛿-tokoferol ditunjukkan
pada gambar.1
Hubungan antara tinggi puncak dengan jumlah tokoferol yang
disuntikan ditemukan terjadi linier dari 1-100 𝜇g. Dalam kasus ini dimana <1
𝜇g tokoferol terdapat dalam sampel, hal tersebut terlihat menguntungkan
untuk ditambahkan.

Gambar 3. Komposisi tokoferol dari minyak kedelai.

Kondisi dan angka terdapat pada gambar 2. Kromatografi cair dari tokoferol

Standar dari 1 𝜇g tokoferol dapat membawa level sampai ke batas


linier. Dengan menggunakan teknik ini hanya 0.2 𝜇g yang dapat dideteksi.
Reprodusibilas dari metode ini baik. Koefesien variasi yaitu 1.9% untuk 10
suntikan berturut-turut dari 5 𝜇 g 𝛼 -tokoferol. Pemulihan dari 𝛼 dan 𝛽 -
tokoferol standar ditambahkan ke dalam minyak jagung, 𝛾 -tokoferol
ditambahkan ke dalam minyak biji gandum, dan 𝛿-tokoferol ditambahkan
kedalam minyak biji kapas menunjukkan hasil yang sangat bagus dan
terdapat dalam tabel 2.

14
Kromatografi dari kedelai dan minyak biji kapas dapat dilihat pada
gambar 2 dan 3. Metode ini cepat dan mudah untuk digunakan,
memberikan gambar adanya kandungan tokoferol dalam minyak tumbuhan
yang akurat, dan juga ditemukan aplikasi luas untuk analisis rutin dari
banyak bahan.

15
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Kromatografi cair-padat (adsorbsi) adalah kromatografi pembagian
dimana partisi terjadi antara fase gerak berupa cairan diisopropil eter
Dalam n-heksana dan fase diam kolom corasil II . Dimana Metode ini
cepat dan mudah digunakan.
2. Pada metode kromatografi ini, fase stasionernya terdiri atas zat padat
dan fasa mobilnya terdiri atas zat cair.
3. Hasil Kromatografi dari kedelai dan minyak biji kapas yang terlihat pada
gambar 2 dan 3 memberikan gambar adanya kandungan tokoferol
dalam minyak tumbuhan yang akurat, dan juga ditemukan aplikasi luas
untuk analisis rutin dari banyak bahan.
B. Saran
Penulis juga berharap kromatografi cair-padat (ardsorbsi) yang telah
disajikan dalam bab pembahasan dapat dijadikan referensi ataupun tambahan
wawasan bagi pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat
menerapkannya secara tepat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dalimarta ,S,2003, atlas tumbuhan obat Indonesia jilid 3. Puspa swara. Jakarta

Steven,R,.Johnson,E,.1991. Dasar Kromatografi Cair.Penerbit ITB;Jakarta

Roy,G,dkk,.1991.Pengantar kromatografi.Penerbit ITB;jakarta

Dwijoseputro, D. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. jakarta

Gilman, A. G., 2007. Goodman’s & Gillman’s Dasar Farmakologi Terapi,


diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Edisi X, 877,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta

Heyne, K., (1987), Tumbuhan Berguna Indonesia, vol.3, Badan Litbang


Kehutanan, Jakarta, , 1795-17997

Lehninger, A. L., 1982. Dasar-dasar Biokimia. Penerjemah : M. Thenawijaya.


Erlangga. Jakarta

Mubyarto, 2002, penanganan pasca panen hasil pertanian. Workshop pemandu


lapangan 1, sekolah lapangan pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian. Departemen pertanian.

Muhammad ahkam subroto, m.app, sc. Real food, true health : jakarta:
agromedia. Isbn 979-006

Sareharto, 2010. Kadar Vitamin E Rendah Sebagai Faktor Resiko Peningkatan


Bilirium Serum pada Neunatus. Universitas Dipenegoro. Semarang

Sediaoetama, 2006. Ilmu GiziUntuk Profesi dan Mahasiswa Jilid I dan II. Dian
Rakyat, Jakarta

Soesilo, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Depertemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta

Suwarni, 2009. Jagung sebagai bahan pangan sehat, sinar tani, 2009

17
Winarsi, H., 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta

18

Anda mungkin juga menyukai