Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat adalah sediaan yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologis atau kondisi patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dari
rasa sakit, gejala sakit, dan/atau penyakit, untuk meningkatkan
kesehatan, dan kontrasepsi. Dalam pengertian umum, obat adalah
suatu substansi yang melalui efek kimianya membawa perubahan
dalam fungsi biologik. Obat memiliki sifat khusus masing-masing agar
dapat bekerja dengan baik. Sifat fisik obat, dapat berupa benda padat
pada temperatur kamar ataupun bentuk gas namun dapat berbeda
dalam penanganannya berkaitan dengan pH kompartemen tubuh dan
derajat ionisasi obat tersebut (Katzung 2007).
Dalam ilmu farmasi, sediaan serbuk dapat diartikan sebagai
campuran homogen dua atau lebih bahan obat yang telah di haluskan,
dan ditujukan untuk pemakaian luar. Penggunaan obat dalam bentuk
serbuk sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama bagi anak-anak
maupun orang dewasa yang susah atau sulit meminum obat baik
dalam bentuk tablet, pil, ataupun kapsul. Serbuk merupakan
campuran kering bahan obat atau zat kimia yang berkhasiat untuk
mencegah infeksi pada luka di permukaan kulit.
Serbuk dapat mengandung sejumlah kecil cairan yang
disebarkan secara merata pada ampuran bahan padat atau mungkin
juga keseluruhan serbuk yang terdiri dari bahan padat yang kering.
Kekurangan serbuk sebagai bentuk sediaan adalah keengganan
pasian meminum obat yang pahit atau rasa yang tidak enak, kesulitan
untuk menjaaga agar serbuk tidak terurai. Karena kandungan zat
aktif pada serbuk dapat dengan mudah mencair atau susah
menyeragamkan dosis.
Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh
penyakit terbanyak. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat
merupakan faktor penyebab yang potensial yang dapat menyebabkan
resistensi. Beberapa contoh penggunaan antibiotik yang tidak tepat
antara lain; pengobatan infeksi yang tidak responsif, terapi demam
yang tidak diketahui penyebabnya, dosis yang tidak tepat,
penggunaan antibiotik tunggal yang tidak tepat, informasi bakteriologi
yang tidak memadai (Dipiro, 2009). Penggunaan antibiotik di rumah
sakit yang tidak perlu atau berlebihan mendorong berkembangnya
resistensi dan multipel resisten terhadap bakteri tertentu yang akan
menyebar melalui infeksi silang. Terdapat hubungan antara
penggunaan (atau kesalahan penggunaan) antibiotik dengan
timbulnya resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial. Setiap
tahun di Uni Eropa, sekitar 25.000 pasien meninggal karena infeksi
bakteri yang resistensi diperoleh di rumah sakit. Infeksi dari bakteri
yang resisten adalah masalah serius dalam perawatan kesehatan
(KEMENKES, 2011). Pada tahun 2008 beberapa antibiotik yang telah
resistensi terhadap luka pasca operasi adalah amikacin, amoxicillin,
ampicillin, chloramphenicol, ciprofloxacine, gentamicin, netilmicin,
norfloxacine, sulfonamides, tetracycline (Aminah, 2012). Pada tahun
2013 resistensi tertinggi bakteri adalah terhadap metronidazol,
sefaleksin, sefuroksim, oksasilin dan sefadroksil dan antibiotik yang
mempunyai sensivitas tertinggi terhadap bakteri
piperasilin/tozobaktem (89,7%), meropenem (82,9%), imepenem
(78,1%), amikasin (76,3%), fosfomisin/trometamol (59,5%) dan
levofloksasin (56,1%) (Nurmala, 2015)
Sehingga dalam makalah ini kami akan membahas formulasi
dan preformulasi serbuk antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai