PERITONITIS
A. Pengertian
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum)lapisan membran serosa rongga abdomen dan dinding perut
sebelah dalam. Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya, apendisitis, salpingitis),
rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen.
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Respons sistemik
Peritonitis.
Penurunan kemampuan
Volume cairan
batuk efektif
kurang dari
kebutuhan
Resiko ketidak efektifan
bersihan pola nafas
D. Menifestasi Klinis
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan penunjang meliputi (laroche, 1998) hal-hal sebagai berikut,
a) Sebagian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukkan
leukositosis (>11.000 sel).
b) Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis
c) Pemeriksaan waktu pembekuan dan perdarahan untuk mendeteksi
disfungsi pembekuan.
d) Tes fungsi hati jika di indikasikan secra klinis.
e) Urinalisis penting untuk menyingkirkan penyakit slauran kemih
( misalnya: pielonifritis, batu ginjal penyakit), namun pasien dengan
perut bagian bawah dan inveksi panggul sering menunjukan sel darah
putih dalam air seni dan mikrohematuria.
f) Kultur darah untuk mendeteksi agen inveksi septikimia cairan
peritoneal( yaitu: parasentesis, aspirasi cairan perut dan kultur cairan
peritoneal ). Pada peritolitis tuberkulosa, cairan peritonel mengandung
banyak protein ( lebih dari 3 gram / 100ml ) dan banyak limfosit ; basil
tuberkul diindetifikasi dengan kulur
2. Pemriksaan radiografi
a) Foto polos abdomen
Walaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus mungkin di
dapatkan usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas hadir dlam
kebanyakan kasus anterior perfolasi lambung dan duodenum, tetapi
jauh lebih jarang dengan perforasi dari usus kecil , dan usus besar ,
serta tidak biasa dengan appendiks perforasi. Tegak fil berguna untuk
mengindentifikasi udara bebas di bawah diafragma ( paling sering di
sebalah kanan ) seabagai indikasi adanya fiskus berlubang ( Bandy,
2008).
b) Computet tomography scan.
3. USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi kuadran kanan atas
( misalnya perihepatic absen , kolesistitis, biloma, pancreatitis, pancreas
pseudocyst ), kudran kanan bawah, dan patoli pelvis ( misalnya : apendisitis,
absen tuba – ovarium, absen Douglas), tetapi terkadang pemeriksaan menjadi
terbatas karena adanya nyeri, distensi perut, dan gangguan gas usus. USG
dapat mendeteksi jumlah cairan peritoneal ( asites ), tetapi kemampuan untuk
mendeteksi jumlah kurang dari 100ml sangat terbatas ( Peralta, 2006 ).
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
1) Terapi ditujukan pada kelainan serta akibat lanjut dari proses peritonitis. Terapi
suportif untuk hipovolemi, pengaturan suhu tubuh (pada neonatus terdapat
hipotermi, sedang pada bayi lebih besar, atau pada anak-anak terdapat
hipertermi).
2) Antibiotika dengan spektrum luas sensitif terdapat kuman gram negatif, gram
positif serta untuk kuman aerob dan anaerob. Diberikan intravena sebelum
pembedahan.
3) Pembedahan ditujukan untuk menghentikan sumber infeksi serta membersihkan
rongga peritoneal dari cairan infeksius dengan pencucian dengan cairan NaCl
steril. Pencucian harus benar-benar bersih.
4) Drain intraperitoneal tidak perlu dipasang bila telah diyakini rongga peritoneal
telah bersih.
5) Perawatan pasca bedah perlu diperhatikan ialah balance cairan, pengaturan suhu
tubuh, antibiotika diteruskan, dekompresi lambung dan usus dipertahankan
(FKUI, 1995).
2. Non Farmakologi
1) Diet
Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
Bahan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang, dan
menimbulkan gas.
Susu 2 kali sehari perlu diberikan.
Bila anak sadar dan nafsu makan baik, dapat diberikan makanan lunak.
2) Obat-obatan
Dumoxin
Dosis: Dewasa dan anak-anak diatas umur 8 tahun dengan berat badan > 45 kg
: 200 mg per hari
Ceftazidime
Dosis: Dosis Ceftazidime yang digunakan untuk orang dewasa adalah 1-6
gram per hari, dapat diberikan dosis masing-masing 500 mg, 1 g atau
2 g setiap 12 atau 8 jam secara IV atau IM.
G. Komplikasi
2. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi
luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-
organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi
luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding
abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
4. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi
luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-
organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi
luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding
abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
A. Pengkajian
1) Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
a) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
e) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D,
1995).
3.2 Intervensi
3.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang
atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
TTV dalam batas normal
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi napas dalam
Intervensi Rasional
Kaji tingkat nyeri, catat intensitas, dan Merupakan pengalaman subyektif dan
karakteristik nyeri harus dijelaskan oleh pasien atau
identifikasi karakteristik nyeri dan faktor
yang berhubungan dengan kondisi
penyakitnya serta merupakan suatu hal
yang amat penting untuk memilih
intensitas yang cocok untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi
yang diberikan.
memonitor TTV: TD, N, RR, S Untuk mengetahui adanya komplikasi
lebih lanjut sehingga dapat ditentukan
tindakan selanjutnya
Ajarkan teknis distraksi dan relaksasi Merupakan ketegangan otot yang dapat
napas dalam merangsang timbulnya nyeri
Ciptakan lingkungan yang tenang Menurunkan stimulus yang berlebihan
yang dapat menurunkan nyeri.
Kolaborasi, pemberian analgesik; Membantu menghilangkan nyeri,
morfin, metadon. meningkat kenyamanan.
3.3.2 Resiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree luka pascabedah.
Tujuan: dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada
integritas jaringan lunak.
Kriteria Hasil:
Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area luka pembedahan.
Leokosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, Mengidentifikasi kemajuan atau
dan apakah adanya order khusus dari tim penyimpangan dari tujuan yang
dokter bedah dalam melakukan perawatan diharapkan.
luka.
Buat kondisi balutan dalam keadaan Kondisi bersih dan kering akan
bersih dan kering menghindari kontaminasi komensal dan
akan menyebabkan respons inflamasi
lokal dan akan memperlama
penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka Perawatan luka sebaiknya tidak setiap
Lakukan perawatan luka steril hari untuk menurunkan kontak tindakan
pada hari kedua pascabedah dan dengan lka yang dalam kondisi steril
diulang setiap 2 hari sekali pada sehingga mencegah kontaminasi kuman
luka abdomen. ke luka bedah.
Lakukan perawatan luka pada Drain pasca bedah merupakan material
sekitar drain. yang dapat menjadi jalan masuk kuman.
Perawat melakukan perawatan luka setiap
hari atau disesuaikan dengan kondisi
pembalut drain, apabila kotor harus
diganti.
Buka balutan secara perlahan Pelepasan balutan di lakukan perlahan
untuk menurunkan respons nyeri. Teknik
menekan dan berputar dapat menurunkan
stimulus nyeri pada pasien. Apabila
plester yang melekat dikulit terlalu kuat,
maka gunakan alkohol untuk membasahi
plester agar lebih mudah untuk melepas.
Bersihkan luka dan drainase Pembersihan debris (sisa fagositosis,
dengan cairan antiseptik jenis jaringan mati) dan kuman sekitar luka
iodine providum dengan cara dengan mengoptimalkan kelebihan dari
swabbing dari arah dalam ke luar. iodini providum sebagai antiseptik dan
dengan arah dari dalam keluar dapat
mencegah konstaminasi kuman
kejaringan luka.
Bersihkan bekas sisa iodine Antiseptik iodine providum mempunnyai
providum dengan alkohol 70% kelemahan dalam menurunkan prosas
atau normal salin dengan cara epitelisasi jaringan sehingga
swabbing dari arah dalam keluar. memperlambat pertumbuhan luka, maka
harus dibersihkan dengan alkohol atau
norma salin.
Tutup luka dengan kasa steril dan Penutupan secara menyeluruh dapt
tutup dengan plaster adhesif yang menghindari kontaminasi dari benda atau
menyeluruh menutupi kasa. udara yang bersentuhan dengan luka
bedah.
Angkat drainase pascabedah sesuai Pelepasan sesuai indikasi bertujuan untuk
pesanan medis. menurunkan resiko infeksi.
Kolaborasi penggunaan antibiotik Antibiotik injeksi diberikan selama tiga
hari pascabedah yang kemudian
dilanjutkan dengan antibiotik oral sampai
jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji
adanya reaksi dan riwayat alergi
antibiotik, serta memberikan antibiotik
sesuai pesanan dokter.
3.3.3 Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi
abdomen dan menghindari nyeri.
Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O 2 dan saturasi O2
normal.
Kriteria Hasil:
Intervensi Rasional
Pantau hasil analisa gas darah dan Indikator hipoksemia; hipotensi,
indikator hipoksemia: hipotensi, takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi
takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi SSP, dan sianosis penting untuk
SSP, dan sianosis. mengetahui adanya syok akibat inflamasi
(peradangan).
Auskultasi paru untuk mengkaji ventilasi Gangguan pada paru (suara nafas
dan mendeteksi komplikasi pulmoner. tambahan) lebih mudah dideteksi dengan
auskultasi.
Pertahankan pasien pada posisi Posisi membantu memaksimalkan
semifowler. ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan, ventilasi maksimal membuka
area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas besar
untuk dikeluarkan.
Berikan O2 sesuai program Oksigen membantu untuk bernafas secara
optimal
3.3.4 Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah dan anoreksia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam nutrisi tubuh
adekuat
Kreteria Hasil:
BB dalam batas ideal
Pasien dapat menunjukkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi secara adekuat,
mempertahankan jalan nafas pasien.
Intervensi Rasional
Ukur masukan diit harian dengan Memberikan informasi tentang kebutuhan
jumlah kalori. pemasukan/defisiensi
menimbang berat badan sesuai indikasi Mungkin sulit untuk menggunakan berat
dan bandingakan dengan perubahan badan sebagai indikator langsung status
status cairan dan riwayat badan nutrisi karena ada gambaran edema/asites.
Lipatan kulit trisep berguna dalam
mengkaji perubahan massa otot dan
simpanan lemak subkutan.
B berikanan makanan sedikit tapi sering Buruknya toleransi terhadap makan banyak
mungkin berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra-abdomen/asites
Tingkatkan periode tidur tanpa Penyimpanan energi menurunkan
gangguan khususnya sebelum makan kebutuhan metabolik pada hati dan
meningkatkan regenerasi seluler
. Berikan obat sesuai indikasi (tambahan Pasien kekurangan vitamin karena diet yang
vitamin, zat besi, asam folat, enzim buruk sebelumnya
pencernaan, antiemetik)
3.3.5 Resiko ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d keluarnya cairan dari muntah
yang berlebihan
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit.
Kreteria Hasil:
Intervensi Rasional
Monitoring status cairan (turgor kulit, Jumlah dan tipe cairan pengganti di
membran mukosa, urine output) tentukan dari keadaan status cairan.
Penurunan volume cairan mengakibatkan
menurunnya produksi urine, monitoring
yang ketat pada produksi urine, apabila
<600 ml/hari merupakan tanda-tanda
terjadinya syok hipovolemi
Kaji sumber kehilangan cairan Kehilangan cairan dari muntah dapat di
sertai dengan keluarnya natrium via oral
yang juga akan meningkatkan resiko
gangguan elektrolit
Auskultasi TD Hipotensi dapat terjadi
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya
perifer, dan diaforesis secara teratur peningkatan tahanan perifer.
3.4 Implementasi
a) Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b) Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat.
c) Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d) Dokumentasi intervensi dan respons klien.
3.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Peritonitis merupakan peradangan peritonium, selaput tipis yang melapisi
dindingabdomen dan meliputi organ-organ dalam, peradangan sering disebabkan oleh
bakteri atauinfeksi jamur membran ini. Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas
fibrinolitik intra-abdomen (peningkatan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan
fibrin karantina dengan pembentukan adhesi berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa
merupakan reaksi penting pertahanan tubuh, tetapi sejumlah besar bakteri dapat di
karantina dalam matriks fibrin. Matriks fibrin tersebut memproteksi bakteri dari
mekanisme pembentukan oleh tubuh Penyebab peritonitis sekunder ialah perforasi
apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat
diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens
4.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin membuat makalah
tentang asuhan keperawatan peritonitis system pencernaan dan dapat menambah
wawasan bagi profesi keperawatan. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka
dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan. Kita sebagai seorang perawat dalam
mengatasi masalah peritonitis di masyarakat dapat memberikan berbagai cara untuk
mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa/i dapat memberikan asuhan
keperawatan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis yang sesuai dengan apa
yang dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer and Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. EGC Jakarata.