Anda di halaman 1dari 17

Rithme EEG Alpha dan Proses Memory

Abstrak
Hasil dari beberapa percobaan yang dilakukan mengindikasikan bahwa
perubahanfrekuensi alpha sebagai fungsi kemampuan memory. Ditemukan
bahwa alpha frekuensi dari orang berkemampuan memory baik memiliki 1Hz
lebih tinggi dibandingkan orang dengan kemampuan memory buruk. Perbedaan
dalam frekunsi alpha antara kemampuan baik dan buruk meningkat menjadi
maksimum selama proses mendapatkan informasi, adalah lebih kecil selama
pengkodean dan adalah minimal tetapi signifikan selama fase istirahat. Hasil ini
menduga bahwa frekuensi alpha mungkin bersifat permanent dan bukan hanya
sebuah fungsi parameter yang mendefinisikan kecepatan dengan informasi
mana yang dapat diperoleh dari memori. Perhitungan perubahan dalam pita
power (power band) mengindikasikan kedepan bahwa pita alpha atas adalah
sebagian bersifat sensitive terhadap permintaan semantic memory. Pita alpha
bawah, sebaliknya, terlihat merefleksikan proses atensi (perhatian). Pencarian
ini didiskusikan pada dasar hipotesis yang mengasumsikan bahwa frekuensi
EEG dalam pita alpha melawan bagian dari thalamus dan aktivitas jaringan
thalamo-cortical mencerminkan proses bahwa ini berhubungan dengan
pencarian, pengaksesan, dan perolehan informasi dari semantic memory.

I. Pendahuluan: Pencarian memori dan kemungkinan arti dari putaran umpan


balik thalamo-cortical
Salah satu isu penting dalam pencarian memori adalah berdasarkan pertanyaan
bagaimana sebuah proses pencarian mencari informasi yang relevant dalam
memori. Sedangkan sebagian besar para peneliti akan setuju bahwa jaringan
saraf cortical dapat dipandang sebagai sebuah tempat penyimpanan memori,
sebagian kecil diketahui tentang cara proses pencarian dimulai and bagaimana
informasi diakses dan dibaca kembali. Teori memori mengasumsikan bahwa
proses pencarian dapat dideskripsikan sebagai proses penyebaran aktivasi
dalam jaringan penyimpanan cortical [Klimesch, 1994]. Bagaimana pun juga,
untuk mencari informasi yang dikehendaki, asumsi kritisnya adalah bahwa
status aktivasi dari jaringan yang dicari harus dikirimkan kembali oleh putaran
umpan balik (loop feedback) untuk monitoring. Dalam pengindentifikasian kode
yang relevan bahwa adalah bagian dari jaringan yang dicari, putaran umpan
balik mungkin memainkan peran penentu. Ide dasarnya adalah bahwa sebuah
monitoring jaringan yang konvergen dalam bagian system monitoring dipetakan
dalam jaringan penyimpan. Oleh karenanya, system monitoring seharusnya
dikoneksikan dengan cortex oleh jaringan rapat dari koneksi axonal. Selain
basal ganglia, thalamus dengan proyeksi thalamo-cortical nya hingga semua
daerah cortical yang berbeda adalah salah satu dari stuktur otak yang mengisi
kebutuhan ini. Ini perlu dilihat bahwa, sebagai pembanding dengan jaringan
thalamo-cortical, jaringan cortical adalah pesanan dari magnitude denser. Jadi,
seperti skema yang digambarkan di Gb.1, tiap putaran umpan balik melayani
bidang cortical yang cukup besar yang juga biasa disebut sebagai “alpha field”.
Beberapa peneliti telah menduga bahwa frekuensi EEG dalam pita alpha (8-13
Hz) merupakan cangkokan dari thalamus dan induksi aktivitas saraf yang
disinkronisasi dalam cortex [Steriade dll, 1990]. Jika kita teruskan dari ide
bahwa pengkodean memori didapatkan kembali melalui jalur longitudinal
disambung thalamic nuclei dengan cortex, dan oleh karenanya alpha adalah
cenderung dominant mencerminkan aktivitas dari jalur ini, kita sampai pada
hipotesis bahwa frekuensi alpha seharusnya dihubungkan dengan kemampuan
memory. Kita telah menguji hipotesis ini [Klimesch et all, 1990,1993] dan
menemukan bahwa sebagai pembanding dengan berkemampuan memory
buruk, orang berkemampuan baik memperlihatkan kenaikan frekuensi alpha
yang signifikan.
Titik mulai untuk evaluasi empiris dari hipotesis bahwa frekuensi alpha adalah
dihubungankan dengan kemampuan memori, diberikan dengan tiga asumsi
berikut: (1) Pengkodean memori direpresentasikan dengan interkoneksi dan
pembentukan cell terdistribusi secara lebar dalam neocortex; (2) Pengkodean
memori diakses melalui jalur longitudinal yang berhubungan dengan bagian
otak lain seperti thalamus dan hippocampus dengan neocortex. Dan (3)
desinkronikasi ritme alpha mencerminkan aktivitas dari beberapa jalur itu dan
area cortical yang dilibatkan dalam pengaksesan, pencarian, dan pembacaan
kembali informasi semantic long-term memori (LTM). Ketika focus pada
frekuensi alpha, prediksi utama adalah bahwa perbedaan interindividual dalam
frekuensi alpha mencerminkan perbedaan interindividual dalam kemampuan
memori.
2. Perbedaan interindividual dalam frekuensi alpha dan kemampuan memori
Dalam langkah pertama, sebelum melakukan percobaan atas prediksi lebih
dalam, sangat penting untuk menunjukkan apakah frekuensi alpha berubah
secara interindivual dan apa factor yang mempengaruhi frekuensi alpha. Ini
telah diketahui sejak lama bahwa frekuensi alpha menurun akibat
bertambahnya usia. [Kopruner, 1984] telah menemukan hubungan linier
(Frekuensi dari puncak alpha = 11.95 - 0.053 x umur) dalam batasan usia dari
subject orang dewasa yang digambarkan pada gb.2.
Berdasarkan hubungan ini, orang muda yang berumur 20 tahun dapat
diperkirakan memiliki frekuensi puncak di 10.89 Hz, sedangkan orang berumur
70 tahun akan menunjukkan penurunan 2.65Hz menjadi 8.24Hz. Bagaimana
pun juga, meski subyek dengan umur yang sama, kenyataannya terdapat
keragaman yang besar dalam frekuensi alpha. Dalam sample (berdasarkan
umur), frekuensi alpha menunjukkan Standard Deviasi sebesar 1 Hz (Kopruner,
1984) yang memiliki arti bahwa meskipun dengan umur yang sama, terdapat
perbedaan interindividual sebesar 2Hz. Lebih jauh, bukti klinis menunjukkan
bahwa keragaman frekuensi alpha yang lebih rendah pada penyakit otak
[Kopruner, 1984]. Sekilas atas kenyataan terakhir ini tidak terlihat hubugannya
dengan prediksi kita karena biasanya pelambatan umum dari semua frekuensi
EEG dan bukan hanya pada frekuensi alpha yang diamati dan karena
karagaman kognitif deficit mungkin dihubungkan dengan pelambatan EEG.
Diantaranya, bagaimana pun juga, melaporkan bahwa indikasi bahwa
penurunan dalam aktivitas alpha mungkin berhubungan dengan penurunan
kemampuan memori. [Sheridan, 1988] membandingkan dua grup pada pasien
Alzheimer, grup pertama memperlihatkan gelombang alpha yang teratur
selama mata tertutup (dalam range 9-23 Hz) dan melemah saat mata terbuka.
Grup kedua memperlihatkan hanya ketidak teraturan mencampuri gelombang
lambat alpha (7 – 11 Hz) tanpa ada pelemahan saat mata terbuka. Yang paling
menarik, [Sheridan, 1988] melaporkan bahwa meskipun kedua grup tidak
berbeda dalam skala Mattis Demantia, grup pertama memiliki skala memori
Wechsler lebih tinggi (87 sebagai pembanding untuk 70 dalam grup kedua) dan
lebih tinggi rata-rata parietal glucose metabolic nya. Perbedaan yang dilaporkan
hanya siginifikan dalam margin saja.
Hasil awal in menunjukkan bahwa frekuensi alpha yang biasanya dikur frekuensi
puncaknya mengalami perubahan hingga perpanjangan yang besar.
Bagaimanapun juga, kenyataan ini memunculkan sejumlah pertanyaan
metodologi. Karena ini telah diusulkan oleh [Grey walter in Evans and
Mulholland, 1969] dan sekarang sangat diterima bahwa tidak ada ritma alpha
tunggal akan tetapi malah terdapat keragaman perbedaan ritme alpha,
frekuensi puncak mungkin bukan parameter terbaik untuk menjelaskan
frekuensi alpha. Jika seluruh populasi dari frekuensi alpha ada/didapatkan,
bentuk dari distribusi power alpha akan lebih informative dibandingkan
frekuensi puncak. Lebih lanjut, dalam beberapa kasus distribusi power alpha
memperlihatkan banyak puncak dan agak sedikit sembarangan bila hanya
memilih berdasarkan puncak tertinggi.
Titik tengah frekuensi adalah pengukuran yang berdasarkan pada bentuk
distribusi power dan, jadi, sebuah pengukuran yang mencerminkan aktivitas
populasi alpha dengan cara yang memadai. Alasan penting lainnya untuk
menggunakan grafity frekuensi adalah bahwa frekuensi puncak biasanya dapat
diukur hanya jika subyek dalam keadaan istirahat. Selama aktivitas persepsi
dan mental, desinkronisasi alpha dan power distribusi akan manjadi flat/datar.
Dalam kasus ini, hanya grafity frekuensi yang merupakan pilihan masuk akal
untuk mengukur frekuensi alpha. Bagaimana pun juga, tidak seperti frekuensi
puncak, grafity frekuensi bervariasi dengan pilihan pada batasan frekuensi yang
pasti dalam pita alpha. Dengan menggunakan batasan pasti (misal 8-13 Hz)
ketika menghitung frekuensi gravity tidak bisa menjadikan masuk akal.
Berkaitan dengan perbedaan interindividual dalam frekuensi alpha, untuk
beberapa subyek bagian dari distribusi alpha power akan jatuh diluar batasan
yang ditentukan. Konsekuensinya, frekuensi grafity akan menyimpang dan tidak
akan mencerminkan perbedaan interindividual dalam cara yang memenuhi
syarat. Sebuah cara yang menjanjikan untuk menghindari masalah ini adalah
pertama mendifinisikan batasan frekuensi dari distribusi power alpha secara
individually untuk tiap elektroda dan tiap subyek dan kemudian menghitung
frekuensi grafity dalam range tersebut (table 1). Dengan prosedur ini, telah
dijelaskan di [Klimesch, 1990], hasil pada pita alpha yang diperpanjang dalam
rata-rata, kita menggunakan istilah IAF (individual Alpha Frekuensi) untuk
mencegah kebingungan dengan pengukuran yang lama.
IAF digunakan sebagai indicator frekuensi alpha dalam sejumlah percobaan.
Pada percobaan 1 [Klimesch, 1990], IAF diukur selama fase istirahat dalam
sample pasien orang gila Alzheimer (rata-rata umur 71.5; SD=7.76) yang juga
diukur dengan menggunakan skala memori Wechsler.
Berdasarkan pada hasil seluruhnya, subyek dibagi dalam dua grup, grup
dengan memori baik (dituliskan dengan M+ dengan usia rata-rata 72 tahun)
dan grup dengan memori buruk (dituliskan M- dengan usia rata-rata 70 tahun).
Pembandingan nilai rata-rata IAF antara dua grup (M+ : 8.14Hz, M-:7.02 Hz)
memperlihatkan perbedaan rata-rata IAF dengan yang diprediksikan. Subyek
Alzheimer dengan memori baik menunjukkan frekuensi alpha 1.12 Hz lebih
besar dibandingkan dengan yang memori buruk. Hubungan ini dihitung untuk
individu IAF pada semua lead (EEG direkam dari 19 elektroda) dan keseluruhan
nilai Wechsler atas seluruh sample diungkapkan bahwa kesemua rekaman
kedua frekuensi alpha hemispheres berhubungan signifikan dengan
kemampuan memori seperti yang diukur dengan skala memori Wechsler. Jadi,
dalam perjanjian dengan pencari Sheridan dll [1988] studi kita menyediakan
tambahan support untuk hubungan yang dipilih (selective relationship) antara
frekuensi alpha dan kemampuan memori. Lemah, tetapi tidak signifikan
hubungan antara memori verbal dan frekuensi alpha telah dilaporkan oleh
[Saletu dan Grunberger, 1985]. Bagaimanapun juga, Perbedaan untuk studi kita
dan [Sheridan, 1988] menggunakan pita frekuensi tetap. Dari pengaturan
komputasi dengan data kita, kita tau bahwa pita frekuensi tetap cenderung
mengkaburkan/mensamarkan hubungan signifikan antara IAF dan kemampuan
memori. Ini tidak mengejutkan karena seperti yang kita tekankan, berkaitan
dengan bagian penting perbedaan interindividual dari distribusi power alpha
jatuh diluar pita frekuensi tetap, jadi membiaskan pengukuran frekuensi alpha.
Penggunaan pita frekuensi tetap sangat baik mencegah peneliti dari
pendeteksian hubungan antara frekuensi alpha dan kemampuan memori.
Ini seharusnya dicatat bahwa hasil yang dilaporkan sampai saat ini merujuk
pada frekuensi untuk fase istirahat. Pertanyaan menarik, jadi, apakah alpha
frekuensi bergeser dari interval acuan ke interval uji ketika subyek sedang
menbaca kembali/mendapatkan kembali informasi dari memori. Dalam
percobaan 2 [klimesch, 1990] subyek melakukan uji pengenalan verbal dan IAF
diukur selama interval uji 1 detik dalam kondisi subyek secara benar mengenali
kata dan dalam interval acuan (juga 1 detik) yang didahului dengan uji interval
selama 2 detik. Hasilnya memastikan pencarian dalam percobaan 1 dan
menunjukkan kembali bahwa, seperti yang dibandingkan dengan
berkemampuan memori buruk, berkemampuan memori baik memiliki IAF lebih
tinggi 1Hz. Bagaimana pun juga, ketika membandingkan acuan dengan interval
uji, tidak keduanya meningkat dalam IAF bukan juga meningkatkan
kesignifikanan koefisien korelasi antar IAF dan kemampuan memori dapat
ditemukan.

3. Perbedaan Intraindividual dalam frekuensi alpha dan kemampuan memori


Meskipun percobaan 1 dan percobaan 2 mendukung hipotesis hubungan antara
frekuensi alpha dan kemampuan memori, hasilnya, yang dilaporkan sejauh ini,
dapat secara teoritis juga menjelaskan istilah perbedaan interindividual dalam
attention/perhatian. Ini dapat dibantah bahwa IAF yang lebih tinggi dari
berkemampuan memori baik mencerminkan kondisi meningkatnya attention
yang juga berhubungan dengan peningkatan kemampuan memori. Ini ada
contoh bukti bahwa desinkronisasi alpha mungkin mencerminkan attention
[Mulholland, 1969]. Bantahan ini mungkin muncul dan sebagian dapat diterima
dalam konteks pada percobaaan 2, karena IAF diukur selama kemampuan
memori sesungguhnya bahwa tentu saja juga memerlukan sumber yang dapat
menjadi perhatian (attentional resources). Ini, bagaimana pun juga, kurang
lebih sama bahwa IAF fase istirahat seperti yang diukur pada percobaan 1 juga
mencerminkan attentional resources. Untuk fase istirahat, subyek diminta untuk
tenang/relaxs dan perbedaan interindividual dalam attention adalah factor yang
tidak sama untuk menentukan perbedan dalam IAF. Untuk mendukung
interpretasi ini, [Treisman, 1984] telah menunjukkan bahwa fluktuasi
intraindividual dalam frekuensi alpha jelas terlalu kecil untuk fluktuasi dalam
attention. Kita mengasumsikan bahwa meski selama fase istirahat, kapasitas
potensi proses dari jaringan thalamo-cortical mungkin sangat baik dicerminkan
oleh IAF.
Dalam usaha untuk mengesampingkan kemungkinan bahwa IAF mencerminkan
attention bukan process memory, percobaan yang special (percobaan 3)
dilakukan oleh [Klimesch, 1993]. Dalam studi ini, versi modifikasi oleh Schneider
dan Shiffrin paradikma pencarian memory [Schneider dan Shiffrin, 1977]
digunakan yang mengijinkan untuk mengubah attentional dan beban memori
dalam orthogonal design. Dalam tiap percobaannya melihat string dari 5 atau
10 karakter yang mereka diminta untuk mengingatnya. Kemudian setelah
interstimulus dengan interval 2 detik, karakter tunggal muncul. Jika frame
adalah elemen dari set memori yang disebut target, sebaliknya disebut
jebakan. Subyek diminta untuk menjawab dengan Ya untuk target dan tidak
untuk jebakan. Kebutuhan attention divariasikan dengan menggunakan salah
satu deretan set memori menyilang yang sama dari semua usaha yang
dilakukan (diistilahkan sebagai kondisi pemetaan konsisten) atau set memori
yang berbeda dengan karakter berbeda (diistilahkan sebagai kondisi pemetaan
bervariasi). Dengan kondisi pemetaan konsisten subyek tau manakah set
memori karakter pada usaha/giliran berikutnya. Dengan kondisi pemetaan
bervariasi tiap set memori mengandung karakter baru. Jadi, ketika pemilihan
apakah sebuah frame adalah target atau jebakan, subkeyk harus hati-hati tidak
bingung antara set memori sekarang dan yang lalu. Menurut [Shiffrin dan
Chneider], attention yang dipilih merujuk pada mekanisme kontrol tersebut
yang mengijinan subyek untuk mengkodekan input sensory kedalam memory.
Konsep dari attention yang dipilih dekat hubungannya dengan batas kapasitas
itu. Jika kapasitas proses overload, attention menjadi terbagi dan kemampuan
berkurang. Sebagai contoh, jika set memori meliputi hanya karakter tunggal,
attention akan fokus ke target. Akan tetapi dengan meningkatnya ukuran set
memori, attention juga menjadi terbagi dan kapasitas proses menjadi overload.
Rancangan ini mengijinkan kita untuk mengubah permintaan attention sebagai
faktor independen selama menggunakan grup yang dipilih dari yang
berkemampuan memori baik dan buruk sebagai subyek.
Jika attention menjadi satu satunya faktor yang relevant, IAF seharusnya
berubah sebagai fungsi permintaan attention (attentional demand). Disisi lain,
process memori adalah satu-satunya faktor yang relevan, IAF seharusnya
berubah sebagai fungsi dari perminaatn memori (memory demand).
Meningkatnya attention akan menghasilkan dalam kemampuan memori yang
meningkat. Karena kemampuan memori dicerminkan oleh AIF, kita harus
mengasumsikan bahwa keduanya, attention dan memody demand berubah
dengan IAF. Prediksi krusialnya, apakah bahwa manipulasi dari attentional
demand tidak mengaburkan perbedaan frekuensi antara yang berkampuan baik
M+ dan yang buruk M-. Seperti perbedaan yang telah dijelaskan antara yang
berkemampuan memori baik dan buruk (lihat bagian kanan dari gb.3), prediksi
ini didukung oleh hasil pada percobaan 3.
Variasi attentional demand mempengaruhi IAF hanya dalam range ke 1/10 dari
1Hz seperti perbedaan antara kondisi pemetaan yang tervariasi dan konsisten
pada yang ditunjukkan di gb.4. Efek konsisten dalam merasakan bahwa
peningkatan beban attentional menuju pada penurunan pada IAF ditemukan
hanya pada central dan parietal.
Perbedaan dalam memori demand (pengkodean dengan item n=5 atau n=10,
dituliskan dengan n5 dan n10) adalah agak lebih nyata tetapi masih samar
dalam range 1/10th dari 1 Hz seperti yang diindikasikan pada Gb.5. Yang paling
penting, efek dari memori demand adalah sangat konsisten untuk perekaman
yang berbeda dalam subyek group.
Dalam perbedaan percobaan-percobaan ini menginduksi variasi,
berkemampuan memori baik dan buruk berbeda dalam range sekitar 1Hz. Jadi,
perbedaan interindividual dalam IAF yang dihubungan dengan perbedaan
dalam kemampuan memori adalah lebih dari 10 kali lebih besar dari pada
percobaan itu menginduksi perbedaan dalam level attention dan memori
demand. Pola umum dari hasilnya adalah bahwa frekuensi alpha menunjukkan
kecenderungan menurun dengan meningkatnya beban tugas (task demand).
Efek terkuat adalah penurunan yang sangat signifikan dalam IAF untuk
berkemampuan memori buruk sekitar 0.7 Hz dengan peningkatan experimental
demands (lihat penurunan di IAF untuk berkemampuan burk dari fase istirahat
ke fase pembacaan kembali pada gb.3). Kenyataan ini sebagian menarik karena
ini menunjukkan bahwa magnitude dari pergeseran event-related dalam IAF
mungkin lebih besar dari perbedaan dalam IAF yang diamati dalam respon
kepada variasi dalam attentional dan memori demand seperti yang disebutkan
diatas. Pergeseran besar dalam IAF ini untuk berkemampuan buruk, yang
hampir mencerminkan efek umum dari meningkatnya tingkat kesulitan
pekerjaan tidak mengkaburkan tetapi malah meningkatkan perbedaan grup
antara berkemampuan baik dan buruk. Perbedaan grup dalam IAF digambarkan
di gb.6 untuk menunjukkan perbedaan topografi atas waktu percobaan dari
acuan t1 ke pengkodean t2 dan interval pembacaan kembali t3.
Meskipun berkemampuan baik, IAF tetap pada level tinggi selama
meningkatnya task demand (lihat gb.3), meski pada grup ini jatuhnya frekuensi
dapat diamati pada letak perekaman occipital selama interval pengkodean.
Perbandingan perbedaan topografi antara dua grup mengungkapkan bahwa,
dalam perbedaan berkemampuan memori buruk, berkemampuan baik
menunjukkan cukup datar distribusi topografinya atas seluruh kepala dan
antara task deman yang berbeda (lihat perbedaan kecil antara t1, t2,dan t3).
Dalam perbedaan berkemampuan baik, berkemampuan buruk memiliki
frekuensi alpha rendah sebagian pada letak perekaman frontal. Seperti yang
dapat dilihat dengan membandingkan IAF pada letak perekaman frontal selama
interval pembacaan kembali t3, prebedaan dalam IAF antara berkemampuan
baik dan buruk mencapai nilai maksimal sekitar 1.5Hz. Berdasarkan hasil ini, ini
mungkin dispekulasikan bahwa IAF yang rendah dari berkemampuan buruk
pada sisi frontal, yang juga dapat diamati selama periode istirahat murni
[klimesch, 1993, Fig.1], mungkin mencerminkan kurangnya mengalokasikan
attentional resources jika task demand menigkat. Bukti lebih lanjut untuk
intepretasi yang diusulkan datang dari penganalisaan power alpha dalam pita
frekuensi alpha bawah (lihat gb.7). Hasil ini mengindikasikan bahwa
berkemampuan buruk mungkin memiliki batasan attentional resources lebih
dibanding berkemampuan baik.
Akhirnya, hasil yang menarik diberikan oleh kenyataan bahwa untuk
berkemampuan buruk frekuensi terendah yang dihasilkan sepanjang seluruh
percobaan ditemukan selama fase pembacaan kembali dan bahwa IAF jatuh
selama fase pembacaan kembali pada sisi semua perekaman atas kedua
hemispheres. Hasil ini konsisten dengan dengan hipotesis bahwa fase
pembacaan kembali dikendalikan oleh process kontrol distribusi yang luas.
Kenyataan bahwa topologi distribusi rata dari IAF untuk berkemampuan baik
hanya berubah sedikit selama fase pembacaan kembali juga berbicara tentang
pandangan bahwa process pembacaan kembali adalah pengoperasian dalam
area cortical secara sebagian.
Dalam ringkasan pencarian IAF, hasil yang paling penting adalah bahwa IAF
pada berkemampuan buruk umumnya menurun dengan naiknya task demands.
Penurunan yang paling dramatis IAF sekitar 0.7 Hz diperoleh dalam periode
pembacaan kembali. Interpretasi awal atas hasil ini didasarkan pada hipotesis
umum bahwa kecepatan proses informasi adalah turun lambat, sekali batas
kapasitas terlampui. Karena kita telah mengasumsikan bahwa IAF
mencerminkan kecepatan penyebaran aktivasi dan proses pembacaan kembali,
kita akan mengharapkan bahwa kecepatan aktivasi bidang cortical (bidang
alpha) dan sebagai konsekuensi dari bidang alpha dalam melayani bidang
cortical ini menjadi turun secara perlahan Berdasarkan pada pandangan ini,
frekuensi alpha seharusnya dihubungkan dengan kecepatan proses memori.
Bukti tingkah laku mendukung untuk pandangan ini. Sebagai contoh, dalam
percobaan waktu reaksi, [klimesch, 1988] telah menemukan bahwa
berkemampuan memori baik dapat untuk pembacaan kembali sebuah item dari
memori lebih cepat dibandingkan berkemampuan buruk.
Penggunaan pita alpha yang disesuaikan secara individu adalah penting untuk
pengamatan hubungan yang telah dijelaskan antara task demand dan frekuensi
alpha, sebagai kontrol komputasi pada data kita telah terungkap. Hasil yang
dilaporkan dalam literatur adalah berdasar pita frekuensi tetap. Jadi, ini tidak
datang sebagai sebuah kejutan bahwa dalam respon untuk meningkatkan task
demand dalam beberapa percobaan sebuah peningkatan dalam frekuensi alpha
ditemukan [Earle, 1988, Fig.2c] dimana dalam percobaan lain sebuah
penurunan juga dilaporkan [Zeller dan bente, 1983, Earle, 1988, Fig.4]. Kita
telah menekankan bahwa karena besarnya perbedaan interindividual, bagian
signifikan dari distribusi power alpha akan jatuh diluar window frekuensi tetap.
Sebagai contoh, mari kita memikirkan subyek dengan frekuensi alpha rendah
dan mari mengasumsikan bahwa pita alpha bawah akan jatuh dibawah window
frekuensi dari pita yang ditetapkan yang kemudian menutup hanya pada alpha
atas dan beberapa bagian dari betha bawah. Konesekuensinya, penurunan atau
kenaikan dalam frekuensi (contoh: desinkronisasi atau sinkronisasi) dari pita
alpha bawah tidak dapat dideteksi dalam kasus ini bila yang digunakan adalah
pita tetap.
Ketika menerjemahkan IAF, kita harus menyimpan pemikiran bahwa rata-rata
frekuensi alpha mencerminkan sifat dari seluruh populasi frekuensi alpha yang
berbeda-beda. Berdasarkan pandangan ini, pergesseran dalam IAF tidak
berkaitan dengan pergeseran frekuensi ritme alpha tunggal. Jadi, pergeseran
frekuensi event-related memiliki arti bahwa power dari beberapa frekuensi
alpha mungkin meningkat dimana yang lain menurun. Secara psikologis,
meningkatnya power diterjemahkan dalam istilah sinkronisasi (respon dari
populasi sel yang banyak dengan frekuensi dalam pita yang sangat sempit)
dimana penurunan power diterjemahkan dalam istilah desinkronisasi (banyak
tetapi relatif respon populasi sel yang kecil dengan frekuensi yang berbeda-
beda). Pertanyaannya sekarang adalah, berapa banyak frekuensi yang ada dan
frekuensi mana dari seluruh populasi yang cenderung berubah powernya lebih
dibanding yang lain. Pertanyaan pertama sangat susah untuk dijawab, yang
kedua tidak. Hasilnya dihasilkian dari principal component analysis yang
digunakan untuk menetapkan pita spektral utama dalam EEG yang telah
diulang menunjukkan bahwa nilai power dalam beban pita alpha pada dua yang
berbeda dan komponen ortogonal [Mecklinger, 1992] dengan pembebanan
tertinggi pada pita alpha bawah dan tinggi. Sebagai contoh, [Mecklinger, 1992,
gb 2, gb6], menemukan dua komponen ortogonal dalam pita alpha, satu
dengan pembebanan tertinggi antara 7 dan 11 Hz dan kedua dengan
pembebanan tertinggi antara 10 dan 13Hz. Overlap antara dua komponen,
terjadi antara 10 dan 11 Hz yang sama persis yang batasan dimana frekuensi
puncak dalam fase istirahat (tidak dilaporkan oleh [Mecklinger, 1992]) adalah
yang diharapkan untuk sample subyek muda (usia rata-rata 21 tahun). Diambil
secara bersamaan, data ini mengindikasikan bahwa nilai power dari pita alpha
bawah dan atas berubah besar yang independen dari masing-masing dan
bahwa frekuensi alpha untuk fase istirahat menandai overlapnya antara dua
pita alpha. Jadi, bukannya populasi tunggal pada frekuensi alpha, kita harus
juga menggunakan dua populasi yang berbeda yang mengoperasikan
independen yang besar dari masing-masing.
Penerjemahan kembali data kita pada dasar dari bukti pendukung ide bahwa
penurunan IAF adalah berkaitan dengan kecenderungan menuju desinkronisasi
yang lebih ditegaskan dalam pita alpha atas dibanding pita bawah. Semua
usaha untuk menerjemahkan lebih presisi tergantung pengertian dari
perbedaan fungsional antara pita alpha bawah dan atas. Percobaan yang
dilaporkan dibawah menyediakan bukti untuk hipotesis bahwa pita alpha bawah
mencerminkan process attentional dimana pita alpha atas mencerminkan
stimulus yang berhubungan dengan proses kognitif. Perhatian dalam
pengalokasian sumber proses mungkin mencerminkan fungsi monitoring dari
puratan balik thalamo-cortical., dimana stimulus menghubungkan proses
cognitive dicerminkan dengan osilasi cortical pada pita alpha atas. Jadi, transisi
dari pita alpha bawah ke atas mungkin menandai perpindahan dari dua
jaringan, jaringan yang mengandung putaran umpan balik thalamo-cortical dan
jaringan cortical. Berdasarkan hipotesis ini, penurunan IAF mengindikasikan
aktivasi cortical yang kuat (karena desinkronisasi dari frekuensi alpha tinggi)
tetapi relatif lambat mempekerjakan attentional process (karena kurangnya
desinkronisasi dari frekuensi alpha rendah). Dalam usaha untuk memperbaiki
interpretasi awal, kita mengasumsikan bahwa desinkronisasi yang lemah dari
pita alpha bawah mendorong pada penurunan IAF dengan peningkatan tingkat
kesulitan pekerjaan mencerminkan pembacaan yang lambat dari bidang cortical
yang melambatkan pengolahan informasi dalam jaringan penyimpan storage.

4. Pergeseran dalam power alpha dan kemampuan memori


Analisa amplitudo secara terpisah mendefinisikan pita alpha bawah dan atas
akan menjadi pengukuran tambahan yang penting untuk pembelajaran proses
kognitif dan memori. Topografi sebagaimana perbedaan interindividual EEG
power adalah sangat besar. Jadi, cara yang tepat dalam pengukuran pergeseran
event-ralated power EEG seharusnya tidak berdasarkan nilai mutlak tetapi
malah pada perbedaan relative seperti yang pertama diusulkan oleh
[Pfurtscheller dan Aranibar, 1977] yang menyumbangkan istilah event-related
desynchronization atau ERD.

4.1 EDR sebagai pengukuran pergeseran dalam power pita alpha


EDR didefinisikan sebagai persentase penurunan atau kenaikan dalam pita
power selama interval uji dengan memperhatikan interval acuan. Sebagai
contoh, waktu (percobaan) tunggal dalam percobaan memori yang berakhir
dalam beberapa detik mungkin mengandung sinyal peringatan (contoh pada
awal ketiga, misal pada 3000 ms) dan kehadiran dari target ataupun jebakan
(missal pada awal keempat, missal 4000 ms). Interval acuan umumnya adalah
interval sekitar 1 s yang mendahului signal peringatan. Semua interval,
mengikuti interval acuan dapat digunakan sebagai interval uji. Jadi, dengan
sejumlah deretan interval uji , arah waktu dari pergeseran di pita power dapat
dimonitor atas keseluruhan percobaan. Metode pemrosesan waktu tunggal
dideskripsikan lebih detil ditempat lain [Pfurtscheller dan klimesch, 1991] tetapi
untuk pengertian dasarnya, langkah paling penting dalam prosedurnya
dijelaskan dibawah ini. Pertama waktu EEG bebas artefak difilter bandpass
dalam pita frekuensi yang didefinisikan. Kedua, untuk mendapatkan pengukuran
yang sederhana pada pita power, tiap titik sample (missal: bandpass menfilter
amplitudo EEG) dari tiap waktu dikotakkan (dibuat sinyal kotak). Yang ketiga,
data ini dirata-rata secara terpisah atas waktu dan elektroda dan setelah
pemilihan interval acuan, bagian tersisa dari waktu rata-rata disegmentasikan
dalam deretan interval uji. Interval waktu dibatasi oleh panjang interval uji yang
dapat menjadi sama kecilnya sebesar 125 ms. Sebagai contoh, jika frekuensi
sampling adalah 128 Hz dan interval uji mempunya panjang 125ms, tiap
interval uji akan memiliki 16 titik data Berdasarkan komputasi ini, persentase
dari kenaikan atau penurunan dalam pita power dihitung untuk tiap elektroda
dan kondisi percobaan berdasarkan persamaan sederhana:
ERD % = ((pita power dari interval acuan - pita power dari interval uji)/(pita
power dari interval acuan)) x 100
Ini penting untuk mencatat bahwa nilai positif mengindikasikan penurunan
dalam pita power sedangkan nilai negative mengindikasikan kenaikan dalam
pita power dengan memperhatikan interval acuan. Jadi, nilai positif
mencerminkan kondisi desinkronisasi, nilai negatif mencerminkan kondisi
sinkronisasi atau ERS (Event-related synchronization, 1992).
Yang paling mendasar dalam pencarian untuk pita alpha atas adalah bahwa
area cortical itu yang dilibatkan dalam pemrosesan pekerjaan cenderung untuk
desinkronisasi, sedangkan area lainnya yang lebih mirip bukanlah utama untuk
salah satu yang dilibatkan cenderung untuk sinkronisasi atau menunjukkan
tidak ada perubahan power dll. Contoh peta ERD menunjukkan penkodean dari
kata viual yang ditampilkan dan persiapan untuk respon verbal dapat
ditemukan di [Pfurtscheller dan Klimesch, 1992, Gb.7].
4.2 ERD dan proses memori
Ketika menganalisa data pada percobaan 3 pada dasar dari power event-related
berubah dalam pita alpha bawah dan atas secara terpisah antara
berkemampuan baik dan buruk dapat diamati. Sedangkan berkemampuan baik
dan buruk menunjukkan desinkronisasi penegasan dalam pita alpha atas,
berkemampuan buruk kekurangan semua desinkronisasi yang signifikan dalam
peta alpha bawah selama pembacaan kembali. Sama tetapi agak cenderung
lemah juga ditemukan untuk interval pengkodean. Perbandingan ERD dan IAF
mengungkapkan kesamaan antara dua pengukuran aktifitas alpha. Seperti yang
dilaporkan diatas, dalam perbedaan berkemampuan baik, berkemampuan buruk
memperlihatkan IAF yang lebih rendah yang jatuh bahkan lebih jauh jika task
demand meningkat. Jatuhnya IAF adalah berkaitan dengan pergeseran power
alpha menuju frekuensi rendah yang mencerminkan asimetris yang kuat dalam
jumlah desinkronisasi pada pita alpha bawah dan atas. Ketepatan ini adalah apa
yang ERD analysis tunjukkan: Dalam pita alpha bawah, berkemampuan buruk
menunjukkan ERD yang lebih kecil dibanding berkemampuan buruk (lihat gb.7).
Kesimpulannya,adalah bahwa berkemampuan memori buruk itu berhubungan
dengan lemah atau tidak cukupnya desinkronisasi dari pita alpha bagian bawah.

4.3 Attention dan Memori: Arti fungsional dala pita alpha bawah dan atas
Ketika mencoba menginterpretasikan perbedaan dalam pita alpha bawah untuk
berkemampuan memori buruk dan baik, ini penting untuk fokus pada arti
fungsional dari dua pita alpha. Petunjuk pertama sudah dapat ditemukan pada
gb.7. Pemeriksaan waktu petunjuk ERD mengungkapkan bahwa efek sinyal
respon adalah sinkronisasi pendek-terakhir yang kuat yang muncul hanya pada
pita alpha bawah. Subyek diperintahkan untuk menunggu dengan responnya
hingga sinyal respon muncul 2 detik setelah target atau jebakan ditampilkan.
Sinkronisasi pendek-terakhir pada pita alpha bawah mengindikasikan kejadian
dari event yang diperkirakan yang mana subyek membeirkan respon yang jelas
untuk keputusan yang dia sudah mengetahuinya. Jadi, efek dari sinyal respon
dalam percobaan ini jelas adalah untuk menimbulkan relaksasi sebentar yang
dihubungkan dengan penurunan attention.
Dengan memandang pada penggunaan konsep attention, beberapa tanda yang
jelas akan dapat berguna. Teori psikologis attention biasanya fokus pada dua
pertanyaan yang berbeda [Threisman, 1986]. Satu merujuk pada mekanisme
nya yang menggarisbawahi alokasi batas resource processing, yang lain pada
attention terpilih. Dua aspek ini juga ditekankan oleh Posner [Posner dan Boies,
1971] yang membedakan antara tiga komponen attention: kewaspadaan
(alertness), selektifitas, dan kapasitas pemrosesan[Posner, 1975]. Kewaspadaan
– sebuah konsep yang dekat hubungannya dengan gairah, yang [Posner, 1975]
hindari karena konotasi emosionalnya – lebih jauh dibagi menjadi kewaspadaan
phasic dan tonic. Perubahan phasic berada dibawah control kehendak dan
terjadi sangat cepat, sedangkan perubahan tonic tidak dibawah control
kehendak dan terjadi sangat lambat. Contoh perubahan phasic adalah
peningkatan kewaspadaan setelah munculnya sinyal peringatan. Perubahan
tonic, disisi lain, terjadi sebagai fungsi dari kelelahan, distress, ritme harian dan
perubahan atas siklus hidup. Berdasarkan [Posner, 1975], stimulus
kewaspadaan seperti sinyal peringatan tidak memiki efek terpilih dalam
pemrosesan informasi. Efek terpilih berkaitan dengan jalur aktivasi yang
melayani pengaktifan jejak dari sebagian memori. Menurut pandangan ini,
attention terpilih dan kewaspadaan phasic adalah permintaan penting untuk
setiap process kognitif. Pencarian memori sebagai contoh dari process kognitif
akan dipandu oleh attention terpilih, sedangkan kewaspadaan phasic adalah
relative terdistribusi secara mekanis yang mengalokasikan - atau menyiapkan
untuk mengalokasikan – processing resources.
Pada [Klimesch, 1992], efek dari kewaspadaan phasic pada dua pita alpha telah
dipelajari. Dalam salah satu percobaannya, subyek diminta untuk membaca
deretan kata dan angka. Hanya percobaan dengan manipulasi yang memiliki
variasi waktu periode antara kehadiran sinyal peringatan dan kehadiran kata
atau angka. Menurut manipulasi ini, sinyal warning (ditulis W1, W2, W3) muncul
acak salah satu dari 1, 2, atau 3 detik sebelum stimulus imperative. Hasilnya
digambarkan pada gb.8 dan ditunjukkan bahwa efek sinyal peringatan
memunculkan hanya pita alpha bawah saja. Pencarian ini direplikasi pada
percobaan lain yang efek tambahan yang diharapkan diinvestigasi. [Klimesch,
1992]
Dalan keberbedaan pada sinyal respon [Klimesch, 1993] yang mengingatkan
subyek untuk merespon dan efek kewaspadaan diamati pada gb.8. Efek
kewaspadaan didokumentasikan oleh desinkronisasi alpha bawah mengikuti
kehadiran sinyal peringatan yang muncul acak (W1, W2, dan W3). Perbandingan
waktu penunjuk pada desinkronisasi dalam dua pita alpha mengungkapkan
bahwa perubahan terbesar power alpha ditemukan untuk pita alpha bawah
dalam merespon stimulus imperative. Hasil ini, yang direplikasikan pada
percobaan 2 [Klimesch, 1992] mengindikasikan bahwa meskipun sinyal
peringatan membuat subyek lebih waspada, kenaikan terbesar dalam
kewaspadaan – lebih mirip cerminan alokasi processing resources- dihubungkan
dengan pengkodean dari stimulus imperative. Pada pita alpha atas, waktu
penunjuk desinkronisasi menunjukkan sebuah pola perbedaaan yang kuat.
Disini, desinkronisasi terjadi dalam respon untuk pengkodean stimulus
imperative, sedangkan efek sinyal peringatan adalah sangat kurang. Karena
hasil divergen ditemukan untuk dua pita alpha, ini terlihat masuk akal untuk
mengasumsikan bahwa pita alpha atas merespon secara selektif pada
pengkodean stimulus, sedangkan pita bawah mencerminkan proses attention.
Penerjemanahan ini merupakan kesepakatan yang baik dengan kenyataan
bahwa, dibandingkan dengan pita bawah, peningkatan ERD lebih bersifat local
pada pita atas dengan maksimal desinkronisasi pada letak perekaman temporal
dan occipital [lihat gb 8]. Kerena sifat alamiahnya verbal dan visual pada kedua
percobaan Klimech (1992), area otak ini akan diharapkan untuk mengeluarkan
desinkronisasi yang paling signifikan, contoh: peningkatan dalam ERD.
Hipotesis yang diduga yang memperhatikan perbedaan fungsi dari dua pita
alpha diuji dalam percobaan yang menganalisa Dm-Effect dalam arti ERD
[Klimech, 1996]. Dm-Efek (Dm untuk perbedaan berdasarkan kemampuan
memori akhir [Paller, 1987] merujuk pada hasil bahwa selama pengkodean
gambar atau kata bahwa diingat pada pengingatan kembali atau uji
pengenalan, beberapa komponen dari potensi otak event-related (ERP) menjadi
lebih jelas secara signifikan (lebih positif) disbanding untuk item yang tidak
dapat diingat (lihat juga bab 3.4 dibawah). Menurut hipotesis yang telah
diusulkan berdasarkan pengertian fungsional dari pita alpha bawah dan atas
perkiraannya dapat dibuat. Jika Dm-Efek dihubungkan dengan perbedaan
attention, kata-kata yang diingat seharusnya mengeluarkan desinkronisasi kuat
dalam pita alpha bawah. Bagaimana pun juga, jika Dm-Efek mencerminkan
perbedaan proses kognitif (seperti strategi pengkodean yang berbeda), kata-
kata yang diingat seharusnya menunjukkan desinkronisasi yang jelas dalam pita
alpha atas. Hasil dari [klimesch, 1996] yang digambarkan pada gb9,
mendukung ide bahwa Dm-Efek berhubungan dengan proses attention karena
Dm-Efek muncul pada pita alpha bawah bukannya atas.

4.4 Pita alpha atas dan semantic memory


Akhirnya, mari kita pikirkan hipotesis yang diusulkan [Klimesch, 1996] bahwa
proses dalam sematik LTM adalah dicerminkan dengan frekuensi EEG pya alpha
bagian atas (atau frekuensi EEG yang lebih tinggi seperti beta atau gamma
yang tidak akan dibahas disini), sedangkan proses pengkodean yang tidak
disengaja yang bekerja dalam memori dicerminkan dalam pita frekuensi yang
berbeda, kemungkinan pita theta. Karena kita telah menemukan beberapa bukti
bahwa pita alpha bawah mencerminkan proses attention, kita harus
mengasumsikan bahwa proses semantic muncul pada alpha atas tapi tidak
pada alpha bawah. Dalam percobaan yang dilaporkan, semantic begitu juga
proses memori yang tidak disengaja memainkan peran penting. Jadi, uji kritis
apakah atau tidak pita selektif alpha mencerminkan proses memori semantic,
yang masih harus diuji lebih lanjut [Klimesch, 1994]. Dalam studi ini, desain
digunakan dijelaskan pada percobaan 4 oleh [Kroll dan Klimesch, 1992] dan
telah dibuktikan kegunaannya untuk membedakan semantic dari proses
pembacaan kembali yang tidak disengaja pada dasar dari pengukuran sifat
(RTs). Desain percobaan terdiri dari dua bagian. Subyek pertama melakukan
pengujian semantic kesebangunan yang mereka harus memutuskan apakah
atau tidak kata-kata yang ditampilkan secara berurutan dari sepasang concept-
feature (sepeti “eagle-claws” atau “pea-huge”) adalah semantic yang sama dan
sebangun (semantically congruent). Kemudian, tanpa ada peringatan dahulu,
mereka diminta untuk melakukan percobaan pengenalan yang tidak disengaja.
Ini dilakukan sebagai usaha untuk mencegak subyek dari penggunaan stategi
pengkodean semantic dan untuk meningkatkan kebutuhan memori yang tidak
disengaja (episodic). Dalam percobaan episodic, sepasang konsep dengan fitur
yang sama ditampilkan bersamaan dengan jebakan baru (dihasilkan oleh
sepasang konsep-fitur yang sudah diketahui), Sekarang subyek harus memilih
apakah atau tidak sebagian sepasang fitur-konsep sudah ditampilkan selama
percobaan semantic. Hasil dari Kroll dan Klimech (1992) mengindikasikan
bahwa fiture semantic mempercepat semantic tetapi melambatkan waktu
pemilihan episodic (lihat Klimesch, 1994). Dengan memperhatikan tujuan dari
studi ini, hasil ini mengindikasikan bahwa proses memori semantic dan episodic
dapat dibedakan dengan menggunakan desain pada percobaan 4 [Kroll dan
Klimesch, 1992]. Menurut hipotesis yang telah diusulkan, ini diharapkan bahwa
hanya dalam semantic task yang paling jelas desinkronisasinya sebaiknya
diamati dalam pita alpha atas. Karena sepasang item ini ditampilkan dan
subyek dapat melakukan task episodic dan semantic hanya setelah detik item
dari pasangan itu ditampilkan, kenaikan ERD pada alpha atas merupakan
respon untuk menaikkan kebutuhan task semantic diharapkan hanya untuk
periode waktu mengikuti yang ditampilkan oleh fitur. Ini penting untuk
berfikiran bahwa power alpha diketahui menurunkan dengan naiknya task
difficulty. Dari hasil yang ditemukan [Kroll dan klimesch, 1992] kita tau bahwa
episodic task lebih sulit disbanding semantic task. Jadi, jika tingkat kesulitan
hanya faktornya maka akan dicerminkan oleh penurunan event-related pada
power alpha (missal kenaikan pada ERD) kita akan mengharapkan peningkatan
yang lebih jelas pada ERD untuk diamati selama kemunculan fitur pada episodic
task. Ini bukanlah kasus nya, seperti yang digambarkan pada gb.10. Dalam
ringkasan, tiga hasil yang didapatkan adalah: pertama, ERD alpha atas
meningkat selama kemunculan fitur pada semantic task. Kedua, ERD alpha
bawah meningkat pada episodic task yang lebih sulit. Ketiga, ERD tetha
menurun pada episodic task.
Seperti yang diindikasikan pada gambar. 10, task deman akan menyebabkan
desinkronisasi pada pita tetha. Kenyataan ini menindikasikan bahwa generator
saraf yang lain juga dilibatkan [lihat review Lopes da Silva, 1992]. Transisi dari
sinkronisasi tetha ke desinkronisasi alpha dapat dilihat lebih jelas jika ERD
dianalisis pada pita 1Hz. Gb11. menunjukkan hasil untuk pengkodean fitur pada
semantic task (lihat bagian kiri gb.10). Ini juga penting untuk menekankan
bahwa hasil ini juga berdasarkan pita alpha yang ditetapkan secara individu.
Konsekuensinya, batas frekuensi bawah dari pita alpha bawah adalah batas
frekuensi atas dari pita tetha. Dengan kata lain pita tetha diselaraskan dengan
frekuensi individu pita alpha. Komputasi kontrol telah menunjukkan bawah hasil
yang dilaporkan tidak dapat direplikasi dengan pita frekuensi tetap pada pita
alpha dan tetha. Kenyataan ini mendukung ide bahwa domain frekuensi yang
berbeda seperti tetha dan alpha tidak merubah independennya tetapi malah
menyesuaikan dengan yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai