Anda di halaman 1dari 38

SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

COB EDH
RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh:
1. Fatimtus Zahroh
2. Gayuh Widia U.
3. Rista Septia
4. Nur Fadalia
5. Yazid Bustamil
6. Sandi Dwi F
7. Vivin Nurmauliana

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


FRAKTUR TEMPORAL DAN EDH
RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

Jember ,......Maret 2019

Mahasiswa

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

Kepala Ruangan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayahNya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala
rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan seminar kasus ini adalah untuk memenuhi tugas
paraktek profesi ners di RSD Dr. Soebandi Jember, kami susun dalam bentuk kajian
ilmiah dengan judul “seminar asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur
temporal dan edh Rsd dr. Soebandi jember” dan dengan selesainya penyusunan seminar
kasus ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Hendro Soelistijo., MM.Kes selaku Direktur Utama RSD Dr. Soetomo
Jember
2. Endang S. S.Kep.,Ns selaku Kabit RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3. Sogito Trigunanto S.Kep.Ns. MM.Kes selaku kepala ruang IGD dan
Pembimbing ruangan RSD Dr. Soebandi Jember
4. Ahmad Khusyairi S.Kep.Ns., M.kep selaku pembimbing akademik Profesi Ners
STIKES Hafshawaty pesantren Zainul Hasan probolinggo.
5. Para Rekan- Rekan Kelompok Besar Penyusun Asuhan Keperawatan Seminar
Kegawat Daruratan RSD Dr. Soebandi Jember.

Pada akhirnya atas penulisan materi seminar ini kami menyadari bahwa
sepenuhnya belum sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap
kritik dan saran dari pihak dosen dan para CI ruangan di RSD Dr. Soebandi Jember
untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi seminar kasus ini.
Jember, Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep EDH
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi ................................................................
2.1.2 Definisi .......................................................................................
2.1.3 Klasifikasi....................................................................................
2.1.4 Etiologi........................................................................................
2.1.5 Patofisiologi.................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis........................................................................
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang...............................................................
2.1.8 Penatalaksanaan...........................................................................
2.1.9 Komplikasi...................................................................................
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Asuhan Keperawatan Kasus
3.2.1 Pengkajian ..................................................................................
3.2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................
3.2.3 Intervensi Keperawatan........................................................ .......
3.2.4 Implementasi Keperawatan...........................................................
3.2.5 Evaluasi Keperawatan............................................................. .... .
BAB 4 PEMBAHASAN JURNAL..........................................................
4.1 Fenomena .................................................................................
4.2 Teori................................................................................................
4.3 Opini...............................................................................................
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................................ 52
5.2 Saran.......................................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang
paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sabagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periostenum tabula interna. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu
lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan
dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah
mengalami robekan maka darah darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak keadaan inilah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematoma.
Epidural hematoma sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency
dan biasanya berhubungan dengan fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar.
Sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan
robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi
pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan
masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan
cepat terjadi.
Cedera kepala adalah kondisi yang umum secara neurologi dan bedah saraf
merpakan salah satu kematian utama di kalangan usia prosuktif khususnya di
Negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan
usia produktif sedangkan kesaaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih
rendah disamping penanganan pertama belum benar, rujukan yang terlambat.
Kasus terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan mobil dan motor. Di
Amerika Serikat di laporkan kejadian cedera kepala 200/100.000 penduduk
pertahun. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3%-5%
yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara
konservatif.
1.2 Tujuan
Makalah “Epidural Hematoma” disusun dengan tujun untuk membahas
pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, tanda gejala, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan dan komplikasi. Dengan harapan dapat mengetahui pula cara
menangani EDH dengan tepat dan benar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi Otak


a. Sistem saraf pusat

Gambar 1. Bagian-bagian otak


Otak terdiri dari neuron, glia, dan berbagai sel pendukung. Otak manusia
mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima 20% curah
jantung, memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi
setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa.
Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, brainstem
(batang otak), dan limbic system (sistem limbik) (Muttaqin, 2008).
1) Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum membuat manusia
memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan,
memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat)
bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan
lobus temporal.
Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan
cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan
bahasa secara umum. Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan
seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. Lobus temporal berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan
visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina mata.
2) Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di
bagian belakang tengkorak (fossa posterior cranial). Semua aktivitas pada bagian
ini di bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama cerebelum yaitu
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
Apabila terjadi cedera pada cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap
dan koordinasi gerak otot sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi.
3) Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan
merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya. Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum. Mesencephalon berfungsi
untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran.
b) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata
mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak sadar) seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain
disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan dalam
pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen),
dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
4) Limbic system (sistem limbik)
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem
limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut.
a) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu
b) Suatu respon sadar terhadap lingkungan
c) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar dan
memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan
d) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali simpanan
memori yang diperlukan
e) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi takut,
marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting yang dilindungi oleh tulang
tengkorak yang keras, jaringan pelindung, dan cairan otak. Dua macam jaringan
pelindung utama yaitu meninges dan sistem ventrikular. Meninges terdiri dari tiga
lapisan yaitu:
1) Durameter
Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal, keras, dan fleksibel tetapi tidak
dapat diregangkan (unstrechable).
2) Arachnoid membran
Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah yang bentuknya seperti
jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini lembut, berongga-rongga, dan terletak dibawah
lapisan durameter.
3) Piameter
Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada lapisan paling bawah
(paling dekat dengan otak, sumsum tulang belakang, dan melindungi jaringan-
jaringan saraf lain). Lapisan ini mengandung pembuluh darah yang mengalir di otak
dan sumsum tulang belakang. Antara piameter dan membran arachnoid terdapat
bagian yang disebut dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid) yang dipenuhi
oleh cairan serebrospinal (CSS)
(Puspitawati, 2009).
Gambar 2. Lapisan meninges
Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak. Selain lapisan
meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal (CSS) di subarachnoid space.
Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sehingga mengurangi tekanan pada
bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi dan juga meilndungi otak dari
guncangan yang mungkin terjadi. CSS ini terletak dalarn ruang-ruang yang saling
berhubungan satu dengan yang lain. Ruang-ruang ini disebut dengan ventrikel
(ventricles). Ventrikel berhubungan dengan bagian subarachnoid dan juga berhubungan
dengan bentuk tabung pada canal pusat (central canal) dari tulang belakang. Ruang
terbesar yang berisi cairan terutama ada pada pasangan ventrikel lateral (lateral
ventricle). Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga (third ventricle) yang
terletak di otak bagian tengah (midbrain). Ventrikel ketiga dihubungkan ke ventrikel
keempat oleh cerebral aqueduct yang menghubungkan ujung caudal ventrikel keempat
dengan central canal. Ventrikel lateral juga membentuk ventrikel pertama dan ventrikel
kedua (Puspitawati, 2009).

Gambar 3. Sistem ventrikel otak


Sumsum tulang belakang terletak memanjang didalam rongga tulang belakang,
mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang kedua.
Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar berwana putih
dan lapisan dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan
dalam mengandung badan saraf. Pada sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik,
saraf motorik, dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari
otakdan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks.
b. Sistem saraf tepi
Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari dan ke
sistem saraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat dan sistem saraf tepi membentuk
perubahan cepat dalam tubuh untuk merespon rangsangan dari lingkunganmu. Sistem
saraf ini dibedakan menjadi sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.
1) Sistem saraf somatis (saraf sadar)
Sistem saraf somatis terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf
sumsum tulang belakang (spinal). Kedua belas pasang saraf otak akan menuju ke
organ tertentu, misalnya mata, hidung, telinga, dan kulit. Saraf sumsum tulang
belakang keluar melalui sela-sela ruas tulang belakang dan berhubungan dengan
bagian-bagian tubuh, antara lain kaki, tangan, dan otot lurik. Saraf-saraf dari sistem
somatis menghantarkan informasi antara kulit, sistem saraf pusat, dan otot-otot
rangka. Proses ini dipengaruhi saraf sadar sehingga dapat dikontrol untuk
menggerakkan atau tidak menggerakkan bagian-bagian tubuh di bawah pengaruh
sistem ini.
Gambar 4. Saraf kranial

Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial

SARAF KRANIAL KOMPONEN FUNGSI


I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan
mengunyah) gerakan rahang ke
lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung dan rongga mulut,
lidah dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah
termasuk otot dahi, sekeliling
mata serta mulut, lakrimasi dan
salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa,
manis, asam, dan asin)
VIII Cabang Sensorik Keseimbangan
Vestibularis
Vestibulokoklearis
Cabang koklearis Sensorik Pendengaran
IX Glossofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk
rasa pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah,
fonasi; visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah,
visera leher, thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
2) Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom mengontrol kegiatan yang tidak bergantung pada keputusan.
Sistem ini mengatur kontraksi otot-otot yang tidak berada di bawah kontrol
kesadaran seperti otot jantung, sekresi semua digestif atau kelenjar keringat, dan
aktivitas organ-organ endokrin. Sistem saraf ototnom mempunyai dua pembagian
yaitu secara anatomi dan fungsional yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis (Smeltzer & Bare, 20013).
a) Sistem saraf simpatis
Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah mempercepat denyut jantung,
memperlebar pembuluh darah, memperlebar bronkus, mempertinggi tekanan
darah, memperlambat gerak peristaltik, memperlebar pupil, meningkatkan sekresi
adrenalin, menghambat sekresi empedu, dan menurunkan sekresi ludah.
b) Sistem saraf parasimpatik
Susunan saraf parasimpatik berupa jaring-jaring yang berhubung-hubungan
dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh.Urat sarafnya menuju ke organ
tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik. Sistem saraf parasimpatik
memiliki fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik.

2. Definisi Cedera Otak Berat


Cidera kepala adalah cidera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cidera kepala adalah gangguan neurologic yang paling sering terjadi dan
gangguan neurologik yang serius di antara gangguan neurologik dan merupakan
proporsi epidemik sebagai akibat kecelakaan di jalan raya Bulechek, Gloria M., et
al. 2013.

3. Etiologi
Cidera kepala paling sering akibat dari trauma. Mekanisme terjadinya cidera
kepala berdasarkan terjadinya benturan terbagi menjadi beberapa menurut Nurarif
dan Kusuma (2013) yaitu sebagai berikut:
a. Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang
diam kemudian dipukul atau dilempari batu.
b. Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala
yang terbentur benda padat.
c. Akselerasi-deselerasi
Terjadi pada kcelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara tubuh dan
kendaraan yang berjalan
d. Coup-counter coup
Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang
intracranial dan menyebabkan cedera pada area yang berlawanan dengan yang
terbentur dan area yang pertama terbentur
e. Rotasional
Benturan yang menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang
mengakibatkan meregang dan robeknya pembuluh darah dan neuron yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam tengkorak

4. Tanda dan gejala


Menurut Mansjoer (2008) tanda dan gejala dan beratnya cidera kepala
dapat diklasifikasikan berdasarkan skor GCS yang dikelompokkan menjadi tiga
yaitu :
a. Cidera kepala ringan dengan nilai GCS = 14-15
Klien sadar, menuruti perintah tetapi disorientasi, tidak kehilangan kesadaran,
tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri
kepala dan pusing, klien dapat menderita laserasi, dan hematoma kulit kepala.
b. Cidera kepala sedang dengan nilai GCS = 9-13
klien dapat atau bisa juga tidak dapat menuruti perintah, namun tidak
memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang diberikan, amnesia pasca
trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal), dan kejang.
c. Cidera kepala berat dengan nilai GCS ≤ 8.
Penurunan kesadaran secara progresif, tanda neurologis fokal, cidera kepala
penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium, kehilangan kesadaran lebih dari 24
jam, disertai kontusio cerebral, laserasi, hematoma intrakrania dan edema
serebral. Perdarahan intrakranial dapat terjadi karena adanya pecahnya
pembuluh darah pada jaringan otak. Lokasi yang paling sering adalah lobus
frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup)
atau pada sisi lainnya (countrecoup).

5. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses
yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.Cedera otak primer adalah
cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan merupakan
suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak
yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang
sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan
dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah
atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik
sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena
beberapa hal diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya
leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler,
serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila
trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkanrobekan dan terjadi perdarahan
juga. Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.

6. Penatalaksanaan
a. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit
1) Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi suportif
dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.
2) Berikan O2 dan monitor
3) Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak kurang dari
90 mmHg.
4) Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler
5) Stop makanan dan minuman
6) Imobilisasi
7) Kirim kerumah sakit.
b. Perawatan di bagian Emergensi
1) Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk
mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
2) Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat-obatan
sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskuler. Intubasi digunakan
sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi bila
diperlukan.
3) Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau gunakan posis
trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan untuk menambah
drainase vena.
4) Berikan manitol 0,25-1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai 90
mmHg dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya peningkatan
tekanan intra kranial.
5) Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila sudah
ada herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (ICP).
6) Berikan phenitoin untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena phenitoin
tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan onset lama atau
keadaan kejang yang berkembang dari kelainan kejang sebelumnya.
c. Terapi obat-obatan:
1) Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk mempertahankan
tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan intrakranial dan metabolisme
otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan, karena dapat menurunkan tekanan
darah sistolik. Manitol dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial
dan memperbaiki sirkulasi darah. Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis
untuk kejang – kejang pada awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan
terapi cairan yang cukup adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP)
> 6 cmH2O, dapat digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan
darah sistoliknya diatas 90 mmHg.
2) Diuretik Osmotik
Misalnya Manitol : Dosis 0,25-1 gr/ kg BB iv.

Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru, dehidrasi,


perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang progresiv.

Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan intrakranial,


dan mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan
kebutuhan oksigen.

3) Antiepilepsi
Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh berlebihan dari
50 (Dilantin) mg/menit.

Kontraindikasi; pada penderita hipersensitif, pada penyakit dengan blok sinoatrial,


sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes.Fungsi : Untuk mencegah terjadinya
kejang pada awal post trauma.

d. Terapi yang perlu diperhatikan


a. Airway dan Breathing
Perhatikan adanya apneu. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100%
sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap
FiO2.Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan
menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi.
PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
b. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan
pada cedera otak sedang. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah
yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan
yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan
untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
c. Disability (pemeriksaan neurologis)
Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dinilai sebagai data
akurat, karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap
stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya
normal. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya
pupil. GCS diukur untuk menilai respon pasien yang menunjukkan tingkat
kesadaran pasien. GCS didapat dengan berinteraksi dengan pasien, secara verbal
atau dengan rangsang nyeri pada pangkal kuku atau anterior ketiak. Pada pasien
dengan cedera otak sedang perlu dilakukan pemeriksaan GCS setiap setengah jam
sekali idealnya. Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran
secara kwantitatif (yang sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas
seperti apatis, somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang
tidak seragam antara satu pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka
dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara glasgow, ada 3 macam
indikator yang diperiksa yaitu reaksi membuka mata, reaksi verbal, reaksi
motorik.

Glasgow Coma Scale Nilai

Respon membuka mata (E)


Buka mata spontan 4
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3
Buka mata bila dirangsang nyeri 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1
Respon verbal (V)
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4
Kata-kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon motorik (M)


6
Mengikuti perintah
5
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
4
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
3
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
2
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
1
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi.

7. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium darah yang berguna pada kasus cedera kepala
yaitu :
a) Hemoglobin sebagai salah satu fungsi adanya perdarahan yang berat
b) Leukositosis untuk salah satu indikator berat ringannya cedera kepala
yang terjadi.
c) Golongan Darah persiapan bila diperlukan transfusi darah pada kasus
perdarahan yang berat.
d) GDS memonitor agar jangan sampai terjadi hipoglikemia maupun
hiperglikemia.
e) Fungsi Ginjal memeriksa fungsi ginjal, pemberian manitol tidak boleh
dilakukan pada fungsi ginjal yang tidak baik.
f) Analisa Gas Darah PCO2 yang tinggi dan PO2 yang rendah akan
memberikan prognosis yang kurang baik, oleh karenanya perlu dikontrol
PO2 tetap > 90 mmHg, SaO2 > 95 % dan PCO2 30-50 mmHg. Atau
mengetahui adanya masalah ventilasi perfusi atau oksigenisasi yang dapat
meningkatkan TIK.
g) Elektrolit adanya gangguan elektrolit menyebabkan penurunan kesadaran.
h) Toksikologi mendeteksi obat yang mungkin menimbulkan penurunan
kesadaran.
2) Pemeriksaan Radiologi
a) CT Scan adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran,
mengidentifikasi adanya hemoragi, pergeseran jaringan otak.
b) Angiografi Serebral menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti pergeseran
cairan otak akibat oedema, perdarahan, trauma.
c) EEG (Electro Encephalografi) memperlihatkan keberadaan/perkembangan
gelombang patologis.
d) MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi perfusi jaringan otak,
misalnya daerah infark, hemoragik.
e) Sinar X mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak.
f) Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG) untuk menentukan apakah
pasien trauma kepala sudah pulih daya ingatnya.
ASUHAN KEPERAWATAN

a) Data yang perlu dikaji


a. Identitas Klien: untuk mengkaji status klien (nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan)
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang
digunakan, riwayat penyakit keluarga
c. Genogram
d. Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon)
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
Perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari
berbagai aspekuntuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien
dengan cidera otak berat dan trauma pada abdomen, sehingga dapat
ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien. Prinsip umum yang
dapat dilakukan untuk mengkaji permasalahan pada pasien yaitu dengan
B6:
a. Breathing : Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes
atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
(kemungkinankarena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas. Trauma tumpul pada abdomen
dapat menimbulkan munculnya pembengkakan organ intraabdomen
sehingga terjadi kompresi diafragma yang dapat menimbulkan
frekuensi pernapasan meningkat.
b. Blood:Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
Kerusakan jaringan vaskuler pada abdomen dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan masif sehingga terjadi potensial komplikasi
perdarahan intraabdomen.
c. Brain :Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku
dan memori)
2. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia
3. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
4. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
7. Pemeriksaan GCS

8. Pengkajian saraf kranial :


d. Bladder : Pada cidera kepala dan abdomen sering terjadi gangguan
berupa retensi, inkontinensia urin, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel : Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah,
mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami
perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
f. Bone :Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain
itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
f. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium

1. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke otak
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
kompresi diafragma, ekspansi paru tidak maksimal
c) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi
sekret
d) Ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan penurunan kesadaran dan mual muntah yang
terus menerus
e) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan,
penekanan reseptor nyeri
f) Resiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
tulang, jaringan kulit, otot, dan laserasi pembuluh darah
g) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah yang terus
menerus
h) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
i) Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
j) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi
sekret pada jalan napas
k) Resiko kerusakan integritas kulit berhubuingan dengan imobilisasi dalam
waktu yang lama
l) Nausea berhubungan dengan distress pada lambung
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWADARURATAN TRAUMA

I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Jawa/ WNI
Alamat : Patrang, Jember
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Wiraswasta
Diagnosa medis : Fraktur temporal dan EDH
No RM : 246xxxx
II. DATA SUBJEKTIF
a. KELUHAN UTAMA
Pasien tidak sadar
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluarga pasien mengatakan psien pergi kerumah saudaranya, ketika
pasien hendak menyebrang pasien tidak meghidupkan lampu letting.
Kemudian ada motor lai dari belakang, munurut saksi pasien terjatuh
parah. Kemudian meminta pertolongan kepada supir pick up lalu dianter
ke RSD dr. Soebandi dan sampai jam 13.35 WIB
c. RIWAYAT PENYAKIT LALU
Keluarga pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit hipertensi
maupun diabetes melitus dan pasien juga tidak mempunyai alergi
makanan maupun obat-obatan.
III. DATA OBYEKTIF
a. Airway
Jalan napas paten, tidak ada benda asing, lidah tidak tertelan
b. Breathing
Tidak sesak, gerakan dad simetris
c. Circulation
TD: 168/ 113 mmHg, N: 109x/m, akral dingin, perdarahan pada
belakang kepala,
d. Disability
GCS: 2-1-3, reflek cahaya negatif, pupil an isokor, ukuran pupil 4mm/
2mm
e. Exposure
Terdapat luka robek pada belakang kepala, perdarahan ±200cc, fraktur
pada kress paint
f. Full vital sign
TD: 168/ 113 mmHg, N: 109 x/m, S: 36, R: 21x/m, SPO2: 100%
g. Give comfort
a. Posisi head up
b. Pagar bed terpasang
h. Head to too
1. Penampilan umum
Keadaaan umum lemah, kesadaran samnolen
2. Kepala dan leher
Terdapat luka robekan pada bagian kepala belakang, perdarahan ±
200cc, tidak ada defiasi trakea.
3. Mata
Tidak ikterik, tidak ada racoon eyes, Terdapat papila edema.
4. Telinga
Tidak ada otorea, tidak ada benda asing.
5. Hidung
Tidak ada linea, terpasang nasal canul 5 lpm.
6. Mulut
Tidak ada leserasi, mukosa bibir kering.
7. Abdomen
Tidak ada distensi abdomen, tidak ada lesi
8. Genetalia
Terpasang dower cateter produksi urin 400cc warna kuning jernih
9. Anus
Tidak ada hemoroid dan tidak ada kelainan
10. Muskuloskeletal
Kekuatan otot
11
11
11. Integumen
Akral hangat, turgor kulit kering, crt < 2 detik
12. Neurologi
1. Nervus olfaktorius : an respon
2. Nervus optikus : an respon
3. Nervus okulomotorik : an respon
4. Nervus troklearis : an respon
5. Nervus trigeminus : an respon
6. Nervus abdusen : an respon
7. Nervus vasialis : an respon
8. Nervus auditorius : an respon
9. Nervus glosofaringeal : an respon
10. Nervus vagus : an respon
11. Nervus aksesorius : an respon
12. Nervus hipoglosus : an respon
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT-Scan terdapat hematoma pada epidural
EKG sinus rythim

Hasil pemeriksaan laboratorium


Hemoglobin 12,7
Leukosit 15,3
Hematrokrit 36,8
Trombosit 252
Gula darah sewaktu 187
Creatinin serum 0,8

V. PENATALKASANAAN
1. Hand up 30 ͦ
2. Oksigenasi 5 lpm
3. Injeksi santagesik 1 gram
4. Injeksi cefriaxone 1 gram
5. Injeksi asam tranexsamat 500 mg
6. Injeksi ondansentron 8 mg
7. Injeksi ranitidin 50 mg
8. Pemasangan dower cateter
9. Pemberian infus Manitol 200cc
10. Pemberian infus Ns 1500 cc
ANALISA DATA

Nama : Tn S
No reg : 11090685
No Data Etiologi Masalah
keperawatan

1 DS : keluarga pasien Ca kulit/ karsinoma sel basal Nyeri akut


mengatakan nyeri derah
hidung, tangan kanan,
kaki kanan Pembedahan
DO :

1. K/u cukup Post operasi


2. Post operasi tutup
defek hari ke 2
3. Tampak grimace
Inconuitas jaringan kulit
4. Klien tampak
tegang
5. P: nyeri habis
operasi Jaringan mengeluarkan zat kimia,
6. Q: seperti di iris- bradikinin, serotin, prostaglandin,
iris hingga menstimulasi nyeri
7. R: sebelah
hidung kaki
kanan, tangan Diteruskan ke thalamus
kanan
8. S: 2
9. T: hilang timbul Nyeri akut
10. TD: 143/93
mmhg
11. N: 84x/menit
12. S: 36,3
13. RR:20x/menit
14. Spo2: 95
15. Terapi ketorolac
1x 30mg
ANALISA DATA

Nama : Tn S
No reg : 11090685
No Data Etiologi Masalah
keperawatan

2 DS : keluarga Ca kulit/ karsinoma sel basal Kerusakana


pasien mengatakan integritas
ada flap bekas jaringan
operasi di derah Pembedahan
hidung, tangan
kanan, kaki kanan

Post operasi
DO:
1. K/u cukup
2. Adanya flap di Inconuitas jaringan kulit
hidung kurang
lebih 5 cm,
merah kehitaman
Adanya insisi bedah
3. Terdapat jahitan
di hidung, kaki
kanan, tangan
kanan Kerusakana integritas jaringan
4. Luka di hidung
kurang lebih 5
cm
5. TD: 143/93
mmHg
6. N: 84/menit
7. S:36,3
8. RR: 20/menit
9. SpO2: 95
10. Heparin
5000 iu di drip
dalam Nacl 500
cc/ 24 jam
ANALISA DATA

Nama : Tn S
No reg : 11090685
No Data Etiologi Masalah keperawatan

3 DS : keluarga pasien Ca kulit/ karsinoma 6 Hambatan


mengatakan pasien sel basal mobilitas fisik
hanya tiduran
ditempat tidur
Pembedahan

DO : Post operasi

1. K/u cukup
2. Bedrest total Inconuitas jaringan
3. Takut kulit
bergerak
4. Kaku
5. Kekuatan Nyeri saat bergerak
otot
Pembatasan gerak
6. 5 5 pada pasien

5 5 Hambatan
mobilitas fisik
7. Terpasang
drainase
ditangan
kanan
produksi
belum ada
8. ADL dibantu
9. TD: 143/93
mmHg
10. N: 84/menit
11. S: 36,3
12. RR:
20/menit
13. SpO2: 95
BAB 4
PEMBAHASAN JURNAL

A. FENOMENA
Infark jaringan otak dan kematian otak perlu tindakan pencegahan segera.
Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab paling umum dari cedera kepala dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, terutama di negara-
negara berkembang. Situasi ini umumnya terjadi pada pengendara motor tanpa
mengenakan helm atau memakai helm carrelesly, dan tidak memenuhi standar.
Trauma cedera otak adalah masalah kesehatan masyarakat global yang
signifikan dan diperkirakan menjadi penyebab utama kematian

B. TEORI
Strategi non-farmakologis yang dilakukan untuk manajemen cedera kepala
adalah pengaturan posisi head-up 15-30 ° untuk meningkatkan aliran balik vena dan
mengurangi tekanan intra-kranial. Pada pasien dengan hipovolemik, mungkin ada
dugaan penurunan tekanan darah secara drastis dan penurunan perfusi otak. Dalam
manajemen untuk mengoptimalkan nilai tekanan intra-kranial, tekanan darah
diperlukan untuk mempertahankan nilai tekanan perfusi otak dalam kisaran normal.

Pada pasien dengan cedera kepala berat, hipotensi dapat meningkatkan


kematian. Sementara pada pasien dengan cedera kepala, hipertensi juga terjadi yang
dapat menyebabkan kematian. Posisi kepala 30 ° disarankan menurut penelitian
sebelumnya, yang dapat mengurangi TIK dan meningkatkan tekanan perfusi otak
dibandingkan dengan posisi terlentang.

Posisi head-up 30 ° dilakukan pada pasien dengan cedera kepala karena


posisi ini akan memfasilitasi drainase aliran darah balik dari intrakranial sehingga
mengurangi tekanan intrakranial.2 Selain itu, dari studi Mahfoud ditemukan bahwa
tekanan intrakranial nilai ICT menurun secara signifikan di 0 ° -60 ° berbagai posisi,
minimal tekanan arteri intrakranial ditemukan pada pasien dengan posisi head-up 30
°. Posisi horizontal akan meningkatkan CPP dan posisi head-up> 40 ° akan
menurunkan perfusi otak.

Bahrudin dan Sunardi juga menyatakan bahwa TIK akan menurun secara
signifikan dari posisi naik 0 ° - 35 °, tetapi pada posisi 40 ° dan ke atas, TIK akan
naik lagi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
posisi head-up 30 ° terhadap perubahan tekanan intrakranial pada pasien dengan
cedera kepala.

Pada pasien dengan peningkatan ICP adalah praktik umum untuk


menempatkan pasien di tempat tidur dengan kepala terangkat di atas tingkat jantung.
Menurt Kenning et, all melaporkan bahwa meninggikan kepala hingga 45 ◦ atau 90◦
secara signifikan mengurangi ICP.

Peningkatan TIK merupakan kedaruratan yang harus diatasi dengan segera.


Ketika tekanan meninggi, subtansi otak ditekan. Fenomena sekunder disebabkan
gangguan sirkulasi dan edema yang dapat menyebabkan kematian. Penatalaksanaan
penurunan TIK, salah satunya adalah mengatur posisi pasien dengan kepala sedikit
elevasi ( 15 – 30 0 ) untuk meningkatkan venous drainage dari kepala dan elevasi
kepala dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik, mungkin dapat
dikompromioleh tekanan perfusi serebral.

Elevasi kepala yang dapat mengontrol TIK, yaitu menaikkan kepala dari
tempat tidur sekitar 15 – 300 . Tujuan untuk menurunkan TIK, jika elevasi lebih
tinggi dari 30 maka tekanan perfusi otak akan turun.

Pemantauan atau monitoring Intracranial Pressure (ICP) sangat penting


dalam perawatan intensive neuro untuk maintenance keadekuatan ICP dan CPP pada
pasien.

C. OPINI
Dapat disimpulkan bahwa ada efek yang signifikan dari posisi head-up 30 °
pada perubahan tekanan intrakranial, terutama dalam tingkat kesadaran dan tekanan
arteri rata-rata pada pasien dengan cedera kepala. Disarankan bahwa bagi petugas
kesehatan untuk memberikan pengetahuan tentang intervensi ini untuk mencegah
peningkatan tekanan intrakranial. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memeriksa
posisi head-up 30 ° pada tekanan intrakranial, termasuk kecepatan nadi, pernapasan,
tingkat nyeri, muntah, dan respons pupil.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Infark jaringan otak dan kematian otak perlu tindakan pencegahan
segera. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab paling umum dari cedera kepala
dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, terutama di
negara-negara berkembang.3 Situasi ini umumnya terjadi pada pengendara motor
tanpa mengenakan helm atau memakai helm carrelesly, dan tidak memenuhi
standar.
Trauma cedera otak adalah masalah kesehatan masyarakat global yang
signifikan dan diperkirakan menjadi penyebab utama kematian

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan di harapkan dari trend issue seminar asuhan keperawatan ini
dapat dijadikan bahan pengetahuan dan sebagai literatur bagi mahasiswa
5.2.2 Bagi Profesi Keperawatan
Profesi keperawatan sebagai wadah perawat dan lembaga pendidikan khususnya
diharapkan seminar trend issue asuhan keperawatan ini dapat diaplikasikan
kepada pasien sebagai salah satu intervensi..
5.2.3 Bagi Lahan Praktik
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan lebih efektif jika trend issue asuhan
keperawatan dapat diaplikasikan di Rumah sakit maupun tempat pelayanan
kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition.
Mosby Elsevier
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius
FK UI.
Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell.
Price, Sylvia Anderson, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Volume II. Edisi VI. Jakarta: EGC.
Pertam, Sumirah Budi, Sulastyawati, Puthut Anami. Effect of 30° head-up position on
intracranial pressure change in patients with head injury in surgical ward of general
hospital of dr. R. Soedarsono pasuruan. Original Research. 2017 August;3(3):89-9.
http://stikbar.org/ycabpublisher/index.php/PHI/index

Anda mungkin juga menyukai