Anda di halaman 1dari 13

Tatalaksana Perdarahan Post Partum

Madhusree Ghosh, Edwin Chandraharan

Abstrak
The most recent Mothers and Babies : Reducing Risk through Audits and Confidental
Enquiries across the UK (MBRRACE –UK) melakukan penyelidikan rahasia pada kematian
maternal pada tahun 2012-2014 menyatakan bahwa untuk wanita di Inggris, akan tetatp
seaman dulu, dengan tingkat kematian ibu < 9 per 10.000. Angka kematian ibu akan terus
turun. Namun, menurut Confidental Enquiry into Maternal and Child Health (CEMACH)
melaporkan dari tahun 2011-2013, perdarahan obstetri adalah salah satu penyebab langsung
kematian ibu dan terletak di peringkat kedua.
Menurut Green Top Guidelines on Postpartum Haemorrhage tentang pencegahan dan
penanganan perdarahan pasca melahirkan (2016) yang diterbitkan oleh Royal College of
Obstetricians and Gynaecologist (RCOG), perdarahan postpartum primer adalah bentuk
paling umum dari perdarahan obstetrik utama dan didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml
atau lebih darah dari saluran kemaluan dalam waktu 24 jam kelahiran bayi. PPH dibagi
mejadi dua, yaitu minor (500-1000 ml) atau mayor (>1000 ml). Mayor dapat dibagi lagi
menjadi sedang (1001 – 2000 ml) dan berat (> 2000 ml).
PPH sekunder dapat didefinisikan sebagai perdarahan abnormal atau perdarahan yang
berlebihan dari jalan lahir yang terjadi 24 jam atau 12 minggu setelah melahirkan. Meskipun
dalam beberapa kasus , perdarahan obstetrik masif dapat diantisipasi, memungkinkan langkah
yang harus diambil untuk pencegahan dan tatalaksana yang tepat waktu dan efektif, hal itu
paling sering terjadi pada wanita yang diklasifikasikan sebagai risiko rendah, tanpa
identifikasi faktor risiko antenatal dan intrapartum. Pendekatan yang tepat waktu, sistematis,
dan multidisiplin untuk mengembalikan volume darah dan sistem pembekuan saat menahan
perdarahan, pada saat yang sama harus menjadi kunci utama dalam tatalaksana dari PPH.
Pendekatan semacam itu akan membantu mengurangi lebih lanjut morbiditas dan mortalitas
ibu. Oleh karena itu, semua dokter yang terlibat dalam perawatan antepartum dan
intrapartumharus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
mengidentifikasi faktor risiko, tanda dan gejala masif PPH dan harus memiliki pelatihan yang
memadai agar tidak hanya mengaktifkan potensi protokol darurat yang menyelamatkan
nyawa tapi juga dalam mengambil langkah segera untuk menahan pendarahan yang sedang
berlangsung.

Kata Kunci : penyelamat sel darah merah; koagulopati, hemostasis; indeks syok; Tiga P
prosedur histerektomi peripartum; atonia uterus; uterotonik

Pendahuluan
Perdarahan Postpartum (PPH) adalah salah satu penyebab utama mortalitas ibu dan
morbiditas diseluruh dunia. Laporan terbaru MBRRACE (2012-2014), yang diterbitkan pada
bulan Desember 2016, mengkonfirmasi tingkat kematian ibu hamil yang rendah di Inggris.
Insidensi kematian ibu akibat perdarahan sekunder sedang menurun, dan saat ini PPH
menduduki peringkat ketujuh. Namun, perdarahan obstetri menempati urutan ketiga setelah
tromboemboli dan emboli cairan amnion, sebagai penyebab langsung kematian ibu.
PPH primer adalah bentuk paling umum dari perdarahan obstetri. Pedoman terbaru
RCOG Greentop tentang Pencegahan dan Pengelolaan PPH (2016) mendefinisikan PPH
sebagai kehilangan dari 500 ml atau lebih darah dari kemaluan dalam waktu 24 jam setelah
bayi lahir. PPH dapat dibagi menjadi dua yaitu, minor dan mayor, disebut minor jika
kehilangan darah sebanyak 500 – 1000 ml dan disebut mayor jika kehilangan darah sebanyak
> 1000 ml. Mayor dapat dibagi lagi menjadi sedang jika kehilangan darah sebanyak 1001 –
2000 ml dan dikatakan berat jika kehilangan darah sebanyak > 2000 ml, atau 30% dari
volume darah.
PPH sekunder didefinisikan sebagai perdarahan abnormal atau berlebihan dari jalan
lahir antara 24 jam dan 12 minggu setelah kelahiran.
Faktor risiko PPH dapat terjadi antepartum atau intrapartum, dan perencanaan
perawatan harus di modifikasi sebagaimana dan ketika faktor risiko perdarahan postpartum
yang diidentifikasi, termasuk selama persalinan ( misalnya Kala 2 berkepanjangan) atau
segera setelah lahir (misalnya kesulitan untuk lahir pervaginam, distosia bahu, dl dimana
jalan lahir diantisipasi trauma). Faktor risiko PPH tercantum dalam Tabel 1.
Wanita dengan faktor risiko yang sudah diketahui harus dibawa ke rumah sakit
dengan kemungkinan segera diberikan transfusi darah.
Anemia yang menyulitkan selama kehamilan harus diselidiki dan diperlakukan
dengan tepat selama periode antenatal karena hal ini dapat mengurangi morbiditas terkait
dengan PPH.
Dokter harus mengetahui bahwa kehilangan darah yang lebih kecil (mis : < 1000 ml)
dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik yang signifikan pada seorang pasiien yang
sudah mengalami anemia sebelum melahirkan. Demikian pula wanita dengan ideks massa
tubuh (BMI) rendah akan kurang mampu mengatasi kehilangan darah yang sedang (1000 –
2000 ml) karena volume darah yang beredar lebih kecil. Oleh karena itu, penggunaan ambang
batas kehilangan darah, seperti 1,5 atau 2 liter mungkin tidak mnyesatkan tetapi mungkin
juga berbahaya secara positif dalam kasus semacam itu. Sebagai estimasi visual kehilangan
darah sangat tidak akurat, sangat penting untuk mempertimbangkan PPH yang masif sebagai
kehilangan > 30 % volume darah (misalnya berat akhir dalam kilogram x 100 = perkiraan
volume darah selama kehamilan) atau sebagai kehilangan yang menyebabkan ketidakstabilan
hemodinamik. Panduan lainnya, seperti Indeks Syok Obstetri (OSI) dan ‘Aturan 30’, dapat
dijadikan tambahan untuk menetapkan tingkat yang sesuai perhatian dalam situasi PPH dan
membantu untuk mengimbangi tantangan yang ditimbulkan oleh estimasi visual kehilangan
darah.
Indeks Syok Obstetri (OSI)
Indeks Syok (SI) didefinisikan sebagai denyut nadi (PR) dibagi dengan tekanan darah sistolik
(SBP) ; PR/SBP. Dalam keadaan tidak hamil pada populasi orang dewasa, nilai 0,5-0,7
dikatakan normal. Selama kehamilan, karena kenaikan denyut nadi dan penurunan tekanan
darah sistolik, kisaran normal yang disarankan untuk indeks syok obstetri (OSI) adalah 0,7 –
0,9. OSI > 1 telah terbukti untuk memprediksi kebutuhan akan transfusi darah dan oleh
karena itu tambahan yang berguna dalam memperkirakan kehilangan darah dalam kasus PPH
yang masif dan dalam memprediksi kebutuhan darah dan produk darah. Ini adalah percobaan
yang berguna dalam keadaan darurat karena sangat mudah untuk menghitung (yaitu jika
denyut nadi meningkat diatas tekanan darah sistolik maka OSI akan > 1). Jika perdarahan
berlanjut, denyut jantung ibu meningkat untuk mengkompensasi kehilangan darah sebelum
perubahan tekanan darah sistolik yang diamati.

Faktor risiko PPH


Kehamilan ganda
Riwayat PPH sebelumnya
Bayi besar (makrosomia)
Persalinan kala 2 gagal
Kala 3 berkepanjangan
Retensi plasenta
Invasi abnormal dari plasenta
Episiotomi
Laserasi perineum
Anastesi umum
Tabel 1

‘Masa Emas Pada 1 Jam Pertama’ dan ‘Aturan 30’


PPH yang berat dapat menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan kompensasi
kardiovaskular, berpotensi menyebabkan runtuhnya ibu dan kematian. Tindakan resusitasi
agresif harus dilakukan sebelum diperkirakan kehilangan darah lebih dari sepertiga volume
sirkulasi darah pada wanita (volume darah [ml] = berat [kg] x 100, atau perubahan
hemodinamik telah terjadi ( misalnya OSI > 1). ‘Masa Emas Pada 1 Jam Pertama’ adalah
waktu dimana resusitasi yang efektif harus dilakukan untuk mencapai kelangsungan hidup
maksimal dan mencegah asidosis metabolik.
Aturan 30 digunakan untuk mengukur tingkat keparahan syok (Tabel 2). Hal ini
mengacu pada kehilangan darah ≥ 30%, penurunan tekanan darah sistolik (SBP) 30 mmHg
atau lebih, peningkatan denyut jantung 30 kali / menit, laju pernapasan > 30 kali / menit,
penurunan hemoglobin atau hematokrit 30%, dan / atau penurunan output urin < 30 ml/jam.
Ini semua adalah panduan yang menunjukkan bahwa wanita tersebut kemungkinan telah
kehilangan setidaknya 30% volume darahnya.
Manajemen hematologis melibatkan pengakuan dari jumlah dan kecepatan kehilangan
darah (Tabel 3), menggantikan peredaran volume darah dan kapasitas membawa oksigen dan
memulihkan koagulabilitas darah. Selain itu, jika ada bukti asidosis metabolik, ini harus
segera dikoreksi, sementara pada saat yang sama, mengatasi penyebab yang mendasari PPH
(Tabel 4). Asidosis metabolik mempengaruhi fungsi jantung dan mekanisme pembekuan
darah. PPH yang masif mengakibatkan penipisan faktor koagulasi sangat mungkin sekali
80% dari volume darah yang hilang. Ini sama dengan kehilangan darah kurang lebih 4,5 liter
dalam rata-rata ukuran wanita. Namun, koagulopati dapatberkembang sebelumnya, terutama
jika ada faktor predisposisi yang sudah ada sepert preeklampsia, atau wanita dengan BMI
yang rendah.

Aturan 30
Tekanan darah sistolik Turun 30 mmHg
Nadi Meningkat 30 kali / menit
Hemoglobin Turun sebesar 30% (kira-kira 3g/dl)
Hematokrit Turun 30%
30% dari normal (100ml/kg selama
Perkiraan kehilangan darah kehamilan)

Tabel 2
Temuan klinis pada perdarahan obstetri
Kehilangan darah Denyut
(volume) nadi Tekanan darah sistolik Tanda Syok
500-1000 ml (10- 80-100 Palpitasi, takikardia,
15%) kali / menit Normal pusing Terkompensasi
1000-1500 ml (15- 100-120 Sedikit menurun (80- Lemas, takikardia,
30%) kali / menit 100 mmHg) berkeringat Ringan
1500-2000 ml (30- > 120 kali / Sedang menurun (70- Gelisah, pucat,
40%) menit 80 mmHg) oliguria Sedang
2000-3000 ml (> > 120 kali / Nyata menurun (50-70 Kolaps, Berat
40%) menit mmHg) membutuhkan udara,
(dengan anuria
timbulnya
kegagalan
miokard,
mungkin
ada
penurunan
yang
berlawanan
pada denyut
nadi yang
berakhir
pada
serangan
jantung)
Tabel 3

"4 T" : Penyebab perdarahan postpartum


4T Penyebab Insidensi (%)
Tonus Atoni uterus 70

Trauma Laserasi, hematoma, inversi, ruptur 20

Jaringan (Tissue) Jaringan yang tertahan 10


Trombin Koagulopati Jarang

Tabel 4
Studi Kasus
Seorang wanita primigravida berusia 29 tahun dengan BMI 18 kg/m 2 dan berat badan 48 kg.
Dia dirujuk ke klinik konsultan karena BMI yang rendah dan ditindaklanjuti di klinik
antenatal sebagaimana janinnya ditemukan kecil untuk usia kehamilannya (SGA). Induksi
persalinan 38 minggu dengan alasan yang sama. Dia tidak mengalami anemia dan Hb-nya
118 g/L saat usia kehamilan 36 minggu. Dia menuju persalinan setelah diinduksi dengan
dosis tunggal prostaglandin (10 mg) alat pencegah kehamilan. Mengingat dia diduga SGA,
janinnya dipantau terus menerus dengan pemantauan elektronik janin intrapartum. Akses IV
dan “pengelompokkan dan menyelamatkan” pada permulaan persalinan.
Dia mengalami kemajuan persalinan dan mengalami ruptur membran buatan ketika
serviks pembukaan 4 cm. Dia melahirkan bayi dengan berat 2,4 kg dengan skor APGAR
normal dan analisa gas darah tali pusat tidak lebih dari 20 menit pada pemeriksaan teakhir.

Manajemen awal postpartum


Dia memiliki manajemen aktif kala III dengan sintometrin diberikan setelah melahirkan bahu
depan. Plasenta dilahirkan dalam waktu 8 menit setelah kelahiran bayi, yang mana dia
memiliki ‘perdarahan yang cepat’ yang bidan perkirakan sekitar 500 ml. Bel darurat di ditarik
dan tim multidisiplin segera datang. Mengingat dia terus berlanjut perdarahan, pijat uterus
dimulai, lima unit sintokinon diberikan secara intramuskular dan infus sintokinon dimulai
( 40 unit dalam 500 mls Hartmanns pada 125 ml/jam). Kedua kanul besar dipasang dan
resusitasi cairan intravena dimulai segera dengan kristaloid. Darah dikirim untuk
pemeriksaan hitung darah lengkap (FBC), elektrolit serum, dan pembekuan. Sebuah kateter
urin dipasang dan diberikan Hemabat (Prostaglandin F2α) dengan dosis awal 250 mikrogram
(mcg) secara intramuskular. Plasenta dilaporkan lengkap dengan tidak ada bukti jaringan atau
membran yang tertinggal. Perkiraan kehilangan darah meningkat menjadi kurang lebih 1,5
liter setelah 5 menit plasenta dilahirkan. Nadi pasien menjadi 120 kali/menit dan tekanan
darahnya sekarang 90/50 mmHg. Sebuah Protokol Perdarahan Obstetri Mayor ‘Kode Merah’
diatifkan dan persiapan untuk membawa pasien menuju kamar operasi. Para konsulen obstetri
dan anastesi diberitahukan. Semua penyebab potensial untuk PPH dipertimbangkan (4 T) dan
kesimpulan mencapai bahwa atonia uteri adalah penyebab dari perdarahan yang sedang
berlangsung. Uterus tampak kosong dan tidak ada bukti trauma pada saluran genital. Dosis
kedua Hemabat 250 mikrogram diberikan secra intramuskular dan Bakri Balon (tampon
intrauterin) dengan dimasukkan 450 ml air steril dibawah petunjuk ultrasonografi. Posisi
balon diperiksa menggunakan ultrasonografi perut setelah balon diisi 100 ml air. Tekanan
internal dari balon uterus muncul untuk tampon perdarahan yang menetap. 4 unit sel darah
merah dan 1 gram asam traneksamat IV diberikan. Denyut nadinya menurun menjadi 100
kali/menit dan tekanan darah meningkat menjadi 100/60 mmHg. Total dari perkiraan
kehilangan darah adalah 2 liter.
Prinsip resusitasi PPH
Tindakan untuk PPH minor ( 500-
1000 ml kehilangan darah) tanpa
tanda klinis syok
 Akses intravena ( 1 kanula
ukuran 14 )
 Pengambilan darah vena yang mendesak (20 ml) untuk
pengelompokkan dan menyaring, hitung darah lengkap,
memeriksa koagulasi termasuk fibrinogen
 Denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah
dipantau setiap 15 menit
 Mulai menghangatkan infus kristaloid
Tindakan untuk PPH mayor ( > 1000 ml
kehilangan darah) dan perdarahan
berkelanjutan atau tanda klinis syok
 A dan B - menilai jalan nafas dan pernafasan -
oksigen aliran tinggi 10-15 liter/menit
 C - mengevauluasi sirkulasi - 2 kanul perifer
(ukuran 14)
 Posisikan pasien terbaring dan tetap hangat
 Infus cepat dengan cairan yang sudah dihangatkan - infus sampai 3,5 l cairan yang hangat , aw
kristaloid isotonik yang dihangatkan. Resusitasi yang lebih lanjut bisa dilanjutkan dengan tambahan
atau koloid isotonik (gelatin suksinilasi)
 Pengambilan darah vena segera (20 ml) untuk reaksi silang 4 unit,
hitung darah lengkap, penyaringan koagulasi termasuk fibrinogen,
pemeriksaan fungsi ginjal dan hati
 Denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan (menggunakan
oximeter, elektrokardiogram dan perekaman tekanan darah
otomatis)
 Memantau suhu setiap 15
menit
 Pertimbangkan pemantauan jalur arteri dan transfer ke unit ketergantungan
tinggi pada unit penyampaian atau unit perawatan intensif umum setelah
pendarahan dikontrol
 Catat parameter pada grafik peringatan dini obstetri yang dimodifikasi
(MEOWS), bertindak dan meningkatkan segera bila tidak normal
Dokumentasikan keseimbangan cairan, darah, produk dan prosedur
darah serta Pelaporan Insiden dan Manajemen Risiko untuk mempelajari
pembelajaran (dalam semua kasus)
Tabel 5
Manajemen berikutnya
Pasien dipindahkan ke ruangan pemulihan, namun, dalam 40 menit terjadi penurunan berat vagina
menjadi 900 ml, dan pada pemeriksaan menunjukkan bahwa balon mungkin telah berpindah.
Tekanan darahnya turun menjadi 76/48 mmHg dan dia menjadi sangat takikardia kembali. Dia
segera dipindahkan kembali ke kamar operasi dan Kode Merah kedua diaktifkan. Balon uterus
dipasang kembali dan pengawasan dengan teliti setelah menerima 4 unit plasma beku segar, 2 unit
kriopresipitat dan 1 unit trombosit. Tes darah yang diambil pada saat itu kemudian
mengkonfirmasi bukti adanya bekuan-bekuan darah kecil yang tersebar di seluruh aliran darah
(DIC). Kondisinya membaik, dan tidak perdarahan lebih lanjut. Namun, dia dipindahkan ke Unit
Perawatan Intensif untuk terus menerus diobservasi dan ditatalaksana. Balon intrauterin
mengempis dan dilepas setelah 1 jam pemasangan. Dia tidak mengalami pendarahan lebih lanjt
dan sembuh total. Secara total, dia menghabiskan 6 unit darah, 8 unit FFP, 2 unit kriopresipitat
dan 1 unit trombosit.

Diskusi kasus
Kasus ini menggambarkan pentingnya perawatan secara multidisiplin serta tindakan yang cepat
dan tepat untuk memperbaiki penyebab yang mendasari perdarahan obstetri mayor. Itu patut
dihargai bahwa wanita dengan BMI rendah mungkin tidak dapat mengkompensasi kehilangan
darah yang sedang karena volume darah yang beredar lebih rendah. Wanita-wanita ini mungkin
dapat mengalami ‘fenomena washout’ (yaitu dilusi koagulopati karena ‘washout’ trombosit dan
faktor pembekuan darah dalam perdarahan obstetri masif) pada volume perdarahan yang lebih
rendah dibandingkan wanita dengan BMI normal. Kasus ini menggambarkan bahwa ‘atoni’ PPH
dapat dengan cepat menjadi ‘koagulopati’ karena ‘fenomena washout’ dan secara keseluruhan
memerlukan pengakuan tatalaksana yang cepat dari kondisi klinis yang memburuk dan tepat
waktu identifikasi dan koreksi penyebab PPH yang mendasari.
Identifikasi faktor risiko antenatal penting, namun harus dihargai bahwa mayoritas
perdarahan postpartum mayor terjadi pada wanita ‘risiko rendah’ tanpa faktor risiko. Sebuah
strategi multi-cabang menyertakan perumusan antenatal dan rencana perawatan intrapartum,
pengenalan faktor risiko awal intrapartum, penggunaan alat bantu sepert OSI, Aturan 30 dan
algoritma seperti ‘HAEMOSTASIS’ (lihat Tabel 8) semuanya dapat membantu mencapai hasil
yang terbaik dan membatasi kebutuhan akan histerektomi peripartum. Di St.George’s Maternity
Unit, setelah pelaksanan manajemen Algoritma “HAEMOSTASIS”, tingkat histerektomi
peripartum untuk perdarahan obstetri masif awalnya dikurangi menjadi satu tahun dan selama 6
tahun terakhir, tidak ada histerektomi peripartum yang dilakukan untuk atoni postpartum atau
perdarahan postpartum akibat trauma. Hal ini menggambarkan pentingnya suatu algoritma
sistematis yang mudah digunakan dan logis untuk mengurangi morbiditas dan untuk memperbaiki
hasil pada perdarahan pasca persalinan. Pendekatan multidisiplin dan keterlibatan awal dokter
berpengalaman (dokter ahli kandungan, ahli anestesi, ahli hematologi, dan bidan senior) sangat
penting untuk mencapai hasil yang optimal. Semua staf berkomitmen untuk merawat ibu hamil
harus menerima pelatihan yang memadai dan teratur melalui keterampilan latihan dalam
menangani keadaan darurat obstetri tersebut.
Tatalaksana PPH
Hal ini penting untuk memastikan bahwa penyebab yang mendasari harus dipertimbangkan (Tabel
4), resusitasi dengan penggantian volume intravena (Tabel 6), memperbaiki koagulasi (Tabel 7)
dan strategi perawatan medis dan bedah yang sistematis dimulai secara paralel dan tidak
berurutan (Tabel 8).

Darah dan produk darah


Tidak ada kriteria yang kuat untuk memulai transfusi sel darah merah dan ini harus didasarkan
pada penilaian klinis dan hematologi. Protokol perdarahan obstetri mayor harus didukung dengan
penyediaan sel darah merah untuk transfusi darurat, dengn segera tersedianya kelompok O, rhesus
D negatif, dan unit K-negatif, sebelum kelompok darah spesifik diuji reaksi silang serasi. Jika
antibodi sel darah merah signifikan secara klinis ada, penghubung dekat dengan laboratorium
transfusi sangat penting untuk menghindari keterlambatan dalam memulai transfusi darah dalam
kasus perdarahan yang mengancam jiwa.

Penyelamat sel
Sesuai dengan pedoman RCOG tentang PPH, sel penyelamat intraoperatif harus dipertimbangkan
untuk digunakan dalam keadaan darurat pada PPH terkait dengan operasi caesar dan melahirkan
secara normal. Ini adalah proses dimana darah ditumpahkan selama operasi, disaring dan dicuci
untuk menghasilkan sel darah merah pasien sendiri untuk transfusi kepada pasien. Penyelamatan
sel sepertinya tidak berdampak buruk pada hasil klinis. Beberapa badan, termasuk National
Institute for Clinical Excellence (NICE), the Centre for Maternal and Child Enquiries (CMACE)
dan the Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland, mendukung penyelamatan sel
dalam praktik kebidanan. RCT besar saat ini sedang dalam proses membandingkan penyelamatan
sel intraoperatif dengan transfusi darah donor selama operasi caesar pada wanita berisiko
pendarahan.

Tatalaksana farmakologi dan medis dari PPH


Hal ini penting untuk mengidentifikasi penyebab perdarahan dengan pendekatan sistematis 4T:
Pertimbangkan tonus, jaringan, trauma dan trombin. Uterus harus diperiksa untuk menilai apakah
miometrium kontraksinya baik (tonus), diikuti oleh pemeriksaan untuk memastikan bahwa rongga
tersebut kosong (jaringan). Pemeriksaan menyeluruh terhadap saluran kelamin mencakup
pemeriksaan serviks (360o), dinding vagina dan perineum untuk mengidentifikasi adanya robekan,
laserasi, hematoma atau sumber perdarahan lainnya (trauma). Riwayat gangguan pembekuan
darah dan pembekuan saat ini akan membantu mengidentifikasi koagulopati (trombin). Ingatlah
untuk memiliki ambang batas yang lebih rendah untuk pengujian koagulopati pada wanita dengan
BMI lebih rendah atau dengan anemia yang sudah ada sebelumnya.
Penyebab utama PPH primer adalah atonia uterus. Begitu atonia telah diidentifikasi,
pendekatan sistematis harus dilakukan untuk memastikan konytraksi uterus. Pedoman RCOG
menyatakan bahwa tidak ada manfaat pijat rahim dalam profilaksis PPH, namun dalam kasus PPH
yang telah ditetapkan, tindakan awal harus mencakup penghalusan fundus uterus untuk
menggosok dan merangsang kontraksi. Foley kateter harus dimasukkan untuk mengosongkan
kandung kemih. Oksitosin 5 IU harus diberikan secara intravena dan infus oksitosin harus dimulai
(40 IU dalam 500 ml kristaloid isotonik pada 125 ml/jam). Uterotonik lainnya seperti ergometrin
(0,5 mg dengan injeksi intravena lambat atau intramuskular; kontraindikasi pada wanita dengan
hipertensi) dan Carboprost/Hemabate harus diberikan (0,25 mg secara intramuskular, diulang
pada interval 15 menit maksimum 8 dosis; digunakan dengn hati-hati pada wanita penderita
asma). Misoprostol 800 mikrogram juga dapat diberikan secara sublingual, atau secara rektal. Jika
metode farmakologis gagal maka strategi tatalaksana perlu segera berali ke intervensi bedah.

Manajemen bedah
Kegagalan untuk mengontrol perdarahan pengobatan langkah-langkah waran transfer dari pasien
dengan bedah untuk bedah manajemen. Intrauterine balon tamponade adalah yang efektif baris
pertama bedah mengukur dalam kasus rahim atony, setelah pengecualian dipertahankan produk
pembuahan. USG dipandu penyisipan balon dapat dilakukan untuk memastikan posisi yang tepat
(gambar 1), diikuti oleh mengisinya dengan 200e600 ML air hangat atau salin tergantung pada
ukuran dari rongga rahim. melaporkan tingkat keberhasilan adalah antara 70 dan 100%. hal ini
melaporkan bahwa 80-85% dari pasien akan menghindari kebutuhan laparotomi. ada tidak ada
pendek atau panjang komplikasi dilaporkan dan balon dapat dihapus setelah 12 jam, atau
sebelumnya, jika koagulopati telah diperbaiki. tamponade menggunakan berbagai jenis hidrostatik
balon kateter telah digantikan rahim kemasan untuk kontrol tanpa tekanan PPH. Rahim
tamponade juga dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan selama operasi caesar bagian. jika
penyebab pendarahan adalah karena trauma, serviks dan vagina air mata dan laserasi harus
diperbaiki. tamponade juga mungkin berguna dalam kasus beberapa vagina laserasi yang tidak
cocok untuk bedah perbaikan (yaitu yang rapuh vagina mukosa) dengan menempatkan balon
bukan dari vagina pack. yang tamponade balon juga telah digunakan untuk penangkapan
perdarahan di kasus para-vagina hematoma. jika upaya-upaya gagal menangkap perdarahan, itu
adalah tepat untuk melanjutkan ke laparotomi, lebih disukai melalui pfannenstiel sayatan. jika
penyebab PPh adalah rahim atony, rahim kompresi jahitan seperti B-Lynch jahit atau diubah
jahitan mungkin mencoba. 2e4 sederhana vertikal jahitan untuk kompres plasenta situs yang
sangat berharga dalam keadaan darurat (gambar 2). komplikasi ini jahitan termasuk rahim
nekrosis, pyometra dan rahim adhesi. Teknik bedah lainnya meliputi devaskularisasi pelvis yang
sistematis dengan melakukan ligasi uterus, cabang tuba arteri ovarium dan / atau arteri iliaka
internal. Ligasi arteri uterus ini bisa dibilang paling mudah dilakukan dan bermanfaat jika
pendarahan berasal dari tubuh rahim, namun tidak jika sumbernya adalah segmen bawah, serviks
atau vagina. Ligasi arteri iliaka internal adalah prosedur yang lebih kompleks yang membutuhkan
keterampilan bedah yang lebih halus. Prosedur ini juga akan membantu mengurangi pendarahan
yang berasal dari segmen bawah, ligamen luas atau vagina. Tingkat keberhasilan adalah antara 40
dan 100%. Jika ruptur uteri dicurigai secara klinis, laparotomi segera harus dilakukan sambil
memastikan stabilitas hemodinamik pasien. Jika pendarahan berlanjut meskipun ada tindakan di
atas, pilihannya adalah melanjutkan langsung ke histerektomi peripartum atau, jika pasien stabil
secara hemodinamik, pertimbangkan penggunaan radiologi intervensi dengan maksud untuk
membungkus divisi anterior arteri iliaka internal. Keputusan untuk melanjutkan histerektomi sulit
dilakukan seseorang, namun sebaiknya jangan terlambat dan praktik dokter kedua yang baik
untuk dilibatkan dalam keputusan dan waktunya. Histerektomi subtotal adalah pilihan yang paling
sesuai kecuali ada trauma pada serviks atau jika perdarahan berasal dari segmen uterus bagian
bawah. Hanya ahli bedah dengan keterampilan yang
sesuai harus melakukan histerektomi peripartum karena tingginya komplikasi, termasuk cedera
kandung kemih dan ureter, kerusakan ovarium dan infeksi. Peripartum histerektomi dapat
dikaitkan dengan sekuele psikologis jangka panjang, karena hilangnya kewanitaan dan kesuburan.
Oleh karena itu, kebutuhan akan pembekalan dan konseling yang tepat tidak dapat terlalu
ditekankan.
PPH massal yang terjadi sekunder akibat plasenta abnormal (plasenta akreta, perkretra dan
inkreta) memerlukan pendekatan yang berbeda dengan rencana pra-operasi yang harus melibatkan
klinisi lain seperti ahli radiologi intervensi, ahli anestesi dan hematologi. Meskipun di masa lalu,
histerektomi peripartum dilakukan pada sebagian besar kasus, inovasi bedah untuk pengelolaan
plasenta yang tidak patuh secara serius telah dikembangkan baru-baru ini sehingga dapat
membantu mencegah morbiditas dan mortalitas ibu yang terkait dengan histerektomi peripartum.
Salah satu pendekatan baru ini adalah prosedur Triple-P prosedur yang melibatkan penempatan
lokal plasenta dan persalinan janin melalui insisi uterus transversal di batas atas dari plasenta; p
elvic devascularization; dan p lacental non-separation dengan eksisi miometrium dan rekonstruksi
dinding rahim. Sebuah publikasi baru-baru ini telah menunjukkan hasil yang sangat baik tanpa
adanya kasus peripartumhysterectomy. Di St George Regional Referral Service for Abnormal
Invasion of the Plasenta, 50 kasus dengan invasi abnormal plasenta yang telah ditangani dengan
Prosedur Triple P tanpa kasus histerektomi peripartum.

Kesimpulan
Di Inggris, kematian maternal karena PPH telah merosot lebih jauh lagi pada masa remaja.
Gambarannya berhubungan dengan angka kematian ibu dan morbiditas ibu yang signifikan.
Pengakuan faktor risiko antenatal, antisipasi ketika faktor risiko intrapartum muncul dan benar-
benar mengenali gejala-gejala dari PPH membantu memperbaiki hasil pasien. Pendekatan multi-
disiplin dengan keterlibatan awal dari dokter spesialis dan tidak melakukan pemeriksaan
terlambat dilakukan tetap merupakan batu penjuru untuk mengoptimalkan hasil. Keterampilan
reguler dan sesi latihan harus diwajibkan bagi semua staf yang bekerja di klinik antenatal dan di
bangsal tenaga kerja.
Penggantian Volume: Cairan Intravena, darah dan produk darah
Kristaloid Sampai 2 l kristaloid isotonik
Koloid Koloid sampai 1,5 l sampai darah datang
Jika transfusi segera diindikasikan, berikan kelompok O, rhesus D negatif (RhD-), sel darah
Darah
merah K-negatif. Ganti kelompok sel darah merah yang tersedia.
Pemberian harus dipandu oleh pengujian hemostatik dan apakah ada perdarahan terus
menerus:
Fresh Frozen  Jika PT atau APTT memanjang dan perdarahan terus berlanjut, berikan 12-15 ml/Kg
Plasma FFP
 Jika perdarahan berlanjut setelah pemberian 4 unit sel darah merah dan tes hemostatik
tidak tersedia, maka berikan 4 unit FFP
Berikan 1 kantong trombosit jika perdarahan terus berlanjut dan hitung trombosit < 75 x 10 9
Trombosit
Berikan 2 kantong kriopresipitat jika perdarahan terus berlanjut dan fibrinogen < 2 g/l
Kriopresipitat
Asam Pemberiannya harus dipertimbangkan
traneksamat
Faktor VIIa Tidak dianjurkan pemberiannya
Rekombinan

Tabel 6

Koreksi Koagulopati: Pedoman dari British Committee untuk Standar Hematologi


Mempertahankan
Hb > 80 g/l
Jumlah trombosit > 50 x 109/l
APTT < 1,5 kali yang normal
Fibrinogen > 2 g/l

Tabel 7
Algoritma HAEMOSTASIS (Tabel 8)

H (Help) Meminta pertolongan dan letakkan tangan pada uterus (Pijat Uterus)
A (Assess) Menilai dan resusitasi (ABC & pemberian cairan intravena)
E (Establish) Menentukan penyebab, memastikan ketersediaan darah dan ekbolik
M (Massage) Pijat uterus ( Ingat 70% - Atoni)
O (Oxytocin) Pemberian Oksitosin ( Infus oksitosin / prostaglandin IV/IM)
S (Shift) Pindahkan ke ruang operasi ( pertimbangkan tekanan aorta atau anti
goncangan / kompresi bimanual)
T (Tamponade) Balon tamponade / tampon uterus – setelah pengeluaran jaringan dan
trauma & berikan Asam traneksamat
A (Apply) Gunakan kompresi penjahitan B-Lynch / dimodifikasi
S (Systematic) Devaskularisasi pelvis secara sistematis pada uterus /ovarium/ iliaka
internal
I (Interventional) Radiologi intervensi (arteri uterus embolisasi)
S (Subtotal) Subtotal / histerektomi total

Anda mungkin juga menyukai