Anda di halaman 1dari 15

AS ASKEB MASA NIFAS DAN MENYUSUI

PERUBAHAN FISIOLOGI MASA NIFAS


(Dosen Pengajar: Maria Sonda, S.SIT, M.Kes )

Oleh:

Nama : Suriana
Nim : PO713211191094
Kelas : 2.B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


PROGRAM STUDI D.III KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
A. Tanda-tanda vital
Tanda vital ibu, memberikan tanda-tanda terhadap keadaan umum ibu.
Tindakan melakukan observasi terhadap tanda vital ibu yang meliputi nadi, suhu,
pernapasan dan tekanan darah merupakan tindakan non invasif dan merupakan
indikator kesehatan ibu secara keseluruhan. Selain itu dengan melakukan observasi
tanda vital ibu mampu menciptakan hubungan positif antara bidan dan ibu postpartum
dan pada saat yang bersamaan juga diperoleh informasi klinis yang penting. Tanda-
tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah sebagai berikut:
1. Suhu
Suhu adalah pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas suatu zat.
Dapat pila dikatakan sebagai ukuran panas/dinginnya suat benda. Suhu tubuh
wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C. Sesudah partus dapat naik kurang lebih
0,50C dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 80C. 24 jam post partum
suhu badan akan naik sedikit (37,50C-380C) sebagai akibat kerja keras waktu
melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan
akan biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada
pembentukan ASI, buah dada akan menjadi bengkak, berwarna merah karena
banyaknya ASI. Jika setelah 3 hari bila suhu tidak turun ada kemungkinan infeksi
pada endometrium (mastitis, tracus genetalis, dan sistem lain) (Bahiyatun, 2013).
Kita anggap nifas terganggu kalau ada demam lebih dari 380C pada dua hari
berturut-turut pada 10 hari yang pertama post partum, kecuali hari pertama dan
suhu harus diambil sekurang-kurangnya 4x sehari.
2. Nadi
Nadi adalah aliran darah yang menonjol dan dapat diraba di berbagai tempat
tubh. Nadi merupakan indicator status sirkulasi. Batas normaldenyut nadi pada
oang dewasa 60-100 per menit (Prawirohardjo, 2009). Sehabis melahirkan
biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat maupun lambat. Denyut nadi di atas
100x/menit pada masa nifas adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini
salah satunya bisa diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan
darah yang berlebihan. (Bahiyatun, 2013)
Sebagai wanita mungkin saja memiliki apa yang disebut bradikardi nifas
(puerperal bradycardia). Hal ini terjadi segera setelah kelahiran dan bisa berlanjut
sampai beberapa jam setelah kelahiran anak. Wanita semacam ini bisa memiliki
angka denyut jantung serendah 40-50 detak per menit. Sudah banyak alasan-
alasan yang diberikan sebagai kemungkinan penyebab, tetapi belum satupun yang
sudah terbukti. bradycardia semacam itu bukanlah satu alamat atau indikasi
adanya penyakit, akan tetapi sebagai satu tanda keadaan keseha
3. Pernapasan
Pernapasan adalah proses menghirup oksigen dari udara serta mengeluarkan
karbon dioksida, uap air dan sisa oksidasi dari paru-paru. Pernafasan normal
yaitu 16-24 x/menit. Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Karena
ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan
selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Apabila suhu dan
denyut nadi tidak normal pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada
gangguan khusus pada saluran pernafasan. Pernafasan akan sedikit meningkat
setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula. Bila ada respirasi cepat
post partum (> 30 x/menit) mungkin karena adanya tanda-tanda syok (Bahiyatun,
2013).
4. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri
ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh manusia. Batas
normal tekanan darah antara 90/60 mmHg sampai 130/90 mmHg (Prawirohardjo,
2009). Tekanan darah ibu nifas biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan
darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah
tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya pre-eklamsi postpartum.

B. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Pada masa nifas, terjadi perubahan hebat yang melibatkan jantung dan
sirkulasi. Perubahan terpenting pada fungsi jantung terjadi dalam 8 minggu pertama
kehamilan. (Cuningham : 2009 : hal 24-25). Setelah terjadi diuresis yang mencolok
akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil.
Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin kembali normal pada hari ke-5.
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas,
namun kadarnya masih lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu
mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan
darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi
dini (Helen farrer : 2001 : hal 227).
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran
darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterin.
Penarikan kembali esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat
mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-
4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak
sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang
melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan
bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300 – 400 cc. Bila
kelahiran melalui seksio sesarea, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat.
Perubahan terdiri dari volume darah (blood volume) dan hematokrit
(haemoconcentration). Bila persalinan pervaginam, hematokrit akan naik dan pada
seksio sesaria, hematokrit cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan
decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 postpartum.
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin,
meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon
estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali.
Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi
daripada normal. Plasma darah tidak banyak mengandung cairan sehingga daya
koagulasi meningkat. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi.
Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler
pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama
persalinan. Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc,
sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat.
Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada
persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio
sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita
vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya,
hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelim post patum.
Macam-Macam Perubahan Sistem Kardiovaskuler Masa Nifas
1. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran caira
ekstravaskuler (edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan
volume darah total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan
normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah menurun dengan lambat.
Pada minggu ke 3 dan ke 4 setelah bayi lahir volume darah biasanya menurun
sampai mencapai volume darah sebelum hamil.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. bila kehiran
melalui seksio sesaria, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan
terdiri dari volume darah dan hermatokrit (haemoconcentration). Bila perasalinan
pervaginan, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hemaktokrit cendrung
stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Tiga perubahan fisiologi pascapartum yang melindungi wanita:
 Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh
darah maternal 10% sampai 15%
 Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus
vasolitasi
 Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita
hamil
2. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang
msa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadan ini meningkat bahkan lebih
tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasaya melintasi sikuir
uteroplasenta tiba-tiba kembali kesirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua
jenis kelahiran. Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar
estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah
merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen
mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya
masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung
cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus
dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini.
Penarikan kembali esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat
mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi
dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan
banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi
cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat
menimbulkan decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini
dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi
sehingga volume darah kembali seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada
hari 3-5 post partum.
3. Varises
Varises ditungkai dan disekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita
hamil. Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, dapat mengecil
dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama
masa hamil. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah
melahirkan.

C. Perubahan Sistem Perkemihan


Kandung kencing dalam masa nifas kurang sensitif dan kapasitasnya akan
bertambah, mencapai 3000 ml per hari pada 2 – 5 hari post partum. Hal ini akan
mengakibatkan kandung kencing penuh. Sisa urine dan trauma pada dinding kandung
kemih waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi (Ambarwati,2010:81).
Lebih kurang 30 – 60 % wanita mengalami inkontinensial urine selama periode
post partum. Bisa trauma akibat kehamilan dan persalinan, Efek Anestesi dapat
meningkatkan rasa penuh pada kandung kemih, dan nyeri perineum terasa lebih lama,
Dengan mobilisasi dini bisa mengurangi hal diatas. Dilatasi ureter dan pyelum,
normal kembali pada akhir postpartum minggu ke empat. Sekitar 40% wanita
postpartum akan mempunyai proteinuria nonpatologis sejak pasca salin hingga hari
kedua postpartum. Mendapatkan urin yang valid harus diperoleh dari urin dari
kateterisasi yang tidak terkontaminasi lochea.Saluran kencing kembali normal dalam
waktu 2 sampai 8 minggu, tergantung pada keadaan/status sebelum persalinan,
lamanya partus kala 2 dilalui, dan besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat
persalinan (Suheni dkk, 2009 : 80).
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
menggangguproses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca
melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.Adanya beberapa masalah berdampaklah
pada beberapa wanita merasa tidak ingin kencing sama sekali, yang lain merasa ingin
kencing tetapi tidak bisa melakukannya, dan mungkin ada yang lainnya masih bisa
kencing tetapi disertai dengan rasa nyeri dan terbakar (Jassani, 2015). Sedangkan
wanita yang tidak dapat berkemih secara spontan dalam waktu 6 jam setelah
persalinan pervaginam dikategorikan memiliki retensi urin (Cavkaytar, Kokanalı,
Baylas, Topçu, Laleli & Taşçı, 2014). Hal yang menyebabkan kesulitan buang air
kecil pada ibu post partum, antara lain:
 Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadiretensi
urin.
 Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi
dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
 Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme
oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga
menyebabkan miksi.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam
pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter
selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam,
lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan
ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam
kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat
berkemih seperti biasa.
D. Perubahan Sistem Musculoskleletal
Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin
bertambah. Adaptasi muskuloskelatal ini antara lain mencakup peningkatan berat
badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun
demikian, pada saat post partum sistem muskuloskeletal akan berangsur-angsur pulih
kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu
mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri. Adaptasi sistem
muskuloskeletalpada masa nifas, meliputi:
1. Dinding Perut dan Peritoneum
Setelah persalinan, dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan
pulih kembali dalam 6 minggu. Hari pertama abdomen menonjol masih seperti
masih seperti masih seperti mengandung 2 minggu menjadi rilex, 6 minggu
kembali seperti sebelum hamil.kadang-kadang pada wanita terjadi diastasis otot-
otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya
terdiri dari peritoneum, facia tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini meninjol
kalau berdiri atau mengejan.
2. Diastasis Recti Abdominis
Pada sebagaian perempuan, kehamilan dapat menyebabkan pemisahan perut
(diastasis recti), suatu kondisi dimana kedua sisi kanan dan kiri dari M. rektus
abdominis “The Six-Pack” otot-otot menyebar terpisah di garis tengah tubuh,
linea alba. Pemisahan terjadi kaena tanggapan terhadap kekuatan rahim menekan
dinding perut ketika hamil dan hormone melunakkan jaringan ikat. Diastasis recti
mengurangi integritas dan kekuatan fungsional dindind perut serta dapat
memperburuk nyeri punggung bawah dan ketidakstabilan pelvis.
3. Kulit Abdomen
Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan
mengendur sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan yang
dinamakan strie. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal kembali
dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.
4. Striae
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada
dinding abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna
melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis muskulus rektus
abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan
umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu
menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.
5. Perubahan Ligamen
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita
mengeluh kandunganya turun setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
6. Simpisis Pubis
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat
menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara
lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di
tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Sering
kali klien tidak mempu berjalan tanpa bantuan. Gejala ini dapat menghilang
setelah beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.
E. Perubahan Sistem Endokrin
Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi seperti sebelum
hamil. Hormon kehamilan mulai menurun segera setelah plasenta lahir. Penurunan
hormon estrogen dan progesteron menyebabkan peningkatan prolaktin dan
menstimulasi air susu. Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu setelah melahirkan
melibatkan perubahan yang progresif atau pembentukan jaringan-jaringan baru.
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin,
terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut. Berikut ini
perubahan hormon dalam sistem endokrin pada masa postpartum menurut
Wahyuningsih, 2018
a. Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar hipofisis posterior. Pada tahap kala III
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan meningkatkan sekresi oksitosin, sehingga dapat
membantu uterus kembali ke bentuk normal.
b. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar hipofisis
posterior untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam pembesaran
payudara untuk merangsang produksi ASI. Pada ibu yang menyusui bayinya,
kadar prolaktin tetap tinggi sehingga memberikan umpan balik negatif, yaitu
pematangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjar gonad pada otak yang mengontrol
ovarium untuk memproduksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan
folikel, maka terjadilah ovulasi dan menstruasi.
c. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat, diperkirakan bahwa tingkat
kenaikan hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang
meningkatkan volume darah. Disamping itu, progesteron mempengaruhi otot
halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah yang
sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum dan vulva, serta vagina.
d. Hormon plasenta
Human chorionic gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat setelah persalinan
dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7 postpartum. Enzyme
insulinasi berlawanan efek diabetogenik pada saat Penurunan hormon human
placenta lactogen (HPL), estrogen dan kortisol, serta placenta kehamilan, sehingga
pada masa postpartum kadar gula darah menurun secara yang bermakna. Kadar
estrogen dan progesteron juga menurun secara bermakna setelah plasenta lahir,
kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu postpartum. Penurunan kadar
estrogen berkaitan dengan dieresis ekstraseluler berlebih yang terakumulasi
selama masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen mulai
meningkat pada minggu ke 2 setelah melahirkan dan lebih tinggi dari ibu yang
menyusui pada postpartum hari ke 17.
e. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada ibu menyusui dan tidak menyusui
berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam
menekan ovulasi karena kadar hormon FSH terbukti sama pada ibu menyusui dan
tidak menyusui, di simpulkan bahwa ovarium tidak berespon terhadap stimulasi
FSH ketika kadar prolaktin meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara pogresif
sepanjang masa hamil. Pada ibu menyusui kadar prolaktin tetap meningkat sampai
minggu ke 6 setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh
intensitas menyusui, durasi menyusui dan seberapa banyak makanan tambahan
yang diberikan pada bayi, karena menunjukkan efektifitas menyusui. Untuk ibu
yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan
menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang
dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan prgesteron. Di antara wanita laktasi
sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% 56 Asuhan
kebidanan Nifas dan Menyusui  setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu.
Untuk wanita laktasi, 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang
tidak laktasi, 50% siklus pertama anovulasi.
F. Perubahan Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun.. Beberapa hal yang berkaitan
dengan perubahan pada sistem pencernaan, menurut Wahyuningsuh, 2018 antara lain:
a. Nafsu Makan
Pasca melahirkan biasanya ibu merasa lapar, karena metabolisme ibu
meningkat saat proses persalinan, sehingga ibu dianjurkan untuk meningkatkan
konsumsi makanan, termasuk mengganti kalori, energi, darah dan cairan yang
telah dikeluarkan selama proses persalinan. Ibu dapat mengalami peubahan nafsu
makan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus
kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan
makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
Wanita munkin kelaparan dan mulai satu atau dua jam setelah melahirkan.
Kecuali ada komplikasi kelahiran, tidak ada alasan untk menunda pemberian
makan pada wanita pasca partum yang sehat lebih lama dari waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan pengkajian awal.
b. Motilitas
Secara fisiologi terjadi penurunan tonus dan motilitas otot traktus pencernaan
menetap selama waktu yang singkat beberapa jam setelah bayi lahir, setelah itu
akan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Pada postpartum SC dimungkinkan
karena pengaruh analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus
dan motilitas ke keadaan normal.
c. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum. Pada
keadaan terjadi diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang
asupan nutrisi, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir, meningkatkan
terjadinya konstipasi postpartum. Sistem pencernaan pada masa nifas
membutuhkan waktu beberapa hari untuk kembali normal. Beberapa cara agar ibu
dapat buang air besar kembali teratur, antara lain pengaturan diet yang
mengandung serat buah dan sayur, cairan yang cukup, pemberian informasi
tentang perubahan eliminasi dan penatalaksanaanya pada ibu, dan pemberian
pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir. Bila usaha di atas tidak berhasil
dapat pemberian huknah atau obat yang lain.
d. Konstipasi
Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium awal karena kurangnya
makanan padat karena kurannya makanan padat selama persalinana dank arena
wanita menahan defeksi. Wanita mungkin menahan defeksi karean perineumnya
mengalami perlukaan atau kaena ia kurang pengetahuan dan takut akan merobek
atau merusak jahtan jika ia melakukan defeksi. Jika penerita hari ketiga belum
juga buang air besar, maka diberi obat pencahar, baik proral atau pun supositoria.
G. Perubahan Sistem Reproduksi
Tubuh ibu berubah setelah persalian, rahimnya mengecil, serviks menutup,
vagina kembali ke ukuran normal dan payudaranya mengeluarkan ASI. Masa nifas
berlangsung selama 6 minggu. Dalam masa itu, tubuh ibu kembali ke ukuran sebelum
melahirkan. Untuk menilai keadaan ibu, perlu dipahami perubahan yang normal
terjadi pada masa nifas ini.
1. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam
keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak
sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi
karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan
selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami
robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan
episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum
dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga
tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan
harian.
2. Perubahan pada Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan
berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan
serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri
berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukan
2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Oleh karena
hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun
demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil.
Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-
robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Delapan belas jam
pasca partum, sviks memendek dan konistensinya menjadi lebih padat dan
kembali kebentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edomatosa,
tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.
3. Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus
uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit
lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut,
sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak
dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus melibatkan pengreorganisasian dan
pengguguran desidua serta penglupasan situs plasenta, sebagaimana di perlihatkan
dalam pengurangan dalam ukuran dan berat serta warna dan banyaknya lokia.
Banyaknya lokia dan kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh pemberian
sejumlah preparat metergin dan lainya dalam proses persalinan. Involusi tersebut
dapat dipercepat proses bila ibu menyusui bayinya.
Desidua tertinggal di dalam uterus. Uterus pemisahan dan pengeluaran
plasenta dan membran terdiri atas lapisan zona spongiosa, basalis desidua dan
desidua parietalis. Desidua yang tertinggal ini akan berubah menjadi dua lapis
sebagai akibat invasi leukosit. Suatu lapisan yang lambat laun akan manual
neorco, suatu lapisan superfisial yang akan dibuang sebagai bagian dari lokia yang
akan di keluarkan melalui lapisan dalam yang sehat dan fungsional yang berada di
sebelah miometrium. Lapisan yang terakhir ini terdiri atas sisa-sisa kelenjar
endometrium basilar di dalam lapisan zona basalis. Pembentukan kembali
sepenuhnya endometrium pada situs plasenta skan memakan waktu kira-kira 6
minggu.
Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum
hamil sampai dengan kurang dari 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang
lebih 1 kg sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah melahiran beratnya
menjadi kurang lebih 500 gram, pada akhir minggu kedua setelah persalinan
menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi 100 gram atau kurang. Otot-
otot uterus segera berkontraksi setelah postpartum. Pembuluh-pembuluh darah
yang berada di antara anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan perdarahan setelah plasenta di lahirkan. Setiap kali bila di
timbulkan, fundus uteri berada di atas umbilikus, maka hal-hal yang perlu di
pertimbangkan adalah pengisian uterus oleh darah atau pembekuan darah saat
awal jam postpartum atau pergeseran letak uterus karena kandung kemih yang
penuh setiap saat setelah kelahiran.
 Involusi Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar
60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat
kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a. Iskemia Miometrium: Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
b. Atrofijaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
c. Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga
panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal
ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
d. Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi
dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh
darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau
tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti
sebelum hamil.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil sepeti sebelum hamil.
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah
sebagai berikut:

Involusi Uteri Tinggi Fundus Berat Uterus Diameter


Uteri Uterus
Plasenta Lahir Setinggi Pusat 1000 gram 12,5 cm

1 hari (1 Pertengahan 500 gram 7,5 cm


minggu) Pusat dan
Simpisis
14 hari (mingu Tidak Teraba 350 gram 5 cm
2)
Minggu Normal 60 gam 2,5 cm

4. Lochea
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta
akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa
cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia. Lokia
adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi
basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi
asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis (anyir)
meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap
wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia
dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-
masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra 1-3 hari Merh Terdiri dari sel desidua,
kehitaman verniks caseosa, rambut
lanugo, sisa mekoneum
dan sisa darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih Sisa darah bercampur
bercampur lender
merah
Serosa 7-14 hari Kekuningan/k Lebih sedikit darah dan
ecoklatan lebih banyak serum,
juga terdiri dari leukosit
dan robekan laserasi
plasenta.
Alba > 14 hari Putih Mengandung leukosit,
selaput lender serviks
dan serabut jaringan
yang mati
Umumnya jumlah locia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi
berbaring dari pada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan dan kemudian
divagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan
mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran loki sekitar 240
hinggan 270 ml.
5. Involusi Tempat Plasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka
mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2
cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas
plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan
karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua
basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada
tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada
pembuangan lokia.
Menurut Williams (1931), ekstruksi lengkap tempat melekatnya plasenta perlu
waktu samapi 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinis yang besar,
karena bila proses terganggu, dapat terjadi perdarahan nifas awitan lambat. Segera
setelah kelahiran, tempat melekatnya plasenta kira-kira berukuran sebesar telapak
tangan tetapi dengan cepat ukurannya mengecil. Pada akhir minggu kedua,
diameternya hanya 3 cm sampai 4 cm. dalam waktu beberapa jam setelah
kelahiran, tempat melekatnya thrombosis yang selanjutnya mengalami organisasi
thrombus secara khusus.
6. Perubahan pada Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi dan
nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5
mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin. Setelah 3 hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut
pada bekas implantasi plasenta
7. Perubahan pada Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang selama
kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh
“kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligamenta, fasia, jaringan alat
penunjang genetalia menjadi menjadi agak kendor. Untuk memulihkan kembali
jaringan-jaringan penunjang alat genitalia tersebut, juga otot-otot dinding perut
dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu.Pada 2 hari
post partum sudah dapat diberikan fisioterapi. Keuntungan lain ialah dicegahnya
pula stasis darah yang dapat mengakibatkan trombosis masa nifas.
8. Perubahan pada payudara
Payudara menjadi besar ukurannya bisa mencapai 800 gr, keras dan
menghitam di sekitar puting susu, ini menandakan dimulainya proses menyusui.
Segera menyusui bayi sesaat setelah lahir (walaupun ASI belum keluar) dapat
mencegah perdarahan dan merangsang produksi ASI. Pada hari ke 2 hingga ke 3
akan diproduksi kolostrum atau susu jolong yaitu ASI berwarna kuning keruh
yang kaya akan anti body, dan protein, sebagian ibu membuangnya karena
dianggap kotor, sebaliknya justru ASI ini sangat bagus untuk bayi. Pada semua
wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses menyusui
mempunyai dua mekanise fisiologis yaitu Produksi susu dan Sekresi susu atau let
down.
Pada saat kehamilan sudah terjadi pembesaran payudara karena pengaruh
peningkatan hormon estrogen, untuk mempersiapkan produksi ASI dan laktasi.
Payudara menjadi besar ukurannya bisa mencapai 800 gr, keras dan menghitam
pada areola mammae di sekitar puting susu, ini menandakan dimulainya proses
menyusui. Segera menyusui bayi segerai setelah melahirkan melalui proses
inisiasi menyusu dini (IMD), walaupun ASI belum keluar lancar, namun sudah
ada pengeluaran kolostrum. Proses IMD ini dapat mencegah perdarahan dan
merangsang produksi ASI. Pada hari ke 2 hingga ke 3 postpartum sudah mulai
diproduksi ASI matur yaitu ASI berwarna. Pada semua ibu yang telah melahirkan
proses laktasi terjadi secara alami. Fisiologi menyusui mempunyai dua mekanise
fisiologis yaitu; produksi ASI dan sekresi ASI atau let down reflex. Selama
kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk
menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon
yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi, maka terjadi positive feed back hormone
(umpan balik positif), yaitu kelenjar pituitary akan mengeluarkan hormon
prolaktin (hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek
prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi
membesar terisi darah, sehingga timbul rasa hangat. Sel-sel acini yang
menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap putting, reflek
saraf merangsang kelenjar posterior hipofisis untuk mensekresi hormon oksitosin.
Oksitosin merangsang reflek let down sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui
sinus laktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada putting (Wahyungingsih,
2018).
H. Hematologi
Pada akhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan
darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan
sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas, dan juga
terjadi peningkatan faktor pembekuan darah serta terjadi Leukositosis dimana jumlah
sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih
bisa naik lagi sampai 25.000-30.000, terutama pada ibu dengan riwayat persalinan
lama. Kadar hemoglobin, hemotokrit, dan eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-
awal masa postpartum sebagai akibat dari volume placenta dan tingkat volume darah
yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi
ibu. Kira – kira selama persalinan normal dan masa postpartum terjadi kehilangan
darah sekitar 250-500 ml. penurunan volume dan peningkatan sel darah merah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari
ke-3 sampai 7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4 sampai 5 minggu
postpartum. Selama kehamilan, secara fisiologi terjadi peningkatan kapasitas
pembuluh darah digunakan untuk menampung aliran darah yang meningkat, yang
diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uteri. Penarikan kembali esterogen
menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma
kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urine.
Menurunnya hingga menghilangnya hormon progesteron membantu mengurangi
retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut
selama kehamilan bersama-sama dengan trauma masa persalinan. Setelah persalinan,
shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah.
Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung meningkat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan adanya haemokonsentrasi sehingga
volume darah kembali seperti sedia kala. Umumnya, ini akan terjadi pada 3-7 hari
post partum. Pada sebagian besar ibu, volume darah hampir kembali pada keadaan
semula sebelum hamil 1 minggu postpartum. (wahyuningsih, 2018)
I. Penurunan Berat Badan
Setelah melahirkan, ibu akan kehilangan 5-6 kg berat badannya yang berasal
dari bayi, plasenta dan air ketuban dan pengeluaran darah saat persalinan, 2-3 kg lagi
melalui air kencing sebagai usaha tubuh untuk mengeluarkan timbunan cairan waktu
hamil. Rata-rata ibu kembali ke berat idealnya setelah 6 bulan, walaupun sebagian
besar mempunyai kecenderungan tetap akan lebih berat daripada sebelumnya rata-rata
1,4 kg (Cunningham et al., 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, E, R, Diah, W. 2010. Asuhan kebidanan ifas. Yogyakarta: Nuha Medika
Bahiyatun. 2013. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarata : EGC
Cavkaytar, S., Kokanalı, M.K., Baylas, A., Topçu, O.H., Laleli, B., & Taşçı, Y.
(2014). Postartum urinary after vaginal deliveri : assesment of risk factors in a
case control study. Original Investigation, 15(1), 140-3.
doi:10.5152/jtgga.2014.13102
Cunningham. 2009. Obsetri William. Edisi 21. Jakarta:EGC
Cunningham F.G., 2012. Obstetri Williams. Cetakan 23, EGC, Jakarta. pp.774-797.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan maternities. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono.2009.Ilmu Kebidanan.Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Suheni, dkk. 2009. Perawatan ibu nifas. Yogyakarta: fitramaya.
Wahyuningsih, HP. 2018. Bahan ajar kebidanan : Asuhan kebidana nifas dan
menyusui.Jakarta: BPPSDMK.
http://warungbidan.blogspot.com/2016/10/makalah-perubahan-tanda-tanda-vital.html?
=1
http://suryadun.blogspot.com/2014/makala-perubahan-fisiologi-masa-nifas.html?m=1
http://warungbidan.blogspot.com/2016/10/makalah-perubahan-sistem-pencernaan-
ibu.html?m=1
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/berbagai-macam-perubahan-
fisiologi.html?1
http://www.academia.edu/5160618/Makalah_perubahan_fisologi_sistem_reproduksi_
pada_ibu_nifas

Anda mungkin juga menyukai