Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

1. PENGERTIAN

Periode postpartum (nifas/puerperium) adalah masa setelah keluarnya


plasenta sampai alatalat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara
normal berlangsung selama enam minggu atau 42 hari (Ambarwati & Wulandari,
2008).

Masa nifas berlangsung sejak ibu melahirkan sampai ibu berhenti


mengeluarkan darah, lamanya sekitar 40 hari setelah melahirkan (Nasedul, 2000).

2. TUJUAN PENGAWASAN POST PARTUM


a. Meningkatkan pemulihan fungsi tubuh.
b. Meningkatkan istirahat dan kenyamanan klien.
c. Meningkatkan hubungan bagi orang tua.
d. Memberikan kesempatan kepada orang tua untuk memelihara bayinya.
e. Klien dapat merawat diri sendiri dan bayinya secara efektif.

3. TAHAPAN POST PARTUM


Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Periode immediate post partum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh
karena itu bidan harus teratur melakukan pemeriksaan kontraksi
uterus, lochea, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode early post partum antara 24 jam sampai 1 minggu
Pada fase ini dapat memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,
tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu
cukup mendapatkan makan dan cairan, serta ibu dapat menyusui
dengan baik.
c. Periode late post partum antara 1 minggu sampai 5 minggu
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling keluarga berencana
1. Adaptasi Fisiologis Post Partum
1) Sistem Kardiovaskuler
Kebanyakan perubahan signifikan yang disebabkan oleh kehamilan
menghilang pada akhir minggu kedua pasca partum. Dalam beberapa hari
setelah melahirkan, tekanan darah, frekuensi jantung, konsumsi oksigen,
dan jumlah cairan total umumnya kembali ke kondisi sebelum hamil.
perubahan lainnya membutuhkan waktu beberapa minggu untuk kembali
ke keadaan sebelum hamil.
Volume darah
Selama kehamilan, volume darah meningkat sebanyak 40%
( sampai sekitar 1000ml), yang mencapai volume total 5 sampai 6 L.
Perubahan volume darah setelah melahirkan berhubungan dengan
kehilangan darah dan diuresis pasca melahirkan. Rata-rata kehilangan
darah pada persalinan normal per vaginam adalah 400 sampai 500 ml;
untuk persalinan denan seksio sesaria, kehilangan darah sering kali
lebih dari 1000 ml. Perubahan fisiologis pasca partum memediasi
respons terhadap kehilangan darah dan melakukan fungsi
perlindungan. Hilangnya fungsi endokrin plasenta mengurangi
vasodilatasi. Bantalan vaskular maternal berkurang sampai 10%
hingga 15% saat sirkulasi uteroplasenta hilang dan cairan
ekstravaskular dimobilisasi untuk dikeluarkan oleh ginjal.
Perubahan volume darah pasca partum terjadi dengan cepat.
Terjadi peningkatan sementara sebesar 15% sampai 30% pada
sirkulasi volume darah antara 12 dan 48 jam setelah melahirkan
karena perpindahan cairan ekstravaskular dan diuresis. Hal ini
menimbulkan efek hemodilusi, dengan penurunan kadar hematokrit
dan peningkatan curah jantung. Pada hari ketiga pascapartum, volume
darah menurun sebanyak 16% dari peningkatan yang terkait
kehamilan. volume darah total menurun ke kondisi sebelum hamil
yaitu sebanyak 4 liter pada minggu keempat pascapartum.
Curah Jantung
Curah jantung, yang meningkat selama masa persalinan,
memuncak secara tiba-tiba setelah pelepasan plasenta seiring dengan
kontraksi uterus yang memaksa volume darah dalam jumlah besar
masuk kedalam sirkulasi (Laros,1991). peningkatan isi sekuncup yang
disebabkan oleh kehamilan berlanjut sampai 48jam setelah
melahirkan, akibat peningkatan aliran balik vena yang disebabkan
oleh hilangnya sirkulasi plasenta dan menurunnya aliran darah uterus.
diuresis pascapartum menyebabkan peningkatan volume darah
sementara. kombinasi efek peningkatan aliran darah balik vena dan
diuresis menyebabkan curah jantung 35% lebih besar pada masa awal
pascapartum.
Dalam dua minggu setelah melahirkan, curah jantung menurun
sampai sekitar 30% (Rabson,et al.,1987). penurunan volume darah
yang bertahap terjadi selama minggu kedua sampai minggu keempat
pascapartum, yang memungkinkan curah jantung kembali ke kondisi
sebelum hamil pada sekitar minggu ketiga pascapartum (cunningham,
1993).
Tekanan Darah Dan Frekuensi Jantung
Tekanan Darah mengalami sedikit perubahan dibawah keadaan
normal. hipotensi ortostatik dapat terjadi dalam 48 jam pertama
setelah melahirkan kerena pembengkakan kelenjar limpa. setelah
melahirkan, sering kali terjadi bradikardi fisiologik sementara, yang
berlangsung selama 24 jam sampai 48 jam, dengan frekuensi jantung
40 sampai 50 kali per menit. hal ini dihasilkan dari perubahan
hemodinamik, mencakup peningkatan isi sekuncup dan curah jantung,
dan respons vagus untuk meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik
selama persalinan ( Resnick, 1994). Bradikardia ringan 50-70
kali/menit dapat terus barlangsung selama 3 minggu. frekuensi
jantung kembali ke kondisi sebelum hamil sekitar 3 bulan
pascapartum.
Komponen darah
Setelah terjadi hemodilusi awal yang disebabkan oleh perpindahan
cairan interstisial, hematokrit dan hemoglobin meningkat dalam 3
sampai 7 hari karena hemokonsentrasi yang menyertai diuresis
(kehilangan lebih banyak cairan plasma darah dibanding kehilangan
sel-sel darah). Peningkatan massa sel-sel darah merah (SDM) selama
kehamilan juga berkontribusi terhadap peningkatan hematokrit dan
hemoglobin. Tidak terjadi penghancuran SDM selama masa
pascapartum, tetapi jumlah SDM secara bertahap kembali ke kadar
normal saat SDM kehamilan yang meningkat tersebut berahir ke masa
hidupnya. Nilai hematokrit kembali ke kadar sebelum hamil pada
minggu keempat atau kelima pascapartum.

2) Sistem respirasi
Perubahan tekanan abdomen dan kapasitas rongga toraks setelah
melahirkan menghasilkan perubahan yang sangat cepat pada fungsi
pulmonal. Peningkatan terjadi pada volume residu, ventilasi istirahat, dan
konsumsi oksigen. Terdapat penurunan pada kapasitas inspirasi, kapasitas
vital, dan kapasitas pernapasan maksimum. Dalam 6 bulan pascapartum,
fungsi pulmonal kembali ke kondisi sebelum hamil. Namun, selama
waktu tersebut, pada wanita memiliki respon yang kurang efisien terhadap
olahraga.
Keseimbangan asam basa
Keseimbangan asam basa mengalami perubahan selama persalinan
dan pada masa awal pascapartum. Progesteron selama kehamilan
menciptakan sesuatu kondisi hiperventilasi pada tingkat alveolus,
yang meningkatkan kadar saturasi oksigen tanpa mengubah frekuensi
pernapasan. Kehamilan dicirikan dengan alkalosis respiratorik
(disebabkan oleh penurunan konsentrasi karbondioksida dalam
alveolus) dan asidosis metabolik terkompensasi. Selama persalinan,
kondisi ini mulai berubah dengan peningkatan laktat darah, penurunan
pH, dan hipokapnia (<30 mmHg) sampai akhir kala pertama, kondisi
ini terus berlanjut sampai puerperium awal, tetapi nilai pada keadaan
tidak hamil yang lebih normal (PCO2 35-40 mmHg) tampak dalam
beberapa hari. Penurunan kadar progesteron memperngaruhi
hiperkapnia pascapartum ini, yang disertai dengan peningkatan
kelebihan basa dan bikarbonat plasma. Secara bertahap, pH dan
kelebihan basa meningkat sampai nilai normal dicapai, sekitar 3
minggu setelah melahirkan. Laju metabolik dasar tetap maningkat
selama 1 sampai 2 minggu setelah melahirkan.
Saturasi oksigen
Saturasi oksigen dan nilai PO2 lebih tinggi selama kehamilan. pada
saat persalinan, wanita dapat mengalami penurunan saturasi oksigen,
terutama sekali saat berbaring terlentang. Hal ini disebabkan oleh
penurunan curah jantung pada posisi tersebut. Saturasi oksigen
meningkat dengan cepat setelah melahirkan, sampai 95% selama hari
pertama pascapartum. Kebutuhan oksigen selama masa pascapartum
dapat terjadi, tampaknya berhubungan dengan lamanya dan sulitnya
kala II persalinan. Terjadi peningkatan konsumsi oksigen istirahat
selama masa ini, yang juga mungkin akibat laktasi, anemia, dan faktor
emosional dan psikologis.

3. Sistem reproduksi

Uterus
Segera setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan
yang hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal
saling menutup, yang menyebabkan rongga dibagian tengah merata.
Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah
kelahiran, tetapi kemudian secara cepat ukurannya berkurang oleh
involusi. Keadaan ini disebabkan sebagian oleh kontraksi uterus dan
mengecil nya ukuran masing-masing sel-sel miometrium dan
sebagian lagi oleh proses otolisis, yaitu sebagian material protein
dinding uterus dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana
yang kemudian diabsorbsi.
Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks mendatar dan sedikit tonus;
tampak lunak dan edema serta mengalami banyak laserasi kecil.
Serviks ukurannya dapat mencapai dua jari dan ketebalannya sekitar
1 cm. Dalam 24 jam, serviks dengan cepat memendek dan menjadi
keras dan lebih tebal. Mulut serviks secara bertahap menutup,
ukuranya 2 sampai 3 cm setelah beberapa hari dan 1 cm dalam waktu
1 minggu. Pemeriksaan histologi serviks segera setelah melahirkan
menunjukan hampir secara umum terjadi edema dan perdarahan.
Epitel endoserviks secara umum masih dalam kondisi utuh, dengan
sesekali diselingi dengan area yang terkelupas. Pada awal hari
keempat, hipertropi dan hiperplasia glandular yang terjadi selama
kehamilan menyusut, dan perdarahan interstisial direabsorbsi.
Namun, involusi serviks terus berlanjut hingga lebih dari 6 minggu
dengan edema dan infiltrasi sel bundar yang masih terjadi selama
tiga sampai empat bulan.
Pemeriksaan kolposkopik serviks menunjukan adanya ulserasi,
laserasi, memar, dan area kuning dalam beberapa hari setelah
persalinan. lesi-lesi tersebut, yang biasanya lebih kecil dari 4 mm,
lebih sering terlihat pada primipara. Pemeriksaan ulang dalam 6
sampai 12 minggu kemudian biasanya menunjukan penyembuhan
yang sempurna; kondisi ini mengindikasikan reepitalisasi yang cepat
dari jaringan yang mengalami trauma. Laserasi serviks mengalami
penyembuhan dengan proses proliferasi fibroblast.
Terdapat berbagai retraksi epitelium kolumnar eversi (ektropion)
pada awal masa pascapartum. Ketika serviks mengalami
penyembuhan, terdapat kemungkinan jaringan parut yang berbentuk
bintang; mulut serviks pada umumnya lebih lebar, membentuk suatu
celah melintang, dan kemungkinan menganga jika terjadi laserasi.
Tuba fallopi dan ligament
Perubahan histologik pada tuba fallopi menunjukan pengurangan
ukuran sel-sel sekretorik, penurunan ukuran dan jumlah sel-sel silia,
dan atropi epitelium tuba. Setelah 6 sampai 8 minggu, epitelium
mencapai suatu kondisi fase folikular awal siklus menstruasi.
Inflamasi nonbakteri yang sifatnya sementara pada lumen tuba
muncul sekitar hari keempat.
ligamen yang menyokong uterus, ovarium, dan tuba fallopi, yang
telah mengalami ketegangan dan tarikan yang kuat, relaksasi setelah
proses melahirkan. Membutuhkan sekitar 2 sampai 3 bulan agar
ligamen tersebut kembali ke ukuran dan posisi normal.
Pelviks
Struktur penyokong otot dan fasia uterus dan vagina dapat
mengalami cedera selama kelahiran anak. Cedera ini dapat
menyebabkan relaksasi panggul, yang melemahkan dan
memanjangkan struktur penyokong uterus, dinding vagina, rektum,
uretra, dan kandung kemih. Meskipun relaksasi struktur panggul
dapat terjadi pada para wanita yang belum mengalami persalinan
atau melakukan aktivitas seksual, kebayakan kondisi ini sering
merupakan akibat cedera selama proses persalinan yang munculnya
lambat. Tanda dan gejala relaksasi panggul biasanya muncul sekitar
menopause, ketikan terjadi perubahan atropik pada fasia dan
penurunan efek tonik estrogen pada jaringan panggul.
Tipe relaksasi panggul yang sering terjadi adalah rektokel,
enterokel, prolas uterus, uretrokel, dan sistokel. Defek ini akibat
distensi dan putusnya berkas otot, laserasi fasia, ketegangan dan
robeknya pada struktur penyokong. Kondisi tersebut cenderung
memburuk seiring dengan pertambahan waktu.
Otot-otot panggul sangat diperlukan untuk mempertahankan
kontinensi urine saat terjadi peningkatan tekanan intraabdomen
secara tiba-tiba, seperti pada saat batuk atau bersin. Berbagai oto
panggul, yang berada dibawah kontrol volunter, bekerja sama dengan
otot polos uretra guna mempertahankan kontinensi pada wanita
dengan tonus otot yang utuh.
Persalinan berulang meningkatkan resiko terjadinya relaksasi
otot panggul pada wanita. Para wanita yang memilki kekuatan otot
panggul antepartum yang lebih besar cenderung menunjukan
kekuatan yang lebih besar setelah melahirkan per vaginam. Para
wanita yang melakukan latihan otot panggul pascapartum
menunjukan perbaikan kekuaran otot panggul yang lebih besar dari
pada mereka yang tidak melakukan latihan tersebut. Latihan untuk
membantu pemulihan panggul dan tonus otot panggul yang
dianjurkan oleh kegel dapat memperbaiki otot panggul. Latihan
kegel sering kali diajarkan pada klien sebagai terapi untuk gangguan
penyokong panggul seperti inkontinensia stres, sistokel, dan prolaps
uterus.
Vagina dan puerperium
Vagina menjadi lunak dan membengkak dan memiliki tonus yang
buruk setelah persalinan. Setelah tiga minggu, vaskularisasi, edema,
dan hipertropi akibat kehamilan dan persalinan berkurang secara
nyata. ketika sel-sel vagina diperiksa secara mikroskopik, epitelium
tampak atropik sampai minggu ketiga hingga minggu ke empat,
tetapi sel-sel tersebut mencapai kembali indeks estrogen
sebagaimana mestinya pada minggu ke-6 sampai minggu ke-10
pascapartum. defisiensi estrogen yang relatif ini berperan pada
penurunan lubrikasi vagina dan penurunan vasokongesti, yang
menyebabkan penurunan respons seksual pada minggu-minggu awal
setelah melahirkan. vagina bagian bawah pada umumnya mengalami
banyak laserasi superfisial setelah melahirkan; primipura mungkin
memiliki robekan kecil pada fasia di bawahnya dan otot-otot vagina.
kebanyakan dari laserasi tersebut sembuh sendiri sampai
pascapartum minggu ke-6.
Rugae vagina muncul kembali pada pascapartum minggu
keempat, tetapi banyak dari rugae tersebut secara permanen masih
merata, setelah melahirkan, rugae tidak setebal pada nulipara.
mukosa vagina menebal ketika fungsi ovarium kembali dan sering
kali tetap atropik pada wanita yang menyusui sampai mereka
mengalami menstruasi kembali.
Segera setelah melahirkan, introitus vagina mengalami edema
dan eritematosa. jika terdapat laserasi atau episiotomi, kondisi edema
dan eritema-tosa pada introitus vagina makin parah pada area
perbaikan. jika terjadi infeksi atau hematoma, perineum dan introitus
sembuh dengan cepat.
Kebanyakan wanita terbebas dari nyeri perineal setelah satu
bulan pascapartum, walaupun pada beberapa wanita,
ketidaknyamanan mungkin dapat berlangsung sampai lebih dari 6
bulan. lebih dari separuh wanita pascapartum kembali melakukan
aktivitas seksual pada 2 bulan pascapartum dengan waktu median
senggama yang nyaman sekitar 3 bulan pascapartum. kelambatan
penyebuhan perineum dan keutuhan introitus dengan
ketidaknyamanan yang menetap yang melebihi waktu median
dihubungkan dengan laserasi vagina, persalinan dengan forseps,
edema pada perineal lebih dari 4 hari setelah melahirkan, dan infeksi
vagina.

Payudara
Perubahan progresif terjadi pada payudara selama kehamilan
sebagai persalinan laktasi. lobulus payudara berkembang dibawah
pengaruh stimulasi hormon estrogen dan progesteron yang
diproduksi oleh plasenta dan saluran laktiferus terus mengalami
percabangan dan pelebaran. hormon prolaktin yang dilepaskan dari
kelenjar hipofisis anterior, laktogen plasenta manusia (hPL), dan
insulin, semua hormon yang jumlahnya mengingkatkan selama
gestasi, juga berperan pada perubahan payudara. prolaktin memiliki
peran utama dalam memulai laktasi, tetapi kerjanya dihambat selama
kehamilan akibat tingginya kadar estrogen dan progesteron.
Pada bulan terakhir kehamilan, sel-sel parenkim yang terdapat
pada alveoli payudara mengalami hipertropi dan menghasilkan
kolostrum, suatu cairan encer berwarna kuning. penurunan kadar
estrogen dan progesteron yang tiba-tiba pada saat melahirkan dan
pengeluaran plasenta tampaknya memulai laktasi.

4. Sistem Pencernaan
Sistem Gastrointestinal
Ibu akan sering haus dan lapar setelah melahirkan, akibat kehabisan
tenagadan restriksi cairan selama persalinan. Pembatasan asupan
nutrisi dan cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit serta keterlambatan pemulihan fungsi tubuh.
Eliminasi Feses
Konstipasi merupakan suatu hal yang umum terjadi selama
masa pascapartum awal. hal ini akibat relaksasi usus yang
disebabkan oleh kehamilan dan distensi otot abdomen yang
menyebabkan kurangnya bantuan dalam proses eliminasi. proses
fisiologis ini diperparah oleh pembatasan makanan dan cairan
selama masa persalinan, enema sebelum melahirkan, dan medikasi
yang diginakan selama proses persalinan dan pelahiran.
Defekasi mungkin tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah
melahirkan. nyeri akibat hemoroid, episiotomi, atau laserasi
perineum, yang umumnya terjadi, makin menghabat defekasi.
kebanyakan wanita pascapartum diberikan pelunak feses atau
laksatif, seperti natrium dokusat, untuk memperlancar eliminasi.
ibu-ibu tersebut harus melakukan kembali kebiasaan defekasi
teratur setelah tonus usus kembali pulih.

5. Sistem Endokrin

Level estrogen dan progesteron menurun setelah ekspulsi plasenta.


Jika ibutidak menyusui, level estrogen akan kembali meningkat sekitar
tiga minggu setelahkelahiran yang diikuti dengan kembalinya menstruasi.
Pada ibu menyusui levelestrogen dan progesteron lebih lambat kembali
pada level sebelum hamil.

Fisiologi Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI
diproduksisampai proses bayi menghisap dan menelan.
Refleks maternal yang berperan dalam proses laktasi adalah
refleks produksidan refleks pengeluaran ASI.
Refleks tersebut responsif terhadap kekuatan yangmengatur
laktasi, yaitu isapan. Keduanya melibatkan hormon prolaktin,
yangmerangsang produksi air susu, dan oksitosin, yang berperan
dalam ejeksi(penyemprotan) air susu.
Selama kehamilan,hormon prolaktin dari plasenta meningkat
tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar
estrogen yang tinggi.
Hambatan diproduksinya ASI menghilang setelahkelahiran dan
pengeluaran plasenta, saat kadar progesteron turun praktis.
Setiap kali bayi menghisap payudara, akan merangsang ujung
saraf sensoris disekitar payudara sehingga merangsang kelenjar
hipofisis anterior untukmenghasilkan prolaktin. Prolaktin akan
masuk ke peredaran darah kemudian kepayudara sehingga
menyebabkan sel sekretori di alveoli menghasilkan ASI.
Hormon prolaktin diproduksi oleh kelenjar hipofisis anterior.
Prolaktin akanberada di peredaran darah selama 30 menit setelah
bayi menyusu, sehingga prolaktin dapat merangsang payudara
menghasilkan ASI untuk konsumsi berikutnya, sedangkan untuk
konsumsi pada saat sekarang, bayi meminum ASI yang sudah ada
yaitu yang disimpan pada sinus laktiferus.
Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari sinus laktiferus makin
banyak produksi ASI. Dengan kata lain, makin sering bayi menyusu
makin banyak ASI diproduksi. Sebaliknya makin jarang bayi
menghisap, makin sedikit payudara menghasilkan ASI. Jika bayi
berhenti menghisap maka payudara akan berhenti menghasilkan ASI.
Hormon prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari,
sehingga menyusui pada malam hari dapat membantu
mempertahankan produksi ASI. Prolaktin juga akan menekan ovulasi
(fungsi indung telur untuk menghasilkan sel telur), sehingga
menyusui secara eksklusif akan memperlambat kembalinya fungsi
kesuburan danhaid, karena itu, menyusui pada malam hari penting
untuk tujuan menunda kehamilan.
Hormon oksitosin diproduksi oleh kelenjar hipofisis posterior.
oksitosin dihasilkan bila ujung saraf di sekitar payudara dirangsang
oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju payudara
yang akan merangsang kontraksi ototdi sekeliling alveoli dan
mengeluarkan ASI ke duktus laktiferus.
Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini
menyebabkanASI di payudara akan mengalir untuk dihisap.Oksitosin
sudah mulai bekerja saat ibuberkeinginan menyusui (sebelum bayi
menghisap). Aliran ASI sebagai responterhadap oksitosin disebut let
down reflex/milk ejection reflex. Jika refleks oksitosintidak bekerja
dengan baik, maka bayi akan mengalami kesulitan untuk
mendapatkanASI. Payudara seolah-olah telah berhenti memproduksi
ASI, padahal payudara tetapmenghasilkan ASI namun tidak mengalir
keluar. Efek penting oksitosin lainnyaadalah menyebabkan uterus
berkontraksi setelah melahirkan sehingga membantumengurangi
perdarahan.

Hormon Plasenta
Setelah kelahiran anak, kadar plasma hormon yang diproduksi
oleh plasenta menurun secara cepat. hPL tidak dapat dideteksi dalam
24jam dan kadar hormon gonadotropin korionik turun dengan cepat.
kadar estrogen turun sampai 90% dalam 3 jam setelah persalinan dan
kemudian secara kontinu menurun secara lambat sampai hari ke-7
pascapartum saat estrogen mencapai kadar yang terendah. estrogen
kembali kekadar fase folikular sekitar tiga minggu pada wanita yang
tidak menyusui. kembalinya kadar normal estrogen lambat pada
wanita yang menyusui. kadar progesteron turun sampai dibawah
kadar fase luteal pada 3 hari pascapartum dan tidak dapat di deteksi
pada hari ke-7 setelah ovulasi pertama, produksi progesteron mulai
kembali.
6. Sistem Urinarius
fungsi ginjal
Selama kehamilan, kadar hormon steroid yang tinggi
berkontribusi terhadap peningkatan fungsi ginjal. setelah kelahiran
anak, fungsi ginjal berkurang sebagian akibat penurunan kadar
hormon steroid. hipotonia dan dilatasi struktur saluran kemih tetap
berlanjut sampai lebih dari 3 bulan. ureter dan piala ginjal tetap
berdilatasi setelah melahirkan, yang akan kembali ke kondisi normal
dalam 3 sampai 6 minggu, walaupun kadang-kadang dapat
berlangsung selama 8 sampai 12 minggu. pada 6 minggu
pascapartum, aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, kreatinin
plasma, dan kadar nitrogen pada umumnya kembali ke keadaan
sebelum hamil.

Kandung kemih dan Uretra


Pengeluaran janin melewati jalan lahir menyebabkan trauma
pada uretra dan kandung kemih. mukosa kandung kemih pelahiran
menunjukan berbagai derajat edema dan hiperemia, dengan
penurunan sensasi terhadap tekanan dan kapasitas kandung kemih
yang lebih besar. meatus urinarius dan uretra sering kali mengalami
edema. Edema jaringan dan hiperemia, dikombinasikan dengan efek
analgesik, menekan keinginan untuk berkemih. nyeri panggul
menambah berkurangnya refleks untuk berkemih. diuresis
pascapartum dapat menyebabkan cepatnya pengisian kandung
kemih. faktor-faktor tersebut sering kali menyebabkan kandung
kemih sangat besar dengan inkontinensia aliran yang berlebihan dan
tidak sempurnanya pengosongan kandung kemih. Urine residual
membuat kandung kemih berkepanjangan dapat menyebabkan atonia
dinding kandung kemih. dengan pengosongan kandung kemih yang
adekuat, tonus biasanya pulih dalam 5 sampai 7 hari.
5. Adaptasi Psikologis Dalam Masa Nifas
A. Antara Ibu dan bayi
1. Ikatan antara ibu- bayi (Bonding)
Attachment (kasih sayang) atau bonding (ikatan) untuk
membuka tabirmengenai proses orang tua bisa mengatasi dan
menerima seorang anak dan sebaliknya, seorang anak bisa
mengasihi dan menerima orangtuanya.
Menurut Brazzetton (1978), bonding (ikatan) didefinisikan
sebagai suatu ketertarikan satu sama lain (mutual) yang pertama
kali antar individu, seperti antara orang tua dan anak pada waktu
pertama kali bertemu. proses kasih sayang dapat berlangsung
secara terus menerus, dimulai pada saat ibu hamil dan semakin
menguat pada awal masa pasca melahirkan.
2. Adaptasi Psikologis Normal
Perubahan psikologis pada masa nifas terjadi karena :
a) pengalaman selama persalinan.
b) tanggung jawab peran sebagai ibu.
c) adanya anggota keluarga baru (bayi).
d) peran baru sebagai ibu bagi bayi.
ibu yang baru melahirkan membutuhakan mekanisme
penanggulangan gan (coping) untuk mengatasi :
a) perubahan fisik dan ketidaknyaman selama masa nifas
termasuk tebutuhan untuk mengembalikan figur seperti
sebelum hamil.
b) perubahan hubungan dengan keluarga.

Dalam menjalani adaptasi psikologis setelah melahirkan, Reva


Rubin (1963) mengatakan bahwa ibu akan melalui fase-fase
sebagai berikut :
1. Fase Taking in (perilaku dependen )
Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu
menghapkan segala kebutuhannya terpenuhi orang lain.
berlangsung selama 1-2 hari setelah melahirkan, dimana
fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri (ibu
lebih berfokus pada dirinya)
beberapa hari setelah melahirkan akan menanggung
keterlibatannya salam tanggung jawab.
disebut sebagai fase taking in selama 1-2 hari pertama
ini, karena selama waktu ini, ibu yang melahirkan
memerlukan perlindungan dan perawatan.
sedangkan dikatakan sebagai fase dependen selama 1-2
hari pertama ini karena pada waktu ini, ibu menunjukan
kebahagiaan / kegembiraan yang sangat dan sangat
senang untuk menceritakan tentang pengalamannya
melahirkan.
2. Fase taking Hold ( perilaku dependen- independen )
pada fase ini secara bergantian timbul kebutuhan ibu
untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari
orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala
sesuatu secara mandiri.
fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan
pada fase ini, ibu sudah mulai menunjukan kepuasan
(berfokus pada bayi)
ibu mulai tertarik melakukan pemiliharaan pada bayinya
ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan
bagi dirinya dan pada bayinya
ibu mudah sekali didorong untuk melakukan perawatan
bayinya.
3. fase Latting go (perilaku interdependen)
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangsung setelah 10 hari pasca
melahirkan
ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya
keinginan ibu merawat diri dan bayinya sangat
meningkat pada fase ini
terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk
mengobservasi bayi
hubungan antar pasangan memerlukan penyesuaian
dengan kehadiran anggota baru (bayi)

B. Penyesuaian Ayah (paternal Adjustmaent)


bayi baru lahir memberiakn dampak besar terhadap seorang ayah.
Greenberg & Morris (1976) menyebutkan absorbsi, keasyikan dan
kesenangan ayah dengan bayinya sebagai engrossment, yaitu :
sebagai ayah menunjukan keterlibatan yang dalam
dengan bayinya
ayah terpikat dengan bayinya
ayah sering merasakan kontak dengan rabaan atau
kontak mata ke mata dengan bayinya
ayah sering merasakan bhwa dirrinya/rasa percaya
dirinya meningkat yaitu merasa lebih besar, lebih dewasa
dan lebih tua pada saat melihat bayinya pertama kali
ayah mengalami 3 tahap proses selama 3 minggu
pertama bayi baru larih yaitu :
tahap 1 : pengalaman bagaimana rasanya bila nanti
membawa bayinya kerumah
tahap 2 : Realitas yang tidak menyangka menjadi
ayah baru, karenan mungkin menjadi anggota
keluarga yang terlupakan
tahap 3 : keputusan yang dilakukan dengan sadar
untuk mengontrol dan menjadi lebih aktif terlibat
dalam kehidupan bayinya
C. Penyesuaian Orang Tua - Bayi (infant -parent Adjustment)
interaksi orang tua - bayi dikarakteristikan dengan suatu rangkaina
irama (ritme ), perilaku ripertoar / repertoires, dan pola tanggung jawab
(responsivity).
1. Ritme (irama kehidupan)
baik orang tua maupun bayi harus mampu untuk saling
berinteraksi
orangtua harus bekerja keras untuk mebantu bayi
mempertahankan keadaan siap untuk berinteraksi
2. Perilaku Repertoires
ayah dan ibu menggunakan perilaku ini tergantung pada kontak
atau pemberian perawatan pada bayi
Repertoires pada bayi meliputi perilaku memandang, bersuara
dan ekspresi wajah yaitu :
perilaku menatap
bayi dapat memfokuskan tatapan dan mengikuti
muka/wajah orang sejak lahir (kontrol sadar)
bersuara dan ada ekspresi muka
bahasa tubuh adalah bahasa awal bayi
Repertoires pada orang tua mencakup sebagai perilaku orang
tua dalam berinteraksi dengan bayinya, yaitu :
secara konstan melihat bayi dan mencatat perilaku bayi
berusaha berbicara dengan gaya bayi ( infantilizing),
lambat halus, ritmik dan berusaha agar bayi mendengar
pembicaraan
menggunakan ekspresi wajah sebagai mesdia dalam
berinteraksi dengan ekspresi halus dan menonjolkan
ekspresi untuk menunjukan ekspresi kejutan,
kebahagiaan dan sebagainya dalam berkomunikasi
dengan bayinya
bermain dengan bayi seperti "ciluk ba"
menirukan prilaku bayi, seperti bila bayi tersenyum,
orangtua ikut tersenyum. bila bayi mengerutkan dahi,
orangtua ikut mengerutkan bayi.

Psikosis Pascapartum
Angka kejadian terjadinya psikosis post partum ini adalah 1-2 per
1000 dari ibu baru melahirkan, biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama
post partum. gejala-gejalanya meliputi agitasi, hiperaktivitas,
insomnia, alam perasaan yang labil, kebingungan, berfikir tidak
rasional, kesulitan meningat atau berkonsentrasi, tidak bisa membuat
keputusan, delusi dan halusinasi gejala tampak terdapat perbaikan 95%
dari ibu dalam 2 sampai 3 bulan. tindakan yang dapat diberikan adalah
dengan ibu dilakukan rawat inap ( hospitalisasi), pemberiaan obat
antipsikotik, sedatif, terapi anti kejang, perawatan bayinya, dukungan
sosial dan psikoterapi.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Identitas klien dan penanggung
Keluhan utama klien saat ini
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
Riwayat penyakit keluarga
2. Pemeriksaan fisik
Kesehatan/penampilan umum ibu
Tanda-tanda vital
Payudara : kekenyalan, suhu, warna merah, nyeri puting
atau pecah-pecah ujungnya
Abdomen : tinggi fundus, kekokohan, kelembutannya
- Periksa bekas luka, bila operasi seksio caesaria
- Palpasi untuk mendeteksi ada tidaknya uterus diatas
pubis
- Palpasi untuk mendeteksi massa, kelembekan
Perineum : edema, peradangan jahitan, nanah
Tungkai/betis : gumpalan pada otot yang menyebabkan
nyeri
Pemeriksaan kaki :
- Adanya vena varises
- Kemerahan pada betis

Keadaan klien meliputi :


a) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan
kira-kira 600-800 mL.
b) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
e) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri
tekan uterus mungkin ada.
f) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan b. d kehilangan aktif volume cairan
b. Nyeri akut b. d agen injuri fisik
c. Resiko onfeksi b. d prosedur invasif
d. Defisit perawatan diri b. d kelemahan fisik
e. Cemas atau ketakutan b. d krisis siuasional

N Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional


o
1 Defisit volume cairan 1) Monitor 1) Kehilangan
berhubungan dengan jumlah darah akibat
kehilangan aktif volume perdarahan perdarahan bisa
cairan. pasien. berakibat syok.
Tujuan : Tidak terjadi 2) Monitor hasil 2) Anemi akibat
perdarahan laboratorium kehilangan
Kriteria Hasil :
pasien. darah dapat
Perdarahan berhenti 3) Tidurkan
Hb diatas normal terjadi.
Tanda vital diatas pasien 3) dengan kaki
normal dengan posisi lebih tinggi
kaki lebih akan
tinggi sedang meningkatkan
badannya aliran darah ke
tetap otak dan organ
terlentang. lain.
4) Monitor 4) Perubahan
tanda vital. tanda vital
5) Monitor
terjadi bila
intake output
perdarahan
setiap 1 jam.
semakin berat.
5) Perdarahan
output
merupakan
tanda adanya
gangguan
sirkulasi darah.
2 Nyeri akut berhubungan 1) Kaji nyeri 1) Untuk
dengan luka jahitan setiap 6 jam, mengetahui
perineum baik skala, derajat dan
Tujuan : Nyeri hilang atau
intensitas, tingkat nyeri
berkurang
lokasi, yangdialami
Kriteria hasil :
Skala nyeri frekuensi. dan untuk dapat
2) Ajarkan
berkurang atau melakukan
tehnik
hilang. intervensi
Pasien tampak relaksasi.
selanjutnya
3) Kaji tanda
tenang. 2) Untuk
vital.
mengalihkan
4) Kolaborasi
perhatian pasien
dengan tim
dari nyerinya.
medis
3) Mengetaui
tentang
perubahan
pemberian
tanda vital dan
analgetik.
untuk
dapatmelakuka
n intervensi
selanjutya.
4) Mengurangi
rasa nyeri.
3 Resiko infeksi 1) Obsevasi 1) Mengetahui
berhubungan dengan luka dan seberapa besar
prosedur invasif. jahitan resiko untuk
Tujuan : Tidak terjadi
perineum tiap infeksi
infeksi
ganti balut. danmenentuaka
Kriteria hasil :
2) Monitor
Lochea tidak n intervensi
involusi
berbau selanjutnya.
Tanda vital dalam uterus dan 2) Infeksi uterus
batas normal. pengeluaran menghambat
lochea. involusi dan
3) Berikan
terjadipengeluar
perawatan
an lochea yang
perineal, dan
berkepanjangan
pertahankan
.
agar 3) Pembalut yang
pembalutJan terlalu basah
gan sampai bisa
terlalu basah. menyebabkan
iritasidan dapat
menjadi media
untuk
pertumbuhan
bakteri,peningk
atan resiko
infeksi.

Anda mungkin juga menyukai