Anda di halaman 1dari 18

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN


TEKNIK PENGECORAN LOGAM

Merencanakan Pembuatan Pola

Arianto Leman Soemowidagdo

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

BAB 2
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

A. SUB KOMPETENSI
Perencanaan pembuatan pola pada proses pengecoran logam dapat dipahami
dan dijelaskan dengan benar.

B. TUJUAN KEGIATAN PEMBELAJARAN


Mahasiswa mampu menjelaskan perencanaan pembuatan pola pada proses
pengecoran logam dengan benar.

C. URAIAN MATERI
1. Pola
Pola adalah model atau tiruan benda/komponen berukuran penuh yang akan
dibuat dengan proses pengecoran. Pola digunakan untuk rongga membuat cetakan.
Pola terutama digunakan unutk membuat cetakan pasir. Ukuran pola dibuat lebih besar
dari ukuran benda/komponen yang akan dibuat untuk mengantisipasi penyusutan saat
logam cair membeku dan penyelesaian akhir. Pola dapat dibuat logam, kayu, polistiren
dan lilin (wax).

2. Perencanaan Pola
Langkah awal yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah mengubah
gambar perencanaan menjadi gambar kerja untuk pola. Gambar kerja pola secara
prinsip sama dengan gambar perencanaan dengan penyesuaian pada beberapa bagian.
Penyesuaian dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga dihasilkan produk yang baik,
pembuatan pola dan cetakan mudah serta murah, penempatan inti mudah dan stabil,
belahan dan permukaan pisah pola, perhitungan penyusutan coran, kemiringan pola,
tambahan untuk pekerjaan pemesinan, arah kup dan drag, dan kemudahan
pembongkaran cetakan. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut dibuat gambar
kerja pola untuk pembuatan pola yang benar.

1
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

a. Kup, drag dan permukaan pisah


Kup adalah cetakan bagian atas sedang drag adalah cetakan bagian bawah.
Permukaan pisah adalah permukaan yang memisahkan kup dan drag. Hal-hal yang
harus dipertimbangkan dalam menentukan kup, drag dan permukaan pisah adalah
(Surdia & Chijiiwa, 1976):
1) Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan pisah seyogyanya satu
bidang dan kup lebih dangkal.
2) Inti harus mudah ditempatkan dalam cetakan utama dan penempatannya harus
ditentukan dengan teliti.
3) Sistim saluran dibuat sedemikian rupa sehingga diperolh aliran logam cair yang
baik dan hasilnya optimum.
4) Permukaan pisah didesain dan dibuat sesedikit mungkin. Permukaan pisah yang
terlalu banyak menjadikan cetakan rumit, pembuatannya lama dan mahal.
b. Penambahan ukuran untuk mengantisipasi penyusutan
Volume coran menyusut saat proses pembekuan. Penyusutan ini sering tidak
isotropis, sesuai dengan: bahan coran, bentuk, tempat, tebalnya coran, atau ukuran
dan kekuatan inti. Penambahan ukuran pola dilakukan untuk mengantisipasi hal ini.
Pada pembuatan pola diperlukan “mistar susut” yang telah diperpanjang sesuai
tambahan penyusutan pada ukuran pola. Persyaratan yang terkait penambahan
penyusutan harus dituliskan pada gambar untuk pengecoran. Penambahan ukuran
pola untuk mengantisipasi penyusutan ditamppilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tambahan penyusutan yang disarankan untuk berbagai bahan coran
(Surdia & Chijiiwa, 1976)
Tambahan penyusutan Bahan
8/1.000 Besi cor, baja tipis
9/1.000 Besi cor, baja tipis yang banyak menyusut
10/1.000 Sama dengan atas dan aluminium
12/1.000 Paduan aluminium, Brons, baja cor (tebal 5-7mm)
14/1.000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor
16/1.000 Baja cor(tebal lebih dari 10mm)
20/1.000 Coran baja yang besar
25/1.000 Coran baja yang besar dan tebal

2
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

c. Penambahan ukuran pola untuk pengerjaan mesin


Pada beberapa bagian coran terkadang mensyaratkan penyelesaian dengan
pemesinan. Beberapa bagian permukaan coran mungkin saja disyaratkan memiliki
kekasaran permukaan tertentu sehingga memerlukan proses penyelesaian mesin.
Pada bagian yang memerlukan penyelesaian mesin tersebut, ukuran pola perlu
ditambah. Penambahan ukuran pada bagian tersebut berbeda menurut bahan,
ukuran dan arah kup dan drag serta keadaan pengerjaan mekanis. Penambahan
ukuran pola untuk penyelesaian mesin tampak pada Gambar 2.1 untuk coran dari
besi cor dan baja cor sedang Gambar 2.2 untuk coran dari paduan selain besi.

Gambar 2.1. Tambahan pemesinan untuk coran besi cor dan coran baja
(Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.2. Tambahan pemesinan untuk coran paduan selain besi


(Surdia & Chijiiwa, 1976)

3
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

d. Kemiringan pola
Sisi-sisi pada pola yang tegak terhadap arah penarikan perlu dibuat miring
agar lebih mudah melepaskan pola dari cetakan. Kemiringan pola sesuai bahan
pola. (Tabel 2.2). Beberapa contoh kemiringan pola tampak pada Gambar 2.3.

Tabel 2.2. Kemiringan pola


Kemiringan pola Bahan pola
1/200 Pola dari logam
1/30 – 1/100 Pola dari kayu

Gambar 2.3. Kemiringan pola (Surdia & Chijiiwa, 1976)

e. Tambahan pelenturan
Penyusutan coran membeku terkadang juga mengakibatkan pelenturan jika
ukuran coran cukup panjang. Tambahan pelenturan pada pola diberikan untuk
antisipasi pelenturan. Tambahan pelenturan diberikan dengan arah berlawanan.
(Gambar 2.4). Tambahan pelenturan ditentukan berdasarkan.

Gambar 2.4. Tambahan pelenturan (Surdia & Chijiiwa, 1976).

4
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

Gambar 2.5. Pola tunggal, setengah, belahan dan belahan banyak (Surdia & Chijiiwa, 1976).

Gambar 2.6. Pola penarikan terpisah dan sebagian (Surdia & Chijiiwa, 1976).

3. Jenis Pola
Pola pada pengecoran banyak macam dan bentuknya sesuai bentuk dan ukuran
coran yang akan dibuat. Pemilihan jenis pola yang akan digunakan harus memperhatikan
produktivitas, kualitas coran, dan harga.
a. Pola pejal
Pola pejal bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Macam pola pejal
antara lain: pola tunggal, pola belahan, pola setengah, pola belahan banyak, pola
penarikan terpisah dan pola penarikan sebagian (Gambar 2.5 dan 2.6).

5
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

b. Pola pelat pasangan


Pola plat pasangan merupakan plat yang pada kedua sisinya ditempelkan pola
dan sitem salurannya (Gambar 2.7). Pola ini cocok untuk produksi masal coran yang
berukuran kecil.

Gambar 2.7. Pola pelat pasangan (Surdia & Chijiiwa, 1976)

c. Pola pelat kup dan drag


Pola dilekatkan pada dua buah pelat, demikian juga sistem saluran yang meliputi
saluran masuk, saluran turun, pengalir dan penambah (Gambar 2.8).

Gambar 2.8. Pola pelat kup dan drag Gambar 2.9. Pola cetakan sapuan
(Surdia & Chijiiwa, 1976) (Surdia & Chijiiwa, 1976)

d. Pola cetakan sapuan


Pola untuk membuat benda coran bentuk silinder atau putar. Pola ini dibuat dari
pelat dengan sebuah penggeret atau pemutar ditengahnya (Gambar 2.9).
e. Pola penggeret dengan penuntun
Pola ini dipergunakan untuk membuat cetakan pipa lurus atau lengkung yang
penampangnya tidak berubah (Gambar 2.10).

6
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

Gambar 2.10. Pola Pola penggeret Gambar 2.11. Pola penggeret berputar
dengan penuntun dengan rangka cetak
(Surdia & Chijiiwa, 1976) (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.12. Pola kerangka A Gambar 2.13. Pola kerangka B


(Surdia & Chijiiwa, 1976) (Surdia & Chijiiwa, 1976)

f. Pola penggeret dengan rangka cetak


Pola ini digunakan untuk suatu keadaan dimana pola bagian dapat ditukar
secara konsentris (Gambar 2.11).
g. Pola kerangka A
Pola untuk membuat bentuk lengkungan yang berbeda-beda. Namun pola ini
hanya dipakai untuk jumlah produki terbatas karena waktu pembuatan pola lama
(Gambar 2.12).
h. Pola kerangka B
Pola ini digunakan untuk produksi komponen yang tidak lebih dari dua karena
waktu pembuatan cetakannya tiga kali lipat dari cara biasa (Gambar 2.13).

7
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

4. Bahan Pembuat Pola


Bahan-bahan yang umum digunakan untuk membuat pola adalah kayu, resin atau
logam. Dalam kondisi tertentu atau pemakaian khusus bahan seperti lilin (wax), gips
dan stryofoam juga bisa dipakai untuk membuat pola.
a. Kayu
Kayu yang dipakai untuk pola antara lain: kayu saru, kayu aras, kayu pinus, kayu
mahoni, kayu jati dan sebagainya (Surdia & Chijiiwa, 1976). Pemilihan kayu dilakukan
berdasar jenis dan ukuran pola, jumlah produksi, dan lamanya pemakaian. Kayu dengan
kadar air lebih dari 14 % tidak dapat digunakan untuk membuat pola karena akan timbul
pelentingan yang disebabkan perubahan kadar air dalam kayu. Suhu udara sekitar
terkadang harus diperhitungkan terkait lokasi penggunaan tersebut.
Kelebihan kayu untuk membuat pola adalah (Amshori, 2014): (1) Digunakan
untuk pola yang bentuk dan ukurannya rumit; (2) Mudah didapat; (3) Harganya murah;
(4) Mudah dikerjakan (proses pengerjaannya mudah). Sedang kekurangan kayu sebgai
bahan untuk membuat pola adalah (Supendi, 2012): (1) Tidak bisa mengerjakan
produksi massal; (2) Sering terjadi penyusutan. Persyaratan kayu untuk pembuatan
pola : (1) Kering sekali (jangan melenting), kadar air 5-8%; (2) Mudah dikerjakan dengan
mesin atau tangan; (3) Mempunyai serat-serat halus; (3) Tidak mudah retak atau pecah
kerena proses pembuatan cetakan; (4) Dapat digunakan untuk proses cetakan dengan
tangan atau mesin.
b. Stryofoam
Pola dari polisterin atau yang dikenal sebagai styrofoam merupakan pola sekali
pakai. Pola polisterin tidak dikeluarkan dari cetakan, tapi akan menguap saat logam cair
dituangkan. Pola polisterin digunakan untuk membuat benda atau komponen dalam
jumlah sedikit atau bahkan terkadang hanya satu. Cetakan yang dipakai adalah semen,
pasir atau chemical moulding yang tidak berpengaruh terhadap polisterin. Pola dibuat
dengan menambahkan zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir,
mudah dikerjakan, tetapi tak dapat menahan penggunaan yang berulang-ulang.
c. Pola Resin
Resin epoksi merupakan jenis resin yang banyak digunakan secara luas dalam
pencetakan cor atau benda-benca cetakan, industri teknik kimia, listrik mekanik,

8
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

perekat, cat pelapis, dan sebagainya. Resin ini termasuk jenis resin termoset yang
dihasilkan dari polimerisasi adisi pada pemanasan dengan adanya katalis amino. Dalam
setiap resin yang dipanas-awetkan, memiliki ikatan dengan struktur jaringan, sukar
larut dalam pelarut dan tak dapat dilelehkan oleh panas.
Polimer resin epoksi dibuat dengan cara mencampurkan resin dengan pengeras.
Zat pemlastis dapat ditambahkan agar pola tidak getas, sehingga jika dipakai berulang
kali untuk memuat cetakan tidak cepat rusak. Jumlah pengeras dalam campuran hrus
sesuai dan tidak boleh terlalu banyakr, agar larutan tidak terlalu cepat mengeras dan
getas. Pencampuran dilakukan dengan mangaduk-aduk resin, pengeras dan pemlastis.
Pengadukan diusahakan tidak menimbulkan gelembung-gelembung udara. Kekuatan
pola akan dipengaruhi oleh gelembung-gelembung udara yang terjebak. Pola dari resin
epoksi unggul dalam kekuatan mekanik dan ketahanan kimia. Sifatnya bervariasi
bergantung pada jenis, kondisi dan pencampuran pengerasnya.
d. Logam
Bahan pola logam yang umum digunakan adalah besi cor kelabu, karena tahan
aus, tahan panas dan tidak mahal (Surdia & Chijiiwa, 1976). Selain itu logam alumunium
dapat pula dipakai sebagai bahan pola karena ringan dan mudah dikerjakan. Kelebihan
bahan pola dari logam yaitu: (1) Bisa digunakan untuk produksi massal; (2) Mudah
didapat. Kekurangan dari bahan pola logam yaitu: (1) Tingkat kesulitan pengerjaannya;
(2) Tidak bisa mengerjakan pola yang rumit bentuk maupun ukurannya (Supendi, 2012).
e. Lilin
Lilin umumnya dipakai untuk membuat pola dari benda coran berukuran kecil,
produksi masal dan bahan paduan kelas tinggi semisal sudu-sudu turbin (Amshori,
2014). Pola dari lilin dibuat dengan cara dicetak agar pola yang dibuat seragam dalam
bentuk dan ukuran. Jadi harus dibuat cetakan untuk membuat pola lilin. Gambar 2.14
memperlihatkan contoh pola dari lilin.
Pola lilin dikeluarkan dari cetakan dengan cara dipanaskan sehingga lilin meleleh
dan keluar dari dengan sendirinya dari dalam cetakan. Pemakaian cetakan dengan pola
dari lilin akan lebih ekonomis digunakan untuk benda coran kurang dari 3 kg dan
jumlahnya lebih dari seratus benda coran. Ketebalan minimum coran pada pengecoran
dengan pola lilin adalah 1 mm. Pengecoran dangan pola lilin sangat sesuai untuk benda

9
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

tuang yang memiliki suhu tinggi, barang-barang ornamen seperti patung dan bagian-
bagian senjata.

Gambar 2.14. Pola lilin yang telah diassembly

5. Bentuk dan Unuran Coran


Berbagai macam bentuk dan ukuran produk dapat dibuat dengan proses
pengecoran. Bentuk yang sederhana hingga rumit dan ukuran kecil sampai besar dapat
dibuat. Bagaimanapun bentuk yang rumit dan ukuran yang besar akan semakin sulit
dibuat yang pada akhirnya terkait kosekuensi biaya produksi. Bentuk dan ukuran harus
dipertimbangkan dengan cermat agar produk dapat dibuat secara optimal.
Pertimbangan-pertimbangan terkait bentuk dan ukuran meliputi:
a. Bentuk pola sebaiknya sederhana dan mudah dalam pembuatannya.
b. Cetakan mudah dibuat.
c. Bentuk cetakan tidak menimbulkan cacat pada hasil coran.
a. Bentuk coran
Beberapa perubahan sederhana pada pola dapat mengurangi resiko cacat pada
coran serta menjadikan pembuatan cetakan lebih sederhana dan mudah. Contoh
perubahan sederhana tersebut tampak pada Gambar 2.15 sampai Gambar 2.22.
Gambar 2.15 tampak perubahan pola untuk menghindari bentuk lengkung agar
pembuatan pola lebih mudah, sedang Gambar 2.16 tampak perubahan pola untuk
menghindari permukaan pisah banyak. Perubahan pada Gambar 2.15 dan 2.16 akan
memudahkan pula dalam pembuatan cetakan. Perubahan yang dilakukan pada
perubahan yang dilakukan pada Gambar 2.17 adalah untuk menghindari permukaan
pisah yang tak sebidng. Permukaan pisah tak sebidang menyebabkan cetakan sering
pecah. Sebuah bagian menonjol tampak pada pola (Gambar 2.18), sehingga satu set inti

10
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

dibutuhkan agar pola dapat ditarik ke atas. Perubahan yang dilakukan adalah untuk
menghilangkan inti sehingga pembuatan cetakan menjadi seerhana.

Gambar 2.15. Perubahan pola agar mudah Gambar 2.16. Perubahan pola agar
dibuat (Surdia & Chijiiwa, 1976) permukaan pisah lebih sedikit (Surdia &
Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.17. Perubahan pola agar permukaan pisah menjadi satu bidang datar (Surdia &
Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.18. Perubahan untuk menghindari bagian terpisah (Surdia & Chijiiwa, 1976)

11
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

Gambar 2.19. Bagian tipis sebaiknya dihindari (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.20. Bagian yang terlalu tebal dihindari (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.21. Bagian yang tebal pada pertemuan dihindari (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Bagian yang tipis (Gambar 2.19) dapat menyebabkan cacat salah alir karena
logam dapat berhenti mengalir akibat pembekuan pada bagian tersebut. Pada
penuangan aluminium tebal 1 mm resiko terjadinya cacat adalah 80 %, sedang tebal 2
mm resiko cacatnya 0 %. Gambar 2.20 dan 2.21 memperlihatkan tebal coran yang tidak
proporsional. Bagian yang terlalu tebal akan membeku lebih lambat sehingga beresiko
terhadap cacat penyusutan dalam atau rongga dalam. Tebal yang proporsional
memberikan laju pendinginan yang seragam. Bagian yang terlalu tebal pada pertemuan
di ubah agar bagian tersebut tebalnya proporsional (Gambar 2.21). Bagian a pada

12
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

Gambar 2.22 dimiringkan untuk menghindari salah alir karena logam dapat mengisi
rongga cetakan dengan baik. Lebih lanjut, bagian a yang dimiringkan tersebut juga akan
memberi ruang agar kotoran seperti terak atau pasir terdorong keluar sehingga
terhindar dari cacat inklusi pasir dan terak.

Gambar 2.22. Memiringkan bagian yang mendatar (Surdia & Chijiiwa, 1976)

b. Ukuran coran
Ukuran coran harus dengan jenis bahan yang akan dicor. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya cacat coran.
1) Tebal minimum
Ukuran tebal coran harus dibuat sedemikian rupa agar coran mudah dibuat.
Ketebalan yang sangat tipis dapat menyebabkan cacat salah alir. Tebal minimum
harus ditentukan sesuai jenis bahan yang akan dicor. Tabel 2.2 meyajikan ketebalan
minimum pada pengecoran dengan cetakan pasir.
2) Lubang berinti
Ukuran dan bentuk lubang berinti harus diperhatikan. Pada lubang yang sempit dan
panjang inti dapat mengalami panas lanjut sehingga dapat terjadi fusi. Gas dari pasir
akan membentuk rongga-rongga udara. Ukuran lubang berinti ditunjukkan pada
tabel 2.3.
3) Perubahan tebal
Perubahan tebal pada coran disarankan membentuk gradien dengan sudut 150
untuk satu sisi dan 7,50 pada kemiringan dua sisi (Gambar 2.23).

13
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

Tabel 2.2. Ketebalan minimum pada pengecoran dengan cetakan pasir (Surdia &
Chijiiwa, 1976)

Tabel 2.3. Ukuran lubang berinti (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.23. Gradien perubahan tebal (Surdia & Chijiiwa, 1976)


14
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

4) Sudut siku dan tajam


Bagian coran yang bersudut siku dan tajam harus memiliki radius pada bagian
dalamnya (Gambar 2.24).
5) Sambungan T dan Y
Pada sambungan T dan Y cenderung menjadi tebal. Perencana pengecoran harus
memperhatikan ini untuk menghindari perbedaan tebal dinding yang berlebihan
(Gambar 2.25).

𝑇
𝑅=
3

𝐿 = 𝐴(𝑇 − 𝑡)
𝐴 = (𝑇 − 𝑡)

Gambar 2.24. Pertemuan siku ( pertemuan L) (Surdia & Chijiiwa, 1976)

Gambar 2.25. Pertemuan sambungan T dan Y (Surdia & Chijiiwa, 1976)

6) Ketelitian ukuran coran


a) Toleransi ukuran tebal dinding
Penyimpangan ukuran coran dapat disebabkan oleh: penyimpangan pola saat
membuat cetakan, kekurang telitian pemasangan inti, variasi penyusutan coran
dan lainnya. Toleransi ukuran diberikan untuk meminimkan kesalahan sampai
tingkat tertentu. Toleransi tebal dinding pada pengecoran dengan cetakan pasir
tampak pada Tabel 2.4.

15
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA

b) Toleransi ukuran panjang


Ukuran coran yang terkait kup dan drag atau cetakan utama dan inti seringkali
cenderung mengalami penyimpangan. Toleransi ukuran panjang dibutuhkan
untuk mengantisipasi penyimpangan yang mungkin terjadi. Toleransi ukuran
panjang pada pengecoran dengan cetakan pasir tampak pada Tabel 2.5.

Tabel 2.4. Toleransi ukuran ketebalan dinding

Tabel 2.5. Toleransi ukuran panjang

16
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
Amshori, N. C. (2014). Metalurgi. Dipetik Juli 24, 2016, dari Pola Pengecoran:
http://nandachoirul.blogspot.co.id/2014/10/proses-pengecoran-bagian-2-pola.html

Supendi, V. (2012). Pola. Dipetik Juli 24, 2016, dari Jejak Metalurgis:
http://jejakmetalurgis.blogspot.co.id/2012/09/pola.html

Surdia, T., & Chijiiwa, K. (1976). Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PT. PRADNYA PARAMITA.

17
Teknik Pengecoran Logam PROGRAM PLPG

Anda mungkin juga menyukai