Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

CASE ANALYSIS METHOD ASMA BRONCHIALE

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Disusun oleh :
Astri Nurul Siti Patimah
Anggy Agustina Rahayu
Elis Rohaeti
Fitria Kanda Putri
Hanifa Nur Afifah
Mayang Arlita Afandi
Sintia Mustopa
Syarah Mujahidah

S1 KEPERAWATAN
STIKes ‘AISYIYAH BANDUNG
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya pulalah makalah ini dapat diselesaikan dengan baik yang
berjudul Sistem Pernapasan.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini pada masa yang
akan datang. Demikian semoga dengan adanya penulisan makalah ini bermanfaat
bagi kami khususnya dan pembaca umumnya.

Bandung, 29 Oktober 2017

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................... 4
ISI ........................................................................................................................................ 4
A. Definisi .................................................................................................................... 4
B. Etiologi dan Faktor Risiko........................................................................................ 4
C. Patofisiologi ............................................................................................................ 5
D. Tanda dan Gejala .................................................................................................... 7
E. Prosedur Diagnostik ................................................................................................ 8
F. Farmakoterapeutik dan Rasional Pemilihan Obat ................................................ 10
1. Farmakoteurapeutik ......................................................................................... 10
2. Rasional Pemilihan Obat ................................................................................... 11
G. Data Normal dan Abnormal .................................................................................. 13
H. Asuhan Keperawatan pada Nyonya E pada Kasus Gangguan Sistem Respirasi:
Asma Bronchiale ........................................................................................................... 13
1. Pengkajian ......................................................................................................... 13
2. Diagnosa Keperawatan ..................................................................................... 20
3. Intervensi Keperawatan .................................................................................... 22
4, Implementasi ....................................................................................................... 24
5. Evaluasi ............................................................................................................. 25
I. Telaah Jurnal (EBP)................................................................................................ 26
1. Metode PICO ..................................................................................................... 27

ii
2. Metode IMRAD ................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ini tidak asing lagi di telinga kita, karena sangat sering dijumpai
di dunia. Dalam banyak penelitian ditemukan kurang lebih 19 juta penduduk
Amerika menderita penyakit ini. Ada banyak macam penyebab dari asma
bronchial ini, sehingga dalam pembahasan ini akan dibatasi dalam sebuah definisi
sederhana saja, yaitu satu hiper reaksi dari bronkus dan trakea, sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran napas yang bersifat reversible. Akibatnya,
setiap hari penderita akan mengalami kesulitan bernapas.

Secara umum, pernapasan penderita penyakit ini akan terengah-engah


disertai bunyi (sering disebut mengi/bersuit), batuk, dan sesak napas yang
menimbulkan rasa nyeri pada dada. Itu adalah gejala- gejala asma bronchial,
meskipun sebenarnya ada banyak lagi gejala lain yang bervariasi antara penderita
satu dengan lainnya. Walaupun secara fisik penderita ini terlihat sehat, akan tetapi
terkadang kondisi ini juga bisa mengancam jiwa penderita. Dan, yang demikian
itu disebut sebagai status asthmaticus.

Pada umumnya, asma bronchial sudah diketahui sewaktu penderita di


bawah usia 17 tahun dengan banyak cirinya. Untuk usia 30 tahun ke atas, penyakit
ini jarang ditemukan. Namun, yang perlu kita ketahui bahwa tidak semua asma itu
sama, karena penyebabnya itu bervariasi. Dalam pembahasan kali ini, kita hanya
akan mempelajari dua bentuk utama dari asma bronchial, yaitu asma bronchial
ekstrinsik dan bronchial intrinsik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari asma bronchiale ?

1
2

2. Bagaimana etiologi dan factor risiko dari asma bronchiale ?


3. Bagaimana patofisiologi dari asma bronchiale ?
4. Apa saja tanda dan gejala asma bronchiale ?
5. Bagaimana prosedur diagnostic asma bronchiale ?
6. Bagaimana farmakoterapetik dan rasional pemilihan obat dari asma
bronchiale ?
7. Bagaimana identifikasi data yang normal dan abnormal dari kasus asma
bronchiale ?
8. Bagaimana pengkajian dari kasus asma bronchiale ?
9. Bagaimana diagnosa keperawatan prioritas asma bronchiale ?
10. Bagaimana rancangan intervensi dan rasionalnya dari kasus asma
bronchiale ?
11. Bagaimana rancangan implementasi dari kasus asma bronchiale?
12. Bagaimana rancangan evaluasi (SOAP) dari kasus asma bronchiale ?
13. Bagaimana telaah jurnal (EBP) yang berkaitan dengan intervensi
keperawatan ?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi dari asma bronchiale


2. Mengetahui etiologi dan factor risiko dari asma bronchiale
3. Mengetahui patofisiologi dari asma bronchiale
4. Mengetahui tanda dan gejala asma bronchiale
5. Mengetahui prosedur diagnostik asma bronchiale
6. Mengetahui farmakoterapetik dan rasional pemilihan obat dari asma
bronchiale
7. Mengidentifikasi data yang normal dan abnormal dari kasus asma
bronchiale
8. Mendokumentasikan hasil pengkajian secara tepat
9. Mengetahui diagnosa keperawatan prioritas berdasarkan NANDA
10. Membuat rancangan intervensi dan rasionalnya
11. Membuat rancangan implementasi
12. Membuat rancangan evaluasi (SOAP)
3

13. Melakukan telaah jurnal (EBP) yang berkaitan dengan intervensi


keperawatan
BAB II

ISI

A. Definisi

Asma (Bronchiale) merupakan gangguan inflamasi pada jalan napas yang


ditandai oleh obstruksi aliran udara napas dan respons jalan napas yang
berlebihan terhadap berbagai bentuk rangsangan. (Kowalak et al, 2003)

Asma didefinisikan sebagai suatu penyakit inflamasi kronis disaluran


pernapasan, dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit,
neutrofil, dan sel-sel epitel. (Syamsudin et al, 2013)

Jadi, asma bronchiale merupakan suatu penyakit gangguan inflamasi pada


jalan napas.

B. Etiologi dan Faktor Risiko

Terdapat bermacam-macam faktor risiko yang bermakna pada


kemungkinan perkembangan asma. Faktor-faktor ini termasuk riwayat alergi,
asma, hay fever, atau eksema dalam keluarga. Pada kasus-kasus ini mungkin
sekali individu dengan asma bersifat atopic (memiliki system imun yang
sangat responsive terhadap alergen). Faktor risiko lainnya termasuk pajanan
alergen; infeksi saluran napas yang sering, seperti yang disebabkan oleh
respiratory syncytial virus (RSV); merokok, dan stress kronik (Caia Francis,
2011).

Menurut Kowalak et al dalam Buku Ajar Patofisiologi tahun 2003, asma


dapat terjadi karena kepekaan seseorang terhadap alergen ekstrinsik ataupun
intrinsik.

Alergen ekstrinsik meliputi :

a. Polen (tepung sari bunga)

4
5

b. Bulu binatang
c. Debu rumah atau kapang
d. Bantal kapuk atau bulu
e. Zat aditif pangan yang mengandung sulfit
f. Zat lain yang menimbukan sensitisasi

Alergen intrinsik meliputi :

a. Iritan
b. Stress emosi
c. Kelelahan
d. Perubahan endokrin
e. Perubahan suhu
f. Perubahan kelembapan
g. Pajanan asap yang berbahaya
h. Kecemasan
i. Batuk atau tertawa
j. Faktor genetic

C. Patofisiologi

Ada dua pengaruh genetik yang ditemukan pada penyakit asma, yaitu
kemampuan seseorang untuk mengalami asma (atopi) dan kecenderungan
untuk mengalami hiperaktivitas jalan napas yang tidak bergantung pada atopi.
Lokasi kromosom 11 yang berkaitan dengan atopi mengandung gen abnormal
yang mengode bagian reseptor immunoglobulin (Ig) E. factor-faktor
lingkungan berinteraksi dengan factor-faktor keturunan untuk menimbulkan
reaksi asmatik yang disertai bronkospasme.

Pada asma, dinding bronkus mengadakan reaksi yang berlebihan terhadap


berbagai rangsangan sehingga terjadi spasme otot polos yang periodik dan
menimbulkan konstriksi jalan napas berat. Antibodi IgE yang melekat pada
6

sel-sel mast yang mengandung histamin dan pada reseptor memban sel akan
memulai serangan asma intrinsik. Ketika terpajan suatu antigen, seperti polen,
antibody IgE akan berikatan dengan antigen ini.

Pada pajanan selanjutnya dengan antigen tersebut, sel-sel mast mengalami


degranulasi dan melepaskan mediator. Sel-sel mast dalam jaringan interstisial
paru akan terangsang untuk melepaskan histamin dan leukotriene. Histamine
terikat pada tempat-tempat reseptor dalam bronkus yang besar tempat
substansi ini menyebabkan pembengkakan pada otot polos. Membran mukosa
mengalami inflamasi, iritasi, dan pembengkakan. Pasien dapat mengalami
dipsnea, ekspirasi yang memanjang dan frekuensi respirasi yang meningkat.

Leukotrien melekat pada tempat reseptor dalam bronkus yang lebih kecil
dan menyebabkan pembengkakan local otot polos. Leukotrien juga
menyebabkan prostaglandin bermigrasi melalui aliran darah ke dalam paru-
paru dan dalam organ ini, prostaglandin meningkatkan efek kerja histamin.
Bunyi mengi (wheezing) dapat terdengar pada saat batuk, semakin tinggi
nadanya semakin sempit lumen bronkus. Histamine menstimulasi membrane
mukosa untuk menyekresi mukus secara berlebihan dan selanjutnya membuat
lumen bronkus menjadi sempit. Sel-sel goblet menyekrsi mukus yag sangat
lengket dan sulit di batukkan keluar sehingga pasien semakin batuk,
memperdengarkan bunyi ronki serta mengi bernada tinggi dan mengalami
distress pernapasan yang bertambah berat. Selanjutnya edema mukosa dan
secret yang kental akan menyumbat jalan napas.

Pada saat inspirasi, lumen bronkus yang sempit masih dapat sedikit
mengembang sehingga udara dapat masuk ke dalam alveoli. Pada saat
ekspirasi, peningkatan tekanan intratorakal menyebabkan penutupan total
lumen bronkus. Udara bias masuk, tetapi tidak bias keluar. Dada pasien akan
mengembang dan menyerupai tong sehingga diberi nama dada tong (barrel
chest) sementara pada perkusi dada, didapatkan bunyi hipersonor
(hipersonan).
7

Mukus akan mengisi dasar paru dan menghalangi ventilasi alveoli. Darah
dipintas ke dalam alveoli pada bagian paru yang lain tetapi pemintasan ini
masih tidak mampu mengimbangi penurunan ventilasi.

Hiperventilasi dipicu oleh reseptor paru-paru untuk meningkatkan volume


paru dan disebabkan oleh udara yang terperangkap serta obstruksi jalan napas.
Tekanan gas intrapleural serta alveolar meningkat dan peningkatan ini
menyebabkan penurunan perfusi pada alveoli paru. Peningkatan gas alveolar,
penurunan ventilasi dan perfusi mengakibatkan rasio ventilasi-perfusi tidak
merata dan tidak cocok di berbagai segmen paru.

Hipoksia memicu hiperventilasi melalui stimulasi pusat pernafasan yang


selanjutnya akan menurunkan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2)
dan meningkatkan pH sehingga terjadi alkalosis respiratorik. Seiring semakin
berat obstruksi jalan napas, semakin banyak pula alveoli paru yang tersumbat.
Ventilasi serta perfusi tetap tidak adekuat dan terjadilah retensi karbon
dioksida. Akibatnya, akan timbul asidosis respiratorik dan akhirnya pasien
mengalami gagal napas.

D. Tanda dan Gejala

Asma ekstrinsik biasanya disertai gejala dan tanda klinis atopi (alergi tipe
I yang diantarai oleh IgE), seperti eczema serta rhinitis alergica. Umumnya
bentuk serangan asma ini timbul setelah terjadi infeksi saluran napas yang
berat, khususnya pada pasien dewasa.

Serangan asma akut diawali secara dramatis disertai lebih dari satu gejala
berat dengan awitan bersamaan dan kemudian secara berangsur akan terjadi
peningkatan kegawatan napas (respiratori distress). Asma yang terjadi disertai
gejala sianosis, konfusi, letargi menunjukkan awitan status asmatikusdan
gagal napas yang bias membawa kematian.
8

Tanda dan gejalanya meliputi :

1. Dipsnea mendadak, mengi, dan rasa berat pada dada


2. Batuk-batuk dengan sputum yang kental, jernih ataupun kuning
3. Takipnea, bersamaan dengan penggunaan otot otot respirasi aksesorius
4. Denyut nadi yang cepat
5. Pengeluaran keringat (respirasi) yang banyak
6. Lapangan paru yang hipersonor pada perkusi
7. Bunyi napas yang berkurang

Pada kasus Ny. E tanda dan gejala nya yaitu sesak napas di daerah dada
yang dirasakan setelah seharian bekerja dan bertambah berat saat beraktivitas
dan tidur tanpa bantal, berkurang saat duduk dan menggunakan obat inhalasi.
Sesak dirasakan seperti di cekik skala 3 (0 – 5).

E. Prosedur Diagnostik

Secara umum untuk menegakkan diagnostik asma diperlukan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

1. Anamnesis
Beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk
setelah terpajan alergen atau polutan (pencetus)?
b. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah
melakukan aktivitas atau olahraga?
c. Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang / hilang setelah
pemberian obat pelega (bronkodilator)?
d. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim /
cuaca atau suhu yang ekstrim (perubahan yang tiba-tiba)?
e. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rhinitis, dermatitis, atopi,
konjunktivitis alergi)?
9

f. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara


kandung, saudara sepupu) ada yang menerima asma atau alergi?
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien yang mengalami serangan asma, pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan (sesuai derajat serangan) :
a. Inspeksi : tingkat kesadaran compos mentis, bentuk hidung simetris,
tidak ada epistaksis, terdapat secret, terpasang O2 nasal (3-4 liter),
bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu pernafasan,
pengembangan paru kiri dan kanan simetris,
b. Palpasi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan berat
dapat terjadi pulsus paradoksus)
c. Perkusi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata
d. Auskultasi : ekspirasilebih berat dari inspirasi, wheezing
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini membantu penegakkan diagnosis penyakit asma :
a. Pemeriksaan faal paru memperlihatkan tanda-tanda penyakit obstruktif
jalan napas, kapasitas vital yang normal rendah atau menurun, dan
kapasitas total paru serta kapasitas residual yang meningkat. Faal paru
dapat normal pada saat-saat diantara serangan. Tekanan parsial oksigen
arterial (PaO2) serta PaCO2 biasanya mengalami penurunan, kecuali
pada asma berat, dengan PaCO2 bisa normal atau meningkat, yang
menunjukkan obstruksi bronkus yang berat.
b. Kadar IgE serum dapat meningkat akibat reaksi alergi.
c. Analisis sputum dapat mengindikasikan adanya spiral Curschmann
(endapan berbentuk silinder dari jalan napas), kristal Charcot-Leyden
dan sel-sel eusinofil.
d. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis mengungkapkan
peningkatan jumlah eusinofil.
e. Foto rontgen toraks dapat dilakukan untuk mendiagnosis atau
memonitor perkembangan penyakit asma dan mungkin
memperlihatkan hiperinflasi disertai daerah-daerah atelectasis.
10

f. Analisis gas darah arteri dapat mendeteksi hipoksemia (PaO2 yang


menurun; PaCO2 yang menurun; normal atau meningkat) dan
mengarahkan terapi.
g. Hasil tes kulit dapat mengenali alergen yang spesifik. Hasil yang
terbaca dalam waktu satu atau dua hari mendeteksi reaksi dini; sesudah
empat atau lima hari, reaksi lanjut.
h. Tes provokatif bronkus mengevaluasi makna klinis alergen yang
ditemukan melalui tes kulit.
i. Elektrokardiografi memperlihatkan sinus takikardia pada saat
serangan; serangan yang berat dapat menunjukkan tanda-tanda kor
pulmonale (deviasi sumbu ke kanan, gelombang P yang lancip) yang
akan hilang setelah serangan tersebut terjadi.

F. Farmakoterapeutik dan Rasional Pemilihan Obat

1. Farmakoteurapeutik

Menurut Arif Muttaqin dalam Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan tahun 2008.

a. Antagonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,


bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin,dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang
lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.
11

d. Kromolin dan Iprutropium bromide (atroven). Kromolin merupakan obat


pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide
diberikan 1-2 kapsul 4 x sehari (Kee dan Hayes,1994)

2. Rasional Pemilihan Obat

No. Nama Obat Kegunaan Rasional


1 Omeprazole Tukak lambung, tukak Di kasus, pasien mengalami
duodenal, tukak peptik, penurunan nafsu makan
refluks esophagitis karena sesaknya. Omeprazole
erosif/ulseratif, sindrom diberikan untuk mengatasi
Zollinger-Ellison. kenaikan asam lambung yang
(ISO Indonesia Vol 47, terjadi.
2012-2013)
2 Ambroxol Sebagai sekretolitik yang Di kasus, pasien sekret (+).
dapat mempermudah Ambroxol diberikan untuk
pengeluaran sekret yang memudahkan pengeluaran
kental dan lengket didalam sekret.
saluran pernafasan.
(ISO Indonesia Vol 47,
2012-2013)
3 Levofloxacin Antibiotik. Sinusitis Asma merupakan gangguan
maksilaris akut, bronchitis inflamasi yang salah satunya
kronik eksaserbasi bakteri disebabkan oleh infeksi.
akut, pneumonia yang Maka penggunaan antibiotic
didapat dari masyarakat, ini bertujuan untuk mengatasi
infeksi kulit, ISK dengan infeksi tersebut.
komplikasi, pielonefritis
akut. (ISO Indonesia Vol
47, 2012-2013)
4 Insulin Menurunkan kadar nutrient Ada hubungan antara asma
12

darah, khususnya glukosa, dengan Diabetes Melitus


tetapi juga asam amino dan (DM). Orang dengan asma
asam lemak (Ross and mungkin memiliki risiko
Willson, Dasar-dasar lebih tinggi terkena diabetes.
Anatomi dan Fisiologi, Sebuah penelitian mengamati
2011) catatan medis dari hampir
2.400 subyek dengan asma
dan kelompok kontrol 4.784
orang tanpa asma 1967-1983,
pencocokan penderita asma
dengan non-penderita asma
untuk gender dan usia. Studi
ini menemukan bahwa
diantara penderita asma,
sekitar 138 orang per 100.000
menderita diabetes,
dibandingkan dengan 104
untuk orang-orang tanpa
asma. (Artikel : Asma
diabetes sebuah berjalan
beriringan, dari News
Medical Life Sciences oleh
Dr Ananya Mandal, MD
tahun 2011).
5 Nebulizer Alat medis yang digunakan Membantu pemberian
untuk merubah obat dari pengobatan asma
bentuk cair ke bentuk
aerosol.
13

G. Data Normal dan Abnormal

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal


Bising Usus : 16 x/menit Bising Usus: 4 – 12 x/menit
Tanda-tanda Vital Tanda-tanda Vital
1. TD : 120/80 TD : 120/80
2. Nadi : 112 x/menit Nadi : 60 – 100 x/menit
3. Respirasi : 28 x/menit Respirasi : 14 – 20 x/menit
4. Suhu : 36,4 oC Suhu : 36,5 – 37,5
Hasil Lab Hasil Lab
1. Hb : 12,8 Hb : 12,0 – 14,0
2. Hematokrit : 37 Hematokrit : 40 - 50
3. MCV : 87,9 MCV : 80 - 96
4. MCH : 30,3 MCH : 27 - 31
5. MCHC : 34,5 MCHC : 32 - 36
6. Gula Darah Sewaktu : 170 Gula Darah Sewaktu : 70-100
Analisa Gas Darah Analisa Gas Darah
1. pH : 7,230 pH : 7,35 – 7,45
2. BE : -16 BE : -3 to +3
3. Saturasi : 98% Saturasi : 94-100%

H. Asuhan Keperawatan pada Nyonya E pada Kasus Gangguan Sistem


Respirasi: Asma Bronchiale

1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Pendidikan : Tidak terkaji
14

Pekerjaan : Tidak terkaji


Alamat : Tidak terkaji
Tanggal Masuk RS : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
Diagnosa medis : Asma Bronchiale
Penanggung Jawab Klien
Nama : Tidak terkaji
Hub. dengan klien : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien Ny. E, usia 60 tahun, datang ke poli penyakit dalam
dengan keluhan sesak napas.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
2 hari SMRS pasien mulai mengatakan sesak. Pada saat dikaji,
pasien mengatakan sesak setelah seharian bekerja. Sesak
dirasakan didaerah dada, bertambah berat saat beraktivitas dan
tidur tanpa bantal, berkurang saat duduk dan menggunakan
obat inhalasi. Sesak dirasakan lebih berat saat malam dan pagi
hari. Sesak dirasakan seperti dicekik skala 3 (0-5). Karena
sesaknya pasien menjadi tidak nafsu makan. Pasien juga
mengeluh sering kambuh, akibat sering turun hujan beberapa
bulan terakhir.
Data tambahan yang harus dikaji :
P : Paliatif / Provokatif / Precipitating
- Apa penyebab timbulnya kehuhan tersebut ?
Seharian bekerja
- Apakah ada hal yang memperburuk keluhan ?
Sesak bertambah berat saat beraktivitas dan tidur tanpa
bantal. Sesak juga dirasakan lebih berat saat malam dan
pagi hari.
15

- Apakah ada hal yang bias mengurangi keluhan ?


Sesak berkurang saat duduk dan menggunakan obat
inhalasi.
- Apa yang menyebabkan keluhan sering kambuh ?
Akibat sering hujan beberapa bulan terakhir
Q : Quality & Quantity
- Seperti apa sesak yang dirasakan ?
Sesak dirasakan seperti di cekik
- Seberapa besar keluhan mengganggu kebiasaan yang
dilakukan sehari-hari ?
Sesak membuat pasien menjadi tidak nafsu makan
R : Region / Radiation / Related symptoms
- Bisakah anda tunjukkan dimana letak rasa sesak tersebut ?
- Sesak dirasakan di daerah dada
S : Serevity/ Scale
- Bila diberikan nilai skala 0-5, berada pada angka berapa
rasa keluhan yang dirasakan ?
Sesak dirasakan seperti di cekik skala 3
T : Timing
- Kapan keluhan mulai dirasakan ?
2 hari sebelum masuk rumah sakit
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan bahwa penyakit asma sudah dialaminya
sekitar 20 tahun, pasien dirawat kurang lebih 7x hampir setiap
tahun.
Data tambahan yang harus dikaji :
- Apakah pasien sering terpajan asap rokok ?
Ya. Di rumah semua pria yang tinggal serumah adalah
perokok aktif dan sering merokok di dalam rumah
- Bagaimana keadaan tempat tinggal pasien ?
16

Pasien mengaku tinggal di daerah yang padat, sehingga


ventilasi rumahnya juga kurang baik dan kamar tidur
relative lembab.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut pasien, diantara anggota keluarga pasien orang tuanya
juga memiliki penyakit yang asma.
c. Riwayat Psikologi
Pasien merasa putus asa dan menjadi malas berobat, karena
menurut perawat di puskesmas penyakitnya tidak akan bisa
disembuhkan.
d. Riwayat Sosial : Tidak terkaji
e. Riwayat Spiritual : Tidak terkaji
Data yang harus tambahkan :
10 Kebutuhan Dasar Spiritual
1)
f. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tidak terkaji
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
TB : Tidak terkaji
BB : 55 kg
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 112x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,4oC
Head to Toe
1) Kepala: Tidak terkaji
Data yang harus dikaji adalah:
a) Inspeksi: Kesimetrisan wajah, warna rambut, distribusi
rambut, perdarahan, lesi, deformitas, kebersihan,
kerontokan rambut
17

b) Palpasi: kulit kepala, lesi, massa, nyeri, pembengkakan,


prepitasi
2) Mata: Tidak terkaji
Data yang harus dikaji adalah:
a) Kaji ketajaman penglihatan, dan penggunaan alat bantu
melihat
b) Kaji lapang pandang
c) Kaji kemampuan pergerakan bola mata (NK III, IV dan VI)
(POLA H)
d) Inspeksi keadaan bola mata: Bentuk, warna sclera, dan iris,
konjungtiva, pupil (diameter, refleks cahaya, reaksi jarak
dekat)
e) Inspeksi keadaan kelopak mata, refleks megedip
f) Palpasi tekanan bola mata, dan keadaan lacrimal gland
3) Hidung
Bentuk hidung simetris, epistaksis (-), sekret (+), terpasang o2
nasal (3-4 liter)
4) Mulut: Tidak terkaji
Data yang harus dikaji adalah:
a) Kaji keadaan bibir (warna, tekstur, lipatan nasolabial
hidrasi, lesi, bengkak)
b) Kaji keadaan gigi dan gusi (mukosa, kebersihan, caries,
jumlah gigi)
c) Kaji keadaan mukosa dan dinding mulut
d) Kaji keadaan lidah (warna, simetris, kelembaban bercak-
bercak) dan kemampuan gerak lidah (NK XII), kemampuan
menelan, refleks muntah, dan bicara
e) Kaji fungsi pengecapan (NK VIII, IX, X)
f) Kaji Faring (warna, bengkak, tonsil)
5) Telinga: Tidak terkaji
Data yang harus dikaji adalah:
18

a) Kaji keadaan daun telinga: bentuk, ukuran, lesi, adanya


massa dan nyeri tekan
b) Kaji keadaan lubang telinga dari adanya perdarahan,
peradangan dan kotoran
c) Palpasi area belakang telinga (apakah ada nyeri atau tidak)
d) Kaji fungsi pendengaran (tes dengar kasar)
6) Kulit dan otot-otot wajah : Tidak terkaji
Data yang harus dikaji adalah:
a) Kaji sensasi sentuhan ringan kulit wajah di area oftalmik,
maksilaris, dan mandibularis
b) Palpasi otot temporalis dan otot masseter
c) Kaji kemampuan berbicara klien
7) Leher: Tidak terkaji
Data yang harus dikaji adalah:
a) Inspeksi status integumen leher : bentuk, warna kulit dan
kemungkinan adanya pembengkakan
b) Palpasi kelenjar limfe
c) Palpasi trakea dan kelenjar tiroid
d) Kaji adanya peningkatan vena jugularis
e) Kaji kemampuan pergerakan leher
f) Kaji kekuatan otot leher yaitu otot sternokleidomastoideus
dan otot trapezius
8) Dada dan Punggung
Bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu pernafasan (+),
ekspirasi lebih berat dari inspirasi, pengembangan paru kiri &
kanan simetris, suara nafas wheezing ekspiratori.
9) Abdomen
Tidak ada pembesaran hati, bising usus 16x/menit
10) Genital: Tidak terkaji
Data yang harus dikaji adalah:
a) Inspeksi distribusi rambut pubis
19

b) Inspeksi statuts integumen di seluruh area vulva, apakah


ada bengkak, kemerahan, parasit, discharge
c) Inspeksi uretrall meatus
d) Palpasi area vulva, labia dan perineum
e) Palpasi area inguinal
f) Kaji kemampuan berkemih (penggunaan alat bantu)
11) Ekstremitas: Tidak terkaji
Data yang harus dikaji adalah:
Ekstremitas Atas
a) Inspeksi keadaan integumen di ekstremitas (kulit, kuku, ada
lesi, bengkak atau tidak)
b) Inspeksi keadaan fungsi otot skeletal (kesimetrisan otot,
kontraktur, deformitas, kekakuan, tremor)
c) Palpasi keadaan tulang dan otot (tonus, massa, nyeri,
edema)
d) Palpasi sirkulasi perifer di ekstremitas atas
e) Kaji kekuatan otot-otot ekstremitas atas (otot deltoid, otot
bisep, otot trisep, otot pergelangan tangan dan jari-jari)
f) Kaji kemampuan gerak ekstremotas atas
g) Kaji refleks bisep dan trisep
h) Kaji sensasi kulit ekstremitas atas (HALUS, KASAR,
TAJAM)

Ekstremitas Bawah

a) Inspeksi keadaan integumen di ekstremitas (kulit, kuku, ada


lesi, bengkak atau tidak)
b) Inspeksi keadaan fungsi otot skeletal (kesimetrisan otot,
kontraktur, deformitas, kekakuan, tremor)
c) Palpasi keadaan tulang dan otot (tonnus, massa, nyeri,
edema)
d) Palpasi sirkulasi perifer di area ekstremitas bawah
20

e) Kaji kekuatan oto-otot ekstremitas bawah (catat dalam


skala 0-5)
f) Kaji kemampuan gerak ekstremitas bawah
g) Kaji refleks patelar dan achiles (catat dalam skala 0 sampai
dengan 4) jika perlu refleks patologis
h) Kaji sensasi kulit ekstremitas bawah
i) Kaji ada tidaknya edema
g. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab:
1) Hb : 12,8
2) Ht : 37
3) MCV : 87,9
4) MCH : 30,3
5) MCHC : 34,5
6) Gula Darah Sewaktu : 170

2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1 Ds : Sesak Ketidakefektifan
- Pasien mengeluhkan sesak Bersihan Jalan Napas
napas Definisi :
- Pasien mengatakan sesak Ketidakmampuan
setelah seharian bekerja membersihkan sekresi
- Sesak dirasakan setelah atau obstruksi dari
seharian bekerja saluran napas untuk
- Sesak dirasakan di daerah mempertahankan
dada bersihan jalan napas.
- Sesak bertambah berat saat
beraktifitas dan tidur tanpa
bantal
21

- Sesak berkurang saat


duduk dan menggunakan
obat inhalasi
- Sesak lebih berat dirasakan
saat malam dan pagi hari
- Sesak dirasakan seperti
dicekik skala 3 (0-5)
- Sesak sering kambuh
akibat sering turun hujan
Do :
- BB : 55 kg
- Bising usus : 16x/menit
- Bentuk Hidung : Simetris
Epstaksis : (-)
Secret : (+)
- TD : 120/80
- Nadi : 112 x/menit
- RR : 28 x/menit
- Suhu : 36,4 oC
- Hb : 12,8
- Hematokrit : 37
- MCV : 87,9
- MCH : 30,3
- MCHC : 34,5
- Gula Darah Sewaktu : 170
- pH : 7,230
- BE : -16
- Saturasi : 98%
2 Ds : Ketidakseimbangan
- Karena sesaknya pasien nutrisi : kurang dari
menjadi tidak nafsu makan kebutuhan tubuh
22

Do : Definisi : Asupan nutrisi


Bising usus 16 x / menit tidak cukup untuk
Penurunan BB 71 kg menjadi memenuhi kebutuhan
55 kg metabolic
3 Ds : Keputusasaan
- Pasien merasa putus asa Definisi : Kondisi
dan malas berobat, karena subjektif ketika individu
menurut perawat di memandang keterbatasan
Puskesmas penyakitnya atau tidak adanya
tidak akan bias alternatif atau pilihan
disembuhkan pribadi serta tidak mampu
memobilisasi energi demi
kepentingan sendiri

b. Diagnosa Prioritas
1) Ketidakefektifan Jalan Napas
2) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
3) Keputusasaan

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Ketidakefektif Dalam waktu 1. Posisikan pasien 1. Agar klien dapat
an Jalan 3 x 24 jam untuk memaksimalkan
Napas setelah memaksimalkan ventilasi
diberikan ventilasi 2. Supaya pasien dapat
intervensi 2. Buang secret mengeluarkan sekret
kebersihan dengan memotivasi 3. Batuk yang
23

jalan napas pasien untuk terkontrol dan efektif


semakin melakukan batuk dapat memudahkan
efektif dan atau menyedot pengeluaran secret
pasien tidak lendir yang melekat di
lagi mengeluh 3. Intruksikan jalan napas
sesak nafas bagaimana agar bisa 4. Pemberian posisi
melakukan batuk semi fowler dapat
efektif meningkatkan
4. Posisikan semi ekspansi dada
fowler untuk
meringankan sesak
napas
2 Ketidakseimb Dalam waktu 1. Tawarkan 1. Supaya
angan nutrisi : 3 x 24 jam kesempatan memunculkan hasrat
kurang dari setelah mencium makanan ingin makan / nafsu
kebutuhan diberikan untuk menstimulasi makan
tubuh intervensi nafsu makan 2. Agar pasien
pasien dapat 2. Tanyakan pasien semangat untuk
meningkatkan apa makanan yang makan
nafsu disukai untuk 3. Supaya mengetahui
makannya dipesan perkembangan
kembali 3. Identifikasi perubahan nafsu
perubahan nafsu makan
makan dan aktivitas
akhir-akhir ini
3 Keputusasaan Dalam waktu 1. Tentukan 1. Supaya
3 x 24 jam pemahaman klien/keluarga dapat
setelah klien/keluarga memahami
diberikan mengenai penyakit mengenai penyakit
intervensi dan manajemen dan manajemennya
24

klien instruksikan pada dengan baik


memiliki klien/ keluarga 2. Agar klien dapat
pengetahuan mengenai mematuhi
yang cukup pengobatan anti penanganan yang
mengenai inflamasi dan dianjurkan
penyakitnya bronkodilator dan 3. Supaya klien dapat
dan tidak lagi penggunaannya mengungkapkan
merasakan dengan tepat perasaannya
keputusasaan 2. Tentukan kepatuhan mengenai penyakit
akan dengan penanganan sehingga tidak akan
penyakitnya yang diresepkan menimbulkan
3. Dorong klien untuk keputusasaan
memverbalisasikan 4. Agar klien dapat
perasaan mengenai mengatasi
diagnosis, kekambuhan yang
penanganan, dan terjadi secara
dampak pada gaya mandiri
hidup
4. Dapatkan rencana
tertulis dengan klien
untuk mengatasi
kekambuhan

4, Implementasi
No Diagnosa Keperawatan Implementasi
1 Ketidakefektifan Jalan 1. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan
Napas ventilasi
2. Membuang secret dengan memotivasi pasien
untuk melakukan batuk atau menyedot
lender
3. Mengintruksikan bagaimana agar bisa
25

melakukan batuk efektif


4. Memposisikan untuk meringankan sesak
napas
2 Ketidakseimbangan 1. Menawarkan kesempatan mencium makanan
nutrisi : kurang dari untuk menstimulasi nafsu makan
kebutuhan tubuh 2. Menanyakan pasien apa makanan yang
disukai untuk dipesan
3. Mengidentifikasi perubahan nafsu makan
dan aktivitas akhir-akhir ini
3 Keputusasaan 1. Menentukan pemahaman klien/keluarga
mengenai penyakit dan manajemen
instruksikan pada klien/ keluarga mengenai
pengobatan anti inflamasi dan bronkodilator
dan penggunaannya dengan tepat
2. Menentukan kepatuhan dengan penanganan
yang diresepkan
3. Mendorong klien untuk memverbalisasikan
perasaan mengenai diagnosis, penanganan,
dan dampak pada gaya hidup
4. Mendapatkan rencana tertulis dengan klien
untuk mengatasi kekambuhan

5. Evaluasi
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Ketidakefektifan Jalan Tujuan Tercapai
Napas S : Sekarang saya membatukkan keluar dahak
dalam dada saya
O : Paru-paru bersih pada auskultasi
A : Gangguan bersihan jalan napas sudah
teratasi (tujuan tercapai)
26

P : Intervensi dihentikan
2. Ketidakseimbangan Tujuan tercapai
nutrisi : kurang dari S : Sekarang nafsu makan saya sudah kembali
kebutuhan tubuh O : Berat badan mulai bertambah walau sedikit
A : Gangguan nafsu makan sudah teratasi
(tujuan tercapai)
P : Intervensi dihentikan
3 Keputusasaan Tujuan tercapai
S : Sekarang saya sudah paham dengan
penyakit saya dan mulai semangat untuk
menjalani pengobatan
O : Klien terlihat semangat dalam menjalani
pengobatan
A : Gangguan keputusasaan sudah teratasi
(tujuan tercapai)

I. Telaah Jurnal (EBP)

Judul Jurnal : Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler


Terhadap Penurunan Sesak Nafas Pada Pasien
Asma di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Dr.
Moewardi Surakarta
Penulis : 1. Refi Safitri
2. Annisa Andriyan
Tahun : 2011
Penelaah : Kelompok 1
Tanggal telaah jurnal : 29 Oktober 2017
Telaah Jurnal :
27

1. Metode PICO

P:
33 orang dari 220 orang populasi pasien asma yang dirawat inap kelas III
RSUD Dr.Moewardi Surakarta
I:
Pemberian posisi semi fowler
C:
Sebelum pemberian posisi semi fowler
O:
Hasil pengukuran sesak nafas setelah dilakukan perlakuan dari 33
responden selama tiga hari diperoleh data yaitu sebanyak 18 pasien (55%).
Penin gkatan sesak nafas tersebut dapat dijelaskan ada pengurangan sesak
nafas berat ke sesak nafas ringan sebanyak 11 pasien (33%) yaitu dari 17
pasien sesak nafas berat menjadi menjadi 6 pasien. Jadi, ada pengurangan
pasien sesak nafas berat ke sesak nafas ringan.
Perbedaan antara nilai rata-rata sesak nafas sebelum dan sesudah
dilakukan perlakuan posisi semi fowler dapat dilihat dari hasil T-test
sebesar -15,327 dengan p = 0,006. Karena p = 0,006 < 0,005, maka
dikatakan signifikan atau bermakna. Artinya, ada perbedaan sebelum dan
sesudah dilakukan pemberian posisi semi fowler pada pasien asma.
T:
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Quasi
Eksperiment dengan rancangan One Group Pre test-Post tets.

2. Metode IMRAD
I:
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat tahun 2008 ada 300 juta
pasien asma di seluruh dunia. Indonesia sendiri memiliki 12,5 juta pasien
asma. 95% diantaranya adalah pasien asma tak terkontrol. Dalam 12 tahun
terakhir ini jumlah usia dewasa yang mengalami penyakit asma hampir
dua kali lipat dari usia anak-anak.
28

Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai
salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Keefektifan dari
tindakan tersebut dapat dilihat dari Respiratory Rates yang menunjukkan
angka normal yaitu 16-24x per menit pada usia dewasa
Data pasien RSUD Dr. Moewardi Surakarta dirawat inap kelas III
memiliki kapasitas terhadap pasien sebanyak 522 pasien dan masing-
masing bangsal terdapat 58 tempat tidur dengan jumlah perawat 22 orang,
pada saat pelaksanaan jumlah pasien paru yang rawat inap di kelas III
yaitu 53 pasien.
Berdasarkan data-data dan hal-hal tersebut di atas penulis ingin
mengetahui ”keefektifan pemberian posisi semi fowler pada pasien asma
yang sedang menjalani rawat inap di ruang rawat inap kelas III RSUD Dr.
Moewardi Surakarta”
M:
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien asma yang dirawat inap kelas
III RSUD Dr.Moewardi Surakarta sebanyak 220 pasien. Desain penelitian
yang digunakan adalah Quasi Eksperiment dengan rancangan One Group
Pre test-Post tets, tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan
simple random sampling
R:
Pasien asma berdasarkan bangsal dibedakan atas bangsal Melati, Melati
III, dan Anggrek 1, diketahui bahwa sebagian besar jumlah pasien asma
dari bangsal Anggrek II yaitu 22 pasien, responden pada kelompok laki-
laki sebanyak 18 pasien (55%).
Sesak napas sebelum dilakukan pemberian posisi semi fowler termasuk
sesak nafas berat, yaitu sebanyak 17 pasien atau sebanyak 52% dari 33
pasien, Pasien asma setelah diberi posisi semi fowler mengalami sesak
nafas ringan, yaitu dari 17 pasien asma yang mengalami sesak nafas berat
menjadi 11 pasien
29

A:
Pemberian semi fowler mempengaruhi berkurangnya sesak nafas sehingga
kebutuhan dan kualitas tidur pasien terpenuhi. Terpenuhinya kualitas tidur
pasien membantu proses perbaikan kondisi pasien lebih cepat
D:
Hasil penelitian pemberian posisi semi fowler mengurangi sesak napas
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (2004) bahwa
pemberian posisi semi fowler dapat mengurangi sesak napas pada pasien
asma.
Menurut Wilkison (Supadi, dkk 2008: 98) bahwa posisi semi fowler
dimana kepala dan tubuh dinaikkan 45º membuat oksigen didalam paru–
paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran napas.
Penurunan sesak napas tersebut didukung juga dengan sikap pasien yang
kooperaktif, patuh saat diberikan posisi semi fowler sehingga pasien dapat
bernafas
Dari hasil perbedaan pendapat menunjukkan bahwa ada pengaruh
pemberian posisi semi fowler terhadap sesak nafas. Hal tersebut berarti
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Supadi, dkk., (2008) bahwa
pemberian semi fowler mempengaruhi berkurangnya sesak nafas sehingga
kebutuhan dan kualitas tidur pasien terpenuhi
C:
Terbukti ada perbedaan sesak napas antara sebelum dan sesudah
pemberian posisi semi fowler, dari penelitian diperoleh hasil T-test sebesar
-15,327 dengan p = 0,006, sehingga pemberian posisi semi fowler dapat
efektif mengurangi sesak nafas pada pasien asma
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak et al. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Andriani K, Sesilia dan Syamsudin. 2013. Buku Ajar Farmakoterapi
Gangguan Saluran Pernapasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Francis, Caia. 2006. Perawatan Respirasi. Jakarta : Bumi Medika
Ross dan Wilson. 2011. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Singapore :
Elsevier
Herdman, T Heater dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis
Keperawatan Definisi & Klasifikasi edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Moorhead, Sue et al. 2016. Nursing Outcomes Classification.
Singapore : Elsevier
M. Bulechek, Gloria. 2016. Nursing Interventions Classification.
Singapore : Elsevier
Tanpa Nama. 2012. ISO Indonesia volume 47. Jakarta Barat : PT. ISFI
Penerbitan
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengn Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI

30

Anda mungkin juga menyukai