Disusun oleh :
Astri Nurul Siti Patimah
Anggy Agustina Rahayu
Elis Rohaeti
Fitria Kanda Putri
Hanifa Nur Afifah
Mayang Arlita Afandi
Sintia Mustopa
Syarah Mujahidah
S1 KEPERAWATAN
STIKes ‘AISYIYAH BANDUNG
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya pulalah makalah ini dapat diselesaikan dengan baik yang
berjudul Sistem Pernapasan.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini pada masa yang
akan datang. Demikian semoga dengan adanya penulisan makalah ini bermanfaat
bagi kami khususnya dan pembaca umumnya.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
2. Metode IMRAD ................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ini tidak asing lagi di telinga kita, karena sangat sering dijumpai
di dunia. Dalam banyak penelitian ditemukan kurang lebih 19 juta penduduk
Amerika menderita penyakit ini. Ada banyak macam penyebab dari asma
bronchial ini, sehingga dalam pembahasan ini akan dibatasi dalam sebuah definisi
sederhana saja, yaitu satu hiper reaksi dari bronkus dan trakea, sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran napas yang bersifat reversible. Akibatnya,
setiap hari penderita akan mengalami kesulitan bernapas.
B. Rumusan Masalah
1
2
C. Tujuan
ISI
A. Definisi
4
5
b. Bulu binatang
c. Debu rumah atau kapang
d. Bantal kapuk atau bulu
e. Zat aditif pangan yang mengandung sulfit
f. Zat lain yang menimbukan sensitisasi
a. Iritan
b. Stress emosi
c. Kelelahan
d. Perubahan endokrin
e. Perubahan suhu
f. Perubahan kelembapan
g. Pajanan asap yang berbahaya
h. Kecemasan
i. Batuk atau tertawa
j. Faktor genetic
C. Patofisiologi
Ada dua pengaruh genetik yang ditemukan pada penyakit asma, yaitu
kemampuan seseorang untuk mengalami asma (atopi) dan kecenderungan
untuk mengalami hiperaktivitas jalan napas yang tidak bergantung pada atopi.
Lokasi kromosom 11 yang berkaitan dengan atopi mengandung gen abnormal
yang mengode bagian reseptor immunoglobulin (Ig) E. factor-faktor
lingkungan berinteraksi dengan factor-faktor keturunan untuk menimbulkan
reaksi asmatik yang disertai bronkospasme.
sel-sel mast yang mengandung histamin dan pada reseptor memban sel akan
memulai serangan asma intrinsik. Ketika terpajan suatu antigen, seperti polen,
antibody IgE akan berikatan dengan antigen ini.
Leukotrien melekat pada tempat reseptor dalam bronkus yang lebih kecil
dan menyebabkan pembengkakan local otot polos. Leukotrien juga
menyebabkan prostaglandin bermigrasi melalui aliran darah ke dalam paru-
paru dan dalam organ ini, prostaglandin meningkatkan efek kerja histamin.
Bunyi mengi (wheezing) dapat terdengar pada saat batuk, semakin tinggi
nadanya semakin sempit lumen bronkus. Histamine menstimulasi membrane
mukosa untuk menyekresi mukus secara berlebihan dan selanjutnya membuat
lumen bronkus menjadi sempit. Sel-sel goblet menyekrsi mukus yag sangat
lengket dan sulit di batukkan keluar sehingga pasien semakin batuk,
memperdengarkan bunyi ronki serta mengi bernada tinggi dan mengalami
distress pernapasan yang bertambah berat. Selanjutnya edema mukosa dan
secret yang kental akan menyumbat jalan napas.
Pada saat inspirasi, lumen bronkus yang sempit masih dapat sedikit
mengembang sehingga udara dapat masuk ke dalam alveoli. Pada saat
ekspirasi, peningkatan tekanan intratorakal menyebabkan penutupan total
lumen bronkus. Udara bias masuk, tetapi tidak bias keluar. Dada pasien akan
mengembang dan menyerupai tong sehingga diberi nama dada tong (barrel
chest) sementara pada perkusi dada, didapatkan bunyi hipersonor
(hipersonan).
7
Mukus akan mengisi dasar paru dan menghalangi ventilasi alveoli. Darah
dipintas ke dalam alveoli pada bagian paru yang lain tetapi pemintasan ini
masih tidak mampu mengimbangi penurunan ventilasi.
Asma ekstrinsik biasanya disertai gejala dan tanda klinis atopi (alergi tipe
I yang diantarai oleh IgE), seperti eczema serta rhinitis alergica. Umumnya
bentuk serangan asma ini timbul setelah terjadi infeksi saluran napas yang
berat, khususnya pada pasien dewasa.
Serangan asma akut diawali secara dramatis disertai lebih dari satu gejala
berat dengan awitan bersamaan dan kemudian secara berangsur akan terjadi
peningkatan kegawatan napas (respiratori distress). Asma yang terjadi disertai
gejala sianosis, konfusi, letargi menunjukkan awitan status asmatikusdan
gagal napas yang bias membawa kematian.
8
Pada kasus Ny. E tanda dan gejala nya yaitu sesak napas di daerah dada
yang dirasakan setelah seharian bekerja dan bertambah berat saat beraktivitas
dan tidur tanpa bantal, berkurang saat duduk dan menggunakan obat inhalasi.
Sesak dirasakan seperti di cekik skala 3 (0 – 5).
E. Prosedur Diagnostik
1. Anamnesis
Beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk
setelah terpajan alergen atau polutan (pencetus)?
b. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah
melakukan aktivitas atau olahraga?
c. Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang / hilang setelah
pemberian obat pelega (bronkodilator)?
d. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim /
cuaca atau suhu yang ekstrim (perubahan yang tiba-tiba)?
e. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rhinitis, dermatitis, atopi,
konjunktivitis alergi)?
9
1. Farmakoteurapeutik
Menurut Arif Muttaqin dalam Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan tahun 2008.
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Pendidikan : Tidak terkaji
14
Ekstremitas Bawah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
b. Diagnosa Prioritas
1) Ketidakefektifan Jalan Napas
2) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
3) Keputusasaan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Ketidakefektif Dalam waktu 1. Posisikan pasien 1. Agar klien dapat
an Jalan 3 x 24 jam untuk memaksimalkan
Napas setelah memaksimalkan ventilasi
diberikan ventilasi 2. Supaya pasien dapat
intervensi 2. Buang secret mengeluarkan sekret
kebersihan dengan memotivasi 3. Batuk yang
23
4, Implementasi
No Diagnosa Keperawatan Implementasi
1 Ketidakefektifan Jalan 1. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan
Napas ventilasi
2. Membuang secret dengan memotivasi pasien
untuk melakukan batuk atau menyedot
lender
3. Mengintruksikan bagaimana agar bisa
25
5. Evaluasi
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Ketidakefektifan Jalan Tujuan Tercapai
Napas S : Sekarang saya membatukkan keluar dahak
dalam dada saya
O : Paru-paru bersih pada auskultasi
A : Gangguan bersihan jalan napas sudah
teratasi (tujuan tercapai)
26
P : Intervensi dihentikan
2. Ketidakseimbangan Tujuan tercapai
nutrisi : kurang dari S : Sekarang nafsu makan saya sudah kembali
kebutuhan tubuh O : Berat badan mulai bertambah walau sedikit
A : Gangguan nafsu makan sudah teratasi
(tujuan tercapai)
P : Intervensi dihentikan
3 Keputusasaan Tujuan tercapai
S : Sekarang saya sudah paham dengan
penyakit saya dan mulai semangat untuk
menjalani pengobatan
O : Klien terlihat semangat dalam menjalani
pengobatan
A : Gangguan keputusasaan sudah teratasi
(tujuan tercapai)
1. Metode PICO
P:
33 orang dari 220 orang populasi pasien asma yang dirawat inap kelas III
RSUD Dr.Moewardi Surakarta
I:
Pemberian posisi semi fowler
C:
Sebelum pemberian posisi semi fowler
O:
Hasil pengukuran sesak nafas setelah dilakukan perlakuan dari 33
responden selama tiga hari diperoleh data yaitu sebanyak 18 pasien (55%).
Penin gkatan sesak nafas tersebut dapat dijelaskan ada pengurangan sesak
nafas berat ke sesak nafas ringan sebanyak 11 pasien (33%) yaitu dari 17
pasien sesak nafas berat menjadi menjadi 6 pasien. Jadi, ada pengurangan
pasien sesak nafas berat ke sesak nafas ringan.
Perbedaan antara nilai rata-rata sesak nafas sebelum dan sesudah
dilakukan perlakuan posisi semi fowler dapat dilihat dari hasil T-test
sebesar -15,327 dengan p = 0,006. Karena p = 0,006 < 0,005, maka
dikatakan signifikan atau bermakna. Artinya, ada perbedaan sebelum dan
sesudah dilakukan pemberian posisi semi fowler pada pasien asma.
T:
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Quasi
Eksperiment dengan rancangan One Group Pre test-Post tets.
2. Metode IMRAD
I:
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat tahun 2008 ada 300 juta
pasien asma di seluruh dunia. Indonesia sendiri memiliki 12,5 juta pasien
asma. 95% diantaranya adalah pasien asma tak terkontrol. Dalam 12 tahun
terakhir ini jumlah usia dewasa yang mengalami penyakit asma hampir
dua kali lipat dari usia anak-anak.
28
Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai
salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Keefektifan dari
tindakan tersebut dapat dilihat dari Respiratory Rates yang menunjukkan
angka normal yaitu 16-24x per menit pada usia dewasa
Data pasien RSUD Dr. Moewardi Surakarta dirawat inap kelas III
memiliki kapasitas terhadap pasien sebanyak 522 pasien dan masing-
masing bangsal terdapat 58 tempat tidur dengan jumlah perawat 22 orang,
pada saat pelaksanaan jumlah pasien paru yang rawat inap di kelas III
yaitu 53 pasien.
Berdasarkan data-data dan hal-hal tersebut di atas penulis ingin
mengetahui ”keefektifan pemberian posisi semi fowler pada pasien asma
yang sedang menjalani rawat inap di ruang rawat inap kelas III RSUD Dr.
Moewardi Surakarta”
M:
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien asma yang dirawat inap kelas
III RSUD Dr.Moewardi Surakarta sebanyak 220 pasien. Desain penelitian
yang digunakan adalah Quasi Eksperiment dengan rancangan One Group
Pre test-Post tets, tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan
simple random sampling
R:
Pasien asma berdasarkan bangsal dibedakan atas bangsal Melati, Melati
III, dan Anggrek 1, diketahui bahwa sebagian besar jumlah pasien asma
dari bangsal Anggrek II yaitu 22 pasien, responden pada kelompok laki-
laki sebanyak 18 pasien (55%).
Sesak napas sebelum dilakukan pemberian posisi semi fowler termasuk
sesak nafas berat, yaitu sebanyak 17 pasien atau sebanyak 52% dari 33
pasien, Pasien asma setelah diberi posisi semi fowler mengalami sesak
nafas ringan, yaitu dari 17 pasien asma yang mengalami sesak nafas berat
menjadi 11 pasien
29
A:
Pemberian semi fowler mempengaruhi berkurangnya sesak nafas sehingga
kebutuhan dan kualitas tidur pasien terpenuhi. Terpenuhinya kualitas tidur
pasien membantu proses perbaikan kondisi pasien lebih cepat
D:
Hasil penelitian pemberian posisi semi fowler mengurangi sesak napas
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (2004) bahwa
pemberian posisi semi fowler dapat mengurangi sesak napas pada pasien
asma.
Menurut Wilkison (Supadi, dkk 2008: 98) bahwa posisi semi fowler
dimana kepala dan tubuh dinaikkan 45º membuat oksigen didalam paru–
paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran napas.
Penurunan sesak napas tersebut didukung juga dengan sikap pasien yang
kooperaktif, patuh saat diberikan posisi semi fowler sehingga pasien dapat
bernafas
Dari hasil perbedaan pendapat menunjukkan bahwa ada pengaruh
pemberian posisi semi fowler terhadap sesak nafas. Hal tersebut berarti
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Supadi, dkk., (2008) bahwa
pemberian semi fowler mempengaruhi berkurangnya sesak nafas sehingga
kebutuhan dan kualitas tidur pasien terpenuhi
C:
Terbukti ada perbedaan sesak napas antara sebelum dan sesudah
pemberian posisi semi fowler, dari penelitian diperoleh hasil T-test sebesar
-15,327 dengan p = 0,006, sehingga pemberian posisi semi fowler dapat
efektif mengurangi sesak nafas pada pasien asma
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak et al. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Andriani K, Sesilia dan Syamsudin. 2013. Buku Ajar Farmakoterapi
Gangguan Saluran Pernapasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Francis, Caia. 2006. Perawatan Respirasi. Jakarta : Bumi Medika
Ross dan Wilson. 2011. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Singapore :
Elsevier
Herdman, T Heater dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis
Keperawatan Definisi & Klasifikasi edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Moorhead, Sue et al. 2016. Nursing Outcomes Classification.
Singapore : Elsevier
M. Bulechek, Gloria. 2016. Nursing Interventions Classification.
Singapore : Elsevier
Tanpa Nama. 2012. ISO Indonesia volume 47. Jakarta Barat : PT. ISFI
Penerbitan
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengn Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI
30