Anda di halaman 1dari 17

Sindrom Koroner Akut pada Orang Lanjut Usia

Xuming DAI, Jan Busby-Whitehead, Karen P Alexander

1. Pendahuluan

Penyakit jantung koroner masih merupakan salah satu penyebab kematian utama
di dunia. Usia lanjut adalah satu faktor risiko terkuat terjadinya penyakit jantung
koroner (PJK) dan menimbulkan prognosis yang buruk dengan adanya sindrom
koroner akut (SKA). SKA mengarah pada suatu kondisi yang menggambarkan
terjadinya proses iskemi miokard akut dan atau infark yang disebabkan oleh adanya
reduksi aliran darah pada pembuluh darah koroner akibat suatu ruptur/erosi plak dan
pembentukan trombus atau karena adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan
dengan pasokan O2 pada area miokard tersebut. Angina tidak stabil dan infark
miokard non ST-elevasi (IM-NSTE/NSTEMI) sering kali tidak dapat dibedakan
secara klinis dan keseluruhan keduanya disebut dengan non-ST elevasi Sindrom
Koroner Akut (NSTE-SKA). Adanya oklusi total pada arteri koronaria menimbulkan
iskemi/nekrosis miokard transmural yang dalam hasil EKG didapatkan gambaran
elevasi segmen ST sehingga pada diagnosis disebutkan sebagai infark miokard
dengan ST elevasi (IM-STE/STEMI). NSTE-SKA dan IM-STE membutukan
tatalaksana kardiovaskuler yang segera. Perkumpulan pakar kardiologis telah
membuat pedoman tatalaksana kontemporer yang mumpuni dalam menangani pasien
SKA seperti pedoman tatalaksana SKA yang dibuat oleh American Heart
Association/American College of Cardiology dan United Kingdom National Institute
for Health and Care Excellence. Implementasi tatalaksana berbasis bukti ini
menurunkan mortalitas dan morbiditas SKA secara signifikan. Namun, kemajuan
dalam pengobatan SKA belum dapat memberi hasil yang memuaskan apabila
diterapkan pada pasien-pasien berusia lanjut. Pada orang lanjut usia (lansia) yang
memiliki kondisi tubuh yang lemah dan rentan cenderung masih memiliki keluaran
yang buruk serta tidak mendapat perawatan yang berbasis bukti sesuai dengan kondisi
fisiologis lansia tersebut sehingga pada pasien SKA berusia lanjut memiliki angka
mortalitas tinggi terlepas dari perawatan yang sudah diberikan.

2. SKA pada Orang Lanjut Usia

2.1 Epidemiologi

Angka prevalensi dan insidensi kasus SKA pada lansia (usia ≥ 75 tahun)
belum diketahui secara pasti. Sekitar 60% pasien SKA yang diterima oleh rumah
sakit berusia lebih dari 60 tahun, dan hampir 85% kematian akibat SKA berada
pada kisaran kelompok usia tersebut. Data register rumah sakit memperlihatkan
sekitar 32% - 43% kasus NSTE-SKA dan 24% - 28% kasus IM-STE diderita oleh
pasien berusia ≥ 75 tahun. Pasien SKA lansia kurang terwakili dalam uji klinis di
mana subjek berusia di atas 75 tahun memiliki angka kurang dari 10%, dan pada
pasien berusia lebih tua dari 85 tahun menyumbang kurang dari 2% dari semua
subjek NSTE-SKA yang diuji secara klinis. Mortalitas sedikitnya meningkat 3
kali lipat pada pasien berusia diatas 85 tahun dibandingkan pasien yang berusia
kurang dari 65 tahun. Waktu kelangsungan hidup rata-rata setelah infark miokard
pertama (MI) adalah 3,2 tahun untuk pria dan wanita usia ≥75, sementara itu
adalah 9,3 tahun untuk pria dan 8,8 tahun untuk wanita berusia antara 65 dan 74
tahun; 17,0 untuk pria dan 13,3 untuk wanita pada usia 55 sampai 64 tahun.
Setiap pertambahan 10 tahun dalam usia meningkatkan angka mortalitas
sebanyak 75% pada pasien SKA. Database Global Registry of Acute Coronary
Syndrome (GRACE) dan UK Myocardial Ischemia National Audit Project
menunjukkan SKA yang terjadi pada lansia lebih sering dengan tipe NSTE-SKA
daripada IM-STE dan mayoritas didapatkan pada wanita, orang berkulit putih,
dan memiliki indeks masa tubuh (IMT) yang rendah, prevalensi juga meningkat
pada pasien dengan riwayat hipertensi, gagal jantung, atrial fibrilasi, stroke/TIA,
anemia, dan insufisiensi renal.

Semakin baiknya pencegahan dan pengobatan yang tersedia, tingkat


kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular juga mengalami
penurunan yang tetap baik di AS maupun di negara lainnya. Secara paradoks,
beban SKA pada lansia diduga disebabkan oleh (1) ekspansi populasi usia ≥65
tahun; (2) meningkatnya angka harapan hidup; dan (3) peningkatan populasi
lansia dengan riwayat PJK dengan terapi terbaru. Hal ini juga berarti SKA
merupakan manifestasi yang umumnya memang terjadi pada stadium akhir
kehidupan.

2.2 Patofisiologi

PJK dengan aterosklerosis merupakan suatu proses multi-dekade yang


terjalin bersamaan dengan mekanisme penuaan secara umum. Proses aterogenesis
termasuk di dalamnya cidera endotelial; deposisi partikel lemak (fatty-streak
formation); serta respon inflamasi dan respon seluler lokal (pembentukan awal
ateroma) yang kemudian diikuti dengan progresi ateroma dengan pembentukan
dan perluasan inti nekrotik, kapsul fibrosa, akumulasi matriks dan adanya
instabilitas plak, yang kemudian bersatu membentuk suatu trombosis.
“Open-artery theory” berpendapat bahwa trombosis pada lokasi dimana
terjadinya ruptur, erosi, atau pembentukan celah suatu plak aterosklerosis
mengakibatkan terjadinya SKA, yang klinisinya bergantung pada tingkat
keparahan serta durasi dari obstruksi pada pembuluh darah tersebut. SKA
ditandai dengan didapatkannya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan
O2 secara mendadak pada suatu area miokardium. Hal ini dapat disebabkan
adanya trombosis akut dan ruptur plak, atau karena memang adanya peningkatan
kebutuhan O2 atau penurunan pasokan O2 yang signifikan akibat adanya faktor
komorbid (contoh: takikardia, hipotensi, anemia). Pada lansia, proses kalsifikasi
aterosklerosis pada arteria koronaria terjadi pada area pembuluh darah yang lebih
luas dan disertai dengan penyakit penyerta lainnya. Hal tersebut dapat
meningkatkan kejadian cidera miokard tanpa proses pembentukan trombosis
baru.

3. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

3.1 Gejala

Pasien SKA dengan usia lanjut cenderung tidak menunjukkan gejala angina
yang tipikal (nyeri dada seperti ditekan, nyeri berlokasi di substernal, penjalaran
nyeri ke leher dan bahu, atau nyeri yang timbul pada saat beraktivitas). Gejala
otonom seperti sesak napas, diaforesis, mual dan muntah, pre-sinkop atau sinkop
lebih sering dirasakan oleh pasien SKA yang berusia lanjut. Gejala-gejala yang
muncul tersebut jarang dipicu oleh aktivitas fisik; namun lebih sering diakibatkan
oleh adanya suatu stresor hemodinamik seperti infeksi atau dehidrasi. Kondisi
komorbid lain yang mungkin didapatkan pada lansia dengan SKA adalah
perubahan status mental, perdarahan, riwayat jatuh, penurunan kemampuan
dalam beraktivitas sehari-hari, serta gangguan komunikasi juga merupakan hal
penting dalam menentukan bentuk perawatan yang akan diberikan pada pasien
SKA lansia. Oleh karena itu, indeks kewaspadaan/kecurigaan akan terjadinya
SKA harus selalu diterapkan dalam melakukan evaluasi pasien lansia agar
didapatkannya diagnosis dan tatalaksana yang cepat, tepat dan adekuat.

3.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang teliti lebih difokuskan pada kesadaran/status mental,


tanda vital, bising jantung, tanda-tanda gagal jantung (dekomposisi kordis) serta
penyakit arteri perifer untuk mendapatkan diagnosis akurat pada pasien SKA.
Penampakan kondisi pasien secara umum juga dapat memperlihatkan status gizi
dan kerentanan pasien tersebut. Adanya peningkatan kondisi komorbid juga
mengakibatkan pasien lansia menjadi kurang kooperatif dan rentan terhadap
terjadinya kondisi hemodinamik yang tidak stabil.

3.3 Uji diagnostik dan diagnosis banding

3.3.1 EKG awal dan serial

Dengan tingginya indeks kecurigaan dari perolehan awal dan interpretasi


dari hasil EKG 12 penyadap, serta adanya pemeriksaan ulang (misalnya, pada
interval 15 - 30 menit selama evaluasi di jam pertama atau saat timbulnya
rekurensi gejala) merupakan hal yang penting dalam diagnosis awal dari SKA
pada pasien lansia. Perubahan segmen ST dan gelombang T yang dinamis
memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi keberadaan iskemi. Pada
interpretasi EKG mungkin juga menunjukkan suatu perubahan yang memang
sudah ada sebelumnya, gambaran irama konduksi serta keterlambatan aliran
konduksi jantung. Pada pasien lansia lebih sering mengalami NSTE-SKA
daripada IM-STE, sehingga hasil yang terdapat dalam EKG cenderung tidak
ditandai dengan adanya deviasi segmen ST.

3.3.2 Pemeriksaan tanda biologis jantung

Pemeriksaan awal dan berkelanjutan enzim jantung, menggunakan penanda


troponin, memiliki nilai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam menegakkan
diagnosis SKA. Lansia memiliki kadar troponin yang lebih tinggi dari nilai
normal: 20% lansia berusia ≥ 70 tahun memiliki kadar troponin jantung diatas
99% dari nilai normal. Asesmen klinis yang teliti dan cermat sangat penting
untuk memisahkan SKA tersebut berasal dari suatu kondisi akut atau kronis yang
juga mengakibatkan nekrosis miokard ringan. Pada sebagian besar dari populasi
lansia dengan SKA juga didapatkan peningkatan kadar B-type natriuretic peptide
(BNP). Peningkatan BNP pada pada SKA mengarah pada prognosis yang buruk.
Pengukuran BNP ini memberikan informasi mengenai dekomposisi jantung pada
kasus SKA serta resiko mortalitas yang dapat terjadi.

3.3.3 Diagnosis banding dan uji diagnostik

Asesmen awal terhadap anatomi serta fungsional jantung melalui


ekokardiografi dapat menambah nilai diagnostik dan prognostik, serta penentuan
terapi. Terdapat banyak penyakit kardiovaskuler non-iskemi yang bermanifestasi
nyeri dada (contoh: diseksi aorta, aneurisma aorta yang luas, pericarditis, emboli
pulmo, gangguan katup berat, dan gagal jantung akut) membutuhkan pemeriksaan
pencitraan yang tepat untuk mengevaluasi diagnosis banding yang mungkin.
Takiaritmia seperti pada atrial fibrilasi merupakan gangguan yang umum terjadi
pada lansia yang memiliki manifestasi klinis mirip dengan SKA sehingga
membutuhkan konfirmasi dari hasil pemeriksaan EKG. Penyebab yang bukan
berasal dari jantung juga dapat menimbulkan nyeri dada dan menunjukkan
abnormalitas pada pemeriksaan penanda biologis jantung seperti anemia,
insufisiensi renal, dehidrasi, ganggguan metabolic dan elektrolit, serta infeksi.
Oleh karena itu, untuk memperoleh diagnosis yang akurat dan tepat waktu juga
membutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium, dan pemeriksaan
pencitraan yang tepat.

Tabel 1. Informasi klinis yang penting untuk diagnosis dan tatalaksana SKA pada
lansia.

Gejala Klinis pada diagnosis SKA

Gejala tipikal (cenderung tidak didapatkan pada pasien lansia)

Gejala atipikal (sering terdapat pada lansia)

Manifestasi pada penyakit non-kardiovaskular akut (takikardia, hipoksia,


anemia, hipotensi)

Gejala otonom (sering ditemukan pada lansia)

Perubahan status mental (sering ditemukan pada lansia)

Gejala yang dipicu aktivitas (jarang ditemukan pada lansia)

Gejala akibat stresor hemodinamik (sering ditemukan pada lansia)

Riwayat yang berhubungan dengan tatalaksana SKA

Riwayat infark miokard sebelumnya dan riwayat intervensinya

Status mental dan fungsional awal

Kualitas hidup

Harapan hidup yang diharapkan

Kondisi komorbid (indikasi untuk diberikannya antikoagulan)

Kerentanan/resiko jatuh

Resiko perdarahan

Status gizi

Kepatuhan medis/perhatian finansial

Dukungan sosial/keluarga

Pemeriksaan fisik yang berhubungan dalam tatalaksana SKA

Status mental

Stabilitas hemodinamik

Bising jantung

Tanda adanya gagal jantung dengan dekomposisi

Keadaan pembuluh darah perifer


Kondisi/perubahan degeneratif yang signifikan

Uji laboratorik

Fungsi renal

Nilai awal hemoglobin

Penanda biologis jantung

Insufisiensi endokrin

Gangguan elektrolit

4. Stratifikasi Resiko

Secara umum, pasien SKA dengan resiko terjadi iskemi yang tinggi
memerlukan strategi terapi yang agresif, khususnya, strategi terapi dengan
pemberian antitrombotik, antikoagulan dan revaskularisasi, untuk mengurangi
resiko timbulnya perburukan klinis serta prognosis yang buruk (kematian atau
iskemi rekuren/infark). Memperkirakan faktor prognosis pada pasien SKA
dengan resiko iskemi tinggi dapat menggunakan beberapa sistem penilaian yang
sudah tervalidasi, seperti skor TIMI, skor GRACE, dan indeks resiko TIMI yang
juga memprediksi resiko terjadinya perdarahan saat menerima berbagai macam
terapi agresif. Usia merupakan salah satu faktor penting untuk memprediksi
resiko pada pasien SKA lansia. Pasien yang berusia ≥ 75 tahun memiliki
setidaknya angka mortalitas 2 kali lipat dari pasien dengan usia ≤ 75 tahun.
Semua lansia yang mengalami SKA dengan peningkatan kadar troponin jantung
dengan atau tanpa perubahan pada EKG memiliki resiko tinggi dan diterapi
secara agresif, juga memiliki resiko tinggi terjadinya perdarahan. Kelemahan
kondisi tubuh yang menunjukkan peningkatan kerentanan dan penurunan fungsi
homeostasis pada populasi lansia, merupakan prediktor kuat dalam peningkatan
mortalitas, waktu rawat inap yang lebih panjang, dan meningkatnya resiko
perdarahan serta morbiditas pada pasien lansia dengan SKA.

Penurunan kemampuan fisiologi pada lansia juga mengarah pada keluaran


terapi yang buruk pada pasien lansia. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa
didapatkannya hasil positif dari skoring dengan Gold Standarts Framework (GSF)
yang merupakan kriteria penyakit stadium akhir dan skor kriteria kardiovaskuler
GRACE, dapat memprediksi resiko kejadian non-kardiovaskuler pada pasien
SKA, sementara skor GRACE menilai resiko kejadian kardiovaskuler yang
mungkin terjadi pada populasi ini.

Tabel 2. Faktor resiko yang termasuk dalam sistem skoring resiko mayor dalam
memprediksi resiko iskemi dan perdarahan pada SKA

Prediksi
Predisksi resiko Prediksi resiko kelangsungan
Faktor Klinis
kardiovaskuler perdarahan hidup jangan
panjang

Usia lanjut ++ ++ -

Diabetes melitus + + ?

Laki-laki + - ?

Insufisiensi renal + ++ --

Anemia + ++ ?

Riwayat PJK,
+ + --
PAD, CVA

Tingkatan
Killip/Hemodinami + ? --
k
Deviasi segmen ST + ? ?

Peningkatan
penanda biologis + ? -
jantung

Penurunan fisiologi
+ ? --
tubuh

Tanda (+): resiko meningkat; tanda (-): resiko menurun; tanda (?): belum
diketahui.

5. Tatalaksana

Pendekatan tatalaksana pada pasien lansia dengan SKA sebaiknya melalui


pendekatan secara individu dan diseimbangkan berdasarkan resiko iskemi, resiko
komplikasi, perkiraan harapan hidup, faktor komorbid, kualitas hidup, keinginan
pasien, dan estimasi terhadap resiko dan keuntungan jika dilakukan
revaskularisasi pada masing-masing pasien SKA berusia lanjut.

5.1 Farmakoterapi

Perawatan standar pada pasien dengan SKA yang diterapkan pada pasien
lansia pada umumnya memiliki tujuan yang sama, yakni untuk menghilangkan
efek iskemi segera, mencegah kerusakan miokard yang lebih parah, dan
menghindari komplikasi serta kematian. Namun, efek samping dari obat-obatan
yang diberikan lebih sering timbul pada pasien yang berusia lanjut; maka dari itu,
perhatian khusus dibutuhkan dalam memonitor dan mengurangi efek samping,
secara khusus efek dari adanya polifarmasi. Antiplatelet dan/atau antikoagulan
ajuvan diindikasikan pada pasien SKA. Bivalirudin dapat memberikan
keuntungan dalam mengurangi risiko perdarahan dibandingkan penggunaan
unfractioned heparin (UFH) ditambah penghambat GPIIB/IIIA dan fibrinolitik
dosis penuh yang memiliki resiko perdarahan yang tinggi dan hemoragia
intrakranial pada lansia. Terapi oksigen pada pasien hipoksemia, anti-angina,
terapi antiplatelet dan antikoagulan biasanya diindikasikan dan penggunaannya
juga memerlukan perhatian khusus pada pasien lansia.

5.2 Terapi revaskularisasi

Secara umum, pasien SKA berusia lanjut dengan resiko tinggi dapat
diuntungkan dengan terapi revaskularisasi invasif dimana terapi ini selain untuk
mempertahankan kehidupan juga dapat meningkatkan kualitas hidup dan
kapasitas fungsional pada pasien tersebut. Pedoman praktis terapi revaskularisasi
untuk IM-STE dan NSTE-SKA secara umum dapat diterapkan pada pasien lansia.
Angiografi dan intervensi koroner perkutan (IKP) aman untuk dilakukan dan
memiliki angka keberhasilan yang tinggi. Namun, resiko stroke dan perdarahan
yang meningkat dalam terapi intensif ini juga membutuhkan pertimbangan
matang antara keuntungan dan resiko yang didapat dengan hati-hati. Sebagai
tambahan, pasien lansia dengan trombosis dan ruptur plak arteri koroner
cenderung lebih menguntungkan apabila diterapi awal dengan terapi intensif,
akan tetapi data yang menunjukkan stratifikasi resiko terapi invasif pada lansia
masih terbatas, sehingga pemilihan terapi yang diberikan lebih sering berdasarkan
pertimbangan kondisi klinis pasien pada saat itu.

DAFTAR PUSTAKA

O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the
management of ST-elevation myocardial infarction: executive summary: a
report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol 2013; 61:
485–510.
Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, et al. 2014 AHA/ ACC Guideline for the
management of patients with non-ST elevation acute coronary syndromes: a
report of the American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol 64: e139–e228.

Steg PG, James SK, Atar D, et al. ESC Guidelines for the management of acute
myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Eur
Heart J 2012; 33:2569–2619.

Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, et al. ESC Guidelines for the management of
acute coronary syndromes in patients presenting without persistent
ST-segment elevation: The Task Force for the management of acute coronary
syndromes (ACS) in patients presenting without persistent ST-segment
elevation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J 2011;
32: 2999–3054.

The National Institute for Health and Care Excellence. Myocardial infarction with
ST-segment elevation: acute management, 2013. The National Institute for
Health and Care Excellence
website.https://www.nice.org.uk/guidance/cg167/resources/myocardial-infarc
tion-with-stsegment-elevation-acute-management-35109696806341.
(accessed March 5, 2016).

The National Institute for Health and Care Excellence. Unstable angina and NSTEMI:
early management, 2010. The National Institute for Health and Care
Excellence website.
https://www.nice.org.uk/guidance/cg94/resources/unstable-angina-and-nstem
i-early-management-975749355205. (accessed March 5, 2016).

Fox KA, Steg PG, Eagle KA, et al. Decline in rates of death and heart failure in acute
coronary syndromes, 1999-2006. JAMA 2007; 297: 1892–1900.
Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, et al. Heart disease and stroke statistics-2015
update: a report from the American Heart Association. Circulation 2015; 131:
e29–e322.

Alexander KP, Roe MT, Chen AY, et al. Evolution in cardiovascular care for elderly
patients with non-ST-segment elevation acute coronary syndromes: results
from the CRUSADENational Quality Improvement Initiative. J Am Coll
Cardiol 2005; 46: 1479–1487.

Zaman MJ, Stirling S, Shepstone L, et al. The association between older age and
receipt of care and outcomes in patients with acute coronary syndromes: a
cohort study of the Myocardial Ischaemia National Audit Project (MINAP).
Eur Heart J 2014; 35: 1551–1558.

Alexander KP, Newby LK, Cannon CP, et al. Acute coronary care in the elderly, part
I: Non-ST-segment-elevation acute coronary syndromes: a scientific
statement for healthcare professionals from the American Heart Association
Council on Clinical Cardiology: in collaboration with the Society of Geriatric
Cardiology. Circulation 2007; 115: 2549–2569.

Alexander KP, Newby LK, Armstrong PW, et al. Acute coronary care in the elderly,
part II: ST-segment-elevation myocardial infarction: a scientific statement for
healthcare professionals from the American Heart Association Council on
Clinical Cardiology: in collaboration with the Society of Geriatric
Cardiology. Circulation 2007; 115: 2570–2589.

Saunderson CE, Brogan RA, Simms AD, et al. Acute coronary syndrome
management in older adults: guidelines, temporal changes and challenges.
Age Ageing 2014; 43: 450–455.

De Luca L, Olivari Z, Bolognese L, et al. A decade of changes in clinical


characteristics and management of elderly patients with non-ST elevation
myocardial infarction admitted in Italian cardiac care units. Open Heart 2014;
1: e000148.

Lee PY, Alexander KP, Hammill BG, et al. Representation of elderly persons and
women in published randomized trials of acute coronary syndromes. JAMA
2001; 286: 708–713.

Avezum A, Makdisse M, Spencer F, et al. Impact of age on management and outcome


of acute coronary syndrome: observations from the Global Registry of Acute
Coronary Events (GRACE). Am Heart J 2005; 149: 67–73.

Veerasamy M, Edwards R, Ford G, et al. Acute coronary syndrome among older


patients: a review. Cardiol Rev 2015; 23: 26–32.

Hazzard WR. Atherosclerosis and aging: a scenario in flux. Am J Cardiol 1989; 63:
20H–24H.

DeWood MA, Spores J, Notske R, et al. Prevalence of total coronary occlusion during
the early hours of transmural myocardial infarction. N Engl J Med 1980; 303:
897–902.

Wang TY, Gutierrez A, Peterson ED. Percutaneous coronary intervention in the


elderly. Nat Rev Cardiol 2011; 8: 79–90.

Solomon CG, Lee TH, Cook EF, et al. Comparison of clinical presentation of acute
myocardial infarction in patients older than 65 years of age to younger
patients: the Multicenter Chest Pain Study experience. Am J Cardiol 1989;
63: 772–776.

Thygesen K, Alpert JS, Jaffe AS, et al. Third universal definition of myocardial
infarction. J Am Coll Cardiol 2012; 60: 1581–1598.

Brieger D, Eagle KA, Goodman SG, et al. Acute coronary syndromes without chest
pain, an underdiagnosed and undertreated high-risk group: insights from the
Global Registry of Acute Coronary Events. Chest 2004; 126: 461–469.
Grosmaitre P, Le Vavasseur O, Yachouh E, et al. Significance of atypical symptoms
for the diagnosis and management of myocardial infarction in elderly patients
admitted to emergency departments. Arch Cardiovasc Dis 2013; 106: 586–
592.

Alpert JS, Thygesen KA, White HD, et al. Diagnostic and therapeutic implications of
type 2 myocardial infarction: review and commentary. Am J Med 2014; 127:
105–108.

Morrow DA, de Lemos JA, Sabatine MS, et al. Evaluation of B-type natriuretic
peptide for risk assessment in unstable angina/non-ST-elevation myocardial
infarction: B-type natriuretic peptide and prognosis in TACTICS-TIMI 18. J
Am Coll Cardiol 2003; 41: 1264–1272.

Scirica BM, Kadakia MB, de Lemos JA, et al. Association between natriuretic
peptides and mortality among patients admitted with myocardial infarction: a
report from the ACTION Registry(R)-GWTG. Clin Chem 2013; 59: 1205–
1214.

Angeli F, Cavallini C, Verdecchia P, et al. A risk score for predicting 1-year mortality
in patients >/=75 years of age presenting with non-ST-elevation acute
coronary syndrome. Am J Cardiol 2015; 116: 208–213.

Roe MT, Chen AY, Thomas L, et al. Predicting long-term mortality in older patients
after non-ST-segment elevation myocardial infarction: the CRUSADE
long-term mortality model and risk score. Am Heart J 2011; 162: 875–883.

Ekerstad N, Swahn E, Janzon M, et al. Frailty is independently associated with


short-term outcomes for elderly patients with non-ST-segment elevation
myocardial infarction. Circulation 2011; 124: 2397–2404.

Ariza-Sole A, Formiga F, Lorente V, et al. Efficacy of bleeding risk scores in elderly


patients with acute coronary syndromes. Rev Esp Cardiol (Engl Ed) 2014; 67:
463–470.
Decourcelle V, Marechaux S, Pincon C, et al. Impact of functional decline on
outcome in elderly patients with acute coronary syndromes. Am J Crit Care
2013; 22: e1–e11.

Moretti C, Quadri G, D’Ascenzo F, et al. THE STORM (acute coronary Syndrome in


paTients end Of life and Risk assesment) study. Emerg Med J 2016; 33:10–
16.

Bach RG, Cannon CP, Weintraub WS, et al. The effect of routine, early invasive
management on outcome for elderly patients with non-ST-segment elevation
acute coronary syndromes. Ann Intern Med 2004; 141: 186–195.

Rosengren A, Wallentin L, A KG, et al. Sex, age, and clinical presentation of acute
coronary syndromes. Eur Heart J 2004; 25: 663–670.

Rosengren A, Wallentin L, Simoons M, et al. Age, clinical presentation, and outcome


of acute coronary syndromes in the Euroheart acute coronary syndrome
survey. Eur Heart J 2006; 27: 789–795.

Dzavik V, Sleeper LA, Cocke TP, et al. Early revascularization is associated with
improved survival in elderly patients with acute myocardial infarction
complicated by cardiogenic shock: a report from the SHOCK Trial Registry.
Eur Heart J 2003; 24: 828–837.

Newell MC, Henry JT, Henry TD, et al. Impact of age on treatment and outcomes in
ST-elevation myocardial infarction. Am Heart J 2011; 161: 664–672.

White HD, Barbash GI, Califf RM, et al. Age and outcome with contemporary
thrombolytic therapy. Results from the GUSTO-I trial. Global Utilization of
Streptokinase and TPA for Occluded coronary arteries trial. Circulation 1996;
94: 1826–1833.

White HD. Thrombolytic therapy in the elderly. Lancet 2000; 356: 2028–2030.
Cantor WJ, Fitchett D, Borgundvaag B, et al. Routine early angioplasty after
fibrinolysis for acute myocardial infarction. N Engl J Med 2009; 360: 2705–
2718.

Borgia F, Goodman SG, Halvorsen S, et al. Early routine percutaneous coronary


intervention after fibrinolysis vs. standard therapy in ST-segment elevation
myocardial infarction: a meta-analysis. Eur Heart J 2010; 31: 2156–2169.

Damman P, Clayton T, Wallentin L, et al. Effects of age on long-term outcomes after


a routine invasive or selective invasive strategy in patients presenting with
non-ST segment elevation acute coronary syndromes: a collaborative
analysis of individual data from the FRISC II - ICTUS - RITA-3 (FIR) trials.
Heart 2012; 98: 207–213.

Bauer T, Koeth O, Junger C, et al. Effect of an invasive strategy on in-hospital


outcome in elderly patients with non-ST- elevation myocardial infarction.
Eur Heart J 2007; 28: 2873–2878.

Lopes RD, Gharacholou SM, Holmes DN, et al. Cumulative incidence of death and
rehospitalization among the elderly in the first year after NSTEMI. Am J Med
2015; 128: 582–590.

Pasquali SK, Alexander KP, Peterson ED. Cardiac rehabilitation in the elderly. Am
Heart J 2001; 142: 748–755.

Anda mungkin juga menyukai