Anda di halaman 1dari 34

BAB I Formatted: Indent: First line: 0"

PENDAHULUAN

Sejalan dengan perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan
informasi yang demikian cepat diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
lebih baik mengharuskan sarana pelayanan kesehatan untuk mengembangkan diri secara terus.
Pengembangan yang dilaksanakan tahap demi tahap berusaha untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit tetap dalat mengikuti perubahan yang ada.
Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan langsung mempunyai tujuan untuk
meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatan
secara terpadu serta meningkatkan dan memantapkan manajemen pelayanan kesehatan yang
meliputi kegaiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian.
Salah satu usaha peningkatan penampilan dari masing-masing sarana pelayanan seperti
rumah sakit adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan di semua unit pelayanan, baik pada
unit pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan penunjang medik, ataupun pada unit
pelayanan administrasi dan manajemen melalui program jaminan mutu.
Sejalan dengan Visi RSD Balung menjadi rumah sakit yang bermutu, mandiri dan
menjadi pilihan utama masyarakat, sehingga Rumah Sakit mempunyai misi Menyelenggarakan
pelayanan rumah sakit yang bermutu, berorientasi pada kepuasan pelanggan dan menjadi pilihan
utama masyarakat, melaksanakan fungsi rumah sakit pendidikan yang berbasis pada ilmu dan
teknologi kedokteran, menjalin kemitraan untuk mencapai kemandirian rumah sakit, dan menjadi
rumah sakit pusat rujukan wilayah Jawa Timur bagian timur.
Mutu Pelayanan Rumah Sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan Rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/ konsumen akan pelayanan kesehatan yangt sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan profesi dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosio budaya, dengan memperhatikan keterbatasan
dan kemampuan pemerintah dan masyarakat sebagai konsumen serta mengutamakan keselamatan
pasien.

Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

1
BAB II Formatted: Font: (Default) Times New Roman

LATAR BELAKANG
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sebenarnya


bukanlah hal yang baru. Pada tahun 1820-1910, Florence Nightingale seorang perawat dari
Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “ hospital should
do the patient no harm”. Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat upaya peningkatan mutu pelayanan medik dan keselamatan pasien
dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A Codman dari Boston pada tahun 1917. Dr. E. A Coman dan
beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya
terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak
memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang
segala sesuatu yang terkait dengan masalah pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusah
mengidentifikasi masalah klinis dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeon (ACS)
menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upay
pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan
keselamatan pasien. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien sehingga banyak rumah sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat
berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin
lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians,
Amereican Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi
Rumah Sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah
Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumberdaya yang
ada serta meningkatkan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang
ada serta meningkatkan keselamatan pasien. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun
1953 -1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan
revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal
member pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini
mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat
itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan

2
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amereika sangat menentukan utilisasi Rumah
Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan yaitu agar dapat lulus akreditasi
suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pegendalian mutu dan keselamatan pasien
yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah
payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3
negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup
semua Negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hamper sama
dengan Amerika.
Di Eropa barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun
masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan
tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena
perbedaan system kesehatan di masing- masing Negara di Eropa. Karena itu kantor Regional
WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980 –an mengambil inisiatif untuk membantu Negara-
negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan
system pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan symposium di Utrecht, negeri belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan mei 1983 di Barcelona, Spayol suatu
kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
symposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya
peningkatan mutu di berbagai Negara Eropa barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, Negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan
dengan bantuan konsultan ahli dari Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah
Sakit pemerintah melalui Surat keputusan menteri Kesehatan No. 033/Birhub/1972. Secara
umum telah ditetapkan beberapa criteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B, C, D. Kriteria ini
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai
standar baik menyangkut pelayanan ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas
Rumah Sakit, disamping standar , Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan
dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.

3
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indicator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan
Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan nasional. Indikator ini setiap dua
tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evauluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indicator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain
kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrument mengukur kemampuan
pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari konsep
Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan QA tradisional dimana dalam monitor
dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI focus lebih diarahkan
kepada penampilan organisai melalui penilaian pemilik, manajemen, klinim dan pelayanan
penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan
evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan
kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit
Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabya
membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah
Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah
satu indicator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya
penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian
mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle (QCC). Beberapa Rumah
sakit lainya juga telah mencoba menerapkan Gugus kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada
yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal diatas maka Departemen kesehatan RI telah mengadakan Pelatihan
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data diatas
dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun
dalam penerpannya sering ada perbedaan.
Untuk melaksanakan ketentuan pasal 43 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit maka diterbitkanlah Peraturan menteri Kesehatan republik Indonesia Nomor
1691/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Dalam permenkes tersebut
menyatakan bahwa keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan lebih man yang meliputi asesmen Risiko pasien, pelaporan, dan analisi insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sejalan dengan pemaparan diatas, agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien
di RSD dr. SoebandiBalung jember dapat berjalan seperti yang diharapkan maka perlu disusun
Pedoman upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan pasien di RSD dr. SoebandiBalung jember.
Buku pedoman tersebut disusun sebagai acuan bagi pengelola RSD dr. SoebandiBalung Jmber

4
dalam melaksanakan upaya peningkatan mujtu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Daerah
dr. SoebandiBalung Jember.

Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

5
BAB III
TUJUAN PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

A. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien di RSD dr. SoebandiBalung Jember secara efektif dan efisien agar
tercapai derajat kesehatan yang optimal dan meningkatkan kepuasan pelanggan.

B. Tujuan Khusus
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan dan terjaminnya Keselamatan pasien di
RSD dr. SoebandiBalung melalui:
1. Tercapainya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Optimasi tenaga, sarana dan prasarana untuk pengembangan pelayanan kesehatan
melalui monitoring kinerja individu dan kinerja unit kerja.
4. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.

Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

6
BAB IV Formatted: Font: (Default) Times New Roman

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR

Agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat dilaksanakan secara efektif
dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang pengertian dan konsep dasar upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSD balung jember.

A. Definisi Mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang secara
sederhana tentang hakekat mutu.
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
2. Mutu adalah expertise atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan
3. Mutu adalah upaya meminimalkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan
4. Mutu bersifat persepsi dan dipahami berbeda oleh orang yang berbeda namun
berimplikasi pada superioitas sesuatu hal.

B. Mutu pelayanan RSD DR. SoebandiBalung


Bagi rumah sakit mutu pelayanan kesehatan adalah memberikan pelayanan kepada
pasien dengan benar dengan cara yang secara teknis benar dan kompeten, dengan komunikasi
yang baik, dengan system pengambilan keputusan 2 arah dan mempertimbangkan keterbatasan
dan kemampuan RSD dr. SoebandiBalung Jember serta masyarakat/konsumen. Selain itu Mutu
pelayanan merupakan derajat kesempurnaan pelayanan RSD dr. SoebandiBalung Jember untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen terhadap pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumberdaya yang tersedia di
RSD dr. SoebandiBalung Jember.

1. Pihak yang berkepentingan dengan mutu


Banyak pasien yang berkepntingan dengan mutu yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen RSD dr. SoebandiBalung Jember
d. Karyawan RSD dr. SoebandiBalung jember
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi

7
Setiap kepentingan yang disebut diatas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.

2. Dimensi mutu
Dimensi mutu adalah suatu pandangan dalam menentukan penilaian terhadap
jenis dan mutu pelayanan dilihat dari akses, efektivitas, efisiensi, keselamatan dan
keamanan, kenyamanan, kesinambungan pelayanan kompetensi teknis dan hubungan
antar manusia berdasarkan standar WHO. Pedoman peningkatan mutu dan keselamatan
pasien RSD dr. SoebandiBalung Jember mengukur 4 dimensi mutu yang sesuai dengan
standar akreditasi KARS 2012 yaitu:
a. Keamanan
Rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian suatu
produk atau dalam memberikan pelayanan jasa, yaitu memperhatikan keamanan
pasien, memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien.
b. Efektifitas
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas pelayanan kesehatan dan
petunjuk klinis sesuai standar yang ada.
c. Efisiensi
Pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh efisiensi sumber daya pelayanan
kesehatan. Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal untuk
memaksimalkan pelayanan pasien dan masyarakat.
d. Ekuitas
Adalah pemerataan kesempatan mendapatkan pelayanan.

3. Mutu terkait dengan input, proses dan output


Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3
variabel, yaitu:
a. Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, struktur
organisasi, informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan
dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur organisasi dengan mutu
pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan
pelayanan kesehatan
b. Proses, adalah aktivitas dalam bekerja, berupa interaksi professional antara pemberi
pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel
penialaian mutu yang penting.
c. Output ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.

8
RSD dr. SoebandiBalung Jember adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang
kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di
RSD dr. SoebandiBalung Jember menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta
mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RSD dr. SoebandiBalung
Jember mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber
daya manusia yang professional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RSD dr. soebandiBalung jember
harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSD dr. SoebandiBalung Jember diawali
dengan penilaian akreditasi RSD dr. SoebandiBalung Jember yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RSD dr.
SoebandiBalung Jember harus menetapkan standar input, proses dan output, serta
membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. RSD dr. SoebandiBalung
Jjember dipacu untuk dapat menilai diri (self assessment) dan memberikan pelayanan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlua ada alat ukur yang lain,
yaitu instrument mutu pelayanan RSD dr. SoebandiBalung Jember yang menialai dan
memecahkan masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja RSD dr.
SoebandiBalung Jember tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah
menghasilkan output yang baik pula. Indikator RSD dr. SoebandiBalung Jember yang
disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RSD dr. SoebandiBalung
Jember secara nyata.

C. Upaya Peningkatan Mutu RSD dr. SoebandiBalung Jember


Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integrativee untuk
menyususun indikcator mutu, memantau dan menilai mutu pelayanan RSD dr. SoebandiBalung
Jember, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu
pelayanan RSD dr. SoebandiBalung akan menjadi lebih baik.

D. Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. System tersebut meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
E. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah kegiatann yang bertujuan memberikan
asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya dan aman kepada pasien. Upaya peningkatan mutu

9
pelayanan dan keselamatan pasien menjadi tujuan sehari-hari dari unsur di RSD dr.
SoebandiBalung Jember termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang di
semua unit pelayanan.
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien termasuk kegiatan yang melibatkan
mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat, aman dan efisien
serta memperhatikan keselamatan pasien memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih
baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.

F. Clinical pathway
Clinical Pathway (CP) adalah alat yang bermanfaat dalam upaya untuk memastikan
adanya intergrasi dan koordinasi yang efektif dan efisien sesuai dengan standar pelayanan medis
maupun keperawatan dan penunjang lainnya, sesuai sumber daya yang tersedia dan disusun
berdasarkan 5 area prioritas.
Tujuan rumah sakit menetapkan panduan praktik klinis dan alur klinis adalah:
a. Untuk menstandarisasi proses pelayanan klinis
b. Menurunkan Risiko pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan klinis
c. Memberikan pelayanan kesehatan yang tepat waktu, efektif dengan menggunakan
sumber daya secara efisien.
d. Memberikan pelayanan berkualitas tinggi secara konsisten berdasarkan evidenced based
practice

G. Indikator Mutu
a. Indikator Klinis
Adalah suatu cara untuk menilai/mengukur penampilan dan kegiatan pelayanan
klinis. Indikator klinis merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan dalam pelayanan klinis di Rumah Sakit, terdiri dari 11 Indikator Area Klinis
yang meliputi :
a. Asesmen pasien
b. Pelayanan laboratorium
c. Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
d. Prosedur bedah
e. Pengunaan antibiotika dan obat lainnya
f. Kesalahan medikasi (medication error) dan kejadian nyaris cedera (KNC)
g. Penggunaan anastesi dan sedasi
h. Penggunaan darah dan produk darah
i. Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien
j. Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveilans dan pelaporan
k. Riset Klinis

10
2. Indikator manajemen
Adalah suatu cara untuk menilai / mengukur penampilan dan kegiatan manajemen.
Indikator Manajemen merupakan suatu variable yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan dalam pelayanan manajemen Rumah sakit, terdiri dari 9 Indikator Area
Manajemen yang meliputi :
a. Pengadaan rutin alat kesehatan dan obat penting untuk memenuhi kebutuhan
pasien
b. Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang – undangan
c. Manajemen risiko
d. Manajemen penggunaan sumber daya
e. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
f. Harapan dan kepuasan staf
g. Demografi pasien dan diagnosis klinis
h. Manajemen keuangan
i. Pencegahan dan pengendalian dari kejadsian yang dapat menimbulkan masalah
bagi keselamatan pasien , keluarga pasien dan staf

3. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien


Adalah suatu cara untuk menilai/mengukur pelaksanaan sasaran keselamatan
pasien. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien merupakan suau variable yang digunakan
untuk bisa meliha perubahan dalam pelaksanaan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit,
terdiri dari 6 indikaor Sasaran Keselamatan Pasien, meliputi:
a. Mengidentifikasi pasien dengan benar
b. Meningkatkan komunikasi yang efektif
c. Meningkatkan keamanan obat – obatan yang harus diwaspadai
d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pada pasien
yang benar
e. Mengurangi Risiko infeksi akibat perawatan pasien
f. Mengurangi Risiko cedera pasien akibat terjatuh
4. Indikator JCI’s International Library of Measures
Adalah suatu cara untuk menilai / mengukur penampilan dan kegiatan pelayanan
klinis berdasarkan 10 indikator yang telah ditetapkan oleh JCI (Joint Comission
International) yaitu :
a. Acute Myocardial Infacrction
b. Heart Failure
c. Stroke
d. Children’s Asthma Care
e. Hospital Based Inpatient Psychiatric Service

11
f. Nursing Sensitive Care
g. Perinatal Care
h. Pnemonia
i. Surgical Care improvement Project
j. Venous Thromboembolism

Indikator tersebut merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan dalam pelayanan klinis di Rumah Sakit sesuai standart internasional.
Measurement yang dipilih berdasarkan bukti – bukti klinis (evidence based) di rumah sakit
sepeti misdalnya angka kejadian penyakit, risiko yang ditimbulkan, jumlah operasi, angka
kematian, dan lain –lain. Sesuai denganstandart JCI disebutkan bahwa setidaknya 5 (lima)
ukuran klinis harus diambil dari JCI’s International Library of Measure. Indikator ini
dipilih berdasarkan kondisi rumah sakit.

H. Insiden Keselamatan Pasien


1. Kejadian Sentinel
Adalah suatu Kejadian Tidak Diharapkan yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima. Pemilihan kata “sentinel’ terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi, sehingga
pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada
kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Sentinel event pada kasus keselamatan pasien meliputi: pasien meninggal tidak
alami, tidak karena penyakitnya dan hasil perawatan yang berbeda dari yang diharapkan aau
karena salah satu dibawah ini:
a. Tindakan dilakukan pada pasien yang salah atau tindakan pada tubuh yang salah
b. Bunuh diri
c. Peralatan medis dan non medis yang mencederai pasien
d. Benda tidak sengaja tertelan dan memerlukan tindakan operasi
e. Gas yang masuk kepembuluh darah yang menyebabkan kematian atau kerusakan
saraf
f. Tranfusi darah
g. Salah obat: kesalahan pemberian obat
h. Kematian karena melahirkan
i. Penculikan atau kesalahan menyerahkan bayi

2. Kejadian tidak diharapkan (KTD)


Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan

12
oleh kesalahan medis atau bukan medis karena tidak dapat dicegah. Kejadian tidak
diharapkan tersebut sesuai yang tercantum dalam standar PMKP 7 sebagai berikut:
a. Semua reaksi tranfusi
b. Semua reaksi obat
c. Semua kesaaalahan medis (medical error)
d. Ketidakcocokan antara diagnosis pra dan pasca operasi Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

e. Komplikasi tindakan sedasi moderat atau dalam dan anastesi


f. Pasien jatuh selama dilingkungan rumah sakit

3. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)


Near Miss atau kejadian Nyaris Cedera (KNC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission ), yang dapat mencederai pasien,tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan.

4. Kejadian Tidak Cedera


Adalah suatu insiden akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil indakan yang seharusnya diambil (omission) ke pasien, tetapi pasien tidak
cedera.

5. Kejadian Potensial Cedera


Adalah kondisi atau situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera,
tetapi belum terjadi insiden.

Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

I. RCA (Root Cause Analysis)/Analisa Akar Masalah


Adalah suatu proses terstruktur untuk mengidentifikasi factor penyebab atau faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan kinerja, termasuk KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). Analisa Akar Masalah (RCA) dilaksanakan apabila ditemukan KTD yang berulang
yang berdampak terhadap kualitas pelayanan. Akar masalah sangat penting diketahui untuk
melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan secara efektif.

J. Manajemen Risiko
Adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas
risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya. Dalam hubungannya
dengan operasional rumah sakit, istilah manejemen risiko dikaitkan kepada aktivitas
perlindungan diri yang berarti mencegah ancaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap
kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera atau malpraktek medis.

13
K. FMEA (Failure Modes Effects and Analysis)
Adalah metoda perbaikan kiknerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi
kegagalan sebelum terjadi. Hal ini didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien, FMEA
merupakan proses proaktif, dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi dan diantisipasi
sehingga dapat memienimalkan dampak buruk dari kesalahan. Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

BAB V Formatted: Font: (Default) Times New Roman

KEBIJAKAN
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

Kebijakan dalam upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di RSD dr.
SoebandiBalung Jember sesuai yang tertuang dalam Surat Keputusan Direktur No.
………………. Tentang Kebijakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, adalah: Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt, Font
color: Red
1. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam melaksanakan program mutu dan program Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

keselamatan pasien
2. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien berlaku di seluruh rumah sakit

14
3. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien juga menangani sistem di rumah sakit,
peranan rancang system, rancang ulang, koordinasi dari kegiatan pengukuran dan
pengendalian secara sisematik dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien
4. Priorias untuk dilakukan evaluasi dan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasienditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
5. Pengukuran fungsi klinis, fungsi manajemen dan kepuasan pelanggan dirumah sakit yang
menghasilkan akumulasi data dan informasi, akan dianalisa sebagai bahan evaluasi pimpinan
dalam memberikan dukungan sumber daya yang diperlukan untuk peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
6. Informasi tentang program dan kemajuan peningkatan mutu dan keselamaan pasien harus
disampaikan kepada seluruh staf hingga direksi secara regular melalui saluran komunikasi
yang efektif (pada rapat bulanan, triwulan dan tahunan)
7. Semua staf yang yang berpartisipasi dalam pengumpulan data, analisis, perencanaan dan
pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien harus mengikuti peltihan secara rutin
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam program baik secara ekstern
maupun intern rumah sakit
8. Penetapan prioritas kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang dievaluasi
berdasarkan kriteria kejadian yang selama ini dimonitoring dengan risiko tinggi (high risk),
volume tinggi (high volume), dan biaya tinggi (high cost)
9. Analisis, validasi dan pelaporan data mutu dan keselamatan pasien dilaksanakan secara
sisematis, dengan cara :
a. Analisa data dilakukan oleh individu dengan pengalaman, pengeahuan dan
ketrampilan yang tepat bertugas untuk mengumpulkan dan menganalisis data rumah
sakit secara sistematis
b. Data hasil pemantauan indikator ditetapkan melalui proses verifikasi sebelum
dilakukan entri dan analisis data
c. Frekuensi analisa data sesuai dengan proses yang dipelajari dan memenuhi kebutuhan
rumah sakit, RSD dr. soebandiBalung melaksanakan anlisis data mutu setiap 3 bulan
sekali
d. Proses analisis mencakup perbandingan internal, perbandingan dengan rumah sakit
lain apabila ada, dan dengan sandart – standart nasional dan baseline data, RSD dr.
SoebandiBalung Jember melaksanakan perbandingan dengan rumah sakit sejenis,
mengunakan standart kementerian kesehaan sebagai perbandingan standart nasional
(SPM)
e. Pemimpin rumah sakit melaporkan Program Mutu dan Keselamatan Pasien kepada
lembaga tata kelola/dewan pengawas setiap bulan
f. Rumah sakit mengunakan proses internal untuk melakukan validasi data sebelum
melaksanakan pelaporan dan publikasi

15
10. Rumah sakit mengunakan proses internal untuk melakukan validasi data, untuk menjamin
bahwa data yang didapat adlah valid, penyahihan/validasi dilakukan ketika :
a. Suatu ukuran baru ditetapkan (khususnya, ukuran klinis yang dimaksudkan untuk
membantu rumah sakit mengevaluasi dan meningkatkan proses atau hasil klinis yang
penting)
b. Data yang akan ditampilkan kepada publik lewat situs web rumah sakit atau cara lain
c. Suatu perubahan telah dibuat pada suatu pada suatu ukran indikator yang telah ada
d. Sumber data berubah, misalnya jika ada bagian dari catatan pasien yang diubah ke
format elektronik sehingga sumber datanya menjadi elektronik atau kertas
e. Subyek pengumpulan data berubah, misalnya perubahan dal;am umur pasien rata – rata,
perubahan protokol penelitian, penerapan practice guidelines (pedoman praktik) baru, Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

atau pemakaian teknologi dan metodologi keperawatan baru


f. Validasi data hanya dapat dilakukan pada data sekunder (rekam medis)
g. Untuk data mutu yang telah masuk JCI Library of Measurement tidak dilakukan validasi
data
11. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien akan dikomunikasikan secara terus
menerus dan berkesinambungan, dengan cara :
a. Mensosialisasikan dan mengedukasikan ke seluruh staf melalui pembekalan orientasi,
pelatihan mutu dan keselamatan pasien, pertemuan-pertemuan kecil di unit pelayanan,
pertemuan karyawan, pertemuan antar departemen pelayanan dan dalam setiap
wawancara dan penilaian kompentensi
b. Publikasi data hasil kegiatan Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien akan
disampaikan keseluruh unit pelayanan atau melalui media cetak dan media sosial jika
diperlukan
c. Manajemen rumah sakit member dukungan sumber daya (sumber daya manusia dan
tekhnologi informasi) untuk pelaksanakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
secara penuh dan selalu menjaga kerahasiaan pasien dalam pengumpulan data klinis

16
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

17
B A B VI
PENGORGANISASAIAN

A. Struktur Organisasi

STRUKTUR ORGANISASI PENINGKATAN MUTU DAN MANAJEMEN RISIKO


RSD DR. SOEBANDIBALUNG JEMBER
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
Direktur

Ketua Komite Mutu dan


Manajemen Risiko

Sekretaris

Tim Tim Tim Tim Tim


PMKP KPRS Manajemen PPI K3RS
Risiko

B. Tugas Umum
Bertanggung jawab secara umum terhadap pelaksanaan kegiatan PMKP RSD dr.
SoebandiBalungung Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

C. Tugas Khusus
1. Bersama-sama anggota tim menyusun pedoman, mekanisme dan program kerja Komite Formatted: Tab stops: Not at 0.5"

Mutu dan Manajemen Risiko


2. Anggota Komite Mutu dan Manajemen Risiko meliputi : Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

a. Tim PMKP Formatted: Tab stops: Not at 1"

b. Tim KPRS
c. Tim PPI

18
d. Tim K3RS
e. Tim Manajemen Risiko
3. Menerima laporan, mengkoordinasikan, monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan Formatted: Tab stops: Not at 0.5"

kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko mulai tahap pemilihan, pencatatan,
pelaporan, analisa, validasi hingga publikasi di RSD dr. SoebandiBalung
4. Kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko yang dimaksud poin 3 meliputi:
a. Clinical Pathway Formatted: Tab stops: Not at 1"

b. Indikator mutu
1) Klinis Formatted: Tab stops: Not at 1.5"

2) Manajemen
3) Sasaran Keselamatan Pasien
4) International Library
c. Penilaian kinerja
1) Rumah sakit Formatted: Tab stops: Not at 1.5"

2) Para pimpinan rumah sakit


3) Tenaga profesi
d. Kegiatan komite mutu dan manajemen Risiko unit
1) Indikator mutu unit kerja Formatted: Tab stops: Not at 1.5"

2) Insiden keselamatan pasien


3) Manajemen risiko
4) Penilaian kinerja unit
5) Penilaian kinerja staf
5. Berkoordinasi dengan bagian-bagian dibawah ini dalam kaitannya dengan kegiatan Formatted: Tab stops: Not at 0.5"

Komite Mutu dan Manajemen Risiko:


a. SPI untuk kegiatan penilaian kinerja rumah sakit dan para pimpinan rumah sakit. Formatted: Tab stops: Not at 1"

b. Sub komite mutu komite medis untuk kegiatan audit klinis dan rekomendasinya.
c. SMF untuk penyusunan dan audit clinical pathway.
d. Komite keperawatan untuk audit keperawatan beserta rekomendasinya.
e. Sumber daya insani untuk penilaian kinerja tenaga profesi dan staf.
f. SIRS untuk database eksternal Komite Mutu dan Manajemen Risiko.
g. Diklat untuk diklat PMKP.
6. Menerima laporan dari anggota tim Komite Mutu dan Manajemen Risiko sesuai periode Formatted: Tab stops: Not at 0.5"

yang telah disepakati.


7. Membuat laporan kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko dan melaporkannya ke
Direktur.
D. Uraian Tugas
1. Ketua :
a. Bertanggung jawab terhadapa kegiatan peningkatan mutu dan kaselamatan pasien Formatted: Tab stops: Not at 0.76"

b. Mengkoordinir tugas kepada anggota

19
c. Memberikan pengarahan kepada anggota mengenai tugas masing-masing
d. Melaksanakan fungsi manajemen
e. Menetapkan sasaran dan kebijakan prioritas bersama anggota
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt,
English (United States)
2. Sekretaris : Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

a. Bertanggung Jawab terhadap segala administrasi Komite, Mengkonsep surat-surat


keluar dan mengajukannya kepada Ketua.
b. Penyelenggara Notulis dalam rapat-rapat Komite.
c. Membuat laporan kegiatan Komite, baik yang bersifat rutin atau isidential.
d. Melaksanakan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh unsur Ketua, berkaitan dengan
Komite Mutu dan Manajemen Risiko RSD dr. SoebandiBalung
e. Dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua Komite Mutu dan
Manajemen Risiko RSD dr. SoebandiBalung

3. Anggota
a. Tim PMKP
1) Menjamin terlaksananya pelaksanaan indikator-indikator mutu klinis, manajerial,
sasaran keselamatan pasien dan international library mulai tahap pemilihan,
pencatatan, pengumpulan, analisa, validasi dan publikasi.
2) Bertanggung jawab terhadap analisa indikator dengan Rumah Sakit lain.
3) Berkoordinasi dengan unit terkait dalam melakukan analisa indikator standard
dan praktek terbaik sesuai periode yang ditentukan.
4) Melakukan validasi :
a) Sampel statistik sahih dari catatan, kasus dan data lain.
b) Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang.
c) Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan
dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90
% adalah patokan yang baik.
d) Koleksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk
memastikan tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan.
5) Memberikan laporan kegiatan tim PPI terkait PMKP kepada Komite Mutu dan
Manajemen Risiko setiap periode yang disepakati.
6) Memberikan rekomendasi kepada Komite Mutu dan Manajemen Risiko terkait
kegiatan tim PMKP di dalam lingkup kegiatan Komite Mutu dan Manajemen
Risiko.
7) Menghadiri pertemuan atau kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko baik
rutin maupun insidental.

b. Tim KPRS

20
1) Menerima laporan, mengkoordinasi, monitoring serta evaluasi pelaksanaan
sistem insiden keselamatan pasien RSD dr. SoebandiBalung
2) Melaksanakan analisa grading laporan insiden keselamatan pasien.
3) Melaksanakan Root Cause Analysis sebagai tindak lanjut laporan insiden
keselamatan pasien.
4) Melaksanakan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) satu tahun sekali.
5) Mengkoordinasi, menerima, monitoring serta evaluasi kegiatan manajemen risiko
di RSD dr. SoebandiBalung Jember.
6) Memberikan laporan kegiatan tim KPRS terkait PMKP kepada Komite Mutu dan
Manajemen Risiko setiap periode yang disepakati.
7) Memberikan rekomendasi kepada Komite Mutu dan Manajemen Risiko terkait
kegiatan tim KPRS didalam lingkup kegiatan Komite Mutu dan Manajemen
Risiko.
8) Menghadiri pertemuan atau kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko baik
rutin maupun insidental.

c. Tim PPI
1) Survelance HAI’s
a) Membuat profil indikator untuk setiap data surveillance.
b) Melakukan pencatatan harian (formulir).
c) Melakukan rekap bulanan.
d) Membuat laporan hasil surveillance
e) Melakukan analisa trend
f) Berkoordinasi dengan Komite Mutu dan Manajemen Risiko untuk analisa
dengan standard dan praktek terbaik serta analisa dengan Rumah Sakit lain.
g) Desiminasi hasil
2) Bertanggung jawab atas manajemen outbrake RSD dr. SoebandiBalung
3) Merencanakan, melakukan, monitoring, serta evaluasi kegiatan ICRA di RSD dr.
SoebandiBalung
4) Memberikan laporan kegiatan tim PPI terkait PMKP kepada Komite Mutu dan
Manajemen Risiko setiap periode yang disepakati.
5) Memberikan rekomendasi kepada Komite Mutu dan Manajemen Risiko terkait
kegiatan PPI dalam lingkup kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko.
6) Menghadiri pertemuan atau kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko baik
rutin maupun insidental.

d. Tim K3RS
1) Berkoordinasi dan bekerjasama dengan Tim PPI dalam melaksanakan ICRA
bangunan.

21
2) Merencanakan, melakukan, monitoring serta evaluasi pelaksanaan Hazard
Vulnerable Analysis (Kaiser Permanente).
3) Memberikan laporan kegiatan tim K3 terkait Komite Mutu dan Manajemen
Risiko kepada Komite Mutu dan Manajemen Risiko setiap periode yang
disepakati.
4) Memberikan rekomendasi kepada Komite PMKP terkait kegiatan K3 dalam
lingkup kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko.
5) Menghadiri pertemuan atau kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko baik
rutin maupun insidental.

e. Tim Manajemen Risiko


1) Melaksanakan PDSA mulai dari tahap perencanaan, pencatatan dan
pengumpulan, pelaksanaan, analisa, validasi, perbaikan atau peningkatan serta
evaluasi terkait kontrak dan perjanjian lainnya.
2) Merencanakan, melaksanakan, monitoring serta evaluasi kegiatan manajemen
kontrak dan perjanjian lainnya.
3) Memberikan laporan kegiatan tim Kerja Sama terkait Komite Mutu dan
Manajemen Risiko kepada Komite Komite Mutu dan Manajemen Risiko setiap
periode yang disepakati.
4) Memberikan rekomendasi kepada Komite Mutu dan Manajemen Risiko terkait
kegiatan tim Kerja Sama dalam lingkup kegiatan Komite Mutu dan Manajemen
Risiko.
5) Menghadiri pertemuan atau kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko baik
rutin maupun insidental

22
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

BAB VII
METODE

A. Konsep PDCA
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien di RSD dr. SoebandiBalung Jember adalah metode pengendalian dengan siklus PDCA.
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegitan yang harus dilakukan untuk menjamin Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas prouduok dan jasa pelayanan yang di produksi. Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses
kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality os custumer’s satisfaction) yang
dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RSD dr. SoebandiBalung Jember.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian
(control cycle) dengan memutarsiklus “Plan-Do-Check-Action” (PDCA) = Relaksasi (Rencana-
Laksana-Periksa-Aksi). Pola PDCA ini dikenal sebagai “siklus Shewarf” karena pertama kali
ditemukan oleh Walter Shewharf beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam
perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut “siklus Deming” . Hal ini
karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yangbermanfaat untuk
melakukan perbaikkan secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikkanperbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

meningkat ke keadaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti
tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengindentifikasikan masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian seba-sebanya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosinal. Selain itu untuk

23
memudahkan identifikasikan masalah yang dipecahkan dan sebagai patokan perbaikkanperbaikan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.


Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikkanperbaikan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship Between Control and Improvement under P-D-C-A
Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya
dapat berfungsi jika system informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan
dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.

Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

Peningkatan

A P Pemecahan masalah
dan peningkatan
C D

A P Standar
C
Pemecahan masalah
Dan peningkatan
Standar

Gambar 1. Siklus dan Pengembangan Proses PDCA

Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

C CHECK ACTION
P Plan D DO

FOLLOW UP
CORRECTIVE
ACTION
IMPROVEMENT

Gambar 2. Relation Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle

24
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
ACTION
PLAN Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
(1) dan sasaran
Menentukan
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
tujuan dan
(6) sasaran
Melakukan
tindakan Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
yang tepat (2)
Memetapkan
Metode untuk
Mencapai
Tujuan
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

(3) Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

(5) Menyelenggarak
Memeriksa an Pendidikan
Akibat dan Latihan
Pelaksanaan
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
(4)
Melaksanakan Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
Pekerjaan DO

Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt


CHECK

Gambar 3. Siklus PDCA

B. Proses PDCA
1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran Plan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Tujuan dan sasaran yang dicapai didasarkan pada kebijakkan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh kepala RS atau kepala Divisi. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.

25
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tetentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat
karyawan yang hendak dicapi oleh penyebaran kebijakkan dan tujuan, semakin rinci
informasi.
2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan Plan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai
tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional., berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
semua karyawan.
3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan Do Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Dalam melaksanakan pekerjaan, selalu terkait dengan kndisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh
karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena


ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
5. Langkah 5. Memeriksa akibat pelaksanaan Check Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan
baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan,
maka kebijakkan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikkan harus dipahami
dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dari penyebabnya.
6. Langkah 6. Mengambil tindakkan yang tepat  Action Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Pemeriksaan melalui yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan factor- factor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting pengendalian kualitas Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

pelayanan.

26
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan system yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan
dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kulitas pelayanan diperlkan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak cara berfikir dan berbuat semata-
mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan
hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk
mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua
jenis kelmpok karyawan secara bersama-sama merasa bertanggungjawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas
pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi
terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan
berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas
dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin
adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggungjawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja
dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

27
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

BAB VIII Formatted: Font: (Default) Times New Roman

KEGIATAN
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

A. Pemantauan Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien.


Indikator mutu dan keselamatan pasien yang menjadi prioritas rumah sakit dilakukan
evaluasi dalam upaya melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan. Pemilihan
indikator yang akan diambil sebagai indikator mutu rumah sakit diprioritaskan berdasarkan nilai
tertinggi pada skala prioritas. Data indikator dikumpulkan oleh penanggung jawab oleh masing-
masing unit / bagian kemudian dilakukan analisis dengan pendekatan PDCA kemudian
dilaporkan kepada TIM PMKP dan ditembuskan ke Tim PMKP untuk kemudian dilaporkan
kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung Jember dalam rapat triwulan dan rapat tahunan. Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

TIM PMKP bertanggung jawab dalam proses validasi, benchmarking serta serta pelaporan dan
tindak lanjut hsil rekomendasi. Pemantauan indikator mutu dan keselamatan pasien di RSD
dr.SoebandiBalung Jember berdasarkan standar PMKP adalah sebagai berikut : Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

1. 11 Indikator Area Klinis ( IAK )


2. 9 Indikator Area Manajemen ( IAM )
3. 6 Indikator Sasaran Keselamatan Pasien ( SKP )
4. 5 Indikator JCI’s International Libray of Measures ( JCI LoM )

28
B. Kegiatan Keselamatan Pasien
Kegiatan keselamatan pasien dilaksanakan oleh KKomite KPRS berkordinasi dengan
TIM PMKP dan unit / bagian terkait dengan pelayanan pasien . Pencatatan dilaksanakan setiap
ada kejadian keselamatan pasien dan dilaporkan kepada Komite KPRS untuk ditindaklanjuti.
Komite KPRS kemudian membuat pelaporan insiden keselamatan pasien berserta investigasi dan
rekomendasi yang ditembuiskan kepada Tim PMKP. Kegiatan keselamatan pasien tersebuit
meliputi :
1. Kejadian Nyaris Cidera ( KNC )
2. Kejadian Sentinel (Sentinel event)
3. RCA

C. Panduan Praktek Klinik ( PPK ) dan Clinical Pathway


Clinical Pathway adalah pemetaan tindakan klinis untuk penyakit tertentu dan
diharapkan mendapatkan dokumentasi terbaik terhadap semua langkah-langkah yang diperlukan
dalam merencanakan , menyusun dan mengimplementasikan kapada pasien.
Clinical Pathway dapat menggambarkan proses pengobatan /perawatan pasien agar
sesuai dengan Panduan Pratek Klinik yang ditetapkan, sarta menyediakan informasi yang penting
terhadap pasien termasuk lamanya dirawat, biaya penggunaan obat serta laboratorium.
Clinical Pathway berfungsi untuk memastikan adanya integrasi dan koordinasi yang
efektif dan efisien sesuai dengan standar pelayanan medis maupun keperawatan dan penunjang
lainnya, sesuai sumberdaya yang tersedia dan disuse berdasarkan 5 area prioritas yang telah
ditentukan kasus penyakitnya yaitu berdasarkan kasus utama tanpa ada kasus penyerta, yaitu :
1. Area Penyakit Dalam : Non Insulin Dependent Diabetus Mellitus without complication
(E11.9)
2. Area Saraf : Cerebral Infraction do to embolism of cerebral arteri (I63.4)
3. Area Anak : Other Low Birth (P07.1)
4. Area Bedah : Hernia Inguinalis Lateralis ( HIL )
5. Area Obstetri dan Gynekologi : Severe Pre Eclampsia (O14.1)

Dokter DPJP bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan melengkapi format Clinical
Pathway sesuai dengan area klinik dan kasus yang telah ditentukan. Format yang telah terisi
didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Komite Medik bertanggung jawab atas
monitoring, audit dan review penyelenggaraan Clinical Pathway dan melaporkan kepada
Direktur RSD dr.SoebandiBalung Jember melalui Diretur Medis dan Keperawatan. Pelaporan Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

dilaksanakan setiap tahun dan ditembuskan kepada Tim PMKP.

D. Manajeman Risiko (Risk Management)


Kegiatan manajemen risiko dilaksanakan oleh Tim Manajemen Risiko untuk
mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas risiko, meliputi :

29
1. Risiko yang berhubungan dengan pasien ( Patient Care-related risks )
2. Risiko yang berhubungan dengan tenaga kesehatan ( Medical staff- related risks )
3. Risiko yang berhubungan dengan karyawan (Employee-related risks)
4. Risiko yang berhubungan dengan sarana dan prasarana (Property-related risks)
5. Risiko Keuangan (Financial risks )
6. Risiko-risiko lain ( Other risks )

Hasil indentifikasi risiko-risiko tersebut kemudian dilakukan analisis oleh Tim


manajemen risiko untuk dilakukan evaluasi. Evaluasi risiko dilakukan berdasarkan criteria yang
telah ditentukan. Tingkat risiko atau kejadian yang ditemukan saat analisis menjadi acuan untuk
menetapkan prioritas risiko dan pelaksanaan kegiatan RCA atau FMEA. Monotoring dan evaluasi
program manajemen risiko dilakasanakan oleh Tim PMKP berkoordinasi dengan Tim PMKP dan
PKRS. Laporan Program ditujukan kepada Direktur RSD dr.SoebandiBalung Jember Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

ditembuskan kepada Tim PMKP.

E. Penilaian Kinerja
Tim Penilai Kinerja bertanggung jawab dalam menilai kinerja di lingkungan RSD
dr.SoebandiBalung Jember mulai jenjang staf, tenaga professional, pimpinan rumah sakit, unit Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

kerja sampai penilai kinerja rumah sakit. Monitoring dan evaluasi penilai kinerja dilaksanakan
dengan berkoordinasi dengan Tim PMKP. Pelaporan hasil penilaian kinerja disampaikan kepada
Direktur RSD dr. SoebandiBalung Jember ditembuskan kepada Tim PMKP.

F. Evaluasi Kerjasama dan Perjanjian Lainnya


Evaluasi kerja sama dan perjanjian lainnya merupakan bagian dari kegiatan Tim
pelaksana kerjasama. Kegiatan tersebut meliputi proses indentifikasi, pelaksanaan kerjasama
sampai proses monitoring dan evaluasi pelaksanaan kerjasama dengan berkoordinasi dengan Tim
PMKP. Pelaporan hasil evaluasi kerjasama ditujukan kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung
Jember ditembuskan kepada Tim PMKP.

G. Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)


Kegiatan PMKP merupakan aktivitas mendifinisikan , mendesain, memeriksa, memantau,
mensurvey dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.Aktvitas aktivitas ini disusun secara
komprenhensif dan terintergrasi yang meliputi struktur, proses, dan output outcome. Dalam
melaksanakan kegiatan perbaikkanperbaikan mutu di RSD dr. SoebandiBalung Jember Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

diperlukan pelatihan staf untuk berpartisipasi dalam program sesuai dengan standar PMKP. Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

Seluruh jajaran rumah sakit diharapkan untuk bisa berpartisipasi mengumpulkan dan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

menganalisis data serta turut serta dalam perencanaan dan penerapan perbaikkanperbaikan mutu Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

yang dibutuhkan. Pendidikkan dan pelatihan PMKP dilaksanakan oleh Tim PMKP berkoordinasi

30
dengan bidang Diklat RSD dr. SoebandiBalung Jember dan berdasarkan kerangka acuan
kegiatan pelatihan peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP).

H. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) Unit Kerja


Program PMKP di unit kerja dibuat berdasarkan indikator mutu dan keselamatan pasien
di unit kerja tersebut. Program mencakup proses identifikasi indikator, melakukan prioritas
indikator, pengumpulan data, analisis data dan pelaporan hasil, serta metode perbaikkanperbaikan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

mutu dengan pendekatan PDCA. Program PMKP di masing masing unit kerja sebagai dasar Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

menentukan indikator rumah sakit dalam program PMKP RSD dr. SoebandiBalung Jember.
Pelaporan program ditujukan kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung Jember berkoordinasi
dengan Tim PMKP dan ditembuskan kepada Tim PMKP.

I. Program Mutu Spesifik Lainnya


Program mutu spesifik adalah program mutu terkait dengan PMKP yang dibuat dan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

dilaksanakan oleh unit tersebut. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Tim PMKP
berkoordinasi dengan Tim PMKP dan dilaporkan kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung
Jember berkoordinasi dengan Tim PMKP. Program mutu spesifik yang dilakukan monitoring
adalah sebagai berikut:

Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

1. Pemantauan Mutu Internal dan Ekternal di Instalasi Laboratorium


2. Pengembangan Manajemen Klinik (PMK) di bidang Keperawatan
3. Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) dibidang Keperwatan
4. Pemantauan Healthcare Assosiated Infections (HAIs) di komite PPI
5. Morning Report di Komite Medik
6. Audit Medik di Komite Medik
7. Audit keperawatan di Komite Keperawatan

31
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Pencatatan
1. Pencatatan hasil pemantauan indikator mutu disemua unit kerja dipantau oleh masing
masing penanggung jawab unit dengan menggunakan form pengumpulan data yang
telah disediakan.
2. Setiap awal bulan apabila target belum tercapai maka unit terkait akan mengisi form
PDCA untuk dilakukan analisis dan unit penjamin mutu melakukan verifikasi hasil Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

analisis PDCA tersebut.


3. Untuk target indikator mutu yang sudah tercapai sesuai waktu pantau (6 bulan), maka
tim penjaminan mutu wajub mngusulkan ke unit kerja terkait untuk melakukan evaluasi
target indikator mutunya untuk ditingkatkan, agar sesuai dengan konsep continuous
improvement di manajemen mutu.

B. Pelaporan
1. Data indikator mutu rumah sakit

32
Dikumpulkan oleh penanggung jawab pengumpul data di masing masing unit
kemudian disetorkan ke Tim PMKP paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Tim
PMKP melakukan analisis data untuk kemudian dilaporkan kepada Direktur rumah sakit
dan dilanjutkan kepada Bupati Jember.
2. Data indikator mutu dan feed back analisisnya
Pelaporan data ditujukan ke unit penjaminan mutu untuk dilakukan validasi dan
analisis data, selanjutnya disampaikan kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung
Jember dilanjutkan pelaporan kepada Bupati Jember. Hasil rekomendasi dan tindak
lanjut laporan tersebut ditembuskan ke masing- masing unit kerja terkait.
3. Inseden keselamatan pasien dan feed back hasil laporannya
Pelaporan data inseden keselamatan pasien dari unit kerja ditujukan ke komite
keselamatan pasien kemudian dilakukan evaluasi dan analisia internal, selanjutnya
disiapkan untuk pembahasan kasus di tingkat manajemen. Hasil tersebut disampaikan
kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung Jember dilanjutkan pelaporan kepada
KKPRS Pusat. Hasil rekomendasi dan tindak lanjut inseden report ditembuskan ke
masing masing unit kerja terkait.
4. Evaluasi kerjasama dan feed backnya
Pelaporan hasil evaluasi kerja sama atau perjanjian lainnya dikoordinasikan
oleh Tim Pelaksana Kerjasama dengan Tim PMKP, ditujukan kepada Direktur RSD dr.
SoebandiBalung Jember. Hasil rekomendasi dan tindak lanjut evaluasi tersebut
ditembuskan ke masing masing unit kerja terkait.

BAB X
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien


dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan setiap hari dan ada setiap kejadian
insiden, didokumentasikan pada formulir-formulir yang sudah siapkan. Hasil monitoring akan
dianalisis untuk dicarikan solusi atau direncanakan dalam rencana tindak lanjut sebagai bahan
evaluasi untuk langkah-langkah peningkatan mutu dan keselamtan pasien selanjutnya. Unit
penjaminan mutu melakukan verifikasi pelaksanaan rekomendasi saat pembahasan ditingkat
manajemen.
Evaluasi dilakukan setiap bulan oleh manager pelayanan, disampaikan kepada direktur
RSD dr. SoebandiBalung Jember dan dilaporkan ke unit penjamin mutu, untuk selanjutnya
dilaporkan kepada direksi melalui rapat setiap bulan, triwulan dan tahunan.

33
Evaluasi pemantauan intern dari hasil pemantauan indikator mutu, kegiatan untuk
akreditasi yang dilakukan setiap bulan sekali dilakukan RSD dr. SoebandiBalung Jember dengan
unit penjamin mtu.

Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt

BAB XI
PENUTUP

Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) merupakan hal-hal pokok
yang menjadi dasar pegangan dan petunjuk untuk melaksanakan program pasien yang merupakan
kegiatan yang berjalan secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Buku Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien akan direview secara berkala paling
lambat 3 tahun sekali.

34

Anda mungkin juga menyukai