PENDAHULUAN
Sejalan dengan perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan
informasi yang demikian cepat diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
lebih baik mengharuskan sarana pelayanan kesehatan untuk mengembangkan diri secara terus.
Pengembangan yang dilaksanakan tahap demi tahap berusaha untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit tetap dalat mengikuti perubahan yang ada.
Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan langsung mempunyai tujuan untuk
meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatan
secara terpadu serta meningkatkan dan memantapkan manajemen pelayanan kesehatan yang
meliputi kegaiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian.
Salah satu usaha peningkatan penampilan dari masing-masing sarana pelayanan seperti
rumah sakit adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan di semua unit pelayanan, baik pada
unit pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan penunjang medik, ataupun pada unit
pelayanan administrasi dan manajemen melalui program jaminan mutu.
Sejalan dengan Visi RSD Balung menjadi rumah sakit yang bermutu, mandiri dan
menjadi pilihan utama masyarakat, sehingga Rumah Sakit mempunyai misi Menyelenggarakan
pelayanan rumah sakit yang bermutu, berorientasi pada kepuasan pelanggan dan menjadi pilihan
utama masyarakat, melaksanakan fungsi rumah sakit pendidikan yang berbasis pada ilmu dan
teknologi kedokteran, menjalin kemitraan untuk mencapai kemandirian rumah sakit, dan menjadi
rumah sakit pusat rujukan wilayah Jawa Timur bagian timur.
Mutu Pelayanan Rumah Sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan Rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/ konsumen akan pelayanan kesehatan yangt sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan profesi dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosio budaya, dengan memperhatikan keterbatasan
dan kemampuan pemerintah dan masyarakat sebagai konsumen serta mengutamakan keselamatan
pasien.
1
BAB II Formatted: Font: (Default) Times New Roman
LATAR BELAKANG
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
2
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amereika sangat menentukan utilisasi Rumah
Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan yaitu agar dapat lulus akreditasi
suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pegendalian mutu dan keselamatan pasien
yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah
payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3
negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup
semua Negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hamper sama
dengan Amerika.
Di Eropa barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun
masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan
tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena
perbedaan system kesehatan di masing- masing Negara di Eropa. Karena itu kantor Regional
WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980 –an mengambil inisiatif untuk membantu Negara-
negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan
system pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan symposium di Utrecht, negeri belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan mei 1983 di Barcelona, Spayol suatu
kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
symposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya
peningkatan mutu di berbagai Negara Eropa barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, Negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan
dengan bantuan konsultan ahli dari Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah
Sakit pemerintah melalui Surat keputusan menteri Kesehatan No. 033/Birhub/1972. Secara
umum telah ditetapkan beberapa criteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B, C, D. Kriteria ini
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai
standar baik menyangkut pelayanan ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas
Rumah Sakit, disamping standar , Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan
dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
3
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indicator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan
Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan nasional. Indikator ini setiap dua
tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evauluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indicator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain
kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrument mengukur kemampuan
pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari konsep
Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan QA tradisional dimana dalam monitor
dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI focus lebih diarahkan
kepada penampilan organisai melalui penilaian pemilik, manajemen, klinim dan pelayanan
penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan
evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan
kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit
Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabya
membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah
Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah
satu indicator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya
penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian
mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle (QCC). Beberapa Rumah
sakit lainya juga telah mencoba menerapkan Gugus kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada
yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal diatas maka Departemen kesehatan RI telah mengadakan Pelatihan
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data diatas
dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun
dalam penerpannya sering ada perbedaan.
Untuk melaksanakan ketentuan pasal 43 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit maka diterbitkanlah Peraturan menteri Kesehatan republik Indonesia Nomor
1691/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Dalam permenkes tersebut
menyatakan bahwa keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan lebih man yang meliputi asesmen Risiko pasien, pelaporan, dan analisi insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sejalan dengan pemaparan diatas, agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien
di RSD dr. SoebandiBalung jember dapat berjalan seperti yang diharapkan maka perlu disusun
Pedoman upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan pasien di RSD dr. SoebandiBalung jember.
Buku pedoman tersebut disusun sebagai acuan bagi pengelola RSD dr. SoebandiBalung Jmber
4
dalam melaksanakan upaya peningkatan mujtu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Daerah
dr. SoebandiBalung Jember.
5
BAB III
TUJUAN PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
A. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien di RSD dr. SoebandiBalung Jember secara efektif dan efisien agar
tercapai derajat kesehatan yang optimal dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
B. Tujuan Khusus
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan dan terjaminnya Keselamatan pasien di
RSD dr. SoebandiBalung melalui:
1. Tercapainya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Optimasi tenaga, sarana dan prasarana untuk pengembangan pelayanan kesehatan
melalui monitoring kinerja individu dan kinerja unit kerja.
4. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
6
BAB IV Formatted: Font: (Default) Times New Roman
Agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat dilaksanakan secara efektif
dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang pengertian dan konsep dasar upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSD balung jember.
A. Definisi Mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang secara
sederhana tentang hakekat mutu.
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
2. Mutu adalah expertise atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan
3. Mutu adalah upaya meminimalkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan
4. Mutu bersifat persepsi dan dipahami berbeda oleh orang yang berbeda namun
berimplikasi pada superioitas sesuatu hal.
7
Setiap kepentingan yang disebut diatas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
2. Dimensi mutu
Dimensi mutu adalah suatu pandangan dalam menentukan penilaian terhadap
jenis dan mutu pelayanan dilihat dari akses, efektivitas, efisiensi, keselamatan dan
keamanan, kenyamanan, kesinambungan pelayanan kompetensi teknis dan hubungan
antar manusia berdasarkan standar WHO. Pedoman peningkatan mutu dan keselamatan
pasien RSD dr. SoebandiBalung Jember mengukur 4 dimensi mutu yang sesuai dengan
standar akreditasi KARS 2012 yaitu:
a. Keamanan
Rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian suatu
produk atau dalam memberikan pelayanan jasa, yaitu memperhatikan keamanan
pasien, memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien.
b. Efektifitas
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas pelayanan kesehatan dan
petunjuk klinis sesuai standar yang ada.
c. Efisiensi
Pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh efisiensi sumber daya pelayanan
kesehatan. Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal untuk
memaksimalkan pelayanan pasien dan masyarakat.
d. Ekuitas
Adalah pemerataan kesempatan mendapatkan pelayanan.
8
RSD dr. SoebandiBalung Jember adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang
kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di
RSD dr. SoebandiBalung Jember menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta
mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RSD dr. SoebandiBalung
Jember mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber
daya manusia yang professional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RSD dr. soebandiBalung jember
harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSD dr. SoebandiBalung Jember diawali
dengan penilaian akreditasi RSD dr. SoebandiBalung Jember yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RSD dr.
SoebandiBalung Jember harus menetapkan standar input, proses dan output, serta
membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. RSD dr. SoebandiBalung
Jjember dipacu untuk dapat menilai diri (self assessment) dan memberikan pelayanan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlua ada alat ukur yang lain,
yaitu instrument mutu pelayanan RSD dr. SoebandiBalung Jember yang menialai dan
memecahkan masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja RSD dr.
SoebandiBalung Jember tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah
menghasilkan output yang baik pula. Indikator RSD dr. SoebandiBalung Jember yang
disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RSD dr. SoebandiBalung
Jember secara nyata.
D. Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. System tersebut meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
E. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah kegiatann yang bertujuan memberikan
asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya dan aman kepada pasien. Upaya peningkatan mutu
9
pelayanan dan keselamatan pasien menjadi tujuan sehari-hari dari unsur di RSD dr.
SoebandiBalung Jember termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang di
semua unit pelayanan.
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien termasuk kegiatan yang melibatkan
mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat, aman dan efisien
serta memperhatikan keselamatan pasien memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih
baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
F. Clinical pathway
Clinical Pathway (CP) adalah alat yang bermanfaat dalam upaya untuk memastikan
adanya intergrasi dan koordinasi yang efektif dan efisien sesuai dengan standar pelayanan medis
maupun keperawatan dan penunjang lainnya, sesuai sumber daya yang tersedia dan disusun
berdasarkan 5 area prioritas.
Tujuan rumah sakit menetapkan panduan praktik klinis dan alur klinis adalah:
a. Untuk menstandarisasi proses pelayanan klinis
b. Menurunkan Risiko pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan klinis
c. Memberikan pelayanan kesehatan yang tepat waktu, efektif dengan menggunakan
sumber daya secara efisien.
d. Memberikan pelayanan berkualitas tinggi secara konsisten berdasarkan evidenced based
practice
G. Indikator Mutu
a. Indikator Klinis
Adalah suatu cara untuk menilai/mengukur penampilan dan kegiatan pelayanan
klinis. Indikator klinis merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan dalam pelayanan klinis di Rumah Sakit, terdiri dari 11 Indikator Area Klinis
yang meliputi :
a. Asesmen pasien
b. Pelayanan laboratorium
c. Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
d. Prosedur bedah
e. Pengunaan antibiotika dan obat lainnya
f. Kesalahan medikasi (medication error) dan kejadian nyaris cedera (KNC)
g. Penggunaan anastesi dan sedasi
h. Penggunaan darah dan produk darah
i. Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien
j. Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveilans dan pelaporan
k. Riset Klinis
10
2. Indikator manajemen
Adalah suatu cara untuk menilai / mengukur penampilan dan kegiatan manajemen.
Indikator Manajemen merupakan suatu variable yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan dalam pelayanan manajemen Rumah sakit, terdiri dari 9 Indikator Area
Manajemen yang meliputi :
a. Pengadaan rutin alat kesehatan dan obat penting untuk memenuhi kebutuhan
pasien
b. Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang – undangan
c. Manajemen risiko
d. Manajemen penggunaan sumber daya
e. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
f. Harapan dan kepuasan staf
g. Demografi pasien dan diagnosis klinis
h. Manajemen keuangan
i. Pencegahan dan pengendalian dari kejadsian yang dapat menimbulkan masalah
bagi keselamatan pasien , keluarga pasien dan staf
11
f. Nursing Sensitive Care
g. Perinatal Care
h. Pnemonia
i. Surgical Care improvement Project
j. Venous Thromboembolism
Indikator tersebut merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan dalam pelayanan klinis di Rumah Sakit sesuai standart internasional.
Measurement yang dipilih berdasarkan bukti – bukti klinis (evidence based) di rumah sakit
sepeti misdalnya angka kejadian penyakit, risiko yang ditimbulkan, jumlah operasi, angka
kematian, dan lain –lain. Sesuai denganstandart JCI disebutkan bahwa setidaknya 5 (lima)
ukuran klinis harus diambil dari JCI’s International Library of Measure. Indikator ini
dipilih berdasarkan kondisi rumah sakit.
12
oleh kesalahan medis atau bukan medis karena tidak dapat dicegah. Kejadian tidak
diharapkan tersebut sesuai yang tercantum dalam standar PMKP 7 sebagai berikut:
a. Semua reaksi tranfusi
b. Semua reaksi obat
c. Semua kesaaalahan medis (medical error)
d. Ketidakcocokan antara diagnosis pra dan pasca operasi Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
J. Manajemen Risiko
Adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas
risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya. Dalam hubungannya
dengan operasional rumah sakit, istilah manejemen risiko dikaitkan kepada aktivitas
perlindungan diri yang berarti mencegah ancaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap
kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera atau malpraktek medis.
13
K. FMEA (Failure Modes Effects and Analysis)
Adalah metoda perbaikan kiknerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi
kegagalan sebelum terjadi. Hal ini didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien, FMEA
merupakan proses proaktif, dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi dan diantisipasi
sehingga dapat memienimalkan dampak buruk dari kesalahan. Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
KEBIJAKAN
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
Kebijakan dalam upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di RSD dr.
SoebandiBalung Jember sesuai yang tertuang dalam Surat Keputusan Direktur No.
………………. Tentang Kebijakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, adalah: Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt, Font
color: Red
1. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam melaksanakan program mutu dan program Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
keselamatan pasien
2. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien berlaku di seluruh rumah sakit
14
3. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien juga menangani sistem di rumah sakit,
peranan rancang system, rancang ulang, koordinasi dari kegiatan pengukuran dan
pengendalian secara sisematik dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien
4. Priorias untuk dilakukan evaluasi dan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasienditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
5. Pengukuran fungsi klinis, fungsi manajemen dan kepuasan pelanggan dirumah sakit yang
menghasilkan akumulasi data dan informasi, akan dianalisa sebagai bahan evaluasi pimpinan
dalam memberikan dukungan sumber daya yang diperlukan untuk peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
6. Informasi tentang program dan kemajuan peningkatan mutu dan keselamaan pasien harus
disampaikan kepada seluruh staf hingga direksi secara regular melalui saluran komunikasi
yang efektif (pada rapat bulanan, triwulan dan tahunan)
7. Semua staf yang yang berpartisipasi dalam pengumpulan data, analisis, perencanaan dan
pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien harus mengikuti peltihan secara rutin
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam program baik secara ekstern
maupun intern rumah sakit
8. Penetapan prioritas kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang dievaluasi
berdasarkan kriteria kejadian yang selama ini dimonitoring dengan risiko tinggi (high risk),
volume tinggi (high volume), dan biaya tinggi (high cost)
9. Analisis, validasi dan pelaporan data mutu dan keselamatan pasien dilaksanakan secara
sisematis, dengan cara :
a. Analisa data dilakukan oleh individu dengan pengalaman, pengeahuan dan
ketrampilan yang tepat bertugas untuk mengumpulkan dan menganalisis data rumah
sakit secara sistematis
b. Data hasil pemantauan indikator ditetapkan melalui proses verifikasi sebelum
dilakukan entri dan analisis data
c. Frekuensi analisa data sesuai dengan proses yang dipelajari dan memenuhi kebutuhan
rumah sakit, RSD dr. soebandiBalung melaksanakan anlisis data mutu setiap 3 bulan
sekali
d. Proses analisis mencakup perbandingan internal, perbandingan dengan rumah sakit
lain apabila ada, dan dengan sandart – standart nasional dan baseline data, RSD dr.
SoebandiBalung Jember melaksanakan perbandingan dengan rumah sakit sejenis,
mengunakan standart kementerian kesehaan sebagai perbandingan standart nasional
(SPM)
e. Pemimpin rumah sakit melaporkan Program Mutu dan Keselamatan Pasien kepada
lembaga tata kelola/dewan pengawas setiap bulan
f. Rumah sakit mengunakan proses internal untuk melakukan validasi data sebelum
melaksanakan pelaporan dan publikasi
15
10. Rumah sakit mengunakan proses internal untuk melakukan validasi data, untuk menjamin
bahwa data yang didapat adlah valid, penyahihan/validasi dilakukan ketika :
a. Suatu ukuran baru ditetapkan (khususnya, ukuran klinis yang dimaksudkan untuk
membantu rumah sakit mengevaluasi dan meningkatkan proses atau hasil klinis yang
penting)
b. Data yang akan ditampilkan kepada publik lewat situs web rumah sakit atau cara lain
c. Suatu perubahan telah dibuat pada suatu pada suatu ukran indikator yang telah ada
d. Sumber data berubah, misalnya jika ada bagian dari catatan pasien yang diubah ke
format elektronik sehingga sumber datanya menjadi elektronik atau kertas
e. Subyek pengumpulan data berubah, misalnya perubahan dal;am umur pasien rata – rata,
perubahan protokol penelitian, penerapan practice guidelines (pedoman praktik) baru, Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
16
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
17
B A B VI
PENGORGANISASAIAN
A. Struktur Organisasi
Sekretaris
B. Tugas Umum
Bertanggung jawab secara umum terhadap pelaksanaan kegiatan PMKP RSD dr.
SoebandiBalungung Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
C. Tugas Khusus
1. Bersama-sama anggota tim menyusun pedoman, mekanisme dan program kerja Komite Formatted: Tab stops: Not at 0.5"
b. Tim KPRS
c. Tim PPI
18
d. Tim K3RS
e. Tim Manajemen Risiko
3. Menerima laporan, mengkoordinasikan, monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan Formatted: Tab stops: Not at 0.5"
kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko mulai tahap pemilihan, pencatatan,
pelaporan, analisa, validasi hingga publikasi di RSD dr. SoebandiBalung
4. Kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko yang dimaksud poin 3 meliputi:
a. Clinical Pathway Formatted: Tab stops: Not at 1"
b. Indikator mutu
1) Klinis Formatted: Tab stops: Not at 1.5"
2) Manajemen
3) Sasaran Keselamatan Pasien
4) International Library
c. Penilaian kinerja
1) Rumah sakit Formatted: Tab stops: Not at 1.5"
b. Sub komite mutu komite medis untuk kegiatan audit klinis dan rekomendasinya.
c. SMF untuk penyusunan dan audit clinical pathway.
d. Komite keperawatan untuk audit keperawatan beserta rekomendasinya.
e. Sumber daya insani untuk penilaian kinerja tenaga profesi dan staf.
f. SIRS untuk database eksternal Komite Mutu dan Manajemen Risiko.
g. Diklat untuk diklat PMKP.
6. Menerima laporan dari anggota tim Komite Mutu dan Manajemen Risiko sesuai periode Formatted: Tab stops: Not at 0.5"
19
c. Memberikan pengarahan kepada anggota mengenai tugas masing-masing
d. Melaksanakan fungsi manajemen
e. Menetapkan sasaran dan kebijakan prioritas bersama anggota
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt,
English (United States)
2. Sekretaris : Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
3. Anggota
a. Tim PMKP
1) Menjamin terlaksananya pelaksanaan indikator-indikator mutu klinis, manajerial,
sasaran keselamatan pasien dan international library mulai tahap pemilihan,
pencatatan, pengumpulan, analisa, validasi dan publikasi.
2) Bertanggung jawab terhadap analisa indikator dengan Rumah Sakit lain.
3) Berkoordinasi dengan unit terkait dalam melakukan analisa indikator standard
dan praktek terbaik sesuai periode yang ditentukan.
4) Melakukan validasi :
a) Sampel statistik sahih dari catatan, kasus dan data lain.
b) Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang.
c) Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan
dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90
% adalah patokan yang baik.
d) Koleksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk
memastikan tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan.
5) Memberikan laporan kegiatan tim PPI terkait PMKP kepada Komite Mutu dan
Manajemen Risiko setiap periode yang disepakati.
6) Memberikan rekomendasi kepada Komite Mutu dan Manajemen Risiko terkait
kegiatan tim PMKP di dalam lingkup kegiatan Komite Mutu dan Manajemen
Risiko.
7) Menghadiri pertemuan atau kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko baik
rutin maupun insidental.
b. Tim KPRS
20
1) Menerima laporan, mengkoordinasi, monitoring serta evaluasi pelaksanaan
sistem insiden keselamatan pasien RSD dr. SoebandiBalung
2) Melaksanakan analisa grading laporan insiden keselamatan pasien.
3) Melaksanakan Root Cause Analysis sebagai tindak lanjut laporan insiden
keselamatan pasien.
4) Melaksanakan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) satu tahun sekali.
5) Mengkoordinasi, menerima, monitoring serta evaluasi kegiatan manajemen risiko
di RSD dr. SoebandiBalung Jember.
6) Memberikan laporan kegiatan tim KPRS terkait PMKP kepada Komite Mutu dan
Manajemen Risiko setiap periode yang disepakati.
7) Memberikan rekomendasi kepada Komite Mutu dan Manajemen Risiko terkait
kegiatan tim KPRS didalam lingkup kegiatan Komite Mutu dan Manajemen
Risiko.
8) Menghadiri pertemuan atau kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko baik
rutin maupun insidental.
c. Tim PPI
1) Survelance HAI’s
a) Membuat profil indikator untuk setiap data surveillance.
b) Melakukan pencatatan harian (formulir).
c) Melakukan rekap bulanan.
d) Membuat laporan hasil surveillance
e) Melakukan analisa trend
f) Berkoordinasi dengan Komite Mutu dan Manajemen Risiko untuk analisa
dengan standard dan praktek terbaik serta analisa dengan Rumah Sakit lain.
g) Desiminasi hasil
2) Bertanggung jawab atas manajemen outbrake RSD dr. SoebandiBalung
3) Merencanakan, melakukan, monitoring, serta evaluasi kegiatan ICRA di RSD dr.
SoebandiBalung
4) Memberikan laporan kegiatan tim PPI terkait PMKP kepada Komite Mutu dan
Manajemen Risiko setiap periode yang disepakati.
5) Memberikan rekomendasi kepada Komite Mutu dan Manajemen Risiko terkait
kegiatan PPI dalam lingkup kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko.
6) Menghadiri pertemuan atau kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko baik
rutin maupun insidental.
d. Tim K3RS
1) Berkoordinasi dan bekerjasama dengan Tim PPI dalam melaksanakan ICRA
bangunan.
21
2) Merencanakan, melakukan, monitoring serta evaluasi pelaksanaan Hazard
Vulnerable Analysis (Kaiser Permanente).
3) Memberikan laporan kegiatan tim K3 terkait Komite Mutu dan Manajemen
Risiko kepada Komite Mutu dan Manajemen Risiko setiap periode yang
disepakati.
4) Memberikan rekomendasi kepada Komite PMKP terkait kegiatan K3 dalam
lingkup kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko.
5) Menghadiri pertemuan atau kegiatan Komite Mutu dan Manajemen Risiko baik
rutin maupun insidental.
22
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
BAB VII
METODE
A. Konsep PDCA
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien di RSD dr. SoebandiBalung Jember adalah metode pengendalian dengan siklus PDCA.
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegitan yang harus dilakukan untuk menjamin Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas prouduok dan jasa pelayanan yang di produksi. Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses
kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality os custumer’s satisfaction) yang
dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RSD dr. SoebandiBalung Jember.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian
(control cycle) dengan memutarsiklus “Plan-Do-Check-Action” (PDCA) = Relaksasi (Rencana-
Laksana-Periksa-Aksi). Pola PDCA ini dikenal sebagai “siklus Shewarf” karena pertama kali
ditemukan oleh Walter Shewharf beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam
perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut “siklus Deming” . Hal ini
karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yangbermanfaat untuk
melakukan perbaikkan secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikkanperbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
meningkat ke keadaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti
tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengindentifikasikan masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian seba-sebanya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosinal. Selain itu untuk
23
memudahkan identifikasikan masalah yang dipecahkan dan sebagai patokan perbaikkanperbaikan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship Between Control and Improvement under P-D-C-A
Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya
dapat berfungsi jika system informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan
dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.
Peningkatan
A P Pemecahan masalah
dan peningkatan
C D
A P Standar
C
Pemecahan masalah
Dan peningkatan
Standar
C CHECK ACTION
P Plan D DO
FOLLOW UP
CORRECTIVE
ACTION
IMPROVEMENT
24
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
ACTION
PLAN Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
(1) dan sasaran
Menentukan
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
tujuan dan
(6) sasaran
Melakukan
tindakan Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
yang tepat (2)
Memetapkan
Metode untuk
Mencapai
Tujuan
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
(5) Menyelenggarak
Memeriksa an Pendidikan
Akibat dan Latihan
Pelaksanaan
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
(4)
Melaksanakan Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
Pekerjaan DO
B. Proses PDCA
1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran Plan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Tujuan dan sasaran yang dicapai didasarkan pada kebijakkan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh kepala RS atau kepala Divisi. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
25
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tetentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat
karyawan yang hendak dicapi oleh penyebaran kebijakkan dan tujuan, semakin rinci
informasi.
2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan Plan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai
tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional., berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
semua karyawan.
3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan Do Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Dalam melaksanakan pekerjaan, selalu terkait dengan kndisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh
karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
pelayanan.
26
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan system yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan
dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kulitas pelayanan diperlkan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak cara berfikir dan berbuat semata-
mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan
hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk
mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua
jenis kelmpok karyawan secara bersama-sama merasa bertanggungjawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas
pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi
terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan
berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas
dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin
adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggungjawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja
dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
27
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
KEGIATAN
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
TIM PMKP bertanggung jawab dalam proses validasi, benchmarking serta serta pelaporan dan
tindak lanjut hsil rekomendasi. Pemantauan indikator mutu dan keselamatan pasien di RSD
dr.SoebandiBalung Jember berdasarkan standar PMKP adalah sebagai berikut : Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
28
B. Kegiatan Keselamatan Pasien
Kegiatan keselamatan pasien dilaksanakan oleh KKomite KPRS berkordinasi dengan
TIM PMKP dan unit / bagian terkait dengan pelayanan pasien . Pencatatan dilaksanakan setiap
ada kejadian keselamatan pasien dan dilaporkan kepada Komite KPRS untuk ditindaklanjuti.
Komite KPRS kemudian membuat pelaporan insiden keselamatan pasien berserta investigasi dan
rekomendasi yang ditembuiskan kepada Tim PMKP. Kegiatan keselamatan pasien tersebuit
meliputi :
1. Kejadian Nyaris Cidera ( KNC )
2. Kejadian Sentinel (Sentinel event)
3. RCA
Dokter DPJP bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan melengkapi format Clinical
Pathway sesuai dengan area klinik dan kasus yang telah ditentukan. Format yang telah terisi
didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Komite Medik bertanggung jawab atas
monitoring, audit dan review penyelenggaraan Clinical Pathway dan melaporkan kepada
Direktur RSD dr.SoebandiBalung Jember melalui Diretur Medis dan Keperawatan. Pelaporan Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
29
1. Risiko yang berhubungan dengan pasien ( Patient Care-related risks )
2. Risiko yang berhubungan dengan tenaga kesehatan ( Medical staff- related risks )
3. Risiko yang berhubungan dengan karyawan (Employee-related risks)
4. Risiko yang berhubungan dengan sarana dan prasarana (Property-related risks)
5. Risiko Keuangan (Financial risks )
6. Risiko-risiko lain ( Other risks )
E. Penilaian Kinerja
Tim Penilai Kinerja bertanggung jawab dalam menilai kinerja di lingkungan RSD
dr.SoebandiBalung Jember mulai jenjang staf, tenaga professional, pimpinan rumah sakit, unit Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
kerja sampai penilai kinerja rumah sakit. Monitoring dan evaluasi penilai kinerja dilaksanakan
dengan berkoordinasi dengan Tim PMKP. Pelaporan hasil penilaian kinerja disampaikan kepada
Direktur RSD dr. SoebandiBalung Jember ditembuskan kepada Tim PMKP.
diperlukan pelatihan staf untuk berpartisipasi dalam program sesuai dengan standar PMKP. Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
Seluruh jajaran rumah sakit diharapkan untuk bisa berpartisipasi mengumpulkan dan Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
menganalisis data serta turut serta dalam perencanaan dan penerapan perbaikkanperbaikan mutu Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
yang dibutuhkan. Pendidikkan dan pelatihan PMKP dilaksanakan oleh Tim PMKP berkoordinasi
30
dengan bidang Diklat RSD dr. SoebandiBalung Jember dan berdasarkan kerangka acuan
kegiatan pelatihan peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP).
mutu dengan pendekatan PDCA. Program PMKP di masing masing unit kerja sebagai dasar Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
menentukan indikator rumah sakit dalam program PMKP RSD dr. SoebandiBalung Jember.
Pelaporan program ditujukan kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung Jember berkoordinasi
dengan Tim PMKP dan ditembuskan kepada Tim PMKP.
dilaksanakan oleh unit tersebut. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Tim PMKP
berkoordinasi dengan Tim PMKP dan dilaporkan kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung
Jember berkoordinasi dengan Tim PMKP. Program mutu spesifik yang dilakukan monitoring
adalah sebagai berikut:
31
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN
A. Pencatatan
1. Pencatatan hasil pemantauan indikator mutu disemua unit kerja dipantau oleh masing
masing penanggung jawab unit dengan menggunakan form pengumpulan data yang
telah disediakan.
2. Setiap awal bulan apabila target belum tercapai maka unit terkait akan mengisi form
PDCA untuk dilakukan analisis dan unit penjamin mutu melakukan verifikasi hasil Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt
B. Pelaporan
1. Data indikator mutu rumah sakit
32
Dikumpulkan oleh penanggung jawab pengumpul data di masing masing unit
kemudian disetorkan ke Tim PMKP paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Tim
PMKP melakukan analisis data untuk kemudian dilaporkan kepada Direktur rumah sakit
dan dilanjutkan kepada Bupati Jember.
2. Data indikator mutu dan feed back analisisnya
Pelaporan data ditujukan ke unit penjaminan mutu untuk dilakukan validasi dan
analisis data, selanjutnya disampaikan kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung
Jember dilanjutkan pelaporan kepada Bupati Jember. Hasil rekomendasi dan tindak
lanjut laporan tersebut ditembuskan ke masing- masing unit kerja terkait.
3. Inseden keselamatan pasien dan feed back hasil laporannya
Pelaporan data inseden keselamatan pasien dari unit kerja ditujukan ke komite
keselamatan pasien kemudian dilakukan evaluasi dan analisia internal, selanjutnya
disiapkan untuk pembahasan kasus di tingkat manajemen. Hasil tersebut disampaikan
kepada Direktur RSD dr. SoebandiBalung Jember dilanjutkan pelaporan kepada
KKPRS Pusat. Hasil rekomendasi dan tindak lanjut inseden report ditembuskan ke
masing masing unit kerja terkait.
4. Evaluasi kerjasama dan feed backnya
Pelaporan hasil evaluasi kerja sama atau perjanjian lainnya dikoordinasikan
oleh Tim Pelaksana Kerjasama dengan Tim PMKP, ditujukan kepada Direktur RSD dr.
SoebandiBalung Jember. Hasil rekomendasi dan tindak lanjut evaluasi tersebut
ditembuskan ke masing masing unit kerja terkait.
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI
33
Evaluasi pemantauan intern dari hasil pemantauan indikator mutu, kegiatan untuk
akreditasi yang dilakukan setiap bulan sekali dilakukan RSD dr. SoebandiBalung Jember dengan
unit penjamin mtu.
BAB XI
PENUTUP
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) merupakan hal-hal pokok
yang menjadi dasar pegangan dan petunjuk untuk melaksanakan program pasien yang merupakan
kegiatan yang berjalan secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Buku Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien akan direview secara berkala paling
lambat 3 tahun sekali.
34