PENYUSUN :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
0
MODUL CLINICAL SKILLS LAB BLOK SISTEM SPECIAL SENSE
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan pemetaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi FK USU, kegiatan Clinical
Sklills Lab untuk mahasiswa semester 5 dilaksanakan pada blok Sistem Genitourinary, Sistem
Gastro Intestinal dan Sistem Special Sense.
Salah satu keterampilan klinik yang menjadi kompetensi seorang dokter sesuai dengan Standar
Kompotensi Dokter Indonesia (SKDI) adalah keterampilan klinik yang akan diajarkan pada blok
Sistem Special Sense ini. Kepada mahasiswa semester 5 akan diajarkan enam (6) jenis keterampilan
klinis pada blok Sistem Special Sense. Keterampilan klinik yang akan diajarkan pada mahasiswa
adalah keterampilan untuk melakukan :
1. History taking Penyakit Mata yang berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.
2. Pemeriksaan Visus
3. History taking Penyakit yang berhubungan dengan THT
4. Pemeriksaan Saraf Kranialis
5. Pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga mulut, faring dan laring
6. Pemeriksaan fisik leher
II. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti kegiatan skills lab pada blok Sistem Special Sense ini, mahasiswa dapat
terampil melakukan history taking penyakit yang berhubungan dengan penurunan ketajaman
penglihatan, pemeriksaan visus, pemeriksaan saraf kranialis, history taking penyakit THT,
pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga mulut, faring dan laring dan pemeriksaan fisik leher.
2. TUJUAN KHUSUS
2.1.Mahasiswa mampu melakukan history taking penyakit yang berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan.
2.2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan visus
2.3.Mahasiswa mampu melakukan history taking penyakit yang berhubungan penyakit THT
2.4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis
2.5.Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga mulut, faring dan
laring.
2.6 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik leher.
SL.V. SSS.1- SL 1
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI PENYAKIT MATA
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN
1
I. PENDAHULUAN
Pada minggu ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan komunikasi dokter-pasien
untuk penyakit mata yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling signifikan untuk
ditetapkan sebagai keluhan utama.Ada beberapa pertanyaan yang harus diingat pada komunikasi
dokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita agar hasilnya sesuai dengan yang
diharapkan.
Pertanyaan tesebut meliputi :
- Onset
- Location(lokasi)
- Duration(durasi)
- Character(karakter)
- Aggravating/Alleviating Factors(Faktor-faktor yang memperparah atau mengurangi
gejala)
- Radiation(penyebaran)
- Timing(waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat sehingga mudah dingar yaitu:OLD CARTS atau:
- Onset
- Palliating/Provokating Factors (Faktor0faktor yang mengurangi atau memprovokasi
gejala)
- Quality(kualitas)
- Radiation(Penyebaran)
- Site(Lokasi)
- Timing(Waktu)
Kata-kata tersebut dapat disingkat menjadi OPQRST
2
20 menit Introduksi pada kelas besar (tdd 45 mahasiswa) Narasumber
- Penjelasan narasumber tentang anamnese keluhan utama & keluhan
tambahan pada penderita dengan penurunan tajam penglihatan (10
menit)
- Pemutaran film tentang cara anamnese penderita dengan penurunan
tajam penglihatan (5 menit)
- Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari penjelasan dan
film yang diputar (5 menit)
3
90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan anamnesa sendiri secara Mahasiswa
bergantian masing-masing selama 10 menit. Mahasiswa diberikan 1 Instruktur
kasus dan mencatat hal-hal yang penting dari anamnesis dan
menyimpulkannya.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.
Diskusi Akhir :
Instruktur memberikan kesimpulan dari kasus simulasi.
III.TUJUAN KEGIATAN
III.1. TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan keterampilan history
taking dengan menggunakan tekhnik komunikasi yang benar pada pasien
V. RUJUKAN
4
VI. KASUS SIMULASI
VI.LEMBAR PENGAMATAN Komunikasi dokter dengan pasien pada penyakit mata yang
berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak
5
8. Menanyakan riwayat :
- Nutrisi (sayur-sayuran, buah-buahan)
- Trauma (apakah pernah terjatuh, terbentur di bagian kepala)
- Kebiasaan menonton dekat, membaca sambil tiduran
9. Menuliskan / merangkum data dalam status
10.Menjelaskan kemungkinan penyebab permasalahan sesuai informasi
dan menjelaskan tindakan selanjutnya.
11. Mengucapkan salam dan terima kasih
6
Instruktur :
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien :
Umur :
Alamat :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Status :
__________________________________________________________________
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama :
SL.V. SSS.1- SL 2
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN VISUS
I. PENDAHULUAN
7
Pada skill lab ini mahasiswa diajarkan untuk melakukan pemeriksaan tajam penglihatan
(visus) agar dapat mengetahui fungsi penglihatan setiap mata secara terpisah.
Dasar:
- Tajam penglihatan diperiksa langsung, dengan memperhatikan seri gambar simbol dengan
ukuran berbeda pada jarak tertentu terhadap pasien,dan menentukan ukuran huruf terkecil
yang dapat dikenali pasien.
- Pada pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan huruf terkecil yang masih dapat dilihat pada
kartu baca baku (dalam hal ini kita pakai Snellen Chart) dengan jarak 6 meter atau 20 kaki.
- Tajam penglihatan diberikan penilaian menurut ukuran baku yang ada.
- Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter,karena pada
jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi (dalam
hal ini kita ambil dengan jarak 6 meter).
- Besar huruf pada kartu Snellen berbeda sehingga setiap huruf tertentu hanya dapat dibaca
pada jarak tertentu (Kartu untuk jarak 6 meter ataupun 5 meter membentuk sudut 5 menit
dengan nodal point).
- Tajam penglihatan menentukan berapa jelas pasien dapat melihat
- Pemeriksaan dilakukan tanpa dan dengan kacamata yang sedang dipergunakan.
Alat:
- Kartu Snellen (snellen Chart)
- Gagang lensa coba
- Lensa coba
Tekhnik Pemeriksaan:
- Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter
- Dipasang gagang lensa coba
- Mata yang tidak akan diperiksa tajam penglihatan ditutup.biasanya yang diperiksa lebih
dahulu mata kanan sehingga dilakukan penutupan mata kiri terlebih dahulu
- Pasien diminta untuk membaca huruf yang tretulis pada kartu Snellen yang dimulai dengan
membaca baris atas(huruf yang terbesar) dan bila telah terbaca pasien diminta untuk
membaca baris dibawahnya(huruf yang lebih kecil)
- Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca.
Nilai / Hasil Pemeriksaan:
- Tajam penglihatan dinyatakan dnegan suatu angka pembilang/penyebut dimana pembilang
ialah jarak antara orang yang diperiksa dengan karu Snellen,sedangkan peneyebutnya ialah
jarak dimana suatu huruf seharusnya dapat dibaca.
- Bila huruf yang terbaca tersebut:
Terdapat pada baris dengan tanda 30, dikatakan tajam penglihatan 6/30,ini berarti bahwa
pada jarak 6 meter.si penderita hanya dapat membaca huruf-huruf yang seharusnya dapat
dibaca jelas pada jarak 30 meter.
Terdapat pada baris dengan tanda 6,dikatakan tajam penglihatan 6/6,ini berarti bahwa
pada jarak 6 meter si penderita dapat membaca huruf yang normalnya jelas dibaca pada
jarak 6 meter.
Tajam penglihatan seseorang dikatan normal bila tajam penglihatan adalah 6/6.
Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar terbesar pada kartu Snellen pada jarak 6
meter maka dilakukan uji hitung jari,dimana pasien disuruh untuk menghitung jari si
pemeriksa yang oleh mata normal dapat dilihat pada jarak 60 meter, misalnya pada jarak
3 meter pasien masih dapat menghitung jari si pemeriksa berarti tajam penglihatannya
3/60,ini berarti pada jarak 3 meter si penderita hanya dapat menghitung jari pemeriksa
yang seharusnya pada orang normal dapat terlihat pada jarak 60 meter.
8
bila pasien tidak dapat menghitung jari ,maka pasien disusuh melihat gerakan tangan si
pemeriksa yang oleh mata normal dapat dilihat pada jarak 300 meter. Biasanya gerakan
tangan dilakukan maksimal pada jarak 1 meter,tajam penglihatanya 1/300
bila gerakan tangan tidak dapat terlihat,maka mempergunakan lampu sorot,jika pasien
dapat melihat lampunya menyala maka tajam penglihatannya 1/∞
jika pasien tidak dapat membedakan apakah lampu yang disoroti kepadanya terang atau
tidak,maka tajam penglihatannya adalah 0,yang berarti tidak dapat diambil tindakan
apapun untuk memperoleh penglihatan kembali.
III.TUJUAN KEGIATAN
Setelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapakan mampu melakukan pemeriksaan tajam
penglihatan yang merupakan pemeriksaan dasar yang sangat berguna untuk kepentingan
diagnostik dalam ilmu kesehatan mata.
9
4.1.Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selam 150 menit
4.2.Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester 5.
Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lt 3.
V. RUJUKAN
1. American Academy of Ophthalmology,2002-2003,Optic,Refraction and Contact
Lenses,Section 3
2. Vaughan D,2000,Oftalmologi Umum,Edisi 14,hal 32-34
3. Lee a David,1999,Clinical Guide to Comprehensive Ophthalmology,hal 27-28
4. Ilyas Sidharta,2001,Dasar Tekhnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak
Pemeriksaan Visus dengan Snellen Chart
1. Pasien duduk menghadapi kartu Snelen dengan jarak 6 meter
2. Memasang gagang lensa coba
3. Mata yang tidak akan diperiksa ditutup; biasanya yang diperiksa
mata kanan dahulu sehingga melakukan penutupan mata kiri
terlebih dahulu
4. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu
Snellen yang dimulai dengan membaca baris atas (huruf yang
paling besar) dan bila telah terbaca pasien diminta untuk
membaca baris dibawahnya (huruf yang lebih kecil)
5. Menentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca
6. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan visus dan menjelaskan
tindakan selanjutnya.
10
SL.V. SSS.2- SL 1
KETERAMPILAN KLINIK
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN MENGENAI PENYAKIT-PENYAKIT TELINGA,
HIDUNG DAN TENGGOROK
I. PENDAHULUAN
11
Melatih mahasiswa untuk dapat meningkatkan keterampilan history taking dengan
menggunakan teknik komunikasi yang benar pada pasien.
Tahap I : Observasi
Ketika pasien masuk ruang periksa, perhatikan cara berjalan, penampilan
wajah, kelainan-kelainan yang mungkin terlihat pada daerah kepala dan
leher termasuk daun telinga dan hidung, komunikasi, cara bicara,
interaksi dengan lingkungan, perilaku dan lain-lain.
12
belum, bila sudah bagaimana hasilnya.
Hubungannya dengan pekerjaan / kegemaran (bila ada).
Hubungannya dengan iklim (bila ada). Hubungannya dengan
makanan (bila ada). Hubungannya dengan obat-obatan yang
digunakan.
20 menit Instruktur,
Mahasiswa
90 menit Mahasiswa
V. RUJUKAN
13
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala da Leher, Edisi Keenam,
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhan utama pasien
sesuai formulir anamnesis.
3. RINITIS ALERGI
Seorang laki - laki, umur 25 tahun datang dengan keluhan sering pilek – pilek. Keluhan ini
dialami sejak 1 tahun lalu terutama di pagi hari dan bila terpapar debu.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhan utama pasien
sesuai formulir anamnesis.
4. RINOSINUSITIS AKUT
Seorang laki-laki, 18 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan hidung
tersumbat sejak 1 minggu yang lalu disertai nyeri pada kedua pipi dan kelopak mata bawah.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhan utama pasien
sesuai formulir anamnesis.
5. TONSILITIS AKUT
Seorang perempuan, umur 17 tahun datang berobat ke poliklinik THT dengan keluhan sakit
menelan yang dialami sejak 3 hari lalu. Keluhan ini disertai demam.
Tugas : lakukan komunikasi dokter-pasien yang berhubungan dengan keluhan utama pasien
sesuai formulir anamnesis.
14
V. LEMBAR PENGAMATAN ANAMNESE PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN
TENGGOROK
15
1. Sumbatan hidung :
- Apakah terjadi terus menerus atau hilang timbul
- Pada satu atau kedua lubang hidung atau bergantian
- Riwayat kontak dengan debu, tepung sari, bulu binatang
- Riwayat trauma hidung
- Riwayat pemakaian obat tetes hidung jangka panjang
- Riwayat merokok atau peminum alkohol berat
2. Sekret :
- Pada satu atau kedua rongga hidung
- Konsistensi sekret: encer / kental
- Apakah sekret keluar pada waktu-waktu tertentu
- Warna : jernih, hijau kekuningan, bercampur darah
- Berbau / tidak
- Apakah dijumpai sekret dari hidung yang turun ke tenggorok
3. Bersin
4. Nyeri di daerah muka dan kepala
5. Perdarahan dari hidung
- Berasal dari satu atau kedua lubang hidung
- Apakah mudah dihentikan
- Sudah berapa kali
- Riwayat trauma
- Riwayat penyakit sistemik : kelainan darah, hipertensi
- Pemakaian obat anti koagulansia
6. Gangguan penghidu :
- Sudah berapa lama
- Hilang penciuman (anosmia) atau berkurang (hiposmia)
- Riwayat infeksi hidung dan sinus, trauma kepala
FARING
1. Nyeri tenggorok :
- Hilang timbul atau menetap
- Apakah disertai demam, batuk, suara serak, dan tenggorokan kering
- Riwayat merokok
2. Nyeri menelan (odinofagia) :
- Apakah rasa nyeri dirasakan sampai ketelinga
3. Dahak ditenggorok :
- Apakah dahak bercampur dengan pus atau darah
4. Sulit menelan (disfagia)
- Sudah berapa lama
- Apakah timbul bila menelan makanan cair atau padat
- Apakah disertai muntah dan penurunan berat badan yang cepat
5. Rasa sumbatan dileher
- Sudah berapa lama dan lokasinya
HIPOFARING DAN LARING
16
1. Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) :
- Sudah berapa lama
- Riwayat infeksi di hidung atau tenggorok
- Apakah disertai batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan
2. Batuk :
- Sudah berapa lama
- Riwayat merokok
- Apakah disertai dahak : bercampur darah dan jumlahnya
3. Rasa ada sesuatu ditenggorok
DOKUMENTASI
- Mendokumentasikan hasil history taking dan tindakan selanjutnya.
17
Lampiran 1
Tanggal :..........................
No. MR :..........................
I. IDENTIFIKASI
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Bangsa / Suku :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
Keluhan Tambahan :
18
SL.V. SSS.2- SL 2
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
I. PENDAHULUAN
Seorang dokter harus mampu melakukan pemeriksaan nervus kranialis I-XII dengan benar
sehingga dapat membantu kita menentukan lokasi lesi dan jenis penyakit. Ada beberapa persyaratan
yang harus diingat dalam melakukan pemeriksaan nervus kranialis ini. Dimana masing – masing
nervus kranialis mempunyai syarat – syarat tertentu.
Pada skills lab ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan pemeriksaan saraf
kranialis (I-XII). Pemeriksaan ini meliputi, pemeriksaan penciuman, pemeriksaan pupil (ukuran dan
bentuk), pemeriksaan refleks cahaya, pemeriksaan mimik wajah, pemeriksaan otot temporal dan
masseter, pemeriksaan sensorik wajah, pemeriksaan motorik wajah, pemeriksaan pendengaran,
pemeriksaan lidah.
Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus yaitu penciuman (menghidu).
Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan gangguan penciuman ataupun kehilangan penciuman.
PEMERIKSAAN PENCIUMAN
Tujuan pemeriksaan: untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu. Selain itu, untuk mengetahui
apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
Alat/ bahan:
1. Meja 1 buah
2. Kursi 2 buah
3. Senter
4. Kopi
5. Teh
6. Jeruk
7. Wadah kecil untuk tempat teh, kopi atau jeruk.
Syarat pemeriksaan:
- Penderita harus compos mentis.
- Zat yang digunakan sebaiknya yang digunakan sehari – hari, misalnya kopi, teh, tembakau,
jeruk. Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (nervus V) seperti
mentol, amoniak, alkohol dan cuka.
Cara pemeriksaan :
- Penderita duduk
19
- Periksa lubang hidung penderita (dengan menggunakan senter), apakah ada sumbatan atau
kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini dapat menganggu ketajaman
penciuman.
- Zat pengetes diletakkan dalam wadah.
- Penderita disuruh tutup mata
- Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian, lubang hidung yang sedang
tidak diperiksa, ditutup dengan tangan.
Penilaian:
Normosmia : kemampuan menghidu normal, tidak terganggu.
Hiposmia : kemampuan menghidu menurun atau berkurang.
Hiperosmia : meningkatnya kemampuan menghidu.
Parosmia : salah hidu (tidak dapat mengenali bau – bauan)
Kakosmia : persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada
Merupakan nervus yang berfungsi sebagai sensorik khusus juga, yaitu penglihatan.
Adapun pemeriksaan untuk nervus optikus ini meliputi:
1. Ketajaman penglihatan (visus)
2. Lapangan pandang
3. Papil optikus
Yang dipelajari pada skills lab ini adalah lapangan pandang.
Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh duduk atau berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira – kira 60cm -
100 cm.
- Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus ditutup dengan tangan,
sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.
- Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya) pada mata kiri pemeriksa
dan pemeriksa harus terus melihat ke mata kanan penderita
- Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa
dan penderita. Gerakan dilakukan dari arah luar (lateral) ke dalam (medial).
- Jika penderita mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberi tahu, dan hal ini
dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya.
- Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing – masing mata harus
diperiksa
- Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih dulu melihat
gerakan tangan tersebut.
20
Ketiga nervus ini diperiksa bersama – sama, karena kesatuan fungsinya yaitu mensarafi otot – otot
ekstrinsik dan intrinsik bola mata.
Otot bola mata yang dipersarafi oleh NIII, NIV, NVI:
NIII : menginervasi musc. rektus internus (medialis), musc. rektus superior, musc. rektus inferior,
musc. levator palpebra; serabut visero-motoriknya mengurus musc. sfincter pupil dan musc.
siliare.
NIV : menginervasi musc. obliqus superior.
NVI : menginervasi musc. rektus eksternus (lateralis)
Yang dipelajari pada skills lab ini adalah pemeriksaan refleks cahaya dan gerakan bola mata.
Cara pemeriksaan:
- Pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya).
- Setelah itu mata pasien kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada keadaan
normal, pupil mengecil (miosis). Bila demikian halnya, reaksi cahaya langsung : positif.
- Kemudian, perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh
penyinaran mata yang lainnya itu. Bila demikian, disebut reaksi cahaya tidak langsung
(konsensual) : positif.
- Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi matanya pada senter,
sebab dengan demikian akan ada pula refleks akomodasi yang juga menyebabkan pupil
mengecil.
- Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan sinistra.
- Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan bentuk pupil
Diameter pupil yg normal : 2-3mm. Bentuk pupil yang normal: bulat
PEMERIKSAAN GERAKAN BOLA MATA
Nervus trigeminus memiliki 2 fungsi yaitu motorik dan sensorik. Bagian motorik mengurus
otot – otot mengunyah, yaitu musc. masseter, musc. temporalis, musc. pterigoid medialis yang
21
berfungsi menutup mulut dan musc. pterigoid lateralis yang berfungsi menggerakkan rahang ke
bawah ke samping (lateral) dan membuka mulut.
Bagian sensorik nervus V mengurus sensibilitas wajah, memiliki 3 cabang, yaitu :
1. Cabang opthalmica, yang mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak,
sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
2. Cabang maksilaris, yang mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum
durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
3. Cabang mandibularis, yang mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi bawah, mukosa pipi,
duapertiga bagian depan lidah dan sebagian dari telinga (eksternal), meatus dan selaput otak.
Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah palpasi otot masseter dan temporalis serta pemeriksaan
sensasi wajah.
22
Nervus fascialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot – otot ekspresi
wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke
selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan ia juga menghantar berbagai jenis sensasi, termasuk
sensasi eksteroseptif, dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan 2/3 bagian depan lidah, dan
sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari
otot – otot yang disarafinya.
Pada skills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan dan motorik wajah
Syarat pemeriksaan : penderita harus compos mentis, kecuali untuk inspeksi mimik wajah
Cara pemeriksaan:
- Perhatikan wajah penderita apakah simetris atau tidak
- Suruh penderita mengangkat alisnya dan mengerutkan dahi
- Suruh penderita memejamkan mata
- Suruh penderita menyeringai
- Suruh penderita menggembungkan pipi
Saraf ini terdiri atas 2 bagian yaitu saraf kokhlearis dan saraf vestibularis. Saraf kokhlearis
berfungsi mengurus pendengaran, saraf vestibularis berfungsi mengurus keseimbangan.
Pemeriksaan saraf kokhlearis meliputi pemeriksaan ketajaman pendengaran
Pemeriksaan saraf vestibularis meliputi test romberg, test stepping, nistagmus, past pointing, dll.
Pada sklills lab ini yang dipelajari adalah pemeriksaan pendengaran.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Pemeriksaan pendengaran adalah untuk mengetahui fungsi pendengaran pada tiap telinga,
jenis ketuliannya dan derajat ketuliannya, sehingga keterampilan pemeriksaan pendengaran ini
menjadi kompetensi dasar bagi seorang dokter.
- Untuk pemeriksaan pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui
tulang dengan memakai garpu tala ataupun dengan berbisik.
- Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga
luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen,
sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam
menyebabkan tuli saraf koklea atau retrokoklea (tuli sensorineural).
- Pemeriksaan dengan garpu tala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes
penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach. Sedangkan tes Berbisik bersifat semi
– kuantitatif, untuk menentukan derajat ketulian secara kasar.
23
Untuk kegiatan clinical skills lab ini pemeriksaan pendengaran yang dilatih adalah tes Rinne, tes
Weber, tes Schwabach dan tes Berbisik. Sebab tes ini mudah dilakukan dan hasilnya dapat berguna
untuk pemeriksaan pendengaran.
A. PEMERIKSAAN RINNE
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz
karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Cara pemeriksaan :
1.Garpu tala 512 Hz digetarkan dengan jari pemeriksa.
2.Tangkai garpu tala tersebut diletakkan pada prosessus mastoid telinga yang diperiksa.
3.Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ke depan liang telinga yang
diperiksa kira-kira 2½ cm.
4. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif
(-)
Interpretasi :
- Rinne positif (+) terdapat pada telinga normal atau telinga dengan tuli sensorineural.
- Rinne negatif (-) ini menunjukkan adanya tuli konduktif.
B. PEMERIKSAAN WEBER
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz
karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Cara pemeriksaan :
1.Kaki garpu penala yang telah digetarkan diletakkan pada garis tengah wajah atau kepala (di
vertex, dahi dan pangkal hidung).
2.Ditanyakan pada yang diperiksa, telinga mana yang terdengar lebih keras.
Interpretasi :
- Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
- Pada keadaan normal, penderita mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan
telinga mana yang mendengar lebih keras. Bila satu telinga menderita tuli sensorineural maka
penderita akan mendengar lebih baik pada telinga yang baik (lateralisasi ke telinga yang
baik) dan jika telinga tersebut menderita tuli konduktif maka telinga tersebut akan mendengar
bunyi lebih keras (lateralisasi ke telinga yang sakit).
C. PEMERIKSAAN SCHWABACH
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
24
- Garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Bila tidak memungkinkan menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz
karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.
- Syarat pemeriksaan : telinga pemeriksa harus normal
Cara pemeriksaan :
1.Garpu tala digetarkan.
2.Tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoidius penderita sampai tidak terdengar
bunyi.
3.Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosesus mastoidius telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal.
Interpretasi :
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak
dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu penala diletakkan pada
prosesus mastoidius pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut
Schwabach memanjang.
Bila pasien dan pemeriksa kira – kira sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan
pemeriksa.
D. PEMERIKSAAN BERBISIK
Bahan dan alat yang diperlukan :
- Ruangan yang cukup tenang.
- Ruangan cukup besar dengan panjang minimal 6 meter.
Cara pemeriksaan :
1. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa menghadap pemeriksa
pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya ditutup dengan cara menekan tragus dengan jari
pasien sehingga benar – benar tertutup.
2. Pasien jangan melihat ke pemeriksa.
3. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru – paru sesudah ekspirasi.
Interpretasi :
- Bila pasien mendengar maka dianggap pendengaran normal, bila tidak mendengar dalam jarak
6 meter maka pemeriksa maju 1 meter dan berbisik lagi. Dan bila tidak mendengar juga maju
1 meter lagi, dan seterusnya sampai pasien dapat mendengar.
- Bila sampai berbisik di dekat telinga pasien, baru didengarnya maka disebut Ad Concham, bila
masih juga tak mendengar berarti tes berbisik = 0.
25
- Nilai normal tes berbisik 5 – 6 meter, artinya pasien dapat mendengar pada jarak 5 – 6 meter
dari pemeriksa.
- Jika pasien hanya bisa mendengar pada jarak 3 meter, disebut tes berbisik = 3 meter
Kedua nervus ini diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat satu sama lain,
sehingga gangguan fungsinya jarang tersendiri, kecuali pada bagian yang perifer sekali.
N IX berfungsi :
NX berfungsi :
-Sensorik: membran timpani, canalis auditorius eksternal, telinga luar
-Motorik: otot palatum, faring, laring
-Otonom: afferent dari baroreseptor karotis, parasimpatis dari dan ke
thorax dan abdomen
Pemeriksaan kedua saraf ini meliputi:
1. Refleks muntah
2. Pemeriksaan palatum molle dan uvula
3. Pengecapan 1/3 belakang lidah
Pada sklills lab ini pemeriksaan yang dipelajari adalah pemeriksaan palatum molle dan uvula.
Cara pemeriksaan:
- Penderita disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada keadaan istirahat
- Kemudian suruh penderita menyebutkan ‘aaaaa...’
- Perhatikan palatum molle, uvula dan faring pada saat itu.
- Bila ada parese otot faring dan palatum molle, maka palatum molle, uvula dan arkus faring yang
lumpuh letaknya lebih rendah dari pada yang sehat.
NERVUS XI (N.AKSESORIUS)
Nervus ini hanya terdiri dari serabut motorik, menginervasi otot sternokleidomastoideus dan
otot trapezius.
Pemeriksaan untuksaraf ini meliputi:
1. Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus
2. Pemeriksaan otot trapezius
Pada sklills lab ini kedua pemeriksaan tersebut dipelajari.
Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh menolehkan kepala dan pemeriksaa menahannya untuk menilai tenaganya
26
2. Dilakukan bergantian saat menoleh ke arah kanan dan ke kiri
Cara pemeriksaan:
1. Penderita disuruh mengangkat bahu dan pemeriksa menahannya untuk menilai tenaganya.
2. Bandingkan kanan dan kiri.
Nervus ini mengandung serabut somato-motorik yang menginervasi otot ekstrinsik dan
intrinsik lidah. Fungsi otot ekstrinsik lidah adalah untuk menggerakkan lidah dan otot intrindik
untukmengubah – ubah bentuk lidah.
Syarat pemeriksaan: penderita harus compos mentis khusus untuk pemeriksaan lidah saat dijulurkan
Cara pemeriksaan:
- Suruh penderita buka mulut, perhatikan lidah dalam keadaan istirahat, apakah ada atrofi,
fasikulasi ataupun tremor
- Kemudian suruh penderita menjulurkan lidahnya, perhatikan apakah ada deviasi atau tidak
- Untuk menilai tenaga lidah, suruh penderita untuk menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai
daya tekannya ini dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar
27
9 mahasiswa). Mahasiswa
- Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang
mahasiswa), dibimbing oleh instruktur.
- Pasien simulasi akan diperankan oleh sesama mahasiswa
III.TUJUANKEGIATAN
Setelah mahasiwa mengikuti skills lab ini diharapakan dapat melakukan pemeriksaan saraf
kranialis yang merupakan pemeriksaan dasar yang sangat berguna untuk kepentingan diagnostik
dalam ilmu penyakit saraf.
V. RUJUKAN
1. DeJONG’S, The Neurologic Examination, 5th edition, Philadelphia: JB. Lippincott; 1992
2. Fuller G, Neurological Examination Made Easy, London: Churchill Livingstone; 1993
3. Gilman S, Clinical Examination of The Nervous System, Philadelphia: McGraw Hill; 2000
4. Ford MJ, Clinical Examination, 8th edition, Philadelphia: Elsevier; 2005
5. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta: FK UI;2000
LANGKAH / TUGAS
PENGAMATAN
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS YA TIDAK
1. Menyapa dan memberi salam kepada penderita
2. Mempersilahkan penderita duduk
3. Memberitahukan kepada penderita apa yang akan dilakukan
Nervus I (N. OLFAKTORIUS)
Pemeriksaan Penciuman
1. Mempersiapkan alat / bahan
28
2. Periksa lubang hidung (dengan menggunakan senter), apakah ada
sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal
ini dapat menganggu ketajaman penciuman.
3. Penderita disuruh tutup mata
4. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu secara bergantian,
lubang hidung yang sedang tidak diperiksa, ditutup dengan
tangan.
Nervus II (N.OPTIKUS)
Pemeriksaan Lapangan Pandang
1. Penderita disuruh duduk atau berhadapan dengan pemeriksa
dengan jarak kira – kira 60cm -100 cm.
2. Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita
harus ditutup, dengan tangan, sedangkan pemeriksa harus
menutup mata kanannya.
3. Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya)
pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus terus melihat ke
mata kanan penderita
4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang
pertengahan antara pemeriksa dan penderita. Gerakan dilakukan
dari arah luar (lateral) ke arah dalam (medial).
5. Jika penderita mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus
memberi tahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa,
apakah iapun telah melihatnya.
6. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing
– masing mata harus diperiksa.
Nervus III, IV, VI (N.OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS, ABDUSENS)
Pemeriksaan Refleks Cahaya
1. Pada pemeriksaan ini penderita disuruh melihat jauh (memfiksasi
pada benda yang jauh letaknya).
2. Senter mata penderita (gerakkan senter dari arah lateral ke medial)
dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada keadaan normal,
pupil mengecil (miosis).
3. Perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut
mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu.
4. Melakukan pemeriksaan secara bergantian pada oculi dextra dan
sinistra.
5. Saat melakukan pemeriksaan ini, sekaligus nilai ukuran dan
bentuk pupil.
29
Pemeriksaan Otot Penggerak Bola Mata
1. Penderita disuruh melihat ke jari pemeriksa, kemudian mengikuti
gerakan jari pemeriksa.
2. Pemeriksa menggerakkan jarinya dari arah:
- Medial ke lateral kanan, lateral kiri
- Medial ke atas, bawah
- Medial ke lateral atas kanan, lateral bawah kiri
- Medial ke lateral atas kiri, lateral bawah kanan.
Nervus V (N. TRIGEMINUS)
Palpasi Otot Temporal Dan Masseter
1. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin, kemudian
kita raba musc. masseter dan musc. temporalisnya.
2. Bandingkan kekuatan tonus otot tersebut (antara kiri dan kanan).
Pemeriksaan Sensorik Wajah
1. Lakukan pemeriksaan sensorik wajah berupa rasa raba dengan
menggunakan kapas / bulu halus yg ada di ujung reflex hammer.
2. Goreskan kapas tersebut mulai dari daerah ophtalmica,
dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris, bandingkan kiri
dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri dan kanan.
3. Lakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan benda yang
agak runcing (ada pada ujung reflex hammer).
4. Sentuhkan (tekan sedikit) bagian yang runcing tersebut ke daerah
ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah maksilaris,
bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis bandingkan kiri
dan kanan.
5. Lakukan pemeriksaan suhu dengan menggunakan tabung reaksi
yang berisi air panas dan air dingin.
6. Sentuhkan bagian tabung reaksi yang berisii air tersebut ke
daerah ophtalmica, dibandingkan kiri dan kanan, daerah
maksilaris, bandingkan kiri dan kanan, daerah mandibularis
bandingkan kiri dan kanan.
Nervus VII (N. FASCIALIS)
Pemeriksaan Motorik Wajah
1. Perhatikan wajah penderita apakah simetris atau tidak
2. Suruh penderita mengangkat alisnya sekaligus mengerutkan dahi.
Lihat apakah alis / kerutan dahi simetris atau tidak
3. Suruh penderita memejamkan mata. Pemeriksa mencoba
membuka mata penderita, nilai kekuatan otot nya, apakah sama
kiri dan kanan.
30
4. Suruh penderita menyeringai, lihat simetris atau tidak
5. Suruh penderita menggembungkan pipi, lihat apakah ada
kebocoran udara / simetris atau tidak.
Nervus VIII (N.VESTIBULO-KOKHLEARIS)
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan Rinne
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz, (dengan jari atau mengetukkannya
pada siku atau lutut pemeriksa).
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada prosessus mastoid telinga
yang diperiksa.
3. Setelah tidak terdengar bunyi lagi, kemudian dipindahkan ujung garpu
tala ke depan liang telinga yang diperiksa, dengan jarak kira-kira 2½
cm, normalnya pasien masih dapat mendengar suara getaran garputala
tersebut.
Pemeriksaan Weber
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada garis tengah wajah atau
kepala (di vertex, dahi dan pangkal hidung).
3. Tanyakan pada yang pasien, telinga mana yang terdengar lebih keras
atau sama kiri dan kanan.
Pemeriksaan Schwabach
1. Getarkan ujung garpu tala 512 Hz.
2. Letakkan tangkai garpu tala tersebut pada prosesus mastoid penderita
sampai tidak terdengar bunyi.
3. Segera pindahkan tangkai garpu tala tersebut ke prosesus mastoideus
telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Pemeriksaan Berbisik
1. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri.
2. Pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa
menghadap pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya
ditutup dengan cara menekan tragus dengan jari pasien sehingga
benar – benar tertutup.
3. Pasien jangan melihat ke pemeriksa, telinga yang akan diperiksa yang
mengarah pada pemeriksa
4. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru –
paru sesudah ekspirasi. Kata-kata yang mengandung banyak huruf ‘s’
31
(contoh sisir, selesai, susu)
32
SL.V. SSS.2- SL 3
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK TELINGA, HIDUNG, RONGGA MULUT, FARING & LARING
I. PENDAHULUAN
Keterampilan klinik pemeriksaan fisik telinga, hidung, rongga mulut, faring danlaring untuk
mengenali gejala dan tanda yang terdapat pada pasien agar mampu menegakkan diagnosis penyakit-
penyakit THT sesuai dengan kompetensi dasar seorang Dokter.
A. PEMERIKSAAN TELINGA
A.1. Alat yang diperlukan :
- Lampu kepala
- Corong telinga
- Otoskop
A.2. Cara pemeriksaan telinga :
- Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala pasien lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa.
- Pasang lampu kepala dan diarahkan ke daun telinga dan
liang telinga.
- Melihat keadaan dan bentuk daun telinga serta daerah belakang daun telinga
(retroaurikuler).
- Menarik daun telinga ke atas dan ke belakang untuk memeriksa liang
telinga. Jika kesulitan, gunakan corong telinga untuk memperluas
pandangan ke dalam liang telinga.
- Otoskop digunakan untuk memeriksa membran timpani.
- Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa membran timpani kanan dan
tangan kiri untuk memeriksa membran timpani kiri, dengan posisi jari kelingking tangan
yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien yang diperiksa.
B. PEMERIKSAAN HIDUNG
B.1. Alat yang diperlukan :
- Lampu kepala
- Spekulum hidung
- Kaca nasofaring dan tangkainya
- Spatula lidah
B.2. Cara pemeriksaan hidung : .
1. Memperhatikan bentuk luar hidung.
2. Palpasi daerah tulang hidung dan sinus paranasal.
3. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga hidung.
4. Rinoskopi Anterior :
- Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri dalam keadaan tertutup.
- Masukkan spekulum ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan
dibuka setelah spekulum berada di dalam rongga hidung.
- Nilai vestibulum, septum, konka, meatus dan mukosa.
- Keluarkan spekulum dalam keadaan terbuka untuk menghindari terjepitnya bulu hidung
pasien.
33
5. Rinoskopi Posterior :
- Kaca nasofaring dipegang dengan tangan kanan
- Hangatkan kaca nasofaring dengan api lampu spiritus.
- Sebelum kaca dimasukkan ke rongga mulut, suhu kaca di tes dulu dengan
menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa.
- Pegang spatula lidah dengan tangan kiri dan pasien di minta membuka mulut.
-Tekan 2/3 anterior lidah dengan spatula lalu pasien disuruh bernafas seperti biasa dan jangan
menahan nafas.
- Masukkan kaca nasofaring yang menghadap ke atas melalui mulut, melewati bagian bawah
uvula hingga ke orofaring.
- Lihat keadaan koana dan septum nasi posterior.
- Kaca tersebut diputar sedikit ke lateral untuk melihat keadaan konka inferior, media,
superior, serta meatus nasi inferior dan media.
- Kaca diputar lebih ke lateral lagi untuk memeriksa torus tubarius dan fossa rosenmuller.
- Hal yang sama dilakukan untuk melihat sisi yang berlawanan.
- Keluarkan kaca nasofaring dan spatula lidah secara bersamaan dari rongga mulut.
34
- Kaca laring dimasukkan ke dalam mulut menggunakan tangan kanan dengan arah kaca ke
bawah, bersandar pada uvula dan palatum molle
- Pasien disuruh menyuarakan ”i...”
- Nilai gerakan pita suara abduksi dan daerah subglotik dengan menyuruh pasien untuk
inspirasi dalam
35
- Pemeriksaan fisik laring dan mampu mengenali tanda-tanda fisiologis serta patologis laring.
V. RUJUKAN
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi Keenam,
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007
36
- Masukkan spekulum ke dalam lubang hidung dengan
hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam
rongga hidung.
- Nilai vestibulum, septum, konka, meatus dan mukosa.
- Keluarkan spekulum dalam keadaan terbuka untuk
menghindari terjepitnya bulu hidung pasien.
PEMERIKSAAN RONGGA MULUT, FARING & LARING
1. Pemeriksaan faring dan rongga mulut
2. Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga mulut
3. Nilai keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan
lidah
4. Pegang spatula lidah dengan tangan kiri
5. Tekan bagian tengah lidah dengan memakai spatula lidah
6. Nilai rongga mulut, dinding belakang faring, uvula, arkus
faring,tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi
7. Keluarkan spatula lidah dari rongga mulut
PEMERIKSAAN KELENJAR LIMFA LEHER
1. Pemeriksa berdiri di belakang pasien
2. Pemeriksa meraba dengan kedua belah tangan seluruh daerah
leher dari atas kebawah.
3. Nilai ukuran, bentuk, konsistensi dan perlekatan dengan
jaringan sekitarnya, bila terdapat pembesaran kelenjar limfa.
37
SL.V. SSS.2- SL 4
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN FISIK LEHER
Emir Taris Pasaribu
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik leher merupakan pemeriksaan fisik standar yang harus dapat dilakukan
dengan benar oleh seorang dokter. Kelainan di leher dapat berupa kelainan bawaan, infeksi,
neoplasma dan metabolisme.
Benjolan di leher dapat disebabkan oleh :
Di bagian tengah : - goiter
- thyroglossal cyst
- submental limph nodes
- parathyroid gland
Mid-Jugular
Lower Jugular
38
HEAD & NECK CANCER
Sites
I
II
III
V
IV
II. TUJUAN
II.1.TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik leher dan
mengetahui beberapa kelainan berupa benjolan di leher bagian depan.
II.2.TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu:
1. Menemukan pembesaran kelenjar tiroid.
2. Mengenal pembesaran kelenjar getah bening.
3. Mengenal kelainan di kulit dan bawah kulit
4. Mengetahui kelainan bawaan.
5. Dapat membuat dokumentasi / deskripsi hasil pemeriksaan.
39
10 menit Demonstrasi pada kelas besar oleh nara sumber. Dengan Nara sumber
simulasi pasien.
Nara sumber memperlihatkan tata cara pemeriksaan fisik
leher yang benar.
Tahap I.
Perkenalan dengan pasien.
Menerangkan pemeriksaan yang akan dilakukan.
Tahap II.
Posisi pasien
Posisi pemeriksa
Cara pemeriksaan
Hal hal yang diamati
Dokumentasi
10 menit Setelah mahasiswa dibagi kelas kecil yang terdiri dari 9 Instruktur
orang
Instruktur memperlihatkan tata cara pemeriksaan fisik
leher yang benar.
20 menit Coaching : Mahasiswa melakukan simulasi secara Instruktur
bergantian (2-3 orang) dengan dibimbing oleh instruktur / /Mahasiswa
mahasiswa pada kelas kecil menggunakan lembar
pengamatan.
90 menit Self Practice : Mahasiswa melakukan sendiri secara Mahasiswa
bergantian.
Sehingga total waktu yang dibutuhkan ± 90 menit
(tergantung jumlah mahasiswa)
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok besar 45 mahasiswa dan kecil 9 orang. Kelompok besar
dipimpin nara sumber dan kelompok kecil dipimpin instruktur.
2. Cara pelaksanaan kegiatan:
Instruktur melakukan choacing selama 20 - 30 menit, beberapa mahasiswa melakukan
pemeriksaan simulasi dibimbing instruktur dan peserta lain dapat melakukan pengamatan.
Menggunakan pasien simulasi , mahasiswa.
Ditunjuk seorang mahasiswa untuk melakukan pemeriksaan. Mahasiswa
lainnya bertugas sebagai pengamat.
Setiap mahasiswa harus mendapat kesempatan melakukan.
3. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester V.
4. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3
40
IV.2. SARANA YANG DIBUTUHKAN:
- meja 1 buah
- kursi 3 buah
- alat tulis
- pasien simulasi ( mahasiswa )
- segelas air
- jangka sorong
V. RUJUKAN
1. Bickley LS, Szilagyi PG. Guide to Physical Examination and History Taking. 9th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins ; 2007
2. Talley NJ, O’Connor S, Clinical Examination, A Systematic Guide to physical diagnosis, 2 Ed,
APAC Asian Edition, Singapore ; 1992
LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
I. PERKENALAN
1. Menyapa pasien dan memperkenalkan diri.
2. Mempersilahkan pasien duduk
3. Menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat.
4. Menanyakan tindakan yang akan dilakukan dan tujuan pemeriksaan.
5. Meminta persetujuan
II. PERSIAPAN
1. penderita dalam posisi duduk.
2. pemeriksa sudah melakukan cuci tangan
3. tersedia segelas air.
III. INSPEKSI
1. penderita duduk dan posisi kepala sedikit ekstensi
2. pemeriksa berada didepan penderita.
3. Memperhatikan apakah ada perubahan warna kulit
4. Memperhatikan apakah ada ulkus, fistel, sekret dan tentukan lokasi.
5. Memperhatikan apakah ada benjolan, bila ada tentukan lokasi,
jumlah dan bentuk.
6. Bila lokasi benjolan di bagian tengah, penderita disuruh meneguk air
dan perhatikan apakah benjolan bergerak keatas.
IV. PALPASI
41
1. Penderita duduk dan posisi kepala sedikit ekstensi
2. Pemeriksa berada dibelakang penderita
3. Palpasi mengunakan kedua tangan, bagian volar distal digiti 2,3 dan
4.
Tiroid :
1. Lokasi dibagian tengah leher, dibawah kartilago tiroidea
2. Bila ada benjolan, perhatikan : lokasi, jumlah , konsistensi,
permukaan, batas, pergerakan, nyeri dan ukuran (mm)
3. Penderita disuruh meneguk air dan teraba benjolan bergerak keatas.
Kelenjar getah bening :
1. Dimulai dari, daerah sub mental, sub mandibular, rantai yugular
bagian atas, tengah , bawah, supra klavikula dan trigonum posterior
leher.
2. Bila ditemukan benjolan, perhatikan lokasi, jumlah, nyeri,
permukaan, konsistensi, konglumerasi, batas, pergerakan dan ukuran
(mm)
V. DOKUMENTASI
1. Mencatat data data yang didapat/ditemukan
2. Mencatat tanggal pemeriksaan
3. Membuat tanda tangan pemeriksa
4. Menginformasikan dan menjelaskan tindakan selanjutnya.
42