Anda di halaman 1dari 44

GANGGUAN SARAF

OTONOM

dr. Aida Fitri, Sp.S


Dept. Neurologi FK USU – RSHAM
2
3
4
DISFUNGSI SSO
gangguan:
• regulasi TD • vesika urinaria

• frekuensi denyut • seksual

jantung • fungsi pupil

• keringat • lakrimasi

• kontrol suhu • kelenjar ludah

• gastrointestinal 5
HIPOTENSI ORTOSTATIK
gejala:
O oyong
O pandangan gelap
O kesadaran secara bertahap menurun setelah
beberapa menit berdiri/berjalan
= sinkop
 defek terdapat pada sistem simpatis perifer

TDS ↓ 20mmHg atau TDD ↓ 10 mmHg  3’ saat


berdiri dibandingkan saat berbaring atau duduk6
Patofisiologi

O Respon hemodinamik normal terhadap


perubahan posisi  memerlukan fungsi normal
kardiovaskuler & sistem saraf otonom
O Saat berdiri: gravitasi menyebabkan darah
berkumpul di ekstremitas bawah

7
O  mengaktifkan jaras simpatis 
meningkatkan resistensi vaskuler perifer,
venous return, & cardiac output  membatasi
penurunan TD

O Etiologi: dehidrasi, kelainan jantung, endokrin,


gangguan sistem saraf

8
GANGGUAN SEKRESI
KERINGAT
O infark serebral  hiperhidrosis unilateral 
hemisfer serebral, hipotalamus, pons, & medula
spinalis

O penyakit-penyakit saraf perifer yang


mengganggu serabut post ganglion simpatis 
anhidrosis pada area kulit terbatas

9
O Hiperhidrosis: stressor psikologis, neuropati
perifer, lesi medulla spinalis, stroke

O Hipohidrosis & anhidrosis: parkinson, stroke,


neuropati perifer, kelainan kulit, obat-obatan
(antidepresan tricyclic, THP)

10
DISFUNGSI OTONOM PADA
LESI MEDULLA SPINALIS
O lesi komplit setinggi C 4, 5, atau Th atas (di atas
Th 6)  memutuskan seluruh kontrol
suprasegmental dari sistem simpatis

O lesi Th bawah & L  terganggu kontrol


parasimpatis sakral

penyebab:
O trauma
O tumor
11
O myelitis
NEUROPATI OTONOM
DIABETIK
klinis:
O impotensi
O disfungsi vesika urinaria
O disfungsi gastrointestinal
O gangguan refleks kardiovaskuler
 kerusakan pada neuron2 post ganglion
simpatis & parasimpatis
 hilangnya aksonal perifer & demielinisasi
segmental
12
SINDROM HORNER
O dilatasi pupil  simpatis
O konstriksi pupil  parasimpatis

O miosis
O ptosis
O anhidrosis

 manifestasi blokade simpatis

14
15
16
NEUROGENIC BLADDER
AUTONOMIC BLADDER
INNERVATION
Efferent innervation
SYMPATHETIC PARA SYMPATHETIC

T 11
Detrusor muscle
T 12
L1
L2 Inferior hypogast
ganglion
Hypogastric plexus
S2
BLADDER
S3
S4

Function :
Pudendal nerves Detrusor musc contract
Internal sphinc relax
SOMATIC EFFERENT
Function : Origin : ant horn cell S 2,3,4
Detrusor musc relax 18
Internal sphinc contract
CORTICAL CONTROL
19
Mekanisme Miksi
KK penuh

Peregangan m.detrusor

Aferen parasimpatis

Lintasan ascenden (Traktus spinothalamikus)

Korteks serebri  kesadaran KK penuh

Tergantung situasi  miksi dimulai 20


21
MIKSI
• parasimpatis (mengaktifkan otot detrusor vesika
& melemaskan otot sphincter internus)
• simpatis (inhibisi komponen parasimpatis)

• disfungsi traktus urinaria


• kongenital atau acquired
• tidak dapat disembuhkan, namun dapat diobati
• beberapa kasus  diobati dengan obat2an &
kateterisasi intermiten
22
• spina bifida • diabetes mellitus
• multipel sklerosis • keracunan logam
• parkinson disease berat
• sindrom cauda equina • infeksi akut
• sindrom paralisis • tumor medulla
• komplikasi stroke spinalis
• trauma kepala • sifilis
• trauma medulla • BPH
spinalis

23
24
MIKSI
gangguan:
O overflow incontinence
rasa miksi hilang  bila vesika urinaria penuh 
melimpah ke luar

O automatic bladder
vesika urinaria dapat dikosongkan dengan
perangsangan daerah sekitar os pubis & lipatan inguinal

25
MIKSI
O atonic bladder
pengosongan vesika urinaria hanya dapat dilakukan
dengan penekanan suprapubik secara terus menerus

O automatic bladder & atonic bladder merupakan


kelanjutan dari retensio uri

26
GANGGUAN MIKSI
O UNINHIBITED NEUROGENIC BLADDER  bayi
Inhibisi korteks serebri hilang, kontrol
volume terganggu, tonus, & sensasi
normal, pengosongan KK sempurna
Dapat timbul pada lesi serebral difus, lesi inkomplet di
atas S2

27
28
GANGGUAN MIKSI
O REFLEKS NEUROGENIK BLADDER
Traktus ascenden & descenden terputus di atas
konus medularis, lesi komplet di atas S2
 Peran kortikal ( - )
 Tidak bisa memulai & menghentikan
miksi yang normal

29
GANGGUAN MIKSI
O AUTONOMOUS NEUROGENIK BLADDER
KK tanpa persarafan sama sekali
Pengosongan ( - ) ok otot detrusor
tidak dapat kontraksi seluruhnya
KK kapasitas kecil, residu urin besar
jika KK penuh menetes
mengedan, meninggikan tekanan rongga
intraabdomen  pengosongan KK
dijumpai pada lesi konus medularis, kauda
equina, S2 – S4 30
GANGGUAN MIKSI
O SENSORIK PARALYTIK BLADDER
Kesadaran KK penuh ( - )
Inisiatif untuk miksi ( - )
Kontraksi KK ( - )  atonik neurogenic
bladder
Kapasitas KK & residu air seni besar
menetes
Pengosongan dengan menekan
Lesi : S2 – S4 & kolumna post. medulla
spinalis 31
GANGGUAN MIKSI
O MOTOR PARALYTIK BLADDER
KK distensi & dekompensasi
Otot detrusor kontraksi ( - )
Sensasi normal
Pasien merasa sangat sakit, tidak bisa mulai miksi
Kausa: polio, poliradikuloneuritis, trauma, neoplasma,
bawaan lahir

32
Pembagian gangguan miksi yg lain
O KK NEUROGENIK SPASTIK (kontraksi)  kerusakan di
otak atau medula spinalis atas  paraplegia atau
quadriplegia  bladder tidak melebar & bocor

O KK NEUROGENIK FLAKSID (hipotonus)  kerusakan


medula spinalis akibat terdapat lesi di medula spinalis
 bladder distensi  overflow

33
34
gejala:
O infeksi saluran kemih
O terdapat batu
O inkontinensia
O demam
O menggigil
O hematuria
O kelainan ginjal

35
manifestasi klinis:
O frekuensi
O urgensi
O inkontinensia, overflow
O infeksi saluran kemih
O retensi

36
O hiperrefleks
O hiporefleks
O arefleks

komplikasi:
O sepsis
O hidronefrosis
O gagal ginjal

37
PENATALAKSANAAN
O antikolinergik
O α adrenergik
O kateterisasi intermiten
O pembedahan
O bladder training
O stimulasi elektrik
O injeksi botox

38
DEFEKASI
O fungsi otonom dengan mekanisme otomatis
yang terintegrasi
O defekasi: kegiatan susunan parasimpatis
O bila defekasi tidak dapat dikelola oleh kemauan
 inkontinensia alvi

kerusakan pada:
O integritas serabut aferen & eferen S2, 3, 4
O lintasan asenden & desenden spinal nya
39
O Saraf yang terlibat: parasimpatis, simpatis, &
somatik
O Saraf vagus: parasimpatis  inervasi segmen atas
traktus gastrointestinal
O Saraf pelvic splanchnic: parasimpatis  S2-4 –
kolon & rektum
O Inervasi simpatis  saraf mesenterik superior &
inferior (T9-12) & saraf hipogastrik (T12-L2)
O Saraf hipogastrik  menuju kolon bawah, rektum,
& sphincter
O Saraf pudendal somatik (S2-4)  menginervasi
dasar pelvis & sphincter anal external
40
O Di dalam usus besar, fecal didorong oleh gerakan
periodik & defekasi diinisiasi oleh peristaltik
involunter ke rektum
O Kesadaran untuk defekasi  girus frontal superior
& cingulate anterior korteks cerebral
O Fecal disimpan di rektum sampai penuh 
stimulasi reseptor di dasar pelvis  memicu
refleks inhibitori rectoanal  mengakibatkan
relaksasi sphincter anal internal
O Sphincter eksternal berkontraksi secara volunter
 relaksasi  defekasi

41
KESIMPULAN
O disfungsi sistem saraf otonom tidak selalu

merupakan suatu kesatuan penyakit yang


berdiri sendiri
O lebih sering merupakan suatu bagian dari suatu

gambaran penyakit lainnya seperti pada


diabetes mellitus

42
KESIMPULAN
O disfungsi sistem otonom masih banyak

etiologinya yang tidak diketahui secara pasti,


masih banyak hal yang harus dipelajari
O pengenalan anatomi & fisiologi sistem saraf

otonom akan banyak membantu dalam


mempelajari etiopatogenesis & gejala klinis dari
suatu disfungsi otonom 43
44

Anda mungkin juga menyukai