PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem reproduksi merupakan sistem yang memiliki kedudukan penting
bagi seluruh organisme karena sistem semua mamahluk hidup memiliki batas
rentang tertentu untuk hidup, selanjutnya akan menghadapi ajal. Maka untuk
mempertahankan eksistensi diperlukan suatu mekanisme yaitu bereproduksi.
Diketahui berbagai macam mekanisme reproduksi berbeda yang dilakukan oleh
spesies organisme yang berbeda. Pada invertebrate dengan vasiasi spesies yang
sangat beragam dikenal reproduksi seksual dan seksual. Sedangkan pada
organisme vertebrata hanya mempunyai satu cara yaitu melalui reprosuksi sesual.
Sistem reproduksi terdiri atas organ-organ reproduksi serta sistem
hormonal yang mendukung koordinasi sistem organ. Karena pernannya yang
begitu penting bagi kehidupan maka penting kiranya mempelajari sistem
reproduksi.
B. Tujuan
1. Mengetahui faal sistem reproduksi jantan pada invertebrate
2. Mengetahui faal sistem reproduksi jantan pada vertebrata
3. Menganalisis perbedaan sistem reproduksi pada hewan invertebrate dan
vertebrata
4. Mengaitkan dengan integrasi sains dan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Metode Vegetatif
Spesies-spesies invertebrate akuatik, antara lain Porifera, Cnidaria,
Ectoprocta (Bryozoa) melakukan replikasi melalui pembentukan tunas
untuk membentuk individu baru yang dapat membentuk koloni. Pada
beberapa spesies individu dalam koloni saling terhubung misalnya pada
coral polyp. Sedangkan pada individu yang lain, misalnya anemon
soliter, turbellarian, Plathyhelminthes, dan beberapa echinodermata, satu
bagian tubuh dapat terpisah dari induknya dan berkembang menjadi
individu baru yang soliter. (Hodgson, 2009)
Salah satu metode vegetative yaitu yang dilakukan oleh starfish dari
Phylum Echinodermata yang dapat membelah menjadi dua dan masing-
masing bagian menumbuhkan lengan yang baru untuk membentuk dua
individu. Metode ini disebut fragmentasi. (Hodgson, 2009)
Gambar 3. A. Hydrozoa yang membentuk koloni (Fofonoff, dkk. 2003). B. Anemon yang melakukan
pembelahan membentuk dua individu baru (Campbell, dkk. 2006). C. Fromia monilis bereproduksi
dengan fragmentasi (Antokhina, dkk. 2007). D. Plathyhelminthes yang mampu melaksanakan paratomy
(Sastry, 2014).
b. Parthenogenesis
Parthenogenesis merupakan salah satu metode vegetative untuk
menghasilkan individu baru. Parthenogenesis (virgin birth) merupakan
telur tanpa dibuahi yang tumbuh menjadi individu baru. Menurut
Hodgson (2009) parthenogenesis dibedakan menjadi tiga yaitu
Arrenotoky yaitu keturunan yang dihasilkan merupakan jantan haploid,
thelytoky yaitu menghasilkan keturunan betina dan amphitoky yang
menghasilkan jantan maupun betina. Pada lebah (Ordo Hymenoptera)
sang betina yang menentukan apakah telur tersebut dibuahi atau tidak
dengan mengatur pelepasan sperma.
2. Reproduksi Seksual
Sebagian besar invertebrate bereproduksi secara seksual. Bila
dibandingkan dengan reproduksi aseksual, reproduksi seksual harus dibayar
lebih mahal dengan energy yang lebih besar. Hal ini karena energy tidak
hanya digunakan dalam pembentukan gamet, namun juga untuk mencari
tempat, mencari pasangan dan melakukan perkawinan secara aman, kopulasi,
serta menyediakan sumber nutrisi (umumnya dalam bentuk lemak dan
protein) untuk perkembangan individu muda. Banyak kasus courtship dan
mating jauh dari kata harmonis dan sering kali terjadi antagonisme antara
kedua jenis kelamin, disebut sebagai sexual conflict. Selain itu, reproduksi
juga membahayakan imunitas hewan, karena membuat lebih rentan terhadap
pathogen dan parasit. Paada banyak spesies, reproduksi seksual harus dibayar
mahal dengan berkurangnya umur dan menurunnya kestabilan tubuh. Hal
inilah yang mungkin merupakan alasan mengapa reproduksi biasanya
merupakan aktivitas pertama yang dihentikan ketika hewan mengalami stress
atau terjadi kelangkaan sumber makanan. (Hodgson, 2009)
Hingga kini alasan mengapa reproduksi seksual masih dipertahankan,
ketika reproduksi aseksual dapat terjadi pada banyak spesies, masih menjadi
perdebatan. Salah satu teori menyatakan bahwa seks membawa keuntungan
bagi terbentuknya variasi melalui mixing gen. hal ini karena reproduksi
seksual melibatkan formasi haploid gamet (spermatozoa dan ovum) melalui
meiosis dengan gonad (testis pada jantan dan ovarium pada betina) dan
terjadinya fusi gamet (syngamy) untuk menghasilkan zigot yang diploid. Fusi
gamet dengan ukuran yang berbeda jauh disebut sebabai anisogamy.
(Hodgson, 2009)
Reproduksi seksual yang terjadi pada invertebrate terdiri atas
gonochorism atau dioechism dimana jenis kelamin berbeda terdapat pada
individu terpisah, dan hermaphroditism dimana genetic individu akan
memproduksi gamet jantan dan betina selama hidupnya. (Hodgson, 2009)
a. Gonochorist (dioecism)
Pada banyak spesies gonochoristic sangat sulit membedakan jantan
dan betinanya meskipun jika dilakukan diseksi dan pengujian terhadap
sistem reproduuksi. Namun adapula beberapa spesies yang menampakkan
perbedaan ukuran sangat menonjol antara jantan dan betina, disebut
dimorphism, umumnya terjadi akibat sexual selection. Umumnya jantan
secara signifikan memiliki ukuran lebih ecil (50% lebih kecil) dari
betinanya, disebut male dwarfism. Hal ini tampak pada beberapa cacing
polychaeta, cacing echiuran, copepod, bivallvia, Argonauta, dan beberapa
serangga. Beberapa spesies individu jantan nematode hidup melekat pada
betina, dan saat gonad matang ia akan menuju oviduk betina untuk
membuahi telur. (Hodgson, 2009)
Pada gonochorist umumnya memiliki rasio jantan dan betina
1:1,namun ada banyak pengecualian untuk pernyataan tersebut. Beberapa
faktor turut berpengaruh diantaranya lingkungan, genetic, dan data terbaru
melaporkan mikroorganisme (khususnya bakteri) mampu memanipulasi
jenis kelamin invertebrate, diantaranya yaitu pada isopoda amipoda,
kumbang dan beberapa insekta. Bakteri yang sering menginfeksi yaitu
Wolbachia yang hidup dalam tubuh betina dan dapat ditransmisi ke
keturunannya. Beberapa bakteri mampu menyebabkan feminism, yaitu
memicu perubahan jenis kelamin jantan menjadi betina selama masa
perkembangan. Pada bakteri yang lain menyebabkan kematian pada jantan
selama embryogenesis atau perkembangan larva, sedangkan pada beberapa
kumbang dan kutu beberapa jenis bakteri menginduksi perkembangan
parthenogenesis. (Hodgson, 2009)
b. Hermaproditsm (monoechism)
Beberapa invertebrate memproduksi ovum dan juga spermatozoid
sekaligus, baik dalam satu gonad (ovotestis) ataupun dalam ovary dan
testis yang berlainan. Dalam satu individu akan memiliki organ reproduksi
jantan dan betina. Di sisi lain terjadi perubahan seksual pada individu yang
mengawali hidupnya sebagai jantan dan menjadi betina di kemudian waktu
(protandry) atau sangat jarang sebagai betina dan kemudian berubah
menjadi jantan (protogyny). Sehingga beberapa spesies mengalami
pergantian jenis kelamin secara berkala, contohnya tiram Crassostrea
virginica yang pertama kali matang gonad sebagai jantan dan kemudian
menjadi betina, hingga setelah beberapa tahun menjadi jantan kembali.
(Hodgson, 2009)
Gambar 9. Atas Cacing tanah bersifat Hermaphrodite dengan periode kematangan gamet
tidak bersamaan maka terjadi mating dua individu. Bawah struktur anatomi sistem
reproduksi Cacing (Campbell, 2006).
Reproduksi pada mahluk hidup tentunya tidak bisa lepas dari peranan struktur
anatomi serta hormone reproduksi yang berperan menjalankan satuan fisiologis
reproduksi mahluk hidup, tak terkecuali pada invertebrate. Invertebrata memiliki
struktur yang lebih sederhana dari vertebrata. Meskipun memiliki keragaman yang
rumit, kajian mengenai hormone yang berperan dalam reproduksi hewan
invertebrate masih sangat sempit sehingga hanya diketahui beberapa hormone
yang berperan dalam reproduksi invertebrate. Berikut beberapa struktur
invertebrate dan hormone yang berpengaruh dalam reproduksinya,
Coelenterata
Pada Coelenterata selurah sistem syaraf bekerja sebagai sistem neurosekresi.
Misalnya pada ubur-ubur syaraf cincin sirkum oral dengan serabut radialnya
mempunyai sel-sel neurosekresi. Neurohormon belum diketahui strukturnya tapi
mempunyai fungsi penting misalnya untuk proses melepaskan gamet. Pada
Coelenterata (hewan berongga) misalnya Hydra, sel sarafnya menghasilkan bahan
kimia yang disebut neuropeptida. Bahan tersebut merangsang terjadinya
pertumbuhan, regenerasi, dan reproduksi. (Campbell, dkk. 2006)
Platyhelminthes
Pada cacing pipih sel-sel neurosekresi terdapat pada ganglion otak. Fungsinya
belum diketahui tapi diduga belum mempunyai peranan dalam proses regenerasi.
(Campbell, dkk. 2006)
Annelida
Sel-sel neurosekresi pada annelida terdapat pada ganglion supraoesofagus,
ganglion suboesufagus dan ganglion ventral. Neuro hormon pada cacing tanah
banyak diselidiki peran neurohormon pada annelida ialah dalam fungsi:
1. Tumbuh dan regenerasi
2. Transformasi somatik berkenaan dengan reproduksi
3. Pemotongan ganda dan perkembangan seksual
4. Menentukan ciri-ciri kelamin luar (sekunder)
5. Penyembuhan luka. (Campbell, dkk. 2006)
Mollusca
Sel neurosekresi terdapat pada gangloin otak molluska. Pada molluska terdapat
pula kelenjar endokrin seperti pada vertebrata. Kelenjar tersebut misalnya kelenjar
optik pada Octopus.
Pada sejenis siput jika tentakel dibuang hasilnya pembentukan telur pada ovotestis
dipercepat. Jika ekstrak tentakel disuntikkan merangsang produksi sperma.
Ekstrak ganglion otak merangsang produksi telur. Dari contoh diatas
menunjukkan bahwa baik otak maupun tentakel berisi sel-sel neurosekresi yang
menghasilkan hormon (neurohormon).
Insekta
Bagian dorsomedial-anterior protocerebrum (otak) atau pars intercerebralis
merupakan kumpulan sel-sel neurosekretoris. Aktifitas sel-sel tersebut
menghasilkan ecdysiotropin yang dilepaskan melalui axon-axonnya menuju
korpus kardiaka. Korpus kardiaka merupakan organ neurohemal yang menimbun
dan melepaskan ecdysiotropin ke dalam darah. Kompleks protocerebrum-korpus
kardiaka analog dengan kompleks hipotalamus-neurohipopisa pada vertebrata.
Ecdysiotropin akan mempengaruhi kelenjar ecdysialis (kelenjar prothoracalis)
untuk mensekresikan hormon ecdyson (molting hormone) yang berpengaruh pada
proses ecdysis. Selama stadium pupa, ecdyson diperlukan untuk diferensiasi
struktur dewasa dan ecdysis pupa yang terakhir. Pada insekta dewasa, kelenjar
ecdysialis mengalami degenerasi. (Hasyim, 1981)
Pada insekta juga dijumpai kelenjar non neural, jumlah sepasang, berpengaruh
atas pertumbuhan dan diferensiasi yaitu korpus allata. Fungsi korpus allata ini
diatur oleh otak. Korpus allata menghasilkan hormon neotenin (Juvenile
Hormone). Neotenin dan ecdyson berinteraksi merangsang pemasakan larva pada
setiap stadium perkembangannya. Kedua hormon ini bekerja secara sinergis untuk
menginduksi perkembangan dan diferensiasi normal. Korpus allata tidak akan
mengalami degenerasi pada waktu dewasa, akan tetapi terus berperan sebagai
kelenjar endokrin yang mempengaruhi proses-proses reproduksi serta fungsi-
fungsi lain di dalam tubuh. Antara korpus allata dan ovarium terdapat hubungan
fungsional yaitu perkembangan ovarium dipengaruhi oleh hormon gonadotropin
yang dihasilkan korpus allata. Juvenile Hormone (JH) esensial bagi vitelogenesis,
pembentukan spermatophore dan perkembangan kelamin. Pada hewan betina,
korpus allata juga menghasilkan sex atractant (pheromone) yang penting untuk
menarik pejantan dan timbulnya kelakuan reproduksi. (Hasyim, 1981)
Terdapat 3 tahap perkembangan ovarium yang dipengaruhi oleh JH yaitu:
a. JH mengontrol sintesa vitelogenin dari lemak tubuh.
b. JH merangsang perkembangan oosit previtelogenic.
c. JH membentuk rongga-rongga diantara sel-sel folikel ovarium.
Rongga tersebut merupakan jalan masuk kuning telur untuk dideposisikan
pada oosit (telur). Neurosekretoris dari korpus kardiaka hanya berperan pada akhir
stadium reproduksi yakni saat peneluran (oviposisi). Pada beberapa spesies
insekta, kerja sama antara JH dan neurosekresi dari korpus kardiaka
mempengaruhi proses vitelogenesis Pada insekta jantan misalnya pada Lampyris
noctiluca testis merupakan sumber hormon androgen yang merangsang
differensiasi maskulinisasi gonad dan juga sifat-sifat kelamin sekunder.
Transplantasi bagian apikal testis pada larva betina akan menyebabkan gonad
berdiferensiasi menjadi testis dan tanda-tanda kelamin sekunder jantan nampak.
Sebaliknya transplantasi ovarium pada larva jantan ternyata tidak mempunyai
pengaruh. Pengaruh testis akan menurun bila diperlakukan pada betina setelah
masa pupa dan tak berpengaruh sama sekali setelah dewasa tercapai. (Hasyim,
1981)
(Baker, 1996)
Kelompok burung atau aves merupakan hewan ovipar. Dengan fertilisasi di
dalam tubuh, dengan saling menempelkan kloaka. Sistem genetalia jantan pada
aves terdiri dari sepasang testis yang berbentuk oval atau bulat, dengan bagian
permukaan yang licin. Testis pada aves terletak disebelah ventral lobus penis
bagian paling kranial. Pada musim kawin ukurannya akan membesar, testis
berfungsi sebagai organ penyimpan spermatozoa. Terdapat saluran reproduksi
tubulus mesonefrus yang membentuk duktus aferen dan epididimis, duktus eferen
sendiri terbentuk dari duktus wolf yang bergulung. Pada burung-burung kecil,
duktus eferen bagian distal yang sangat panjang membentuk duktus aferen yang
berdilatasi membentuk duktus ampula yang bermuara dikloaka sebagai duktus
ejakulatori. Duktus eferen sendiri berhubungan dengan epididimis yang kecil
dengan ureter ketika masuk kloaka. Pada ayam jatan juga memiliki sepasang tetis
yang terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian
dorsaldari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan
dengan aorta dan vena cava atau dibelakang paru-paru bagian depan dari ginjal.
Meskipun dekat dengan rongga udara, temperatur testis selalu 41-430C, karena
spermatogenesis (pembuatan sperma) terjadi pada temperatur tersebut (Yuwanta,
2004).
Testis ayam berbentuk biji seperti biji buah buncis dengan warna putih cream.
Testis terbungkus oleh lapisan tipis transparan, lapisan albugin yang lunak.
Bagian dari testi terdiri dari tubulus seminifer (85%-95% dari volume testis), yang
berfungsi sebagai tempat terjadinya spermatogenesis dan jaringan intertital yang
terdiri atas sel glanduler (sel leyding) tempat diekskresikannya hormon steroid,
androgen, dan testosteron. Besarnya ukuran testis teergantung pada umur, strain,
musim, dan pakan. Pengeluaran sperma dibentu dengan saluran deferens yang
terbagi menjadi dua, yaitu bagian atas yang merupakan muara sperma dari testis,
serta bagian bawah yang merupakan perpanjangan dari saluran epididimis dan
dinamakan saluran deferens. Saluran deferens akan bermauara ke kloaka pada
daerah proktodeum yang bersebelahan dengan urodeum dan kaprodeum. Didalam
saluran deferens, sperma mengalami pemasakan dan penyimpanan sebelum
diejakulasikan. Pemasakan dan penyimpanan sperma sendiri terjadi pada 65%
bagian distal saluran deferens (Yuwanta, 2004).
Alat kopulasi pada ayam berupa papila atau penis yang mengalami
rudimenter, kecuali pada itik berbentuk spiral yang panjangnya 12-18 cm. Papila
tersebut juga memproduksi cairan transparan yang bercampur dengan sperma saat
terjadi kopulasi. Mekanisme spermatogenesis terjadi pada epitelium (tubuli)
seminiferi di bwah kontrol hormon gonadrotropin dari hipofisis (pituitaria bagian
depan). Tubuli seminiferi terdiri atas sel sertoli dan sel germinalis.
Spermatogenesis terjadi dalam tiga fase, yaitu fase spermatogonial, fase meiosis,
dan fase spermiogenesis yang membutuhkan waktu 13-14 hari, awal pembelahan
meiosis dari spermatosit I menjadi spermatosit II dengan waktu 6 hari, dilanjutkan
pembuahan meiosis II kurang lebih 12 jam, membentuk spermatid bulat dengan
waktu 2,5 hari, kemudian spermatid memanjang untuk menjalani waktu
pemasakan selama 8 hari (Yuwanta, 2004).
Reptil
Genetalia jantan pada reptil terdiri dari sepasang testis yang berbentuk oval
dengan ukuran relatif kecil, berwrna keputih-putihan danterletak di bagian dorsal
rongga abdomen. Pada hewan kadal dan ular, salah satu testisnya terletak lebih
kedepan dari pada yang lain. Sama halnya dengan amphibi dan aves, testis pada
reptil juga akan membesar saat musim kawin. Saluran pada organ reproduksi
reptil ada duktus mesonefrus yang berfungsi sebagai saluran reproduksi, dan
saluran yang menghiubungkan ke kloaka.
Mamalia
Gambar 10. Reproduksi vertebrata jantan (Baker, 1996)
1. Testicle
Memiliki peran utama dalam sistem reproduksi, yaitu memproduksi hormone
yang berkaitan dengan reproduksi. Testicle dibangun oleh tubulus seminiferus
yang merupakan saluran kecil yang menggulung dan berlekuk berfungsi
memproduksi sperma.
2. Scrotum
Merupakan kantong yang dibenuk oleh lapisan kulit yang melingkupi testicle
dan berfungsi dalam regulasi temperature testicle. Ketika suhu lingkungan
dingin maka testicle akan mengkerut mendekati tubuh, sedangkan pada
temperature panas maka akan tergantung bebas menjauhi tubuh.
3. Epididimis
Merupakan saluran dengan tiga bagian yaitu kepala, badan, dan ekor.
Pematangan sperma terjadi ketika sperma disimpan dalam epididimis, bagian
ini juga berfungsi menghubungan testicle dengan vas deferens.
4. Prostate gland
Mensekresi cairan yang kemudian bercampur sperma dan seminal fluid ketika
terjadi ejakulasi. Campuran sperma, dan fluida dari vesikel dan prostat
disebut semen.
5. Cowper’s gland
Berfungsi merilis fluida yang kemudian disekresi ke urethra untuk
membersihkan dan menetralisirnya sehingga memungkinkan sperma untuk
melaluinya dan tetap hidup. Sekresi melalui urethra ini didahului oleh semen.
6. Sigmoid Flexure
Saluran S yang dikelilingi oleh otot yang membantu pemanjangan penis
selama terjadi kopulasi.
7. Otot Retractor
Otot yang menarik penis masuk kembali ke dalam tubuh
8. Penis
Organ yang mendeposit semen ke dalam organ reproduksi wanita, biasa
digunakan pula untuk sekresi urin.
9. Sheath
Merupakan lipatan kulit yang menutupi penis ketika relaksasi. (Baker, 1996)
Umumnya hewan vertebrata seperti ikan, kadal, katak, sapi, kerbau, tikus,
kuda danlain-lain, memiliki sifat dioecious atau dimorphy seks. Artinya perbedaan
sifat jantan dan betina secara biologi tampak jelas. Diocious memberi konsekuensi
terhadap perbedaan fungsi reproduksi jantan dan betina yang terpisah(Johnson,
1965).
Dasar penentuan perbedaan jenis kelamin adalah keberadaan kromosom
seks padasetiap hewan. Perbedaan kromosom seks akan sangat menentukan
keberadaan struktur anatomi reproduksi, fungsi reproduksi, kelakuan (behavior)
reproduksi dan fungsi hormonal dalam pengendalian reproduksi antara hewan
jantan dan betina. Pada umumnya vertebrata baik jantan maupun betina, memiliki
sepasang kromosom seks dan kromosom selebihnya dikenal sebagai kromosom
autosom. Kromosom autosom tidak memiliki hubungan dengan penentuan jenis
kelamin (Beckett and Gallagher, 1990). Pada Tabel 2. dapat dilihat jumlah
kromosom pada berbagai jenis hewan vertebrata.
Pada hewan mamalia dan beberapa spesies klas vertebrata lain, sifat jantan
adalahheterogametic dan betina homogametic. Hal itu berarti bahwa pada jantan
memiliki satu kromosom dari kromosom sex yang berbeda dari pasangan
homolognya (biasanya lebih kecil) (Solomon, 1993).
Reproduksi disebut juga tocogoni (tocos = orang tua dan gonos = asal).
Sedangkan pengertian reproduksi secara umum adalah suatu cara pembentukan
organisme baru oleh organisme yang sudah ada sebelumnya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup spesies itu di muka bumi ini (Storer and
Usinger, 1961).
1. Reproduksi Pada Hewan
a. Reproduksi vegetatif atau monogoni, yaitu cara pembentukan
organisme baru oleh induknya tanpa menggunakan sel-sel kelamin atau
gamet. Disebut dengan monogami, karena organisme yang terbentuk
berasal dari satu induk saja. Jadi tidak diketahui apakah berkelamin
betina atau jantan (Johnson, 1965).
Reproduksi vegetatif terbagi dalam 5 cara :
1) Pembelahan (vation), terbaginya tubuh induk menjadi dua
bagian/dua anak dalam ukuran yang sama yang masing-masing
menjadi dua organisme baru secara utuh dan terpisah. Umumnya
terjadi pada organisme kelompok monocelluler (bersel satu) dengan
bentuk pembelahan secara amitosis, dimana dimulai dengan
pembelahan inti kemudian pembelahan sitoplasma secara langsung
tanpa melalui tahapan-tahapan. Contoh Euglena dan Amoeba.
2) Schizogoni (sporogenesis), yaitu terbentuknya beberapa organisme
dari satu organisme induk yang membelah secara langsung tanpa
diawali dengan pembelahan inti.
3) Pembentukan tunas (kuncup = gemma), dapat terjadi di luar tubuh
dan di dalam tubuh. Proses reproduksi dengan pembentukan tunas di
luar tubuh induk dapat terjadi pada hewan misalnya Hydra atau
organisme bersel satu lainnya seperti ragi dan Obelia, dimulai dengan
terbentuknyan tonjolan/benjolan pada bagian tubuh yang kemudian
menjadi tunas kecil dan terlepas tumbuh menjadi individu baru.
Sedangkan dari dalam tubuh, apabila tubuh induknya tidak lagi
melakukan kegiatan yang aktif, maka akan terjadi pembengkakan pada
bagian dalam dengan membentuk indifidu baru yang sama dengan
induknya kemudian keluar tubuh untuk menjadi individu baru. Contoh
: Porifera.
4) Pembentukan statoblas, terbentuknya di dalam bagian badan yang
disebut funiculus yang berbentuk bulat dan memanjang serta
berdinding khitin dan jika terlepas dari dinding tubuh akan
membentuk suatu koloni atau individu baru secara rangkap. Contoh
Phimatella (Bryozoa).
5) Regenerasi, dimulai dari satu induk dapat menjadi dua atau lebih
bagian tubuh, yang kemudian masing-masing bagian tubuh menjadi
individu baru secara lengkap contoh beberapa spesies Echindermata,
Anelida, Platihelminthes dan Hydra.
b. Reproduksi generatif atau amphigoni : yaitu cara pembentukan
organisme baru oleh induknya dengan melibatkan sel kelamin (gamet)
yang didahului oleh fertilisasi (Johnson, 1965). Menurut bentuk dan
besarnya sel kelamin yang bertemu saat fertilisasi maka, reproduksi
generatif dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu :
1) Isogami, jika gamet yang bersatu baik bentuk maupun besarnya
adalah sama. Contohnya : peristiwa konjugasi pada Paramecium dan
siklus malaria pada plasmodium.
2) Anesogami, jika gamet yang bersatu bentuknya sama tetapi tidak
sama besarnya. Contoh Flagellata.
3) Oogami, jiak gamet yang bersatu tidak sama besar dan bentuknya.
Biasanya gaamet yang lebih besar adalah ovum, dan hal ini berlaku
pada hewan-hewan tingkat tinggi atau vertebrata.
Disamping itu terdapat cara lain untuk membedakan sistem
reproduksi generatif atau seksual menurut Radioputra (1983), sebagai
berikut :
a) Hermaproditisme : dimana satu indifidu mempunyai dua alat kelamin
(jantan dan betina). Contohnya : pada reproduksi cacing.
b) Parthenogenesis : yaitu proses perkembangan dari sel telur (ovum
yang tidak dibuahi, menjadi individu baru). Contoh : lebah.
Pada lebah telur yang dibuahi akan menjadi lebah betina sedang yang
tidak dibuahi akan menjadi lebah jantan. Hal ini ditentukan oleh
membuka menutupnya valvula pada proses fertilisasi. Sperma yang
diterima ditimbun dalam suatu kantong dan ditutupi oleh valvula.
Apabila sperma membuahi sel telur maka akan berkembang menjadi
lebah ratu dan pekerja (Mix, 1992).
c) Ephebogenesis : yaitu merupakan cara reproduksi kebalikan dari cara
parthenogenesis, dimana sperma tanpa bertemu dengan sel telur dapat
berkembang menjadi individu baru. Hal ini juga berlangsung pada
lebah, tetapi sampai saat ini masih merupakan dugaan (masih dalam
penelitian).
d) Metagenesis adalah cara reproduksi untuk menjadi individu baru
melalui cara generatif yang terjadi secara bergantian. Misalnya
hidrozaoa (Obelia) dari bentuk tunas menjadi bentuk medusa yang
dapat dibedakan antara jantan dan betina.
H. Integrasi Islam dengan Sains
Dalam Al-Qur-an telah di jelaskan teori mengenai sistem reproduksi.
Disebutkan pula tempat-tempat mekanisme yang tepat dan menyebutkan tahap-
tahap yang pasti dalam reproduksi, tanpa memberi bahan yang keliru sedikit pun.
Semuanya diterangkan secara sederhana dan mudah difahami oleh semua orang,
serta sangat sesuai dengan hal-hal yang ditemukan Sains pada kemudian hari.
Reproduksi pada manusia merupakan proses untuk melestarikan jenisnya dan
memperbanyak populasinya. Di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa yang
kompleks baik mekanik, kimiawi maupun illahiah (Campbell et al. 2006).
Adapun ayat al-qur'an yang menyebutkan mengenai fertilisai, yaitu yang
termaktub dalam Surat Al-Qiyamah (ayat 3), yang artinya "Bukankah dia dahulu
setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim)" Dari ayat tersebut dapat
diterjemahkan kata bahasa Arab Nutfah dengan kata "setetes sperma”. Perlu
diterangkan bahwa "Nutfah" berasal dan akar kata yang berarti: mengalir; kata
tersebut dipakai untuk menunjukkan air yang ingin tetap dalam wadah, sesudah
wadah itu dikosongkan. Jadi kata itu menunjukkan setetes kecil, dan di sini berarti
setetes air sperma, karena dalam ayat lain diterangkan bahwa setetes itu adalah
setetes sperma. Nutfah sendiri merupakan proses pencampuran anatara setetes
mani laki-laki dan wanita yang di sebut sperma yang mengandung sel
spermatozoa yang bercampur dengan sel telur (ovum). Kata bahasa Arab Maniy
berarti Sperma. Suatu ayat lain menunjukkan bahwa setetes air itu ditaruh di
tempat yang tetap (Qarar) yang berarti alat kelamin. Tetapi yang lebih penting
ialah bahwa ide tentang setitik cair yang diperlukan untuk pembuahan, sesuai
tepat dengan Sains yang sudah diketahui sekarang.
Menurut Mix (1992), sperma dibikin oleh pengeluaran-pengeluaran
bermacam-macam yang berasal dari kelenjar-kelenjar seperti berikut : Testicule,
pengeluaran kelenjar kelamin lelaki yang mengandung spermatozoide yakni sel
panjang yang berekor dan berenang dalam cairan serolite. Kantong-kantong benih
(vesicules seminates); organ ini merupakan tempat menyimpan spermatozoide,
tempatnya dekat prostrate, organ ini juga mengeluarkan cairan tetapi cairan itu
tidak membuahi. Prostrate, mengeluarkan cairan yang memberi sifat krem serta
bau khusus kepada sperma. Kelenjar yang tertempel kepada jalan air kencing.
Kelenjar Cooper atau Mery mengeluarkan cairan yang melekat, dan kelenjar
Lettre mengeluarkan semacam lendir. Itulah unsur-unsur campuran yang tersebut
dalam Al-Qur-an. Tetapi ada lagi suatu hal yang penting. Jika Al-Qur-an berbicara
tentang cairan yang membuahi dan yang terdiri dari bermacam-macam unsur,
maka di dalamnya terkandung asal muasal terjadinya manusia adalah karena
sesuatu yang dapat dikeluarkan dari cairan tersebut. Sehingga dari penjelasan
semua itu dapat dibuktikan pada saat ini melalui banyak penelitian dan dari hasil
penelitian itu samapi sekarang ini dapat diterapkan dalam ilmu kedokteran.
Didapatkan bahwa sesungguhnya Reproduksi manusia terjadi melalui proses-
proses yang umum pembuahan (fecondation) dalam rahim. Yang menyebabkan
pembuahan adalah sperma lelaki, atau lebih tepat lagi spermatozoide, karena satu
sel benih sudah cukup satu kadar yang sangat sedikit dari sperma mengandung
spermatozoide sejumlah puluhan juta. Cairan itu dihasilkan oleh kelenjar lelaki
dan disimpan untuk sementara dalam ruangan dan saluran yang bermuara ke jalan
air kencing. Ada kelenjar tambahan yang bertebaran sepanjang saluran sperma,
dan menambah zat pelumas kepada sperma, tetapi zat itu tidak mengandung unsur
pembuahan (Oramet al. 1986)
Akan tetapi ketika melihat ayat Al-quran yang lain dimana menjelaskan
peristiwa Parthenogenesis yang terdapat dalam kisah ibu Maryam pada saat
mengandung Nabi Isa As tanpa melakukan hubungan seksual, bahkan ibu maryam
dalam keadaan masih perawan. Surat Maryam (19): 20-21, yang artinya : 20.
Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang
tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan Aku bukan (pula) seorang
pezina!" 21. Jibril berkata: "Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah
mudah bagiKu; dan agar dapat kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan
sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah
diputuskan". Dalam peristiwa ini, proses hamilnya Maryam yang masih perawan
merupakan suatu peristiwa ghaib, namun dengan perkembangan dunia kedokteran
mengatakan bahwa peristiwa itu dikenal sebagai Parthenogenesis.
Parthenogenesis. Berasal dari bahasa Yunani yang berarti lahir dari perawan.
Proses ini melihat adanya fenomena reproduksi yang ditemukan pada serangga,
ikan, dan pada reptil, yaitu pada telor (ovum) yang tidak di buahi ternyata ada dua
kromosom, telur itu berkembang sebagaimana telur yang di buahi, dan dapat
dikatakan hal tersebut tidak mungkin terjadi pada mamalian termasuk manusia.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, hasil eksperimen di jepang telah
mematahkan teori tersebut. "tikus jepang" tidak berasal dari hasil kloning, dan itu
adalah tikus Parthenogenesis menurut Jean-Pierre Ozil, seorang peneliti di
National Institute of Aronomonik Research, Perancis. Parthenogenesis buatan
dilaksanakan di laboratorium buatan untuk mengaktivasi sel telur yang tidak di
buahi. Teknik tersebut dijalankan oleh Tim yang di pimpin oleh Tomohiro Kono
dari Tokyo University og Agriculture itu menciptakan bayi tikus hanya dengan
menggunakan materi genetik tikus betina, dan penelitian tersebut menunjukan
bahwa bayi tikus itu mampu bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang menjadi
tikus dewasa yang sehat dan subur (Mukayat, 1990).
BAB III
KESIMPULAN
Sistem reproduksi jantan pada hewan terdiri atas unit fungsional derta sistem
hormone. Pada invertebrate ditemukan sistem hormone yang lebih sederhana dari
yang dimiliki vertebrata, namun pada invertebrate ditemukan variasi pada struktur
serta caranya melakukan reproduksi.
Daftar Pustaka
Beckett, B., and R.M. Gallagher. 1990. All About Biology. Oxford University
Press, UK-England.
Campbell, N.A., Mitchell, L.G., Reece, J.B., Taylor, M.R., and E.J. Simon. 2006.
Biology, 5th ed. Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., Redword
City, England.
Fofonoff, P. W., Ruiz, G. M., Steves, B., dan J. T. Carlton. 2003. NATIONAL
Exotic Marine and Estuarine Species Information System, diakses melalui
http://invasions.si.edu/nemesis/ pada 30-04-2017
Johnson, W.H. 1965. General Biology. Holt, Reinhad and Winston, Inc, USA.
Karakaya, G., Ozyurt, N., Candan, S., dan Z. Suludere. 2012. Structure of the
male reproductive system in Coreus marginatus (L.) Hemiptera: Coreidae).
Journal of Entomology. 36 (2): 193-204.
Raven, P.H., and G.B. Johnson. 2005. Biology, 2nd ed. Times/Miror/Mosby
College Publishing, Toronto.
Solomon. 1993. Biology, 3rd ed. Saunders College Publishing, Fort Worth.
Storer, T., and R. Usinger. 1961. Element of Zoology, 2nd ed. McGraw Hill Book
Publishing Co., New York.