Anda di halaman 1dari 22

75

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan mengenai hasil dan pembahasan dari penelitian

tentang “ Hubungan Kesehatan Spiritual dengan kesiapan lansia untuk menghadapi

kematian Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW)

Banyuwangi Tahun 2017”.

Kegiatan penelitian ini di laksanakan pada tanggal Agustus – Oktober 2017

dan dilakukan pada responden yang menjadi sampel penelitian di Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi.

Pengumpulan data dilaksanakan oleh penelitian dengan menggunakan lembar

kuisioner.

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran umum tempat penelitian

5.1.1.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial

Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi dengan jarak tempuh dari pusat

pemerintahan :

1. Kecamatan Glenmore : 3 KM

2. Kabupaten Banyuwangi : 60 KM

3. Provinsi Jawa Timur : 235 KM

5.1.1.2 Batas – batas tempat penelitian

Batas-batas lokasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna

Werdha (PSTW) Banyuwangi sebagai berikut :


76

1. Sebelah Utara : Gunung Raung

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Tegalsari

3. Sebelah Barat : Kecamatan Kalibaru

4. Sebelah Timur : Kecamatan Genteng

5.1.1.3 Kepala tempat penelitian

Adapun Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna

Werdha (PSTW) Banyuwangi Tahun 2017 sebagai berikut :

1. Drs. Agung Pambidi, M.Si Periode April 2016 - Sekarang

5.1.1.4 Tenaga pelayanan

Penyelenggaraan pelayanan di Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi dilaksanakan

dengan didukung oleh tenaga pelayanan yang berjumlah 26 orang terdiri

dari pegawai tetap (PNS), Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan Tenaga Kasar

(tenaga penunjang) .

Tabel 5.1 Pegawai berdasarkan Jabatan

No Jenis Kepegawaian berdasarkan Jabatan Jumlah

1 Struktural :

Eselon III/b 1

Eselon IV/a 3

2 Fungsional

Pekerja Sosial Ahli -

Pekerja Sosial Terampil -

3 Fungsi0nal Umum 14

Jumlah 17
77

Tabel 5.2 Pegawai berdasarkan Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Strata 2/S2 2

2 D IV /S1 3

3 Sarjana/DIII -

4 DII -

5 SLTA /Sederajat 11

6 SLTP/Sederajat -

7 SD/Sederajat 1

Jumlah 17

Tabel 5.3.Pegawai berdasarkan Golongan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Golongan IV 2

2 Golongan III 4

3 Golongan II 9

4 Golongan I 2

Jumlah 17

Tabel 5.4 Pegawai Tidak Tetap dan Tenaga Kasar

Berdasarkan Jenis Ketenagaan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Tenaga Kebersihan 1

2 Tenaga Keamanan 2
78

3 Perawat 2

4 Juru Masak 2

5 Pramu Werdha 4

Jumlah 9

Tabel 5.5 Tenaga Pendukung Berdasarkan

Berdasarkan Jenis Ketenagaan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Dokter 1

2 Pembimbing Rohani 1

3 Pembimbing Olah Raga 1

4 Pembimbing Kesenian/Keyboard 1

5 Pembimbing Ketrampilan 5

Jumlah 9

5.1.1.5 Fasilitas bangunan

Fasilitas Bangunan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial


Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi

Tabel 5.6 fasilitas bangunan


No Jenis Bangunan Luas Jumlah

1 Kantor dan Asrama 575 m2 1

2 Dapur 154 m2 1

3 Pagar Tembok 0 1

4 Kamar Mandi dan WC 28 m2 21

5 Tandon Air 4 m2 7
79

6 Ruang Jaga dan Ruang Kesehatan 54 m2 1

7 Pos Jaga 16 m2 1

8 Asrama Minak Jinggo 153 m2 1

9 Rumah Dinas 78 m2 1

10 Asrama Sayu Wiwit 159 m2 1

11 Asrama Isolasi 60 m2 1

12 Masjid 89 m2 1

5.1.1.6 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi

Tahun 2017.

16
ressponden
(40%)
24 responden
(60%)

laki-laki perempuan

Diagram 5. 1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Unit


Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Banyuwangi Tahun 2017

Berdasarkan diagram 5.1 dapat diketahui sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 24 responden atau 60 %. Dan


80

sebagian responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 16 responden

atau 40%.

5.1.1.7 Karakteristik responden berdasarkan umur dan batasan lanjut usia

5 responden
(13%)

35 responden
(87%)

60 - 74 tahun ( Elderly) 75-90 tahun (Old) (Kuskariyadi, 2010)

Diagram 5.2 Karakteristik responden berdasarkan umur dan batasan lanjut


usia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Banyuwangi Tahun 2017

Berdasarkan diagram 5.2 dapat diketahui hampir seluruh responden

berusia antara umur 60 – 74 tahun atau elderly yaitu sebanyak 35 orang

atau 87 %. Dan sangat sedikit responden berusia 75-90 tahun atau Old Yaitu

5 responden atau 13 %.
81

5.1.2 Data Khusus

5.1.2.1 Karakteristik responden berdasarkan Kesehatan spiritual di Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW)

Banyuwangi Tahun 2017

Cukup
7 responden
(17%)

Baik
33 responden (83%)

Diagram 5.3 Distribusi responden berdasarkan kesehatan spiritual


lansia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi Tahun
2017

Berdasarkan diagram 5.3 Hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa

hampir seluruh responden, yaitu 33 responden (83%) memiliki kesehatan spiritual

yang baik dan sangat sedikit responden mempunyai kesehatan spiritual cukup baik

yaitu sebesar 7 responden (17%).


82

5.1.2.2 Karakteristik responden berdasarkan kesiapan kematian di Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW)

Banyuwangi Tahun 2017

cukup
6 responden
(15%)

Baik
responden
(85%)

Cukup Baik

Diagram 5.4 Distribusi responden berdasarkan kesiapan kematian

lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia Banyuwangi tahun 2017.

Berdasarkan diagram 5.4 Hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa

hampir seluruhnya responden, yaitu 34 responden (85%) memiliki kesiapan

kematian yang baik dan sangat sedikit responden mempunyai kesiapan kematian

dengan kategori cukup yaitu sebesar 6 responden (15%).


83

5.1.2.3 Hubungan Kesehatan Spiritual dengan kesiapan lansia untuk

menghadapi kematian Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan

Sosial Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi Tahun 2017

Tabel 5.7 Hubungan Kesehatan Spiritual dengan kesiapan lansia untuk


menghadapi kematian Di Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi Tahun
2017

Kesehatan Kesiapan Kematian Total

Spiritual Baik Cukup Kurang

Baik 31 (77,5%) 2 (5%) 0 33 (82,5%)

Cukup 3 (7,5%) 4 (10%) 0 7 (17,5%)

Kurang 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Total 40 100%)

Dari tabel 5.7 Diatas , diketahui distribusi frekuensi Hubungan

Kesehatan Spiritual dengan kesiapan lansia untuk menghadapi kematian Di

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW)

Banyuwangi Tahun 2017. Dari 40 responden yang diberikan kuisioner

penelitian oleh peneliti, didapatkan sebagaian besar responden memiliki

kesehatan spiritual dengan kesiapan kematian yang baik pula yaitu 31

responden (77,5%), sedangkan sangat sedikit responden memiliki kesehatan

spiritual baik namun memiliki kesiapan kematian cukup , yaitu sebesar 2

responden (5%) dan tidak satupun responden yang memiliki kesehatan

spiritual yang baik mempunyai kesiapan kematian kurang.


84

Sedangkan sangat sedikit responden yang mempunyai kesehatan

spiritual yang cukup memiliki kesiapan kematian yang baik yaitu sebesar 3

responden (7,5%) dan sangat sedikit pula kesehatan spiritual yang cukup

memiliki kesiapan kematian yang cukup yaitu sebesar 4 responden (10%).

Tabel 5.8 Hasil SPSS Hubungan Kesehatan Spiritual dengan kesiapan lansia untuk
menghadapi kematian Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi Tahun 2017
Correlations

kesehatan kesiapan
spiritual kematian

Spearman's rho kesehatan spiritual Correlation Coefficient 1,000 ,577**

Sig. (2-tailed) . ,000

N 40 40

kesiapan kematian Correlation Coefficient ,577** 1,000

Sig. (2-tailed) ,000 .

N 40 40

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari hasil perhitungan uji Rank Spearman dengan menggunakan SPSS 23

for windows dapat diperoleh angka koefisien korelasi sebesar 0,577** . artinya

tingkat kekuatan hubungan (korelasi) antara variabel kesehatan spiritual dengan

kesiapan kematian adalah sebesar 0,577 atau sedang . Tanda bintang (**) artinya

korelasi bernilai signifikan pada angka signifikan sebesar 0,05.

Angka koefisien korelasi pada hasil diatas, bernilai positif yaitu 0,577.

Sehingga hubungan kedua variabel tersebut bersifat searah (jenis hubungan searah),

dengan demikian dapat diartikan bahwa semakin ditingkatkan kesehatan spiritual

maka kesiapan kematian lansia juga akan meningkat. Berdasarkan output diatas,

diketahui nilai signifikan atau Sig.(2-tailed) sebesar 0,000. Karena nilai sig.(2-
85

tailed) 0,000 < 0,05 maka artinya Ha diterima atau ada hubungan yang signifikan

(berarti) antara kesehatan spiritual dengan kesiapan kematian.

Dari pembahasan diatas, bahwa ada hubungan signifikan yang kuat dan

searah antara variabel kesehatan spiritual dengan kesipan kematian.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Kesehatan spiritual pada lansia di Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi Tahun 2017

Berdasarkan diagaram 5.3, Distribusi responden berdasarkan

kesehatan spiritual lansia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial

Tresna Werdha (PSTW) Banyuwangi Tahun 2017, didapatkan hasil bahwa

hampir seluruh kesehatan spiritual responden baik yaitu sebanyak 33

responden (83%) dan sangat sedikit responden mempunyai kesehatan

spiritual cukup baik yaitu sebesar 7 responden (17%).

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang

maha kuasa dan maha pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya

kepada Allah sebagai pencipta atau sebagai maha kuasa (Burbhart, 1993

dalam lilik ma’rifatul azizah 2011). Spiritualitas adalah konsep dua dimensi

vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal mewakili hubungan dengan Tuhan

dan dimensi horizontal mewakili hubungan dengan orang lain (Stanley

Mickey, 2007). Sehat spiritual atau kesehjateraan spiritual adalah “rasa

keharmonisan saling kelekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan

dengan kehidupan yang tertinggi (Hungelmann dkk,1985 dalam Potter dan

Perry,2005 ). Sehat spiritual adalah kemampuan seseorang dalam


86

membangun spiritualnya menjadi penuh dengan potensi dan kemampuan

untuk mengetahui tujuan dasar hidupnya, untuk belajar mengalami cinta,

kasih sayang, kedamaian, dan kesejahteraan serta cara untuk menolong diri

sendiri dan orag lain untuk menerima potensi tertinggi.

Kesejahteraan spiritual menyerap dan mengikat bagian-bagian

komponen seseorang untuk menjadi makhluk yang utuh. Hal tersebut

mencakup aspek-aspek aktivitas religius dan spiritual yang bertujuan untuk

menggambarkan suatu kepuasan spiritual. Perkembangan White House

Conference on Agin 1971, NICA, pada tahun 1972, mendefinisikan

kesejahteraan spiritual sebagai “penguatan hidup dalam suatu hubungan

dengan Tuhan, diri sendiri, komunitas dan lingkungan yang memelihara dan

menghargai keutuhan” (Stanley Mickey, 2007).

Lansia telah mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui

mekanisme keimanan akhirnya akan dihadapkan pada tantangan akhir, yaitu

kematian. Harapan memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau

religius untuk bersikap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai

kematian. Peran perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual adalah

sebagai mengaji, teman, advokasi, pemberi asuhan, manajer kasus, dan

peneliti.

Menurut Ma’rifatul Lilik (2011) faktor penting yang mempengaruhi

spiritualitas yaitu pertama, pertimbangan tahap perkembangan. Berdasarkan

hasil peneltian terhadap anak-anak dengan empat agama yang berbeda

ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan

sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama dan kepribadian anak.
87

Kedua yaitu Latar belakang etnik dan budaya. Sikap keyakinan dan

dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya

seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Ketiga yaitu

pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup baik yang positif

ataupun yang negative dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang.

Sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara

spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Keempat adalah krisis dan

perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual

seseorang (Toth 1993) dan craven dan Hirnk (1996). Krisis sering dialami

ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan proses menua,

kehilangan bahkan kematian. Keenam yaitu terpisah dari ikatan spiritual.

Menderita sakit terutama yang bersifat akut seringkali membuat individu

merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dn sistem dukungan

sosial. Ketujuh yaitu, Isu moral terkait dengan terapi. Pada kebanyakan

agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk

menunjukkan kebesaran-Nya walaupun ada juga agama yang menolak

intervensi pengobatan. Dan yang terakhir adalah Asuhan keperawatan yang

kurang sesuai. Ketika memberikan asuhan keperawatan pada klien, perawat

diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi berbagai

alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberikan

asuhan spiritual.

Berdasarkan data diatas, bahwa hampir seluruh kesehatan spiritual

responden baik yaitu sebanyak 33 responden (83%). Hal ini, bila dilihat dari

kuisioner responden , lansia yang memiliki kesehatan spiritual yang baik,


88

lansia yang melakukan aktivitas sholat 5 waktu dimasjid maupun di

kamarnya. Tidak hanya sholat 5 waktu, lansia juga melakukan sholat sunnah

dan ibadah yang lain, sehingga lansia merasa dekat dengan Tuhan yang

maha esa. Oleh karena itu , lansia percaya bahwa Tuhan akan

menyembuhkan segala penyakit yang dideritanya, memberikan sakit

kepadanya, dan lansia percaya bahwa kematian itu pasti terjadi. Selain itu,

lansia yang memiliki kesehatan spiritual yang baik, tidak hanya berdiam diri

di kamar, tidak hanya duduk sendiri, tetapi interaksi sosialnya sangat baik.

Mereka berinteraksi layaknya saudara, tidak ada batas antara mereka

muntuk berinteraksi satu sama lain. Lansia yang kesehatan spiritual yang

baik, lebih aktif melakukan kegiatan di panti, seperti kerja bakti, jalan-jalan

di sekitar panti maupun di area luar panti dan mengikuti kegiatan rutin yang

diadakan di panti. Menurut perawat disana, salah satu kegiatan rutin yang

bisa meningkatkan kesehatan spiritual lansia menjadi lebih baik adalah

acara pembekalan agama oleh tokoh agama , diacara tersebut diadakan

tanya jawab mengenai agama, sehingga lansia mengerti dan paham

mengenai agama. Selain itu, di hari tertentu, di panti, dilakukan keguiatan

tahlil dan pengajian bersama untuk meningkatkan tingkat spiritualitas

lansia.

Menurut peneliti, kesehatan spiritual yang baik bagi lansia akan

memberikan suatu pikiran yang positif dalam setiap kegiatan sehari-hari

serta memberikan energi yang baik bagi lansia. Sehingga lansia lebih sehat

secara jasmani dan rohani serta selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT

, lingkungan bahkan hubungan dengan orang lain menjadi lebih baik.


89

Kondisi ini akan memudahkan lansia dalam menghadapi kematian sehingga

lansia akan siap dan ikhlas. Hal ini sama dengan hasil penelitian yang

dilakukan eka dino gusvita sari ( 2015 ), mengatakan bahwa tingkat

spiritualitas lansia dengan kategori baik, lansia yang sering mengikuti

kegiatan kerohanian dan kegiatan kemasyarakatan dan tingkat spiritualitas

yang tinggi menunjukkan bahwa memiliki kesiapan dalam menghadapi

kematian. Sebaliknya, lansia yang memiliki kesehatan spiritual yang

kurang , akan mempengaruhi kehidupan sosialnya, baik itu hubungan

dengan sesama manusia , hubungan dengan Tuhan, maupun rasa optimis

atau rasa percaya diri terhadap dirinya. Faktor lain yang mempengaruhi

tingkat spiritualitas lansia adalah jenis kelamin dan umur. Lansia yang

berjenis kelamin perempuan , lebih banyak yang memiliki kesehatan

spiritual yang baik, dikarenakan lansia yang berjenis kelamin perempuan

lebih mudah diatur dan giat mengikuti acara keagamaan yang diadakan di

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW)

Banyuwangi Tahun 2017. Dan umur juga mempengaruhi kesehatan

spiritual seorang lansia. Dari hasil penelitian, lansia yang memiliki

kesehatan spiritual yang baik, lansia yang memiliki usia kategori elderly

(60-74 tahun), hal ini dikarenakan pada umur ini, lansia masih bisa berfikir

secara rasional dan pada usia ini, keinginan untuk meningkatkan

spiritualitasnya sangat tinggi. Dibandingkan usia yang kategori old maupun

very old, sudah terjadi penurunan pemikiran dan penurunan fungsi pikirnya.
90

5.2.2 kesiapan kematian pada lansia UPT Pelayanan sosial Lanjut Usia

Kabupaten banyuwangi

Berdasarkan diagaram 5.4 Distribusi responden berdasarkan

kesiapan kematian lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia Banyuwangi tahun

2017,dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden, yaitu 34 responden

(85%) memiliki kesiapan kematian yang baik dan sebagian kecil responden

mempunyai kesiapan kematian dengan kategori cukup yaitu sebesar 6

responden (15%).

Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan

proses menuju akhiarat, kematian adalah penghentian permanen semua

fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal

dan kematian bersifat universal. Meskipun unik bagi setiap individu,

kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup

yang diperlukan (Stanley Mickey, 2007). Penulis yang paling dikenal dalam

bidang kematian dan menjelang ajal adalah Elisabth Kubler-Ross. Hasil

kerjanya membuat peka perawat, profesional layanan kesehatan, dan

konsumen terhadap proses menjelang ajal dan kebutuhan-kebutuhan yang

melekat pada orang-orang menjelang ajal mengalami lima tahap, dimulai

dengan penyingkapan awal terminalitas dan berakhir dengan momen akhir

kehidupan. Tahap I, penyangkalan dan isolasi, biasannya mewakili

pertahanan temporer yang digantikan dengan penerimaan parsial.

Penyangkalan ini tidak boleh diinterpretasikan sebagai adaptasi yang

negatif atau merendahkan. Sebagai pertahanan awal, penyangkalan

membantu seseorang dengan melindungi dari anisetas dan ketakutan. Pada


91

Tahap II, kemarahan dan penyangkalan digantikan dengan perasaan marah,

gusar, iri, dan kebencian. Hal ini dianggap sebagai salah satu tahap yang

paling sulit bagi keluarga dan pemberi perawatan karena perasaan ini sering

diarahkan pada mereka. Selama Tahap III, tawar menawar, orang yang

menjelang ajal akan mencoba menunda kejadian yang tidak terelakkan

dengan menentukan sendiri tenggang waktu untuk peristiwa keluarga yang

khusus, seperti penikahan dan fungsi religius. Tawar menawar sering berupa

negosiasi dengan Tuhan untuk mendapatkan tambahan waktu. Tahap IV,

dipresi, meliputi dua jenis kehilangan : kehilangan yang terjadi di masa lalu

dan kehilangan hidup yang akan terjadi yang disebut sebagai persiapan

berduka oleh Kuber Roos. Tahap V, penerimaan, merupakan fase akhir dari

proses menjelang ajal (Stanley Mickey, 2007).

Pada lanjut usia, yang terpenting adalah sikap untuk menghadapi

dan menyikapi kehidupan mereka. Sikap adalah keyakinan atau perbuatan

yang didasarkan pendirian yang kokoh dan teguh.dengan demikian, ketika

anda menyatakan sikap atau bersikap atas suatu hal tertentu, maka sikap

anda adalah keyakinan anda. Sikap yang sebaiknya mereka terapkan di

dalam kehidupan mereka yaitu :

a. Wajar

Bersikap wajar artinya, menempatkan segala sesuatu pada

proporsi yang sebenarnya, tidak berlebihan dan tidak mengurangi. Anda

tidak perlu takut, gelisah, kuatir, atau gentar menghadapi usia lanjut.

Sebaliknya, hadapi semua perihal kehidupan anda dengan sikap wajar.

b. Mempersiapkan diri
92

Mempersiapkan diri, bermakna pada usia lanjut anda bersiap-

siap untuk berangkat ke “ kampong halaman abadi”. Jangan sampai

terjadi, jemputan sudah tiba, anda belum siap. Oleh karena itu, anda perlu

memperkuat mentalitas dan spiritualitas , supaya anda siap berangkat

kapan saja.

c. Banyak melakukan kebaikan

Pada usia lanjut, sebaiknya anda banyak melakukan kebaikan.

Sikap ini menunjukkan kepada orang lain., bahwa walaupun anda telah

berusia lanjut. Namun, bukan halangan bagi anda untuk melakukan

kebaikan, melainkan tetap bersemangat. Dengan demikian, hidup anda

akan tentram, karena pikiran dan perasaan anda dipenuhi hal-hal positif.

d. Rajin beribadah

Pada usia lanjut, alangkah bijaksana jika anda rajin beribadah dan

membaca kitab suci, agar kesehatan rohani anda terpelihara dengan baik,

karena mendapatkan “nutrisi” yang menyehatkan. Kesehatan rohani

yang baik, akan mendorong anda mampu menghadapi dan mengatasi

berbagai tantangan , rintangan, dan percobaan apapun bentuknya.

Menurut peneliti berdasarkan data diatas, hampir seluruhnya

responden, yaitu 34 responden (85%) memiliki kesiapan kematian yang

baik dan sangat sedikit responden mempunyai kesiapan kematian dengan

kategori cukup yaitu sebesar 6 responden (15%), bila dilihat dari

kuisioner responden,hampir seluruh responden, lansia yang memiliki

kesiapan kematian yang baik, lansia yang mempunyai pemikiran positif

terhadap kematianaanya yang terjadi dimasa yang akan datang dan hidup
93

didunia hanya sementara. Semua manusia pasti akan mengalami

kematian cepat atau lambat. Lansia menganggap kematian itu seperti

layaknya sahabat, dengan kata lain kematian semakin dekat terjadi

seiring bertambahnya umur lansia. Lansia yang siap menghadapi

kematian, menyadari akan kondisi fisiknya. Tidak sama seperti dahulu,

kondisi fisik sekarang mengalami kemunduran, baik itu fisik maupun

psikisnya. Selain itu, lansia yang mempunyai kesiapan kematian yang

baik, tidak pernah meninggalkan ibadahnya, seperti sholat 5 waktu,

melakukan perintah-perintah ALLAH SWT. Karena mereka berfikir,

umur yang tersisa dan semakin berkurang hari demi hari hanya untuk

beribadah.

Hal ini sama dengan penelitian Kusumawati (2010), Lansia yang

mampu memiliki spiritualitas tinggi mampu menghadapi kenyataan akan

kematian dan tetap berperan aktif dalam menjalankan tanggung jawab di

kehidupan ini khususnya di panti. Lansia pasrah terhadap ketentuan akan

kematian, akan tetapi kepasrahan tersebut tetap diiringi dengan usaha

pemanfaatan kehidupan untuk menjadi lebih baik menjelang kematian.

Sebalikya, lansia yang memiliki kesiapan kematian yang cukup, lansia

tersebut tidak rutin mengikuti kegiatan ibadah yang diadakan oleh pihak

panti. Hal itu berdampak kepada pemikiran lansia yan kurang memahami

ilmu agama khususnya mengenai persiapan kematiannya. Hal ini

menyebabkan lansia ketika memikirkan kematiannya , lansia merasa

tidak tenang. Di UPT pelayanan sosial lanjut usia banyuwangi tersebut,

lansia yang meninggal di sana, sebagaian besar dimakamkan di panti


94

tersebut, karena hampir seluruh lansia tidak memiliki keluarga dan pada

saat meninggal tidak diambil jenazahnya oleh keluarganya.

5.2.3 Hubungan kesehatan spiritual dengan kesiapan kematian UPT

Pelayanan sosial Lanjut Usia Kabupaten banyuwangi

Berdasarkan fakta diatas, ada hubungan antara kesehatan spiritual

dengan kesiapan lansia untuk menghadapi kematian. Hal ini ditandai

dengan Dari 40 responden yang diberikan kuisioner penelitian oleh peneliti,

didapatkan hampir setengah responden memiliki kesehatan spiritual dengan

kesiapan kematian yang baik pula yaitu 31 responden (77,5%), sedangkan

sebagian kecil responden memiliki kesehatan spiritual baik namun memiliki

kesiapan kematian cukup baik, yaitu sebesar 2 responden (5%) dan tidak

satupun responden yang memiliki kesehatan spiritual yang baik mempunyai

kesiapan kematian kurang.

Setelah dilakukan uji analisa dengan Rank Spearman dengan SPSS

22 terlihat nilai Sig. (2-tailed) 0,000 < 0,05. Maka Ho ditolak Ha diterima

berarti ada hubungan antara kesehatan spiritual dengan kesiapan lansia

menghadapi kematian di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Banyuwangi

Tahun 2017.

Dari hasil keeratan korelasi diperoleh dari hasil (r=0,577), dimana

angka tersebut barada pada korelasi 0,40–0,59 berdasarkan sumber Wiratna

(2014), bahwa tingkat hubungan antara dua variabel adalah korelasinya

sedang. Dilihat dari keeratan korelasi tersebut, dapat diketahui bahwa antara
95

kesehatan spiritual dengan kesiapan kematian lansia memiliki keeratan

hubungan yang sedang.

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang

maha kuasa dan maha pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya

kepada Allah sebagai pencipta atau sebagai maha kuasa (Burbhart, 1993

dalam lilik ma’rifatul azizah 2011). Kesehatan spiritual sangatlah penting

bagi lansia dalam mengahadpi kematian karena dengan memiliki kesehatan

spiritual yang baik akan membantu kesiapan kematian lansia berjalan

dengan baik.

Menurut peneliti kesiapan kematian seseorang sangat berhubungan

dengan bagaimana kualitas kesehatan spiritual seseorang tersebut. Hal ini

dikarenakan antara kesehatan spiritual dengan kesiapan kematian memiliki

hubungan yang tidak dapat dipisahkan jika kesehatan spiritual tidak

memenuhi syarat atau kurang baik maka kesiapan seseorang menghadapi

kematian akan berkurang. Apalagi pada lansia yang dihadapkan dengan

kematian yang semakin dekat, rasa takut , cemas , gelisah pasti datang

menghantui. Disinilah peran dari kesehatan spiritual yang baik mulai dari

memahami diri sendiri, menerima akan kenyataan bahwa kematian pasti

akan datang dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT akan

membantu lansia dalam menghadapi datangnya kematian suatu saat nanti.

Karena lansia membutuhkan kebersamaan dengan keluarga, teman serta

lingkungannya dalam mengahadapi kematian atau ajal yang dapat datang

kapan saja tanpa mereka ketahui. Dengan kebersaman tersebut, akan

membuat lansia terus meningkatkan spiritualnya dan akan menjadi lebih


96

memahami arti kematian itu sendiri sehingga mereka tidak akan mengalami

ketakutan, kecemasan serta kegelisaan menghadapinya. Hanya akan ada

sebuah senyuman yang akan terlihat dan sebuah kebahagian yang akan

terpancar dari raut wajah lansia dalam mengahadapi kehidupan dan

kematian.

Anda mungkin juga menyukai