Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat, taufik
serta karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Pembuatan makalah ini tidak akan terwujud apabila tidak mendapatkan
kehendak-Nya.
Kami sadar, dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, oleh karena itu penulis sangat berharap adanya kritikan dan saran dari
berbagai pihak demi sempurnanya makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat kita berbicara tentang moneter maka masalah utama yang sering kita
bicarakan adalah berkaitan dengan uang. Setiap Negara mempunyai mata uang
sendiri,dan mata uang itu menunjukkan nilai barangnya.Begitu juga dengan Sistem
moneter internasional ini mengacu pada institusi-institusi dimana pembayaran atas
transaksi lintas negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaiman kurs tukar
asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar.
Para ahli beranggapan bahwa uang dan Sistem Moneter Internasional merupakan
unsur yang bersifat netral baik ekonomis atau politis, namun anggapan ini tidak
terbukti dalam ekonomi modern. Norma dan konvensi yang mengatur Sistem
Moneter Internasional dengan ini mempunyai efek distributif yang penting
bagi power suatu negara dan kesejahteraan dalam kehidupan negara tersebut.
Sejak akhir Perang Dunia II pada tahun 1945, dolar AS telah menjadi mata uang
sentral dalam transaksi-transaksi dunia. Pada awalnya dolar AS begitu dominan
karena perekonomian AS telah bangkit dari peperangan relatif tanpa mengalami
kerusakan dan jauh lebih kuat. Meskipun demikian, Jepang dan negara-negara Eropa
bagian Barat serta negara lainnya mengembangkan perekonomian-perekonomian
yang kuat dalam jangka waktu yang cukup cepat dalam sejarah dan mata uang
mereke semakin digunakan bersama-sama.
Pada tahun 2002, keraguan muncul tentang berlanjutnya kekuatan dolar. Dolar
mulai turun nilainya sebagian disebabkan oleh pertanyaan mengenai kekuatan dan
kekuasaan yang tertinggal dari pemulihan resesi tahun 2001. Kelemahan utama dolar
AS adalah defisit rekening berjalan yang menonjol. Untuk mencegah lebih jatuhnya
dolar, maka AS harus menarik dana luar negeri sebesar AS$1,3 miliar.
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter
internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang
lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Dengan mempelajari
pengalaman historis akan dapat diperoleh gambaran bagaimana timbulnya
ketidakstabilan ekonomi serta proses penyesuaian neraca pembayaran internasional
apabila terjadi ketidakseimbangan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dalam penelitian ini
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.3 TUJUAN
PEMBAHASAN
Sistem moneter pertama adalah sistem standar emas. Pada 22 Desember 1717
Sir Isaac Newton, pemilik percetakan uang logam Inggris, menetapkan harga emas
dengan tiga pounds, 17 shillings, 10,5 pence per ons. Inggris pada waktu itu
menggunakan standar emas itu dan bersedia mengkonversi emas dengan mata uang
dan sebaliknya. Hal ini dilakukan Inggris hingga Perang Dunia I. Selama periode itu
London merupakan pusat keuangan internasional yang dominan. Diperkirakan bahwa
lebih dari 90% perdagangan dunia didanai di London.
Diakui bahwa setiap negara anggota akan terkena berbagai tekanan yang
berbeda pada waktu yang berbeda. Tekanan-tekanan itu dapat disebabkan oleh
peristiwa-peristiwa politik atau ekonomi atau tren (kecenderungan) dan dapat
membuat nilai pari (kurs mata uang) yang ditetapkan dalam Breton Woods tidak
realistis.
1) Dividen, bunga dan jasa-jasa pembayaran kembali uang atas modal milik asing
di Amerika.
2) Impor barang-barang
3) Pembelian oleh orang-orang Amerika yang melakukan perjalanan ke luar negeri.
4) Jasa-jasa transportasi yang dibayar oleh orang-orang Amerika untuk angkutan
asing.
5) Investasi luar negeri oleh Amerika.
6) Hadiah yang diberikan orang Amerika kepada penduduk di luar negeri.
7) Impor emas.
Tiap transaksi internasional adalah pertukaran aset dengan sisi debit dan kredit.
Jadi, neraca pembayaran disajikan sebagai laporan akuntansi berpasangan
(double-entry accounting statement) di mana jumlah kredit dan debit selalu sama.
Laporan pembayaran sebuah negara dibagi menjadi beberapa akun/rekening
(accounts).
Transaksi Berjalan
Transaksi Modal
Transaksi modal mencatat perubahan-perubahan bersih dalam aktiva dan
pasiva (harta dan kewajiban) keuangan internasional sebuah negara selama periode
neraca pembayaran, yang biasanya satu tahun.
Transaksi cadangan resmi terkaitan dengan impor dan ekspor emas, kenaikan
atau penurunan dalam devisa yang dipegang oleh pemerintah, dan penurunan dan
kenaikan dalam kewajiban-kewajiban terhadap bank sentral luar negeri.
Sejak akhir Perang Dunia II hingga sekitar tahun 1958, terdapat kekurangan
AS$ untuk pembangunan perdagangan dan investasi dunia. Bahkan selama era itu
banyak dolar yang mengalir ke luar negeri karena bantuan pemerintah, investasi
swasta dan pariwisata. Sekitar tahun 1958 Amerika Serikat mulai mengalami
serentetan defisit neraca pembayaran, aliran dolar membanjir, dan kekurangan
AS$ berakhir.
Standar tukar emas menetapkan dolar AS sebagai mata uang sentral dengan
$35 per ons emas, dengan harga dimana AS sepakat untuk membeli emas atau
menjualnya kepada bank-bank sentral lain. Bank sentral ini merupakan lembaga
pemerintah yang mengelola kebijakan moneter sebuah negara.
Sejak tahun 1958 sampai tahun 1971, Amerika Serikat mengalami defisit
kumulatif sebesar $56 miliar. Defisit ini dibiayai sebagian dengan menggunakan
cadangan emas yang menyusut dari $24,8 miliar menjadi $12,2 miliar, dan sebagian
menimbulkan kewajiban-kewajiban kepada bank-bank sentral luar negeri. Selama
periode ini kewajiban-kewajiban itu meningkat dari $13,6 miliar menjadi $62,2
miliar.
Presiden mengumumkan bahwa Amerika Serikat tidak lagi akan menukar emas
dengan uang kertas dolar yang dipegang oleh bank-bank sentral luar negeri, ia
dikatakan “telah menutup jendela emas”.
Orang asing menerima begitu banyak AS$ adalah karena dolar memberikan
likuiditas untuk mendukung perdaganagn dan investasi dunia, yang tumbuh dengan
cepat di era pasca Perang Dunia II. Orang asing memerlukan dan menginginkan
jumah dolar yang meningkat untuk berbagai tujuan tetapi menjadi panik ketika
jumlah dolar yang mereka pegang melebihi jumlah emas yang dipegang oleh
Amerika Serikat dengan harga yang ditetapkan sebesar $35 per ons emas.
Pada tahun 1971 lebih banyak dollar yang berada di tangan bank-bank sentral
luar negeri daripada yang dapat ditutup dengan menggunakan emas yang dipegang
oleh perbendaharaan AS. Peristiwa ini membuat pemerintah Inggris meminta agar
AS menutup $AS 3 miliar dari cadangannya terhadap kerugian/kerugian. Dan pada
tanggal 15 Agustus 1971 Presiden AS mengumumkan beberapa keputusan yang
mengguncang sistem moneter internasional sampai ke akarnya.
Keputusan pertama presiden AS yaitu bahwa AS tidak akan lagi menukar emas
dengan uang kertas dolar yang dipegang oleh bank-bank sentral luar negeri.
Keputusan ini menyebabkan pasar bursa uang asing tutup selama beberapa hari, dan
setelah dibuka kembali pasar bursa asing menetapkan beberapa peraturan baru. Mata
uang mengambang dan nilai $AS yang diumumkan yaitu $35 per ons emas sekarang
kurang berarti karena AS tidak lagi menukarkan emasnya dengan dolar. Maka
standar tukar emas berakhir.
Dua upaya dilakukan untuk menyetujui perangakat kurs mata uang tetap dan
tahan lama yang baru, satu pada bulan Desember 1971 dan yang satu lagi pada bulan
Februari 1973. Namun kedua waktu itu dirasakan oleh bank, bisnis, dan
individu(secara kolektif disebut spekulan oleh para politis yang tidak senang) bahwa
bank-bank sentral telah menetapkan kurs tersebut secara tidak benar dan para
spekulan terbukti benar setiap waktu.
Defisit perdangangan AS yang terjadi pada tahun 1985 yaitu $134 miliar dan
mencapai puncaknya pada tahun 1987 yaitu sebesar $170 sangat mencuri perhatian
AS dan mitra-mitranya. Kelompok Lima yang terdiri dari 5 negara yaitu Inggris,
Perancis, Jerman, Jepang, dan AS menetapkan AS$ dengan kurs yang “benar”,
terutama terhadap Yen Jepang dan Deutche Jerman. Dan dengan demikian pada
tahun 1985, pemerintah negara-negara Kelompok Lima telah mencampuri pasar mata
uang untuk memperhankan kurs mata uang mereka pada tingkat yang “benar” atau
dalam “zona sasaran”. Mereka melakukan campur tangan di pasar valuta asing untuk
mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan. Caranya apabila negara mengalami
defisit dalam neraca pembayaran, kurs valuta asing cenderung naik.
Pada tahun 1970-an adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan
pinjaman kepada negara berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan seakan
negara tidak akan mengalami kepailitan. Kenyataan memperlihatkan “sovereign
debt” (utang pemerintah negara berdaulat) menghantam bisnis internasional.
Beberapa negara berkembang ternyata tidak mampu mengembalikan utangnya
bahkan bunganya pun tidak terbayar. Krisis “sovereign debt” terjadi di Polandia pada
tahun 1981, sedangkan di Meksiko, Brazilia dan Argentina terjadi tahun 1982.
Penyebab bertambahnya utang negara berkembang yaitu melonjaknya harga minyak.
Pada tahun 1973 – 1974 harga minyak mengalami kenaikan 4 kali lipat dan
tahun 1979 – 1980 dinaikkan lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini mendorong
meningkatnya inflasi yang kemudian ditambah lagi dengan terjadinya resesi dunia.
Sementara itu, komoditi ekspor non migas negara berkembang menurun, sehingga
menggoncang perekonomian dan kemampuan untuk membayar utang. Tahun 1979 –
1980 harga minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan harga tersebut diikuti
dengan kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada suku bunga pinjaman baru
maupun sisa pinjaman yang pada umumnya digunakan suku bunga variabel. Negara
berkembang menanggung biaya bunga sebesar AS$ 2,5 milliar/tahun untuk setiap
kenaikan 1 persen suku bunga pinjaman AS$. Hal ini mengakibatkan naiknya nilai
mata uang AS$. Negara berkembang pada umumnya meminjam uang dalam bentuk
AS$ sehingga setiap kenaikan nilai mata uang AS$ menambah beban. Beban tersebut
menjadi lebih berat karena pembayaran komoditi ekspor diterima dalam berbagai
mata uang lain yang digunakan untuk membayar uatang dalam AS$.
Dolar AS, Dolar Kanada, Yen Jepang, Franch Swiss dan beberapa mata uang
lainnya mengambang nilainya terhadap Satuan Mata Uang Eropa (European Curency
Unit ̶ ECU), suatu pengelompokan mata uang Eropa Barat. Kebanyakan mata uang
negara-negara berkembang (LDC) ditetapkan nilainya terhadap salah satu di antara
mata uang utama ini, atau terhadap beberapa mata uang seperti ECU, special drawing
rights (SDR), atau campuran mata uang khusus yang dipilih.
2.4.2 Snake
Jika terdapat masalah dalam sistem ini dapat dikarenakan keluarnya beberapa
mata uang, termasuk Poundsterling, Lira serta karena keluar masuknya hubungan
Franch Perancis. Kelunturan sistem itu, yaitu alasan mata uang itu dipindahkan,
menerangkan kematian snake tersebut. Setiap anggota negara yang tergabung dalam
sistem ini bertanggung jawabb menjaga nilai mata uangnya dalam tingkatan yang
telah disepakati terhadap mata uang anggota-anggota lain, tetapi tiap negara
mempunyai tingkat inflasi, kebijakan moneter dan fiskal serta neraca pembayaran
yang berbeda-beda. Akibatnya, tekanan-tekanan mendorong pasar mendorong kurs
mata uang keluar dari kisaran yang telah disetujui dan negara-negara kekurangan
kemauan politik atau sumber-sumber untuk memulihkan atau mengembalikan kurs
yang disepakati sebelumnya. Kemudian secara otomatis mata uang tersebut akan
keluar dari sistem.
Jumlah mata uang utama yang diperjualbelikan setiap hari begitu besar
sehingga upaya pemerintah untuk memelihara mata uangnya pada kurs yang tetap
telah gagal. Bank-bank sentral berhenti mencoba menetapkan kurs mata uang utama
pada taun 1973. Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) menaikkan
harga minyak lebih dart 400 persen setahun pada tahun 1974, dan terdapat kekuatiran
bahwa sistem perbankan dan moneter tidak akan mampu menangani
perubahan-perubahan jumlah dan arah aliran uang yang diakibatkannya.
Pada tahun 1997, beberapa negara Asia mengalami turunnya nilai saham dan
properti begitu investor asing dan lokal sama-sama menjual dan mencoba
menukarkan mata uang lokal dengan dolar. Kesulitan-kesulitan wilayah itu mulai
tampak pada bulan Juli 1997 di Thailand dan menyebar. Pada Januari 1998, nilai
rupiah Indonesia jatuh 70%. Rupee India kehilangan sekitar 10% dari nilainya, dan
won Korea Selatan serta peso Filipina melemah secara cukup tajam terhadap dolar.
Pada tahun 2000, sebagian besar dan perekonomian Asia kembali normal dan mata
uang mereka telah mendapatkan kembali nilainya dalam AS$ dan mata uang lain.
Ada dua kelompok pemikiran tentang mengapa hal itu terjadi , Stu kubu
menghubungkan sukses mereka dengan pemerintah bijaksana dan kuat, yang lain
menekankan pada kekuatan pasar bebas. Ketika berbagai perekonomian itu mulai
hancur , dua kubu berubah sisi, menyalahkan pasar yang histeris dan pemerintahan
yang tidak pandai dan korup.
Nilai SDR didasarkan atas sekeranjang lima mata uang berikut . Persentase
dari tiap-tiap mata uang berada dalam tanda kurung: USD (45), euro (29), yen Jepang
(15), dan pound Inggris (11). Bobot-bobot itu sangat mencerminkan arti penting
relatif dari mata uang-mata uang itu dalam perdagangan dan pembayaran,
berdasarkan atas nilai ekspor barang-barang dan jasa-jasa oleh negara-negara angota
yang menerbitkan mata uang ini. Persentasenya berubah secara berkala . Nilai SDR
terhadap dolar AS dihitung setiap hari oleh IMF sebagai jumlah nilai-nilai dalam
saham AS$ berdasarkan kurs pasar sejumlah mata uang tertentu dalam keranjang
penilaian. Karene perubahan dan fluktuasi ini, maka nilai SDR dan penghitungannya
bergerak turun naik terhadap berbagai mata uang.
Nilai SDR tetap lebih stabil daripada nilai sebuah mata uang manapun, dan
stabilitas itutelah membuat SDR semakin menarik sebagai satuan dalam
transaksi-transaksi internasional.
SDR dipegang oleh IMF, sebagian besar dari 181 anggotanya dan 16
lembaga-lembaga resmi, yang secara khusus merupakan lembaga-lembaga perbankan
atau pembangunan regional yang ditentukan IMF. Semua pemegang dapat membeli
dan menjual kedua SDR baik spot maupun berjangka dan menerima atau
menggunakan SDR sebagai pinjaman, jaminan, barter, hibah, atau penyelesaian
kewajiban-kewajiban keuangan. Para pemegang menerima bunga dengan suku bunga
yang ditentukan secara mingguandengan referensi terhadap suku bunga rata-rata
tertimbang atas kewajiban-kewajiban jangka pendek dalam pasar uang lima negara
yang mata uangnya termasuk dalam keranjang penilaian SDR. 38 negara anggota
baru belum pernah menerima alokasi SDR, dan mereka mengeluh bahwa hali ini
tidak adil, Ini disebut “isu ekuitas”(equity issue).
Tujuan utama yang menjadi visi adalah untuk menggantikan mata uang dan
emas sebagai aset cadangan sentral sebuah negara.
Perbedaan antara EMS dan pendahulunya snake, ialah bahwa kurs EMS
bersifat fleksibel. Apabila sebuah negara terbukti lebih lemah daripada yang lainnya
dan pemerintahitu tidak dapat atau tidak mau mengambil langkah untuk memperbaiki
keadaan itu. Kurs EMS dapat diubah.
ECU Dibentuk sebagai mata uang pembukuan EMS. Memiliki kegunaan yang
sama banyaknya dengan SDR dan likuiditas dan penerbitan pasar internasional untuk
obligasi yang didenominasi dengan ECU sangat meningkat selam 1990-an.
Alasan mengapa ECU menjadi lebih populer daripada SDR adalah tidak
adanya AS$ atau yen yang termasuk dalam keranjang mata uang yang menentukan
nilainya. Kurs AS$ dan yen telah berfluktuasi jauh lebih lebar daripada fluktuasi
mata uang Eropa dalam keranjang ECU. Baik AS$ maupun yen berada dalam
keranjang SDR, sehingga nilai SDR menjadi kurang stabil dibanding ECU. Alasan
lain penggunaan ECU melampaui SDR adalah dukungan aktif untuk ECU oleh
berbagai pemerintah, bank dan dunia usaha Eropa; SDR belum menerima dukungan
demikian. ECU digunakan untuk berbagai tujuan, serta terdapat jaringan pendukung
dan pelengkap. Rekening bank dapat didenominasi dalam ECU dan tersedia cek
perjalanan ECU. Di antara unit perusahaan internasional, debit dan kredit
didenominasi dalam ECU ketika melakukan pembelian,penjualan atau peminjaman
satu sama lain. Pada waktu itu ECU adalah keranjang berbagai mata uang tertimbang
dan juga digunakan untuk mendenominasi obligasi, termasuk menghitung anggaran,
beban yang timbul dan dana yang dibagikan dan ditranslasi ke dalam mata uang
domestik atau nasional. Tidak ada ECU yang dijadikan mata uang domestik. Euro
telah menggantikan ECU dan telah menggantikan 12 mata uang nasional. Euro
adalah mata uang eceran, sementara ECU hanya merupakan mata uang untuk
perdagangan besar dan pasar debit. Nilai dan integritas euro diawasi oleh Bank
Sentral Eropa.
Dalam persyaratan perjanjian Maastricht, transisi dari mata uang nasional dan
ECU ke euro mulai pada tanggal 1 januari 1999. Mata uang nasional sekarang
disebut “mata uang warisan” (legacy curencies), dan euro beredar berdampingan
sebagai alat pembayaran yang sah dari 1 januari 1999 sampai 1 januari 2002 pada
saat mana euro menjadi satunya mata uang yang sah dari 12 negara yang melakukan
peralihan. Euro bukanlah satu-satunya persoalan yang ditangani oleh perjanjian
Maastrict. Negara itu yang sepakat untuk menerima euro juga menyerahkan
kewenangan kebijakan moneter mereka kepada Bank Sentral Eropa (European
Central Bank- ECB). Hal ini merupakan kekuasaan yang sangat penting dan
mewakili suatu kehilangan besar atas kedaulatan bagi tiap negara.
Ke 12 negara Uni Eropa yang mengadopsi euro telah menciptakan apa yang
disebut zona euro (eurozone). Masing dari ke 12 negara menyerahkan pengendalian
kebijakan moneternya kepada Bank Sentral Eropa . ECB menetapkan kebijakan
moneter untuk ke 12 negara itu atas dasar satu ukuran cocok untuk semua meskipun
mereka sangat berbeda-beda dalam ukuran, kesejahteraan, tingkat inflasi, dan
pengangguran.
Sebagian para pengamat percaya bahwa euro paling tidak akan sama
pentingdengan USD dalam sistem keuangandan moneter internasional. Dalam sebuah
perkiraan, dolar akan menjadi lebih lemah terhadap euro dalam skala global. Akan
ada diversifikasi porto folio sekitar $500 miliar sampai $1 triliun ke dalam euro
yang dampaknya akan sangat berarti atas kurs selama periode transisi yang agak
panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ball, Donald A., et.al. 2005. Bisnis Internasional: Tantangan Persaingan Global.
Jakarta: Salemba Empat.