Anda di halaman 1dari 74

LABORATORIUM

SISTEM TELEKOMUNIKASI
TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS UDAYANA

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI DAN
JARINGAN MULTIMEDIA

NAMA : I Putu Aditya Putra Wijaya


NIM : 1705542027
KELOMPOK: RB 3

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA
2018
LABORATORIUM
SISTEM TELEKOMUNIKASI
TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS UDAYANA

PERCOBAAN IV
FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING DAN
DEMULTIPLEXING (FDM DAN FDD)

Nama Asisten : I Putu Aldha Rasjman Sayoga


Tanggal Praktikum : 24 Maret 2018

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
PERCOBAAN IV
FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING DAN DEMULTIPLEXING

4.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui blok-blok yang menyusun Frequency Division
Multiplexing dan Frequency Division Demultiplexing.
2. Untuk mengetahui proses-proses yang terjadi dalam teknik Frequency
Division Multiplexing dan Frequency Division Demultiplexing.

4.2 Peralatan

1. Modul Frequency Division Multiplexing dan Frequency Division


Demultiplexing
2. Oscilloscope
3. Kabel-kabel penghubung / jumper

4.3 Dasar Teori


4.3.1 Multiplexing
Multiplexing adalah teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk
dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi. Dimana perangkat yang
melakukan multiplexing disebut multiplexer atau disebut juga dengan istilah
Transceiver / Mux. Dan untuk di sisi penerima, gabungan sinyal - sinyal itu akan
kembali di pisahkan sesuai dengan tujuan masing – masing. Proses ini disebut
dengan demultiplexing. Receiver atau perangkat yang melakukan demultiplexing
disebut dengan Demultiplexer atau disebut juga dengan istilah Demux. Receiver
atau perangkat yang melakukan demultiplexing disebut dengan demultiplexer atau
disebut juga dengan istilah demux.
Gambar 4.1 Proses Multiplexing

Multiplexer menggabungkan data dari jalur input “n” dan


mentransmisikannya melalui jalur berkapasitas tinggi. demultiplexer menerima
aliran data berdasarkan channel, lalu mengirimkannya ke saluran output yang tepat.

4.3.2 Jenis – jenis multiplexing


Adapun jenis-jenis teknik multiplexing, yaitu:
1. Time Division Multiplexing (TDM) merupakan teknik multiplexing dengan
cara memberi alokasi waktu pada masing-masing transmisi secara
bergiliran.
2. Frequency DivisionMultiplexing (FDM) merupakan teknik multiplexing
dimana setiap piranti diberi frekuensi modulasi yang berbeda sehingga bisa
bersamaan melakukan transmisi melalui satu media.
3. Code Division Multiplexing (CDM) merupakan teknik multiplexing
yangmelewatkan beberapa sinyal dalam waktu dan frekuensi yang sama
namun tiap kanal dibedakan berdasarkan kode-kode pada wilayah waktu
dan frekuensi yang sama.
4. Wavelength Division Multiplexing (WDM) merupakan teknik multiplexing
ini digunakan pada transmisi data melalui serat optik (optical fiber) dimana
sinyal yang ditransmisikan berupa sinar.

4.3.3 Frequency Division Multiplexing (FDM)


FDM adalah teknik menggabungkan banyak saluran input menjadi sebuah
saluran output berdasarkan frekuensi. Jadi total bandwith dari keseluruhan saluran
dibagi menjadi sub-sub saluran oleh frekuensi. Prinsip dari FDM adalah pembagian
bandwidth saluran transmisi atas sejumlah kanal (dengan lebar pita frekuensi yang
sama atau berbeda) dimana masing-masing kanal dialokasikan ke pasangan entitas
yang berkomunikasi.

Gambar 4.4 Proses FDM

Gambar 4.5 Frequency Division Multplexing (FDM)

Gambar 4.6 Blok Diagram FDM


Gambar 4.7 Tampak Depan Perangkat FDM

Pada sistem FDM, umumnya terdiri dari 2, yaitu peralatan terminal dan
penguat ulang saluran transmisi (repeater transmission line):
1. Peralatan Terminal (Terminal Equipment) terdiri dari bagian yang
mengirimkan sinyal frekuensi ke repeater dan bagian penerima yang
menerima sinyal tersebut lalu mengubahnya kembali menjadi frekuensi
semula.
2. Peralatan Penguat Ulang (Repeater Equipment) terdiri dari penguat
(amplifier) dan equalizer yang fungsinya masing-masing untuk
mengkompensir redaman dan kecacatan redaman (attenuation distortion),
sewaktu transmisi melewati saluran melewati saluran antara kedua repeater
masing-masing.

4.3.4 Kelebihan dan kekurangan FDM


ISI KALIMAT AWAL DULU BARU MASUK KE KELEBIHANNNYA
1. Kelebihan dari FDM ialah :

a. FDM tidak sensitif terhadap perambatan /perkembangan keterlambatan.


Tehnik persamaan saluran (channel equalization) yang diperlukan untuk
sistem FDM tidak sekompleks seperti yang digunakan pada sistem TDM.
2. Kekurangan dari FDM ialah:

a. Adanya kebutuhan untuk memfilter bandpass, yang harganya relatif mahal


dan rumit untuk dibangun (penggunaan filter tersebut biasanya digunakan
dalam transmitter dan receiver)

b. Penguat tenaga (power amplifier) di transmitter yang digunakan memiliki


karakteristik nonlinear (penguat linear lebih komplek untuk dibuat), dan
amplifikasi nonlinear mengarah kepada pembuatan komponen spektral out-
of-band yang dapat mengganggu saluran FDM yang lain.

Perbedaan Frequency Division Multiplexing (FDM) dengan jenis


multiplexing lainnya adalah :

1. FDM (Frequency Division Multiplexing)


1) FDM tidak sensitif terhadap perambatan/perkembangan keterlambatan.
2) Teknik persamaan saluran yang diperlukan untuk system FDM tidak
selengkap seperti yang digunakan pada system TDM.
3) Adanya kebutuhan untuk memfilter bandpasis yang harganya relatif
mahal dan rumit untuk dibangun.
2. TDM (Time Division Multiplexing)
1) Sistem TDM tidak memerlukan filter-filter yang mahal dan jumlah filter
yang digunakan lebih sedikit.
2) Perubahan level kanal hanya dipengaruhi oleh karakteristik peralatan
terminal itu sendiri dan tidak tergantung sama sekali dari perubahan
saluran.
3. CDM (Code Division Multiplexing)
1). Synchronous time-division bisa dipergunakan bersama-sama dengan
sinyal digital atau sinyal-sinyal analog yang membawa data sinyal
digital.
2). Statistiral time division menyebabkan layanan yang lebih efisien
disbanding TDM sebagai pendukung terminal.
4. WDM ( Wavelength Division Multiplexing )
1) Kapasitas pengiriman data yang lebih besar.

2) Transmisi data melalui serat optik dapat berjalan dengan kecepatan 2.5
sampai 10 bits/sec lebih cepat dari media transmisi lainnya.

4.3.5 Penerapan FDM


Prinsip dari FDM adalah pembagian bandwidth saluran transmisi atas
sejumlah kanal (dengan lebar pita frekuensi yang sama atau berbeda) dimana
masing-masing kanal dialokasikan ke pasangan entitas yang berkomunikasi.
Contoh Penggunaan FDM yaitu Contoh dari penggunaan FDM ada pada
jaringan telepon analog dan jaringan satelit analog. Selain itu ide dasar FDM
digunakan dalam teknologi saluran pelanggan digital yang dikenal dengan modem
ADSL (Asymetric Digital Subcriber Loop ).

4.3.6 Pengertian Demultiplexing


Demultiplexing adalah pemisah gabungan sinyal di sisi penerima sinyal,
ialah penerima, gabungan sinyal-sinyal itu akan kembali dipisahkan sesuai dengan
tujuan masing-masing. Dimana protokol melakukan proses pembukaan bungkusan
(decapsulation) mengantarkan paket ke beberapa buah protokol di layer atas.
Tujuannya yaitu untuk mengunci data pada output dan untuk mempertahankan
setiap sinyal sementara data yang lain sedang dikirim.

Jenis-jenis demultiplexing :
1. Demultiplexing Analog.
2. Demultiplexing Digital.

4.3.7 Frequency Division Demultiplexing


Frequency Division Demultiplexing adalah suatu teknik untuk memulihkan
sinyal yang telah ter-multiplexing melalui FDM, guna mendapatkan sinyal aslinya
(sinyal informasi).
Sinyal termodulasi yang telah mengalami multiplexing dibedakan
berdasarkan bandwidth dan terpisah menjadi sinyal-sinyal termodulasi yang berupa
kode-kode. Selanjutnya sinyal termodulasi kemudian disaring oleh LPF (Low Pass
Filter) dari beberapa sinyal-sinyal berfrekuensi rendah yang menumpang pada
sinyal informasi khususnya memisahkan sinyal informasi dari sinyal carrier.
Kemudian sinyal-sinyal termodulasi yang telah difilter tadi dibangkitkan dari akibat
proses multiplexing kedalam bentuk sinyal aslinya. Kemudian sinyal termodulasi
dibawa pada oscillator untuk mendapatkan sinyal informasi yang dicari. Pada tahap
berikutnya sinyal ini disaring kembali dan mengalami penguatan untuk
mendapatkan sinyal informasi seperti yang dikirim oleh pengirim, dalam hal ini
yaitu perangkat Frequency Division Multiplexing.
Bagian-bagian perangkat FDD antara lain :

1. BPF (Band Pass Filter) berfungsi untuk mendapatkan rentang bandwidth


yang diinginkan.
2. LPF (Low Pass Filter) berfungsi untuk menyaring sinyal-sinyal
berfrekuensi rendah yang menumpang pada sinyal informasi khususnya
memisahkan sinyal informasi dari sinyal carrier (pembawa).
3. Demodulator berfungsi untuk mengembalikan atau memisahkan sinyal
termodulasi menjadi sinyal aslinya setelah terlepas dari sinyal carrier
(pembawa).
4. Penguat berfungsi untuk menguatkan amplitudo sinyal aslinya sehingga
dapat sama dengan sinyal yang dikirim oleh pengirim.
5. Osilator berfungsi untuk penumpangan sinyal carrier sebagai pembawa
sinyal informasi.
Gambar 4.8 Proses FDD

4.3.8 Frekuensi
Frekuensi adalah Istilah frekuensi biasanya ditemukan dalam topik getaran
dan gelombang. Secara umum, frekuensi adalah banyaknya sesuatu yang terjadi
setiap detiknya. Dalam kajian getaran, frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya
getaran yang terjadi dalam satu sekon. Sedangkan dalam kajian gelombang,
frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gelombang yang terjadi setiap satu
sekon. Satuan yang digunakan untuk mengukur frekuensi adalah 1/s yang disebut
juga Hertz disingkat Hz, yang diambil dari nama fisikawan Jerman Heinrich Rudolf
Hertz (1857-1894).Satuan frekuensi sering juga dituliskan dengan cps (cycle per
second).

Cara perhitungan Periode (T) adalah mengalikan jumlah divisi satu siklus
gelombang dengan nilai waktu yang disetting pada sakelar TIME/DIV. Rumus
menghitung frekuensi adalah:

1
𝑓 = 𝑇…................................................(4.1)

Keterangan:
F : Frekuensi (dalam satuan Hz)
T : Periode (dalam satuan second atau detik)
4.3.9 Amplitudo
Amplitudo adalah pengukuran skalar yang nonnegatif dari besar osilasi
suatu gelombang. Amplitudo juga dapat didefinisikan sebagai jarak/simpangan
terjauh dari titik kesetimbangan dalam gelombang sinusoide yang kita pelajari pada
mata pelajaran fisika dan matematika - geometrika. Amplitudo dalam sistem
internasional biasa disimbolkan dengan (A) dan memiliki satuan meter (m).
Persamaan amplitudo adalah:
1
A= x pk − pk……………..…………….(4.2)
2

Keterangan :
A : Amplitudo (dalam satuan V)
Pk-pk : Perubahan antara puncak (nilai tertinggi amplitudo) dan palung (nilai
terendah amplitudo, yang bisa negatif).

4.3.10 Panjang Gelombang


Panjang gelombang adalah jarak yang harus ditempuh oleh suatu
gelombang dalam satu periode. Hal ini biasanya diukur antara dua titik agar mudah
diidentifikasi, seperti dua puncak yang berdekatan atau lembah dalam bentuk
gelombang. Sementara panjang gelombang dapat dihitung untuk berbagai jenis
gelombang, mereka yang paling akurat diukur dalam gelombang sinusoidal, yang
memiliki osilasi halus dan berulang-ulang.

Panjang gelombang biasanya memiliki denotasi huruf Yunani lambda (λ).


Dalam sebuah gelombang sinus, panjang gelombang adalah jarak antara puncak
puncak gelombang atau antara satu puncak gelombang dengan satu lembah
gelombang. Panjang gelombang (λ) memiliki hubungan inverse terhadap frekuensi
(f), jumlah puncak untuk melewati sebuah titik dalam sebuah waktu yang diberikan.
Panjang gelombang sama dengan kecepatan jenis gelombang dibagi oleh frekuensi
gelombang. Ketika berhadapan dengan radiasi elektromagnetik dalam ruang
hampa, kecepatan ini berupa kecepatan cahaya(c), untuk sinyal (gelombang) di
udara, ini merupakan kecepatan suara di udara. Hubungannya adalah antara panjang
gelombang dengan frekuensi adalah :
JANGAN PISAH SAMA RUMUS
JANGAN DIPISAH NAMA RUMUS DAN RUMUSNYA

𝑐
𝜆 = ......................................................(4.3)
𝑓

Keterangan :
𝜆 : Panjang gelombang dari sebuah gelombang suara atau gelombang
elektromagnetik
c : Kecepatan cahaya dalam vakum 299,792.458 km/d ~ 300,000 km/d
= 300,000,000 m/d
f : Frekuensi gelombang

4.3.11 Beda Phase


Beda phase adalah pengukuran yang relatif yang terukur antara dua
gelombang. Tidak ada gelombang yang memiliki nilai fase yang absolut karena
tidak ada referensi universal dalam pengukuran fase . Jadi, pengukuran beda fase
tidak mungkin ada apabila kita hanya punya satu gelombang karena beda fase
adalah hasil pengukuran antara dua gelombang. Tetapi umumnya dalam analisa
rangkaian AC, gelombang tegangan dari sumber dayanya digunakan sebagai
referensi fasenya, biasanya nilai sumber tegangannya dinyatakan sebagai “xxx volt
pada 0 derajat”. Tegangan atau arus lainnya dalam rangkaian itu akan memiliki
beda fase yang diukur relatif terhadap fase sumber tegangan tersebut. Persamaan
beda phase :
A(t)= Amax × sin(𝜔𝑡 ± 𝜑)…………………………(4.4)
Keterangan :
Am : Amplitudo dari bentuk gelombang.
𝜔t : Frekuensi sudut dari bentuk gelombang di radian/detik.
Φ : Sudut fasa dalam derajat atau radian bahwa bentuk gelombang telah
bergeser baik kiri atau kanan dari titik referensi.
Jika kemiringan positif dari bentuk gelombang sinusoidal melewati sumbu
horizontal sebelum t = 0 maka bentuk gelombang telah bergeser ke kiri sehingga Φ
>0 dan sudut fasa akan positif, +Φ memberikan sudut fase terdepan. Dengan kata
lain, ini muncul lebih awal dari pada 0o menghasilkan putaran vektor berlawanan
arah jarum jam.
Demikian juga, jika kemiringan positif dari gelombang sinusoidal melewati
horisontal sumbu x beberapa waktu setelah t = 0 maka gelombang telah bergeser ke
kanan sehingga Φ <0 dan sudut fase akan negatif di alam -Φ menghasilkan sudut
fase tertinggal seperti yang muncul kemudian dalam waktu dari 0o menghasilkan
putaran searah jarum jam vektor.
4.3 Langkah Percobaan
4.4.1 Frequency Division Multiplexing (FDM)
A. Pengukuran Sinyal Informasi

1. Hidupkan perangkat percobaan


2. Hidupkan saklar dan ukurlah besamya frekuensi sinyal informasi dan
bentuk gelornbangnya dengan mengukur pada terminal S1 seperti gambar
berikut :

Gambar 4.9 Pengukuran Sinyal Informasi

3. Ulangi untuk terminal S2 dan S3. Catat hasil frekuensi, amplitudo dan pk-
pk!

4. Bandingkan frekuensi sinyal informasi pada kanal 1, 2, dan 3!

B. Pengukuran Keluaran Penguat

1. Hubungkan kanal 1 osciloscope dengan terminal S1-1 dan hubungkan kanal


2 osciloscope dengan terminal SP-1 (channel dual mode) seperti gambar
berikut
Gambar 4.10 Pengukuran Keluaran Penguat

1. Lanjutkan pengukuran untuk kanal 2 dan 3. Catat hasilnya!

2. Bandingkan bentuk sinyal informasi dengan bentuk sinyal keluaran


penguat masingmasing kanal!

C. Pengukuran Sinyal Carrier

1. Hubungkan kanal 1 oscilloscope dengan terminal S - 1 dan hubungkan kanal


2 osciloscope dengan terminal SC-1 (channel dual mode).
2. Lanjutkan untuk kanal 2 dan 3, amati dan catat hasilnya!

D. Pengukuran Keluaran Modulator

1. Hubungkan kanal 1 oscilloscope dengan terminal SP-1 dan hubungkan


kanal 2 osciloscope dengan terminal SM-1 (channel dual mode) seperti
gambar berikut:

Gambar 4.11 Pengukuran Keluaran Modulator


2. Lanjutkan pengukuran untuk kanal 2 dan 3, catat hasilnya!

3. Bandingkan bentuk sinyal keluaran penguat (SP) dengan keluaran


modulator (SM)!

E. Pengukuran Keluaran Multiplexer

1. Hubungkan perangkat FDM dengan oscilloscope (channel dual mode)


seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.12 Pengukuran Keluaran Multiplexer

2. Lakukan untuk kanal 1, 2, dan 3 dengan channel dual mode. Catat hasilnya!

3. Perhatikan bentuk sinyal keluaran Multiplexer dan berikan komentar!

4.4.2 Frequency Division Demultiplexing (FDD)


A. Pengukuran Low Pass Filter (LPF)
1. Sambungkan CH-1 oscilloscope pada LPF.
2. Amati sinyal keluaran LPF. Perhatikan bahwa noise mulai dihilangkan
dengan menyaring frekuensi tinggi dan membiarkan frekuensi rendah
untuk menuju BPF
B. Pengukuran Keluaran Band Pass Filter (BPF)
1. Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan BPF-1 dan kanal-2
oscilloscope dengan LPF. Amati sinyal keluaran dengan channel dual
mode dan catat hasilnya!
2. Ulangi hanya untuk BPF-3.

C. Pengukuran Oscillator Sub-Carrier


1. Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan SC-1. Amati sinyal keluaran
dengan channel single mode dan catat hasilnya!
2. Ulangi untuk SC-2 dan SC-3.

D. Pengukuran Keluaran Demodulator


1. Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan D-1. Amati sinyal keluaran
dengan channel single mode dan catat hasilnya!
2. Ulangi untuk D-2 dan D-3.

F. Pengukuran Keluaran Demultiplexer


1. Hubungkan kanal-1 oscilloscope dengan S-1 dan kanal-2 oscilloscope
dengan KP-1.
Amati sinyal keluaran dengan channel dual mode dan catat hasilnya!
2. Ulangi untuk kanal 2 dan 3.
3. Bandingkan antara sinyal informasi sebelum dimultiplexing (S) dengan
sinyal informasi setelah di-demultiplexing (KP)!
4.4 Data dan Gambar Hasil Percobaan
4.4.1 Frequency Division Multiplexing ( FDM)
4.4.1.1 Pengukuran Sinyal Informasi
1. Sinyal Informasi Kanal

Gambar 4.13 Sinyal Informasi Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal informasi yang


dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 808.1Hz
Pk-Pk(1) = 5.28 V
Amplitudo =5.16 V

2. Sinyal Informasi Kanal 2

Gambar 4.14 Sinyal Informasi Kanal 2


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal informasi yang
dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 1.506 KHz
Pk-Pk(1) = 2.96 V
Amplitudo = 2.90 V

3. Sinyal Informasi Kanal 3

Gambar 4.15 Sinyal Informasi Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal informasi yang


dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 808.1Hz
Pk-Pk(1) = 5.28 V
Amplitudo = 5.16 V

4.4.1.2 Pengukuran Keluaran Penguat


1. Sinyal Penguat Kanal 1

Gambar 4.16 Sinyal Penguat Kanal 1


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang
dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 809.7Hz
Pk-Pk(1) = 13.7 V
Amplitudo = 14.1 V

2. Sinyal Penguat Kanal 2

Gambar 4.17 Sinyal Penguat Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang


dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 1.506 kHz
Pk-Pk(1) = 5.95 V
Amplitudo = 6.44 V

3. Sinyal Penguat Kanal 3

Gambar 4.18 Sinyal Penguat Kanal 3


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang
dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 2.062 kHz
Pk-Pk(1) = 9.92 V
Amplitudo = 9.84 V

4.4.1.3 Pengukuran Sinyal Carrier


1. Sinyal Carrier kanal 1

Gambar 4.19 Sinyal Carrier Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal carrier yang


dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 14,29 kHz
Pk-Pk(1) = 2.60 V
Amplitudo = 2.46 V

2. Sinyal Carrier Kanal 2

Gambar 4.20 Sinyal Carrier Kanal 2


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal carrier yang
dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 23,26 kHz
Pk-Pk(1) = 1.92 V
Amplitudo =V

3. Sinyal Carrier Kanal 3

Gambar 4.21 Sinyal Carrier Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal carrier yang


dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 14,29 kHz
Pk-Pk(1) = 2.60 V
Amplitudo = 1.40 V

4.4.1.4 Pengukuran Keluaran Modulator


1. Sinyal Modulator Kanal 1

Gambar 4.22 Sinyal Modulator Kanal 1


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal modulator yang
dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 9.524 kHz
Pk-Pk(1) = 1.63 V
Amplitudo = 1.42 V

2. Sinyal Modulator Kanal 2

Gambar 4.23 Sinyal Modulator Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal modulator yang


dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 23.81 kHz
Pk-Pk(1) = 784 mV
Amplitudo = 536 mV

3. Sinyal Modulator Kanal 3

Gambar 4.24 Sinyal Modulator Kanal 3


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal modulator yang
dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 16,95 kHz
Pk-Pk(1) = 1.24 V
Amplitudo = 984 mV

4.4.1.5 Pengukuran Keluaran Multiplexer


1. Sinyal Multiplexer Kanal 1

Gambar 4.25 Sinyal Multiplexer Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal multiplexer yang


dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 18.18 kHz
Pk-Pk(1) = 3.68 V
Amplitudo = 984 mV

2. Sinyal Multiplexing Kanal 2

Gambar 4.26 Sinyal Multiplexer Kanal 2


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal multiplexer yang
dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 17,54 kHz
Pk-Pk(1) = 3.60 V
Amplitudo = 1.12 V

3. Sinyal Multiplexer Kanal 3

Gambar 4.27 Sinyal Multiplexer Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal multiplexer yang


dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 17.54 kHz
Pk-Pk(1) = 3.60 V
Amplitudo = 1.68 V

4.4.2 Frequency Division Demultiplexing (FDD)


4.4.2.1 Pengukuran Low Pass Fillter (LPF)

Gambar 4.28 Sinyal Low Pass Fillter Kanal 1


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Low Pass Fillter yang
dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 16.00 kHz
Pk-Pk(1) = 3.34 V
Amplitudo = 1.60 V

4.4.2.2 Pengukuran Band Pass Fillter (BPF)


1. Sinyal Band Pass Fillter Kanal 1

Gambar 4.29 Sinyal Band Pass Fillter Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Band Pass Fillter yang
dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 7.143 kHz
Pk-Pk(1) = 238 mV
Amplitudo = 84.0 mV

2. Sinyal Band Pass Fillter Kanal 2

Gambar 4.30 Sinyal Band Pass Fillter Kanal 2


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Band Pass Fillter yang
dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 11.11 kHz
Pk-Pk(1) = 156 mV
Amplitudo = 28.0 mV

3. Sinyal Band Pass Fillter Kanal 3

Gambar 4.31 Sinyal Band Pass Fillter Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Band Pass Fillter yang
dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 33.33 kHz
Pk-Pk(1) = 1778 mV
Amplitudo = 44.0 mV

4.4.2.3 Pengukuran Oscillator Sub-Carrier


1. Sinyal Oscillator Sub-Carrier Kanal 1

Gambar 4.32 Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal 1


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Oscilloscop Sub-
Carrier yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 14.06 kHz
Pk-Pk(1) = 2.50 V
Amplitudo = 44.0 mV

2. Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal 2

Gambar 4.33 Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Oscilloscop Sub-


Carrier yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 23.07 kHz
Pk-Pk(1) = 1.78 V
Amplitudo = 1.74 V

3. Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal 3

Gambar 4.34 Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Oscilloscop Sub-
Carrier yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 33,73 kHz
Pk-Pk(1) = 1,31 V
Amplitudo = 1,27 V

4.4.2.4 Pengukuran Keluaran Demodulator


1. Sinya Keluaran Demodulator Kanal 1

Gambar 4.35 Sinyal keluaran Demodulator Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator


yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 555,6 Hz
Pk-Pk(1) = 736 mV
Amplitudo = 128 mV

2. Sinya Keluaran Demodulator Kanal 2

Gambar 4.36 Sinyal keluaran Demodulator Kanal 2


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator
yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 1,538 kHz
Pk-Pk(1) = 432 mV
Amplitudo = 80,0 mV

3. Sinya Keluaran Demodulator Kanal 3

Gambar 4.37 Sinyal keluaran Demodulator Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator


yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 1.053 Hz
Pk-Pk(1) = 528 mV
Amplitudo = 84,0 mV

4.4.2.5 Pengukuran Keluaran Demultiplexer


1. Sinyal Keluaran Demultiplexer Kanal 1

Gambar 4.38 Sinyal keluaran Demultiplexer Kanal 1


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator
yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 809,7 Hz
Pk-Pk(1) = 5,24 V
Amplitudo = 5,12 V

2. Sinyal Keluaran Demultiplexer Kanal 2

Gambar 4.39 Sinyal keluaran Demultiplexer Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator


yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 1,056 kHz
Pk-Pk(1) = 2,16 V
Amplitudo = 2,12 V

3. Sinyal Keluaran Demultiplexer Kanal 3

Gambar 4.40 Sinyal keluaran Demultiplexer Kanal 3


Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator
yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 2,062 kHz
Pk-Pk(1) = 4,72 mV
Amplitudo = 4,60 mV
4.5 Analisa Percobaan
4.5.1 Frequency Division Multiplexing (FDM)
Frequency Division Multiplexing (FDM) adalah teknik multiplexing dengan
cara menata tiap informasi sedemikian rupa sehingga menempati satu alokasi
frekuensi selebar sekitar 4 kHz.

4.5.1.1 Analisa Sinyal Informasi


Sinyal informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berfungsi untuk
membawa informasi yang dikirim oleh pengirim untuk penerima.
1. Sinyal Informasi Kanal 1

Gambar 4.41 Sinyal Informasi Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal informasi yang


dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 808,1Hz
Pk-Pk(1) = 5,28 V
Amplitudo = 5,16 V

Pada gambar 4.41 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal informasi.Sinyal informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berfungsi
untuk membawa informasi yang dikirim oleh pengirim untuk penerima.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.41, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :
3 × 108 m/s
𝜆= = 371.214,18m
808,1 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.41, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 5.28 V = 2,64V
2

2. Sinyal Informasi Kanal 2

Gambar 4.42 Sinyal Informasi Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal informasi yang


dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 1,506 KHz
Pk-Pk(1) = 2,96 V
Amplitudo = 2,90 V

Pada gambar 4.42 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal informasi.Sinyal informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berfungsi
untuk membawa informasi yang dikirim oleh pengirim untuk penerima.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.42, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :
3 × 108 m/s
𝜆= = 199.203,18m
1506 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.42, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 2.96 V = 1.48V
2

3. Sinyal Informasi Kanal 3

Gambar 4.43 Sinyal Informasi Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal informasi yang


dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 808,1Hz
Pk-Pk(1) = 5,28 V
Amplitudo = 5,16 V

Pada gambar 4.43 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal informasi.Sinyal informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berfungsi
untuk membawa informasi yang dikirim oleh pengirim untuk penerima.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.43, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 371.214,18m
808.1 Hz
Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam
gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.43, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 5.28 V = 2.64V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa setiap


kanal akan mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Panjang Gelombang Sinyal Informasi


Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3
Frekuensi 808.1 Hz 1.506 Hz 808.1 Hz
Panjang Gelombang 371.214,18 m 199.203,18 m 371.214,18 m

Dari tabel hasil perhitungan sinyal informasidiatas dapat disimpulkan


bahwa semakin besar panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan semakin
rendah, dan semakin kecil panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan
semakin tinggi. Hal ini bisa dilihat pada gambar bahwa jika frekuensi sinyal 808,1
Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 371.731,18 m. Jika frekuensi sinyal
1.506 Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 199.203,18 m dan ketika
frekuensi sinyal 808,1 Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 371.214,18 m
Dari perbandingan nilai ketiga panjang gelombang tersebut, dapat dilihat bahwa
sinyal yang memiliki frekuensi paling kecil yaitu sebesar 808,1 Hz memiliki
panjang gelombang paling besar yaitu 371.214,18 m. Jadi, teori yang menyatakan
bahwa besar panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi adalah benar
dan sudah sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal informasi kanal 1 didapatkan amplitudo sebesar 5,16 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 2,64 V. Dari sinyal informasi kanal 2
didapatkan amplitudo sebesar 2,90 V pada percobaan dan pada perhitungan sebesar
1,48 V. Dari sinyal informasi kanal 3 didapatkan amplitudo sebesar 5,16 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 2,64 V. Dari perbandingan nilai ketiga
amplitudo tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal yang memiliki amplitudo paling
kecil yaitu sebesar 1,48V pada perhitungan dan 2,90 V pada percobaan. Sedangkan
sinyal yang memiliki amplitudo paling besar yaitu 2,64 V pada perhitungan dan
5,16 V pada percobaan. Perbedaan hasil amplitudo pada ketiga kanal sinyal
informasi karena faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan komponen-
komponen yang dipakai untuk pengukuran

4.5.1.2 Pengukuran Keluaran Penguat


1. Sinyal Penguat Kanal 1

Gambar 4.44 Sinyal Penguat Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang


dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 809,7Hz
Pk-Pk(1) = 13,7 V
Amplitudo = 14,1 V

Pada gambar 4.44 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal informasi, dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal penguat.
Sinyal informasi adalah sinyal yang berisi informasi yang dikirim oleh pengirim
kepada penerima. Sedangkan sinyal penguat adalah sinyal yang berfungsi untuk
memperkuat sinyal informasi agar tidak terkena gangguan atau noise.

Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.44, panjang


gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :
3 × 108 m/s
𝜆= = 370.828,18m
809.7 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.44, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 13.7 V = 6.85V
2

2. Sinyal Penguat Kanal 2

Gambar 4.45 Sinyal Penguat Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang


dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 1,506 kHz
Pk-Pk(1) = 5,95 V
Amplitudo = 6,44 V

Pada gambar 4.45 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal informasi, dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal penguat.
Sinyal informasi adalah sinyal yang berisi informasi yang dikirim oleh pengirim
kepada penerima. Sedangkan sinyal penguat adalah sinyal yang berfungsi untuk
memperkuat sinyal informasi agar tidak terkena gangguan atau noise
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.45, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 199.203,59m
1506 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.45, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 5,95 V = 2,975V
2

3. Sinyal Penguat Kanal 3

Gambar 4.46 Sinyal Penguat Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal penguat yang


dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 2,062 kHz
Pk-Pk(1) = 9,92 V
Amplitudo = 9,84 V
Pada gambar 4.46 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal informasi, dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal penguat.
Sinyal informasi adalah sinyal yang berisi informasi yang dikirim oleh pengirim
kepada penerima. Sedangkan sinyal penguat adalah sinyal yang berfungsi untuk
memperkuat sinyal informasi agar tidak terkena gangguan atau noise.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.46, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :
3 × 108 m/s
𝜆= = 145.489,81m
2062 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.46, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 9,92 V = 4,96V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa setiap


kanal akan mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Panjang Gelombang Sinyal Penguat


Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3
Frekuensi 809.7 Hz 1506 Hz 2062 Hz
Panjang Gelombang 370.828,18 m 199.203,18 m 145.489,81m

Dari tabel hasil perhitungan sinyal penguat diatas dapat disimpulkan bahwa
semakin besar panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan semakin rendah,
dan semakin kecil panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan semakin
tinggi. Hal ini bisa dilihat pada gambar bahwa jika frekuensi sinyal 808,7 Hz maka
besar panjang gelombangnya adalah 370.828,18 m. Jika frekuensi sinyal 1.506 Hz
maka besar panjang gelombangnya adalah 199.203,18 m dan ketika frekuensi
sinyal 2.062 Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 145.489,81m Dari
perbandingan nilai ketiga panjang gelombang tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal
yang memiliki frekuensi paling kecil yaitu sebesar 808.7 Hz memiliki panjang
gelombang paling besar yaitu 370.828,18 m. Jadi, teori yang menyatakan bahwa
besar panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi adalah benar dan
sudah sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal penguat kanal 1 didapatkan amplitudo sebesar 14,1 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 6,85 V. Dari sinyal penguatkanal 2
didapatkan amplitudo sebesar pada 6,64 V percobaan dan pada perhitungan sebesar
2,975 V. Dari sinyal penguat kanal 3 didapatkan amplitudo sebesar 9,84 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 4,96 V. Dari perbandingan nilai ketiga
amplitudo tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal yang memiliki amplitudo paling
kecil yaitu sebesar 6,64V pada perhitungan dan 2,975 V pada percobaan.
Sedangkan sinyal yang memiliki amplitudo paling besar yaitu 14,1 V pada
perhitungan dan 6,85 V pada percobaan. Perbedaan hasil amplitudo pada ketiga
kanal sinyal informasi karena faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan
komponen-komponen yang dipakai untuk pengukuran

4.5.1.3 Pengukuran Sinyal Carrier


1. Sinyal Carrier kanal 1

Gambar 4.47 Sinyal Carrier Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal carrier yang


dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 14,29 kHz
Pk-Pk(1) = 2,60 V
Amplitudo = 2,46 V
Pada gambar 4.47 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal informasi dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal carrier. Sinyal
informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berisi informasi dan dikirim oleh
pengirim kepada penerima. Sedangkan sinyal carrier adalah sinyal berfrekuensi
tinggi yang berfungsi untuk menumpangkan sinyal informasi agar dapat
ditransmisikan pada jarak jauh.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.47, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 20.993,7m
14.290 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.47, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:
1
A= x 2,60 V = 1,30V
2

2. Sinyal Carrier Kanal 2

Gambar 4.48 Sinyal Carrier Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal carrier yang


dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 23,26 kHz
Pk-Pk(1) = 1.92 V
Amplitudo = 1,88V

Pada gambar 4.48 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal informasi dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal carrier. Sinyal
informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berisi informasi dan dikirim oleh
pengirim kepada penerima. Sedangkan sinyal carrier adalah sinyal berfrekuensi
tinggi yang berfungsi untuk menumpangkan sinyal informasi agar dapat
ditransmisikan pada jarak jauh.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.48, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 12.897,67m
23.260 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.48, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 1,92 V = 0,96V
2

3. Sinyal Carrier Kanal 3

Gambar 4.49 Sinyal Carrier Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal carrier yang


dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 14,29 kHz
Pk-Pk(1) = 2.60 V
Amplitudo = 1.40 V

Pada gambar 4.46 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal informasi dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal carrier. Sinyal
informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berisi informasi dan dikirim oleh
pengirim kepada penerima. Sedangkan sinyal carrier adalah sinyal berfrekuensi
tinggi yang berfungsi untuk menumpangkan sinyal informasi agar dapat
ditransmisikan pada jarak jauh.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.46, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 20.993,7m
14290 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.49, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 2,60 V = 1,30V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa setiap


kanal akan mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Panjang Gelombang Sinyal Carrier


Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3
Frekuensi 14290 Hz 23260 Hz 14290 Hz
Panjang Gelombang 20.993,7 m 12.897,67 m 20.993,7 m

Dari tabel hasil perhitungan sinyal carrier diatas dapat disimpulkan bahwa
semakin besar panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan semakin rendah,
dan semakin kecil panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan semakin
tinggi. Hal ini bisa dilihat pada gambar bahwa jika frekuensi sinyal 14.290 Hz maka
besar panjang gelombangnya adalah 20.993,7 m. Jika frekuensi sinyal 23.260 Hz
maka besar panjang gelombangnya adalah 12.897,67 m dan ketika frekuensi sinyal
14.290 Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 20.993,7 m. Dari
perbandingan nilai ketiga panjang gelombang tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal
yang memiliki frekuensi paling kecil yaitu sebesar 14.290 Hz memiliki panjang
gelombang paling besar yaitu 20.993,7 m. Jadi, teori yang menyatakan bahwa besar
panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi adalah benar dan sudah
sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal carrier kanal 1 didapatkan amplitudo sebesar 2,46 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 1,30 V. Dari sinyal carrier kanal 2
didapatkan amplitudo sebesar 1,88 V pada percobaan dan pada perhitungan sebesar
0,96V. Dari sinyal carrier kanal 3 didapatkan amplitudo sebesar 1,40 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 1,30 V. Dari perbandingan nilai ketiga
amplitudo tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal yang memiliki amplitudo paling
kecil yaitu sebesar 0,96V pada perhitungan dan 1,88 V pada percobaan. Sedangkan
sinyal yang memiliki amplitudo paling besar yaitu 1,30 V pada perhitungan dan
2,46 V pada percobaan 1 dan 1,40 pada percobaan 3. Perbedaan hasil amplitudo
pada ketiga kanal sinyal carrier karena faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan
keakuratan komponen-komponen yang dipakai untuk pengukuran

4.5.1.4 Pengukuran Keluaran Modulator


1. Sinyal Modulator Kanal 1

Gambar 4.50 Sinyal Modulator Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal modulator yang


dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 9.524 kHz
Pk-Pk(1) = 1.63 V
Amplitudo = 1.42 V
Pada gambar 4.50 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal penguat dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal keluaran
modulator. Sinyal penguat adalah sinyal yang berfungsi untuk memperkuat sinyal
agar tahan terhadap noise. Sedangkan sinyal keluaran modulator adalah sinyal hasil
modulasi antara sinyal modulator informasi dan sinyal carrier.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.50, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 31.499,37m
9524Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.50, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 1,63 V = 0,815V
2

2. Sinyal Modulator Kanal 2

Gambar 4.51 Sinyal Modulator Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal modulator yang


dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 23.81 kHz
Pk-Pk(1) = 784 mV
Amplitudo = 536 mV
Pada gambar 4.51 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal penguat dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal keluaran
modulator. Sinyal penguat adalah sinyal yang berfungsi untuk memperkuat sinyal
agar tahan terhadap noise. Sedangkan sinyal keluaran modulator adalah sinyal hasil
modulasi antara sinyal modulator informasi dan sinyal carrier.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.51, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 12.599,74m
23.810 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.51, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:
1
A= x 0,748 V = 0,392V
2

3. Sinyal Modulator Kanal 3

Gambar 4.52 Sinyal Modulator Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal modulator yang


dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 16,95 kHz
Pk-Pk(1) = 1.24 V
Amplitudo = 984 mV
Pada gambar 4.52 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal penguat dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal keluaran
modulator. Sinyal penguat adalah sinyal yang berfungsi untuk memperkuat sinyal
agar tahan terhadap noise. Sedangkan sinyal keluaran modulator adalah sinyal hasil
modulasi antara sinyal modulator informasi dan sinyal carrier.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.52, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 17.699,11m
16950 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.52, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 1,24 V = 0,62V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa setiap


kanal akan mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Panjang Gelombang Sinyal keluaran Modulator


Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3
Frekuensi 9524Hz 23810 Hz 16950 Hz
Panjang Gelombang 31.499,37 m 12.599,74 m 17.699,11 m

Dari tabel hasil perhitungan sinyal modulator diatas dapat disimpulkan


bahwa semakin besar panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan semakin
rendah, dan semakin kecil panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan
semakin tinggi. Hal ini bisa dilihat pada gambar bahwa jika frekuensi sinyal
9.524Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 31.499,37m. Jika frekuensi
sinyal 23.810 Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 12.599,74 m dan ketika
frekuensi sinyal 16.950 Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 17.699,11 m.
Dari perbandingan nilai ketiga panjang gelombang tersebut, dapat dilihat bahwa
sinyal yang memiliki frekuensi paling kecil yaitu sebesar 14.290 Hz memiliki
panjang gelombang paling besar yaitu 20.993,7 m. Jadi, teori yang menyatakan
bahwa besar panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi adalah benar
dan sudah sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal modulator kanal 1 didapatkan amplitudo sebesar 1,42 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 0,815 V. Dari sinyal modulator kanal 2
didapatkan amplitudo sebesar 0,536 V pada percobaan dan pada perhitungan
sebesar 0,392 V. Dari sinyal modulator kanal 3 didapatkan amplitudo sebesar
0,984 V pada percobaan dan pada perhitungan sebesar 0,62 V. Dari perbandingan
nilai ketiga amplitudo tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal yang memiliki amplitudo
paling kecil yaitu sebesar 0,392V pada perhitungan dan 0,536 V pada percobaan.
Sedangkan sinyal yang memiliki amplitudo paling besar yaitu 0,815 V pada
perhitungan dan 1,42 V pada percobaan 1. Perbedaan hasil amplitudo pada ketiga
kanal sinyal keluaran modulator karena faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan
keakuratan komponen-komponen yang dipakai untuk pengukuran

4.5.1.5 Pengukuran Keluaran Multiplexer


1. Sinyal Multiplexer Kanal 1

Gambar 4.53 Sinyal Multiplexer Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal multiplexer yang


dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 18.18 kHz
Pk-Pk(1) = 3.68 V
Amplitudo = 984 mV

Pada gambar 4.53 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah sinyal
bentuk penguat dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal keluaran
multiplexer. Sinyal penguat adalah sinyal yang berfungsi untuk memperkuat sinyal
agar tahan terhadap noise. Sedangkan sinyal keluaran multiplexer adalah sinyal
keluaran dari 3 kanal dan memiliki slot frekensi berbeda yang dikirimkan secara
bersamaan.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.53, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 16.501,65m
18.180Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.53, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 3,68 V = 1,84V
2

2. Sinyal Multiplexing Kanal 2

Gambar 4.54 Sinyal Multiplexer Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal multiplexer yang


dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 17,54 kHz
Pk-Pk(1) = 3.60 V
Amplitudo = 1.12 V

Pada gambar 4.54 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah sinyal
bentuk penguat dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal keluaran
multiplexer. Sinyal penguat adalah sinyal yang berfungsi untuk memperkuat sinyal
agar tahan terhadap noise. Sedangkan sinyal keluaran multiplexer adalah sinyal
keluaran dari 3 kanal dan memiliki slot frekensi berbeda yang dikirimkan secara
bersamaan.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.54, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 17.103,76m
17.540Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.54, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 3,60 V = 1,80V
2

3. Sinyal Multiplexer Kanal 3

Gambar 4.55 Sinyal Multiplexer Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal multiplexer yang


dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 17.54 kHz
Pk-Pk(1) = 3.60 V
Amplitudo = 1.68 V

Pada gambar 4.55 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah sinyal
bentuk penguat dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal keluaran
multiplexer. Sinyal penguat adalah sinyal yang berfungsi untuk memperkuat sinyal
agar tahan terhadap noise. Sedangkan sinyal keluaran multiplexer adalah sinyal
keluaran dari 3 kanal dan memiliki slot frekensi berbeda yang dikirimkan secara
bersamaan.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.55, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 17.103,76m
17.540Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.55, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:
1
A= x 3,60 V = 1,80V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa setiap


kanal akan mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Panjang Gelombang Sinyal keluaran Multiplexer


Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3
Frekuensi 18180Hz 17540 Hz 17540 Hz
Panjang Gelombang 16.501,65 m 17.103,76m 17.103,76m

Dari tabel hasil perhitungan sinyal multiplexer diatas dapat disimpulkan


bahwa semakin besar panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan semakin
rendah, dan semakin kecil panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan
semakin tinggi. Hal ini bisa dilihat pada gambar bahwa jika frekuensi sinyal 18180
Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 16.501,65 m. Jika frekuensi sinyal
kanal 1 dan 2 sama yaitu 17.540 Hz maka besar panjang gelombangnya adalah
17.103,76 m. Dari perbandingan nilai ketiga panjang gelombang tersebut, dapat
dilihat bahwa sinyal yang memiliki frekuensi paling kecil yaitu sebesar 17.540 Hz
maka besar panjang gelombangnya adalah 17.103,76 m. Jadi, teori yang
menyatakan bahwa besar panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi
adalah benar dan sudah sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal multiplexer kanal 1 didapatkan amplitudo sebesar 0,984 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 1,84 V. Dari sinyal multiplexer kanal 2
didapatkan amplitudo sebesar 1,12 V pada percobaan dan pada perhitungan sebesar
1,80 V. Dari sinyal modulator kanal 3 didapatkan amplitudo sebesar 1,68 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 1,80 V. Dari perbandingan nilai ketiga
amplitudo tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal yang memiliki amplitudo paling
kecil yaitu sebesar 1,80 V pada perhitungan dan 1,12 V dan pada percobaan.
Sedangkan sinyal yang memiliki amplitudo paling besar yaitu 1,84 V pada
perhitungan dan 0,984 V pada percobaan . Perbedaan hasil amplitudo pada ketiga
kanal sinyal keluaran multiplexer karena faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan
keakuratan komponen-komponen yang dipakai untuk pengukuran

4.5.2 Frequency Division Demultiplexing (FDD)


4.5.2.1 Pengukuran Low Pass Fillter (LPF)

Gambar 4.28 Sinyal Low Pass Fillter Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Low Pass Fillter yang
dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 16.00 kHz
Pk-Pk(1) = 3.34 V
Amplitudo = 1.60 V

Pada gambar 4.56 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran LPF. LPF berfungsi untuk meloloskan sinyal berfrekuensi rendah
dan membuang sinyal yang berfrekuensi tinggi untuk menghilangkan noise.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.56, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 18.750 m
16.000Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.56, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 3,34 V = 1,67 V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, tidak dapat dilihat setiap


kanal mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi dikarenakan pada LPF
hanya terdapat satu kanal. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.6 hasil perhitungan panjang gelombang sinyal low pass fillter
Besaran yang diukur Kanal 1
Frekuensi 16000 Hz
Panjang Gelombang 18.750 m

Dari tabel hasil perhitungan sinyal LPF diatas dapat disimpulkan bahwa
semakin besar panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan semakin rendah,
dan semakin kecil panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya akan semakin
tinggi. Hal ini bisa dilihat pada gambar bahwa jika frekuensi sinyal 16.000 Hz maka
besar panjang gelombangnya adalah 18.750 m. Jadi, teori yang menyatakan bahwa
besar panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi adalah benar dan
sudah sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal Low Pass Filter didapatkan amplitudo sebesar 1,60 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 1,67 V. Perbedaan hasil amplitudo pada
sinyal Low Pass Filter karena faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan
komponen-komponen yang dipakai untuk pengukuran

4.5.2.2 Pengukuran Band Pass Fillter (BPF)


Sinyal Band Pass Filter (BPF) adalah sinyal yang berfungsi untuk
mendapatkan rentang frekuensi yang akan dimultiplexing
1. Sinyal Band Pass Fillter Kanal 1

Gambar 4.57 Sinyal Band Pass Fillter Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Band Pass Fillter yang
dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 7.143 kHz
Pk-Pk(1) = 238 mV
Amplitudo = 84.0 mV

Pada gambar 4.57 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran BPF, dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal keluaran
LPF. Sinyal keluaran BPF adalah sinyal yang berfungsi untuk mendapatkan rentang
frekuensi yang akan di-demultiplexing. Sedangkan sinyal keluaran LPF berfungsi
untuk meloloskan sinyal berfrekuensi rendah dan membuang sinyal yang
berfrekuensi tinggi untuk menghilangkan noise.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.57, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 41.999,16m
7.143Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.57, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:
1
A= x 0,238 V = 0,119V
2

2. Sinyal Band Pass Fillter Kanal 2

Gambar 4.58 Sinyal Band Pass Fillter Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Band Pass Fillter yang
dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 11.11 kHz
Pk-Pk(1) = 156 mV
Amplitudo = 28.0 mV
Pada gambar 4.58 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran BPF, dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal keluaran
LPF. Sinyal keluaran BPF adalah sinyal yang berfungsi untuk mendapatkan rentang
frekuensi yang akan di-demultiplexing. Sedangkan sinyal keluaran LPF berfungsi
untuk meloloskan sinyal berfrekuensi rendah dan membuang sinyal yang
berfrekuensi tinggi untuk menghilangkan noise.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.58, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 27.002,70 m
11.110Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.58, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 0,156 V = 0,078V
2

3. Sinyal Band Pass Fillter Kanal 3

Gambar 4.59 Sinyal Band Pass Fillter Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Band Pass Fillter yang
dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 33.33 kHz
Pk-Pk(1) = 1778 mV
Amplitudo = 44.0 mV

Pada gambar 4.59 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran BPF, dan sinyal yang berwarna biru adalah bentuk sinyal keluaran
LPF. Sinyal keluaran BPF adalah sinyal yang berfungsi untuk mendapatkan rentang
frekuensi yang akan di-demultiplexing. Sedangkan sinyal keluaran LPF berfungsi
untuk meloloskan sinyal berfrekuensi rendah dan membuang sinyal yang
berfrekuensi tinggi untuk menghilangkan noise.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.59, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 9.000,90m
33.330 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.59, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 1,778 V = 0,889V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa setiap


kanal akan mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Panjang Gelombang Sinyal Band Pass Fillter
Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3
Frekuensi 7.143 Hz 11.110 Hz 33.330 Hz
Panjang Gelombang 41.999,16 m 27.002,70 m 9.000,90 m

Dari tabel hasil perhitungan dan perbandingan nilai ketiga panjang


gelombang sinyal Band Pass Fillter diatas dapat dilihat bahwa sinyal yang memiliki
frekuensi paling kecil yaitu sebesar 7.143 Hz maka besar panjang gelombangnya
adalah 41.999,16 m. Frekuensi paling besar yaitu sebesar 33.330 Hz maka besar
panjang gelombangnya adalah 9.000.90 m. Jadi, teori yang menyatakan bahwa
besar panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi adalah benar dan
sudah sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal BPF kanal 1 didapatkan amplitudo sebesar 0,084 V pada
percobaan dan pada perhitungan sebesar 0,119 V. Dari sinyal BPF kanal 2
didapatkan amplitudo sebesar 0,028 V pada percobaan dan pada perhitungan
sebesar 0,078 V. Dari sinyal BPF kanal 3 didapatkan amplitudo sebesar 0,044 V
pada percobaan dan pada perhitungan sebesar 0,889 V. Dari perbandingan nilai
ketiga amplitudo tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal yang memiliki amplitudo
paling kecil yaitu sebesar 0,078 V pada perhitungan dan 0,028 V dan pada
percobaan. Sedangkan sinyal yang memiliki amplitudo paling besar yaitu 0,889 V
pada perhitungan dan 0,044 V pada percobaan . Perbedaan hasil amplitudo pada
ketiga kanal sinyal BPF karena faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan
keakuratan komponen-komponen yang dipakai untuk pengukuran

4.5.2.3 Pengukuran Oscillator Sub-Carrier


1. Sinyal Oscillator Sub-Carrier Kanal 1

Gambar 4.60 Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Oscilloscop Sub-


Carrier yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 14.06 kHz
Pk-Pk(1) = 2.50 V
Amplitudo = 44.0 mV

Pada gambar 4.60 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal sub-carrier. Sinyal sub-carrier adalah sinyal yang memiliki bentuk
menyerupai sinyal informasi dimana bentuk sinyalnya lebih rapat daripada sinyal
informasi.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.60, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 21.337,12 m
14060 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.60, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 2,50 V = 1,25 V
2

2. Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal 2

Gambar 4.61 Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Oscilloscop Sub-


Carrier yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 23.07 kHz
Pk-Pk(1) = 1.78 V
Amplitudo = 1.74 V

Pada gambar 4.61 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal sub-carrier. Sinyal sub-carrier adalah sinyal yang memiliki bentuk
menyerupai sinyal informasi dimana bentuk sinyalnya lebih rapat daripada sinyal
informasi.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.61, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 13.003,90 m
23.070 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.61, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 1,78 V = 0,89 V
2

3. Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal 3

Gambar 4.62 Sinyal Oscilloscop Sub-Carrier Kanal

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal Oscilloscop Sub-


Carrier yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 33,73 kHz
Pk-Pk(1) = 1,31 V
Amplitudo = 1,27 V

Pada gambar 4.62 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal sub-carrier. Sinyal sub-carrier adalah sinyal yang memiliki bentuk
menyerupai sinyal informasi dimana bentuk sinyalnya lebih rapat daripada sinyal
informasi.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.62, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 berikut :

3 × 108 m/s
𝜆= = 8.894,15 m
33.730 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.62, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 1,31 V = 0,655 V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa setiap


kanal akan mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi seperti ditunjukkan
pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Panjang Gelombang Sinyal Band Pass Fillter
Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3
Frekuensi 14.060 Hz 23.070 Hz 33.730 Hz
Panjang Gelombang 21.337,12 m 13.003,90 m 8.894,15 m

Dari tabel hasil perhitungan sinyal band pass fillter diatas dapat
disimpulkan bahwa semakin besar panjang gelombang maka frekuensi sinyalnya
akan semakin rendah, dan semakin kecil panjang gelombang maka frekuensi
sinyalnya akan semakin tinggi. Dari perbandingan nilai ketiga panjang gelombang
tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal yang memiliki frekuensi paling kecil yaitu
sebesar 14.060 Hz maka besar panjang gelombangnya adalah 21.337,12 m dan
sinyal yang memiliki frekuensi paling besar yaitu sebesar 33.730 Hz maka besar
panjang gelombangnya adalah 8.894,15 m. Jadi, teori yang menyatakan bahwa
besar panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi adalah benar dan
sudah sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal band pass fillter kanal 1 didapatkan amplitudo sebesar 0,44 V
pada percobaan dan pada perhitungan sebesar 1,25V. Dari sinyal band pass fillter
kanal 2 didapatkan amplitudo sebesar 1,74 V pada percobaan dan pada perhitungan
sebesar 0,89 V. Dari sinyal band pass fillter kanal 3 didapatkan amplitudo sebesar
1,27 V pada percobaan dan pada perhitungan sebesar 0,655 V. Dari perbandingan
nilai ketiga amplitudo tersebut, dapat dilihat bahwa sinyal yang memiliki amplitudo
paling kecil yaitu sebesar 0,655 V pada perhitungan dan 1,27 V dan pada percobaan.
Sedangkan sinyal yang memiliki amplitudo paling besar yaitu 1,25 V pada
perhitungan dan 0,044 V pada percobaan . Perbedaan hasil amplitudo pada ketiga
kanal sinyal keluaran band pass fillter karena faktor alat, ketelitian praktikan, noise,
dan keakuratan komponen-komponen yang dipakai untuk pengukuran

4.5.2.4 Pengukuran Keluaran Demodulator


1. Sinya Keluaran Demodulator Kanal 1

Gambar 4.63 Sinyal keluaran Demodulator Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator


yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 555,6 Hz
Pk-Pk(1) = 736 mV
Amplitudo = 128 mV

Pada gambar 4.63 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran demodulator. Sinyal keluaran demodulator ini memiliki bentuk
seperti gelombang sinus dan lebih rapat dibandingkan dengan sinya sub-carrier.
Sinyal ini adalah sinyal hasil modulasi.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.63, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 berikut:

3 × 108 m/s
𝜆= = 539.956,80 m
555,6 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.63, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 0,736 V = 0,368 V
2

2. Sinya Keluaran Demodulator Kanal 2

Gambar 4.64 Sinyal keluaran Demodulator Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator


yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 1.538 kHz
Pk-Pk(1) = 432 mV
Amplitudo = 80.0 mV

Pada gambar 4.64 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran demodulator. Sinyal keluaran demodulator ini memiliki bentuk
seperti gelombang sinus dan lebih rapat dibandingkan dengan sinya sub-carrier.
Sinyal ini adalah sinyal hasil modulasi.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.64, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 berikut:

3 × 108 m/s
𝜆= = 195.058,51 m
1.538 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.64, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 0,432 V = 0,216 V
2

3. Sinya Keluaran Demodulator Kanal 3

Gambar 4.65 Sinyal keluaran Demodulator Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator


yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 1,053 kHz
Pk-Pk(1) = 528 mV
Amplitudo = 84,0 mV

Pada gambar 4.65 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran demodulator. Sinyal keluaran demodulator ini memiliki bentuk
seperti gelombang sinus dan lebih rapat dibandingkan dengan sinya sub-carrier.
Sinyal ini adalah sinyal hasil modulasi.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.65, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 berikut:

3 × 108 m/s
𝜆= = 284.900,28 m
1.053 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.65, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 0,528 V = 0,264 V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa setiap


kanal akan mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Panjang Gelombang Sinyal keluaran demodulator


Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3
Frekuensi 555,6 Hz 1.538 Hz 1.053 Hz
Panjang Gelombang 539.956,80 m 195.058,51 m 284.900,28 m

Dari tabel hasil perhitungan dan perbandingan nilai ketiga panjang


gelombang sinyal keluaran demodulator diatas dapat dilihat bahwa sinyal yang
memiliki frekuensi paling kecil yaitu sebesar 555,6 Hz maka besar panjang
gelombangnya adalah 539.956,80 m. Frekuensi paling besar yaitu sebesar 1.538 Hz
maka besar panjang gelombangnya adalah 195.058,51 m. Jadi, teori yang
menyatakan bahwa besar panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi
adalah benar dan sudah sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal keluaran demodulator kanal 1 didapatkan amplitudo sebesar
0,128 V pada percobaan dan pada perhitungan sebesar 0,368 V. Dari keluaran
demodulator kanal 2 didapatkan amplitudo sebesar 0,080 V pada percobaan dan
pada perhitungan sebesar 0,216 V. Dari sinyal keluaran demodulator kanal 3
didapatkan amplitudo sebesar 0,084 V pada percobaan dan pada perhitungan
sebesar 0,264 V. Dari perbandingan nilai ketiga amplitudo tersebut, dapat dilihat
bahwa sinyal yang memiliki amplitudo paling kecil yaitu sebesar 0,216 V pada
perhitungan dan 0,080 V dan pada percobaan. Sedangkan sinyal yang memiliki
amplitudo paling besar yaitu 0,368 V pada perhitungan dan 0,128 V pada
percobaan . Perbedaan hasil amplitudo pada ketiga kanal sinyal keluaran
demodulator karena faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan
komponen-komponen yang dipakai untuk pengukuran.

4.5.2.5 Pengukuran Keluaran Demultiplexer


1. Sinyal Keluaran Demultiplexer Kanal 1

Gambar 4.66 Sinyal keluaran Demultiplexer Kanal 1

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator


yang dihasilkan pada kanal 1, sebagai berikut:
Frekuensi = 809,7 Hz
Pk-Pk(1) = 5,28 V
Amplitudo = 5,12 V

Pada gambar 4.66 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran demultiplexer. Sinyal ini akan berperan untuk melakukan proses
demultiplexing. Sinyal keluaran yang berwarna biru adalah bentuk sinyal informasi.
Sinyal informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berfungsi untuk membawa
informasi yang dikirim oleh pengirim untuk penerima.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.66, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 berikut:
3 × 108 m/s
𝜆= = 370.507,59 m
809,7 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.66, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:
1
A= x 5,28 V = 2,64 V
2

2. Sinyal Keluaran Demultiplexer Kanal 2

Gambar 4.67 Sinyal keluaran Demultiplexer Kanal 2

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator


yang dihasilkan pada kanal 2, sebagai berikut:
Frekuensi = 1.056 Hz
Pk-Pk(1) = 2.16 V
Amplitudo = 2.12 V

Pada gambar 4.67 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran demultiplexer. Sinyal ini akan berperan untuk melakukan proses
demultiplexing. Sinyal keluaran yang berwarna biru adalah bentuk sinyal informasi.
Sinyal informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berfungsi untuk membawa
informasi yang dikirim oleh pengirim untuk penerima.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.67, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 berikut:
3 × 108 m/s
𝜆= = 284.090,90 m
1.056 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.67, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 sebagai
berikut:
1
A= x 2,16 V = 1,08 V
2

3. Sinyal Keluaran Demultiplexer Kanal 3

Gambar 4.68 Sinyal keluaran Demultiplexer Kanal 3

Dari gambar di atas dapat diketahui parameter sinyal keluaran Demodulator


yang dihasilkan pada kanal 3, sebagai berikut:
Frekuensi = 2.062 Hz
Pk-Pk(1) = 4,72 V
Amplitudo = 4,60 V

Pada gambar 4.68 sinyal keluaran yang berwarna kuning adalah bentuk
sinyal keluaran demultiplexer. Sinyal ini akan berperan untuk melakukan proses
demultiplexing. Sinyal keluaran yang berwarna biru adalah bentuk sinyal informasi.
Sinyal informasi adalah sinyal berfrekuensi rendah yang berfungsi untuk membawa
informasi yang dikirim oleh pengirim untuk penerima.
Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar 4.68, panjang
gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.3 berikut:
3 × 108 m/s
𝜆= = 145.489,81 m
2.060 Hz

Amplitudo adalah jarak/simpangan terjauh dari titik kesetimbangan dalam


gelombang sinusoida. Berdasarkan parameter sinyal yang diperoleh pada gambar
4.68, amplitudo dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.2 sebagai
berikut:

1
A= x 4,72 V = 2,36V
2

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa setiap


kanal akan mengalami perubahan atau peningkatan frekuensi seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Panjang Gelombang Sinyal keluaran demultiplexer


Besaran yang diukur Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3
Frekuensi 809,7 Hz 1.056 Hz 2.062 Hz
Panjang Gelombang 370.507,59 m 284.090,90 m 145.489,81 m

Dari tabel hasil perhitungan dan perbandingan nilai ketiga panjang


gelombang sinyal keluaran demultiplexer diatas dapat dilihat bahwa sinyal yang
memiliki frekuensi paling kecil yaitu sebesar 809,7 Hz maka besar panjang
gelombangnya adalah 370.507,59 m. Frekuensi paling besar yaitu sebesar 2.062Hz
maka besar panjang gelombangnya adalah 145.489,81 m. Jadi, teori yang
menyatakan bahwa besar panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi
adalah benar dan sudah sesuai dengan hasil praktikum.
Dari sinyal keluaran demultiplexer kanal 1 didapatkan amplitudo sebesar
5,12 V pada percobaan dan pada perhitungan sebesar 2,62 V. Dari keluaran
demultiplexer kanal 2 didapatkan amplitudo sebesar 2,12 V pada percobaan dan
pada perhitungan sebesar 1,08 V. Dari sinyal keluaran demultiplexer kanal 3
didapatkan amplitudo sebesar 4,60 V pada percobaan dan pada perhitungan sebesar
2,36 V. Dari perbandingan nilai ketiga amplitudo tersebut, dapat dilihat bahwa
sinyal yang memiliki amplitudo paling kecil yaitu sebesar 1,08 V pada perhitungan
dan 2,12, V dan pada percobaan. Sedangkan sinyal yang memiliki amplitudo paling
besar yaitu 2,62 V pada perhitungan dan 5,12 V pada percobaan. Perbedaan hasil
amplitudo pada ketiga kanal sinyal keluaran demultiplexer karena faktor alat,
ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan komponen-komponen yang dipakai
untuk pengukuran
ISI SIMPULAN UDAH BENER

4.6 Kesimpulan Simpulan


1. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sinyal
informasi yang terjadi yaitu jika semakin tinggi suatu frekuensi maka akan
semakin pendek panjang gelombang dari sinyal informasi tersebut.
Perbedaan hasil dari amplitudenya dikarenakan adanya kesalahan dari
faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan komponen-
komponen yang dipakai saat praktikum.

2. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sinyal
penguat yang terjadi yaitu jika semakin tinggi suatu frekuensi maka semakin
pendek panjang gelombang dari sinyal penguat tersebut, hal ini dikarenakan
oleh faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan komponen-
komponen yang dipakai saat praktikum.

3. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


semakin tinggi suatu frekuensi dari sinyal carrier maka semakin pendek
panjang gelombangnnya. Ini disebabkan karena faktor alat, ketelitian
praktikan, noise, dan keakuratan komponen-komponen yang dipakai saat
praktikum.

4. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan jika sinyal
keluaran modulator semakin tinggi suatu frekuensi maka semakin pendek
panjang gelombangnnya. Perbedaan hasil dari amplitudenya dikarenakan
faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan komponen-
komponen yang dipakai saat praktikum.

5. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sinyal
keluaran multiplexer yaitu jika semakin tinggi suatu frekuensi maka
semakin pendek panjang gelombangnnya. Perbedaan hasil ini dikarenakan
adanya faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan komponen-
komponen yang dipakai saat praktikum.

6. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sinyal
keluaran LPF yaitu jika semakin tinggi suatu frekuensi maka semakin
pendek panjang gelombangnnya. Perbedaan hasil ini dikarenakan adanya
faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan komponen-
komponen yang dipakai saat praktikum.

7. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sinyal
keluaran BPF yaitu jika semakin tinggi suatu frekuensi maka semakin
pendek panjang gelombangnnya. Perbedaan hasil ini disebabkan oleh faktor
alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan komponen-komponen yang
dipakai saat praktikum.

8. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sinyal
keluaran demodulator yaitu jika semakin tinggi suatu frekuensi maka
semakin pendek panjang gelombangnnya. Perbedaan hasil ini dikarenakan
faktor alat, ketelitian praktikan, noise, dan keakuratan komponen-
komponen yang dipakai praktikum.

9. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sinyal
demultiplexer yaitu jika semakin tinggi suatu frekuensi maka semakin
pendek panjang gelombangnnya. Perbedaan hasil amplitude pada sinyal
demultplexer tersebut dikarenakan faktor alat, ketelitian praktikan, noise,
dan keakuratan komponen-komponen yang dipakai saat praktikum. Bentuk
sinyal keluaran demultiplexer ini mengalami beda fase sebesar 180° atau
berlawanan fase. Beda fase ini terjadi dikarenakan adanya interferensi
minimum. Interferensi dapat terjadi apabila dua buah gelombang memiliki
frekuensi yang sama atau berbeda sedikit yang merambat dalam arah yang
sama. Proses demultiplexing akan mengubah kembali sinyal yang telah
mengalami multiplexing menjadi sinyal aslinya. Tetapi bentuk sinyal
informasi pada multiplexing lebih halus dibandingkan dengan bentuk sinyal
informasi pada demultiplexing. Karena adanya pengaruh noise yang masih
ada pada sinyal demultiplexing maka bentuk sinyal informasi pada
demultiplexing yang berwarna biru masih terlihat agak kasar dibandingkan
dengan sinyal informasi pada multiplexing yang berwarna kuning.
DAFTAR PUSTAKA
Fidzonly. 2010. Multiplexing.
https://fidzonly.wordpress.com/tag/multiplexing/.
Diakses pada 23 April 2018
Alfiomita. 2016. Multiplexing dan Demultiplexing.
http://alfiomita02.blogspot.co.id/2016/08/multiplexing-dan-
demultiplexing.html .
Diakses pada 23 april 2018
Kho, Dhikson. 2016. Cara Menghitung Panjang Gelombang dan Kecepatan
Gelombang Frekuensi.
https://teknikelektronika.com/cara-menghitung-panjang-gelombang-
kecepatan-gelombang-frekuensi/.
Diakses pada 23 april 2018.
A Hikmaturokhman. 2012. FDM dan FDD.
http://adi0511.blogspot.co.id/2009/11/pengertian-multiplexing-fdm-tdm-
dan-cdm.html.
Diakses pada tanggal 23 Maret 2018
Anonim. 2012. Frekuensi, Periode Dan Fasa Gelombang Listrik.
http://elektronika-dasar.web.id/frekuensi-periode-dan-fasa-gelombang-
listrik/.
Diakses pada 23 April 2018.
Anonim. 2015. Beda Fasa dan Pergeseran Fasa.
http://www.tespenku.com/2017/12/beda-fasa-dan-pergeseran-
fasa_68.html.
Diakses pada 28 April 2018.

RATA KIRI

Anda mungkin juga menyukai