PENDAHULUAN
1.
1.1. Skenario Kasus
“SOB”
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin setiap tahun mengadakan acara OPT
untuk mahasiswa baru. Biasanya setiap malam acara diadakan acara Qiyamul Lail
dan bertempat dilapangan terbuka. Tiba-tiba salah satu mahasiswa ada yang
mengeluh sesak napas, dan bergegas di bawa oleh petugas kesehatan. Dari
pengkajian pengukuran vital sign di dapatkan tekanan darah 120/80 mmhg nadi
98x/menit, frekuensi pernapasan 35x/menit, suhu 36,7oC. Pasien tampak batuk,
dipsnea,dan bernapas dengan cuping hidung. Pasien mengungkapkan dia tidak
tahan dengan udara dingin dan mempunyai riwayat asma, juga sering berobat
kerumah sakit, biasanya dia setiap berada di luar rumah selalu membawa Metered
Dose Inhaler (MDI)dan kebetulan pada saat ini dia lupa membawanya. Setelah
diberikan oksigen pasien kemudian dibawa ke instalasi gawat darurat di Rumah
Sakit terdekat karena kondisi pasien masih mengalami sesak napas, dokter
memberikan tindakan pemberian bronkodilator (Ventolin) dengan dosis 2,5 mg
dengan nebulizer. Setelah dilakukan observasi oleh perawat kondisi pasien sudah
tidak mengalami sesak napas. Pasien kemudian dibawa ke ruang rawat inap dan
selanjutnya perawat ruang rawat inap melakukan pengkajian sesuai dengan proses
keperawatan.
1
3. Patofisiologi ?
4. Klasfikasi Asma ?
5. Manifestasi Asma ?
6. Penatalaksanaan Medis Asma ?
7. Komplikasi Asma ?
8. Faktor resiko Asma ?
9. Cara pencegahan Asma ?
10. Asuhan keperawatan Asma ?
2
1.2.4. Pohon masalah
Asma
Pengkajian
Etiologi
Diagnosa
Patofisiologi
Intervensi
Klasifikasi
Manisfestasi Klinis
Penatalaksanaan Medis
Komplikasi
Resiko Asma
Cara Pencegahan
3
1.2.5. Learning Objektif
1. Definisi penyakit asma ?
2. Etiologi penyakit asma ?
3. Patofisiologi penyakit asma ?
4. Manifestasi klinis penyakit asma ?
5. Klasifikasi asma berdasarkan etiologi ?
6. Komplikasi penyakit asma ?
7. Penatalakasanaan medis penyakit asma ?
8. Asuhan keperawatan kasus asma ?
4
2.
BAB 2
PEMBAHASAN
5
1. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila di isap atau di makan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, bulu binatang, beberapa makanan
laut dan sebagainya.
2. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan terutama di sebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronchial. Di perkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya di
timbulkan oleh infeksi saluran pernafasan. ( Sundaru,1991)
3. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma karena banyak
orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronchial.
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak
labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak. (
Yunus,1994)
4. Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronchial akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda
adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena kegiatan jasmani (exercise induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga
atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam
setelah olahraga.
5. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronkhial sensitive atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal,serta bau
yang tajam.
7. Lingkungan kerja
6
Lingkungan kerja di perkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien dengan asma bronchial ( sundaro,1991).
2.3. PATOFISIOLOGI PENYAKIT ASMA
7
2.4. MANIFESTASI KLINIS PENYAKIT ASMA
Manifestasi asma antara lain adalah :
1. Tanda klasik asma yaitu dyspnea, wheezing, dan batuk
2. Peningkatan frekuensi napas
3. Rasa tidak nyaman atau iritasi dan berkurangnya istirahat
4. Keluhan sakit kepala, rasa lelah atau perasaan sesak dada
5. Batuk nonproduktif yang disebabkan edema bronkial
6. Gejala umum asma; batuk
7. Hiperesonan saat perkusi
2.5. KLASIFIKASI ASMA BERDSARKAN ETIOLOGI
2.5.1. Asma Bronkial Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan
alergen. Alergem yang masuk tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran
pencernaan,dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cells (APC). Setelah alergi diproses dalam sel APC,
selanjutnya oleh sel tersebut, alergi di presentasikan ke sel Th. Sel APC melalui
pelepasan interleukin I (II-I) mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan interleukin
2(II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan sinyal untuk
berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalah sirkulasi. Hal ini dimungkinkan karena kedua
sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil,
makrofag, dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas
yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE
pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah
dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergi yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada dalam
permukaan mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influks Ca++ ke
dalam sel dan perubahan di dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
8
sudah terkandung dalam granul-granul di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat
biologis, yaitu histamin. Eosinophil chemotacric factor-A (ECF-A), Neutrophil
chemotactic Factor (NCF), trypase, dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh
mediator tersebut adalah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktivitas bronkhus merupakan bronkhus yang mudah sekali
mengerut (kontriksi) bvila terpapar dengan bahan/faktor denga kadar yang rendah
pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa misalnya alergen
(inhalasi dan kontaktan), polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajam, dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan.
Saat ini telah diketahui bahwa hiperaktifitas bronkhus disebabkan oleh
inflamasi bronkhus yang kronis. Sel-sel inflamasi tertutam eosinofil ditemukan
dalam jumlah besar pada cairan bilas bronkhus klien dengan asma bronkhial
sebagai bronkhitis kronis eosinofilik. Hiperaktivitas dibuktikan dengan
dilakukannya uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut, pada saat ini penyakit asma secara
klinis dianggap sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel. Secara
patofisiologi, asma juga dianggap sebagai suatu hipereaksi bronkus dan secara
patologi sebagai suatu peradangan saluran pernapasan.
Mukosa dan dinding bronkhus pada klien dengan asma akan terjadi
edema. Terjadinya infiltrasi pada sel radang terutama eosinofil dan terlepas sel
silia menyebabkan adanya getaran silia dan mukus diatasnya. Hal ini, membuat
salah satu daya pertahanan saluran pernapasan menjadi tidak berfungsi lagi. Pada
klien dengan asma bronkhial juga ditemukan adanya penyumbatan saluran
pernapasan oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus.
Akibat dari bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus, serta
hipersekresi mukus menyebabkan terjadinya penyempitan pada bronkhus dan
percabangannya, sehingga akan menimbulkan rasa sesak, napas berbunyi
(wheezing), dan batuk yang produktif.
Adanya stresor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stres yang akan merangsang aksis HPA. Aksis HPA yang terangsang
akan menimbulkan adenocorticotropic hormone (ACTH) dan kadar kortisol
9
dalam darah. Peningkatan kortiso dalam darah akan menyupresi IgA. Penurunan
IgA menyebabkan kemampuan untuk melisiskan sel radang menurun, reaksi
tersebut direspons oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus
sehingga menimbulkan asma bronkhial.
2.5.2. Asma Bronkhial Tipe Non- Apotik (Intrinsik)
Asma nonalergik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen
tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti insfeksi saluran pernapasan
bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan jiwa atau stres
psikologis. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan
saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta lebih dominan dari pada adrenergik
alfa. Pada sebagian penderita asma, aktivitas adrenergik alfa diduga meningkat
sehingga mengakibatkan bronkhokontriksi dan menimbulkan sesak napas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat dalam enzim yang berada di
membran sel yang di kenal dengan adenil siklase atau disebut juga mesenger kedua.
Bila reseptor ini dirangsang, enzim adenil siklase tersebut diaktifkan an akan
mengatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5 siklik AMP.
cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot bronkhus,
menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil., dan menghambat sekresi
kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta, fungsi reseptor
adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan
sesak napas. Hal ini dikenal dengan teori Blokade Adrenergik Beta.
2.6. KOMPLIKASI PENYAKIT ASMA
Komplikasi penyakit asma bila tak kunjung sembuh dan di obati adalah sebagai berikut
:
1) Pneumothorak .
2) Gagal jantung.
3) Infeksi pernapasan.
4) Kesulitan emosional.
5) Kematian.
2.7. PENATALAKSANAAN MEDIS PENYAKIT ASMA
2.7.1. Pengobatan Nonfarmakologi
1. Penyuluhan-penyuluhan ini di tunjukan untuk peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim
kesehatan.
10
2. Menghindari faktor pencetus. Klien perlu di bantu mengidentifikasi pencetus
serangan asma yang ada pada lingkungannya, di ajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi
klien.
3. Fisioterapi, dapat di gunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat di lakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
2.7.2. Pengobatan Farmakologi
1. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja
sangat cepat, di berikan sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antar
semprotan 1 dan 2 adalah 10 menit.
2. Metilxantin,dosis dewasa di berikan 125-200 mg 4x sehari. Golongan
metilxantin adalah aminopilin dan teopilin.Obat ini di berikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3. Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metixantin tidak memberikan respon
yang baik, harus di berikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
dengan dosis 4x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang
lama, mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka
lama harus di awasi dengan ketat.
4. Kromolin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropioum bromide di
berikan 1-2 kapsul 4x sehari. (Kee dan Hayes,1994)
2.8. ASUHAN KEPERAWATAN
2.8.1. Diagnosis keperawatan
Diagnosa yang tepat sesuai skenario yakni ketidakefektifan bersih jalan
napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi.
2.8.2. Intervensi keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa, dan dinding bronkus
serta sekresi mucus yang kental.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam setelah di berikan intervensi kebersihan jalan
nafas kembali efektif
11
Kriteria evaluasi :
Dapat mendemostrasikan batuk efektif
Dapat menyatakan srategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
Tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing (-)
Pernafasan klien normal ( 16-20 x/menit )tanpa ada penggunaan otot bantu
nafas
Rencana Intervensi Rasional
Kaji warna,keketalan,dan Karakteristik sputum dapat
jumlah sputum menunjukkan berat ringan obstruksi.
Atur posisi semifowler. Meningkat ekspansi Dada.
Ajarkan cara batuk efektif. Batuk yang terkontrol dan efektif
dapat memudahkan pengeluaran
secret yang melekat dijalan napas.
Bantu klien latihan napas Ventilasi maksimal membuka lumen
dalam jalan napas dan meningkatkan
gerakan sekret ke dalam jalan napas
besar untuk di keluarkan .
Pertahanan intake cairan Hidrasi yang adekuat membantu
setidaknya 2500 ml/hari mengencerkan sekret dan
kecuali tidak diindikasikan. mengefektifkan pembersihan jalan
napas .
Lakukan fisioterapi Dada Fisioterapi dada merupakan strategi
dengan teknik postural untuk mengeluarkan sekret.
Drainase,perkusi,dan fibrasi
dada.
Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
- Nebulizer (via inhalasi) Pemberian bronkodilator via
dengan golongan terbutaline inhalasi akan langsung menuju area
0,25 mg fenoterol HBr bronchus yang mengalami spasme
12
0,1%solution,orciprenalines sehingga lebih cepat,berdilatasi.
ulfur 0,75 mg
- Intravena dengan golongan Pemberian secara
theophyline intravenamerupakan usaha
ethilenediamine(Amonifilin) pemeliharaan agar dilatasi jalan
bolus IV 5-6 mg/kg BB nafas dapat optimal
Agen mukolitik dan Agen mukolitik menurunkan
ekspektoran kekentalan dan perlengketan sekret
paru untuk memudahkan
pembersihan.
Agen ekspektoran akan
memudahkan sekret lepas dari
perlengkatan jalan nafas
Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada
keterlibatan luas dengan hipoksemia
dan menurunkan reaksi inflamasia
akibat edema mukosa dan dinding
bronkus.
13
BAB 3
PENUTUP
3.
KESIMPULAN
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini
bersifat sementara. Sampai saat ini etiologi asma belum di ketahui dengan pasti, suatu hal
yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronkus. Tanda
klasik asma yaitu dyspnea, wheezing, dan batuk. Klasifikasi asma berdsarkan etiologi yaitu
asma bronkial tipe atopik (ekstrinsik) dan asma intrinsic tipe non- apotik (intrinsic).
Penatalaksanaan medis asma dibagi menjadi pengobatan nonfarmakologi (penyuluhan,
menghindari faktor pencetus dan fisioterapi) dan pengobatan farmakologi (Agonis beta,
Metilxantin, Kortikosteroid, Kromolin dan iprutropioum bromide {atroven}).
14
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, arif. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan GangguanSistem
Pernapasan Edisi 2.Penerbit Salemba Medika. Jakarta
Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi berdasarkan buku NANDA NIC-NOC. Jilid 1.
Penertbit EGC. Jakarta
15