Anda di halaman 1dari 17

Vitiligo

Definisi
Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan faktor
genetic dan non genetic yang berinteraksi dengan kehilangan atau ketahanan
fungsi melanosit dan pada kenyataannya merupakan peristiwa autoimun.
Keterangan lainnya mencakup kejadian kerusakan adesi melanosit, neurogenik,
biokimiawi, autotoksitas.1
Epidemiologi

Vitiligo terjadi di seluruh dunia dengan prevalensi mencapai 1%. Vitiligo


dapat dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda, dengan awitannya
(50% kasus) pada usia 10-30 tahun, namun penyakit ini dapat terjadi pada semua
usia. Penyakit ini tidak dipengaruhi oleh ras dan jenis kelamin. Pernah dilaporkan
vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, namun hal ini
dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan karena masalah
kosmetik.1

Etiologi dan Patogenesis

 Aspek Genetik Vitiligo


Vitiligo memiliki pola genetik yang beragam. Pewarisan Vitiligo
diduga melibatkan gen yang berhubungan dengan biosintesis melanin,
respon terhadap stres oksidatif, dan regulasi autoimun. Ditemukannya
hubungan antara vitiligo dengan penyakit autoimun mendorong
dilakukannya penelitian adanya HLA yang mungkin berhubungan dengan
terjadinya vitiligo.

 Mekanisme Imunitas Seluler


Sebagai tambahan atas keterlibatan mekanisme imunitas humoral
pada patogenesis vitiligo, terdapat bukti yang kuat yang mengindikasikan
adanya proses imunitas seluler. Kerusakan melanosit bisa jadi dimediasi
secara langsung oleh autoreaktif sitologik sel T. Meningkatnya jumlah

1
sirkulasi limfosit sitotoksik CD8+ sebagai reaksi terhadap MelanA/Mart-1
(antigen melanoma yang dikenalkan oleh sel T), glikoprotein 100, dan
tirosinase telah dilaporkan pada pasien dengan vitiligo. Sel T CD8+ yang
teraktivasi telah didemonstrasikan pada perilesi kulit vitiligo. Hal yang
menarik yaitu sel T reseptor spesifik terhadap melanosit yang ditemukan
pada pasien melanoma dan vitiligo memiliki struktur yang hampir sama.
Penelitian yang mengemukakan hal ini mendorong dilakukannya strategi
imunisasi, seperti misalnya induksi sel T tumor-specific sebagai
pencegahan dan eradikasi kanker.1

 Hipotesis Biokimia
Stres oksidatif mungkin juga memiliki peran patogenesis yang
penting terhadap terjadinya vitiligo. Beberapa penelitian memastikan
beberapa teori stres oksidatif yang mungkin, hal ini menunjukkan bahwa
akumulasi toksin radikal bebas terhadap melanosit akan berdampak pada
kerusakan sel melanosit itu sendiri. Meningkatnya level nitrit oksida
ditunjukkan pada melanosit yang dikultur dan di dalam serum pasien
vitiligo, sehingga diduga nitrit oksida dapat mendorong pada autodestruksi
melanosit.1

 Teori Neural
Vitiligo segmental sering terjadi pada pola dermatom yang
mengarahkan pada hipotesis neural tentang adanya pelepasan mediator
kimiawi tertentu dari ujung saraf sehingga menyebabkan menurunnya
produksi melanin.1

Manifestasi Klinis

Pasien dengan vitiligo memiliki satu atau beberapa makula amelanosit


yang berwarna seperti kapur atau seperti susu putih. Lesi biasanya berbatas tegas,
namun dapat juga tepinya mengelupas. Lesi membesar secara sentrifugal dengan

2
kecepatan yang tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi pada lokasi tubuh
manapun, termasuk membran mukosa. Akan tetapi, lesi inisial paling sering
terjadi pada tangan, lengan bawah, kaki, dan wajah. Jika vitiligo terjadi pada
wajah, seringkali distribusinya pada perioral dan periokular.1

Klasifikasi Vitiligo

Vitiligo diklasifikasikan atas vitiligo segmental, akrofasial, generalisata,


dan universal, dapat pula diklasifikasikan sesuai pola keterlibatan bagian kulit
yaitu tipe fokal, campuran, dan mukosal.2

 Vitiligo Fokal
Biasanya berupa makula soliter atau beberapa makula tersebar pada
satu area, paling banyak pada area distribusi nervus Trigeminus, meskipun
leher dan batang tubuh juga sering terkena.2

Gambar 1. Focal Vitiligo: (A) di Pantat (B) di wajah.2

 Vitiligo Segmental
Makula unilateral pada satu dermatom atau distribusi quasi-
dermatom. Jenis ini cenderung memiliki pada usia muda, dan tak seperti
jenis lain, jenis ini tidak berhubungan dengan penyakit tiroid atau penyakit
autoimun lainnya. Jenis ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Perubahan
pada neural peptida turut dipengaruhi pada patogenesis jenis ini. Lebih
dari separuh pasien dengan vitiligo segmental memiliki patch pada rambut
yang memutih yang dikenal sebagai poliosis.2

3
Gambar 3. Vitiligo Segmental: (A) distribusi quasi dermatom pada wajah dan leher (B)
Poliosis pada alis dan bulu mata.2

 Vitiligo Akrofasial
Depigmentasi pada jari-jari bagian distal dan area periorificium.2

Gambar 4. Akrofacial Vitiligo.2

 Vitiligo Generalisata
Juga disebut vitiligo vulgaris, merupakan tipe yang paling sering
dijumpai. Patch depigmentasi meluas dan biasanya memiliki distribusi
yang simetris.2

Gambar 5.
Vitiligo Generalisata
(A)pada dewasa
(B) pada anak2

 Vitiligo Universal

4
Makula dan patch depigmentasi meliputi hampir seluruh tubuh,
sering berhubungan dengan sindroma endokrinopati multipel.2

Gambar 6. Vitiligo Universalis2

 Vitiligo Mukosal
Vitiligo yang hanya melibatkan lokasi pada membran mukosa.2

Diagnosa

Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


klinis, serta ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik serta pemeriksaan dengan
lampu Wood.1
Diagnosis vitiligo dapat dibuat dengan mudah pada pemeriksaan klinis
pasien, dengan ditemukannya gambaran bercak “kapur putih”, bilateral (biasanya
simetris), makula berbatas tajam pada lokasi yang khas.1
Berdasarkan temuan yang didapat, lesi berwarna putih yang berbatas tegas
pada kulit dengan tidak ada tanda-tanda inflamasi dan sering membesar secara
sentrifugal.1
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi vitiligo tampak putih berkilau
dan hal ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya.1
Dalam kasus-kasus tertentu, pemeriksaan histopatologik diperlukan untuk
melihat ada tidaknya melanosit dan granul melanin di epidermis.1

5
PENATALAKSANAAN

Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo.
Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit. Seluruh
pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak semua
terapi dapat sesuai dengan masing-masing penderita.
 Repigmentasi
1. kortikosteroid topikal, sebagai awal pengobatan diberikan secara
intermiten (4 minggu pemakaian, 2 minggu tidak) kortikosteroidid
topikal kelas I cukup praktis, sederhana, dan aman untuk pemberian
pada makula tunggal atau multipel. Jika dalam 2 bulan tidak ada
respon, mungkin saja terapi tidak berjalan efektif. Perlu dilakukan
pemantauan tanda-tanda awal atrofi akibat penggunaan
kortikostreoid.1
2. Inhibitor Kalsineurin.Tacrolimus dan pimecrolimus efektif untuk
repigmentasi vitiligo tetapi hanya didaerah yang terpapar sinar
matahari. Obat ini dilaporkan paling efektif bila dikombinasikan
dengan UVB atau terapi laser excimer. Terdapat juga hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa pimecrolimus1% topical sama efektifnya
dengan klobetasol propionate dalam memulihkan kulit akibat vitiligo.1
3. Topikal fotokemoterapi. menggunakan topikal8-methoxypsoralen
(8-MOP) dan UVA. Prosedur ini diindikasikan untuk makula
berukuran kecil dan hanya dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman. Hampir sama dengan psoralen oral, mungkin
diperlukan ≥15 kali terapi untuk inisiasi respon dan ≥ 100 kali terapi
untuk menyelesaikannya.1
4. Fotokemoterapi sistemik. PUVA oral lebih praktis digunakan
untuk vitiligo yang luas. PUVA oral dapat dilakukan bersamaan
menggunakan sinar matahari (di musim panas atau di daerah yang
sepanjang tahun disinari oleh matahari) dan 5-methoxypsoralen (5-
MOP) (tersediadi Eropa) atau sinar UVA buatan dengan 5-MOP atau
8-MOP. Adanya respon baik dari terapi dengan PUVA ini ditandai oleh
munculnya folikuler kecil yang berpigmen diatas lesi vitiligo. Foto

6
kemoterapi PUVA oral dengan 8-MOP atau5-MOP keefektifannya
mencapai 85% untuk>70% pasien dengan vitiligo dikepala, leher,
lengan atas, kaki, dan di badan.1
5. UVB Narrow-band. Efektivitas terapi ini hampir sama dengan
PUVA, namun tidak memerlukan psoralen. UVB adalah terapi pilihan
untuk anak<6 tahun.
6. Laser Excimer (308nm). Terapi ini cukup efektif. Namun, sama
seperti pada PUVA, proses repigmentasi tergolong lambat. Terapi jenis
ini sangat efektif untuk vitiligo yang terdapat di wajah.2

Gambar 7. Gambar repigmentasi vitiligo. Tampak pola repigmentasi folikular setelah


diberikan terapi PUVA.2

 Minigrafting
Teknik pembedahan dengan metode Minigrafting (Autolog Thin
Thierschgrafting, Suction Blister grafts,autologous minipunch grafts,
transplantation of cultured autologous melanocytes) cukup efektif untuk
mengatasi vitiligo dengan makula segmental yang stabil dan sulit diatasi.2

 Depigmentasi
Tujuan dari depigmentasi adalah "kesatuan" warna kulit pada pasien
dengan vitiligo yang luas atau pasien dengan terapi PUVA yang gagal,
yang tidak dapat menggunakan PUVA, atau pasien yang menolak pilihan
terapi PUVA.2

7
Bleaching yaitu pemutihan kulit normal dengan krim monobenzyl
ether dari hydroquinone (MEH) 20% ini bersifat permanen, artinya proses
bleaching (pemutihan) ini tidak reversible. Tingkat keberhasilan terapi ini
>90%. Tahap Akhir warna depigmentasi dengan MEH adalah chalkwhite
(kapur putih), seperti pada macula vitiligo. Monobenzon tersedia dalam
bentuk cream 20%, dioleskan 2 kali sehari selama 2 sampai 3 bulan pada
daerah kulit yang masih berpigmen. Terapi biasanya dianggap selesai
setelah 10 bulan pemberian.2

Gambar 8. Terapi vitiligo repigmentasi pada wanita usia 20 tahun yang diterapi dengan
photochemotherapy (PUVA). Terdapat vitiligo dengan makula hipopigmentasi pada fase-fase awal

(kiri) dan sekarang telah terdapat hiperpigmentasi (kanan). 2

8
Gambar 9. Algoritma penatalaksanaan vitiligo. NB-UVB = narrowband ultraviolet B;
PUVA = psoralen and ultraviolet A light; PUVASOL = psoralen, ultraviolet and solar light. 2

Prognosis

Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana


perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya
repigmentasi. Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap,
dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan.
Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigmentasi dalam
beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dalam
beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun.1

9
Hiperhidrosis

Definisi

Hiperhidrosis adalah suatu kondisi dimana seseorang berkeringat secara


berlebihan melebihi volume yang dibutuhkan untuk untuk termoregulasi tubuh. 3

Etiologi Patogenesis

Kelenjar sekretori manusia terdiri dari apokrin dan ekrin. Kelenjar ekrin tersebar
hampir diseluruh permukaan tubuh dan berhubungan dengan proses termoregulasi
dengan menghasilkan keringat sedangkan kelenjar apokrin menyebabkan bau khas
feromon. Kelenjar ini menghasilkan sejumlah kecil cairan berminyak yang tidak
berbau saat mencapai permukaan kulit. Bau khas dihasilkan akibat penguraian
oleh bakteri terhadap cairan berminyak.3

Aroma tubuh manusia dihasilkan dari kelenjar apokrin walaupun dapat berasal
dari sumber lain. Sekresi kelenjar sebasea dan penguraian produk dari keratinisasi,
terutama pada hiperhidrosis, dapat menghasilkan bau tidak sedap. Sekresi
kelenjar ekrin biasanya tidak berbau tetapi berbagai subtansi dapat diekskresikan,
seperti bawang putih dan arsen. Karakteristik bau bisa berhubungan dengan
berbagai amino – aciduria. Keringat dapat memiliki bau khas seperti pada
penyakit gout, diabetes, scurvy, dan penyakit lain.3

Kelenjar apokrin banyak ditemukan di daerah aksila dan genital tetapi juga dapat
ditemukan di dada, telinga (kelenjar seruminous), dan area periorbital (kelenjar
Moll). Sekresi apokrin berpengaruh terhadap produksi bau melalui aktivitas
bakteri terhadap komponen yang dihasilkan. Host di daerah aksila terdiri dari
berbagai bakteri, kebanyakan berupa bakteri Gram positif. Leyden menyatakan
walaupun ada beberapa mikroorganisme yang merupakan flora normal aksila,
seperti Micrococcaceae, Aerobic diphtheroids, dan Propionibacteria, namun hanya
diphtheroids yang menghasilkan bau badan khas.3

10
Klasifikasi Hiperhidrosis

Klasifikasi hiperhidrosis berdasarkan penyebabnya3 :

1. Hiperhidrosis sebagai suatu bagian dari kondisi yang telah ada (hiperhidrosis
sekunder). Beberapa kondisi dapat menyebabkan keringat berlebihan, sebagai
suatu yang melibatkan seluruh tubuh : Hipertiroidisme atau penyakit endokrin
yang sejenis, Terapi endokrin untuk kanker prostat, Penyakit-penyakit psikiatrik
yang berat, Obesitas, Menopause.

2. Hiperhidrosis tanpa sebab yang diketahui (hiperhidrosis primer atau essensial).


Keadaan ini jauh lebih sering daripada hiperhidrosis sekunder dan muncul secara
umum, berlokasi pada satu atau beberapa tempat dari tubuh lebih sering tangan,
kaki, ketiak atau kombinasi dari semua.

Hiperhidrosis tipe lainnya3 :

a. Hiperhidrosis Lokalisata
Tempat-tempat predileksi pada telapak tangan, telapak kaki, dan daerah
intertriginosa yaitu aksila, lipatan inguinal, dan daerah perineum. Kadang-kadang
bias terdapat pada dahi, pangkal hidung, dan daerah sternum. Penyebab dari
hiperhidrosis lokalisata yaitu emosional.
b. Hiperhidrosis Generalisata
Hiperhidrosis generalisata dapat terjadi oleh karena udara panas dengan
kelembaban tinggi seperti pada daerah tropis, sakit panas, atau latihan yang
berlebihan. Hal ini mungkin juga terjadi pada kelainan hormonal seperti
hipertiroidism, diabetes mellitus, kehamilan, Parkinson, kelainan saraf simpatik,
tumor metastatik yang mengenai medulla spinalis, aspirin, dan obat-obat
kolinergik seperti pilokarpin atau pisostigmin, antidepresan golongan SSRI atau
trisiklik, dan opioid.
c. Hiperhidrosis Gustatorik
Hiperhidrosis ini terjadi pada bibir, hidung, dahi, dan sternum setelah makan
makanan panas dan pedas. Hal ini bersifat fisiologi dan refleks dari kelainan ini

11
belum diketahui. Hiperhidrosis gustatorik dapat bersifat patologi seperti pada
penderita kelainan-kelainan glandula parotis atau penderita tumor.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala hiperhidrosis meliputi3 :


• Terlihat sering berkeringat, bahkan tergolong berlebihan, sehingga dapat
terlihat melalui pakaian yang basah
• Keringat berlebihan mengganggu di kaki, ketiak, kepala atau wajah
• Tetesan keringat pada telapak tangan atau telapak kaki bersifat lebih
lengket

Dasar Diagnosis

Diagnosis hiperhidrosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang.3

a. Anamnesis
Didapatkan keluhan penderita mengeluarkan keringat yang berlebihan, yang bisa
menghambat aktivitasnya sehari-hari. Hal ini kadang dipicu oleh stress, emosi
atau olah raga, tetapi juga bisa terjadi secara spontan. Pada pasien demam juga
dapat terjadi keringat yang berlebihan.3
Untuk mengetahui penyebab dari hiperhidrosis, perlu dilakukan anamnesis yang
lebih mendalam untuk mencari penyebab yang mendasarinya seperti
hipoglikemia, hipertiroidisme (penurunan berat badan, denyut jantung yang cepat
atau tidak teratur, gelisah dan keringat yang berlebihan), tuberkulosis paru
(berkeringat di malam hari), dan malaria. 3

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya keringat berlebihan pada telapak
tangan, ketiak, telapak kaki. Adapun pada pemeriksaan tanda vital dapat

12
ditemukan takikardi (kasus hipertiroidisme), hipertermi (saat demam), dyspneu
jika penyebabnya tuberkulosis paru. 3
c. Pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis hiperhidrosis dan menyingkirkan berbagai diagnosis banding adalah
sebagai berikut ini3:
 Thermoregulatory sweat test, sebelum tes dilakukan kulit ditaburi oleh
bubuk yang dapat berubah warna jika terkena basah. Tes ini dilakukan di
ruangan dengan suhu normal dan kemudian suhu dinaikkan menjadi 38
derajat C. Pada penderita hiperhidrosis bubuk tersebut dapat berubah
menjadi warna ungu.

 Tes fungsi tiroid, untuk menyatakan kemungkinan hipertiroidisme atau


tirotoksikosis.

 Kadar glukosa darah, untuk menyatakan kemungkinan hipoglikemia.

 Pemeriksaan katekolamin urin, untuk menyatakan kemungkinan


pheochromocytoma.

 Rontgen dada (chest radiography), untuk menyingkirkan kemungkinan


tuberkulosis atau penyebab neoplastik.

Penatalaksanaan

Pengobatan sistemik maupun topikal hanya bersifat sementara. Tetapi kelainan ini
dapat sembuh spontan dalam beberapa tahun. Pada hiperhidrosis sekunder,
kondisi yang mendasarinya harus diobati lebih dulu. Penatalaksanaan pada
hiperhidrosis :

• Anti respiran

Selalu direkomendasikan sebagai penilaian terapi yang pertama. Agen yang paling
efektif adalah alluminium chlorida (20-25%) dalam alkohol 70-90%, diberikan
pada malam hari 2-3 kali/hari. Secara umum, pengobatan ini cukup pada kasus-

13
kasus dengan hiperhidrosis yang ringan sampai yang berat tetapi harus diulang
secara teratur. Untuk hiperhidrosis aksila konsentrasi yang digunakan alumunium
klorida 10-35%. Untuk mengurangi iritasi sebaiknya memulai dengan konsentrasi
yang lebih rendah. Untuk hiperhidrosis Palmaris konsentrasi alumunium klorida
yang diberikan dapat mencapai >50%.3

• Iontoforesis

Dapat dicoba bila anti respiran tidak membawa kepada hasil yang
menguntungkan. Metode ini terdiri dari penggunaan arus listrik intensitas rendah
(15-18 mA), dihasilkan oleh generator DC, tapak tangan dan/atau tapak kaki
dicelupkan ke dalam suatu larutan elektrolit. Prosedur ini harus diulang secara
teratur, dimulai dengan 20 sesi beberapa kali/minggu, berangsur-angsur
diperpanjang interval antara pengobatan menjadi 1-2 minggu. Hasilnya
bervariasi : beberapa pasien, yang menderita hiperhidrosis ringan atau berat,
senang dengan metode ini, beberapa ada yang menganggap ini terlalu tidak efisien
serta mahal, sulit untuk digunakan pada axilla dan tidak mungkin digunakan pada
hiperhidrosis difus pada wajah atau badan/paha4. Hal ini diduga untuk memblokir
sementara kelenjar keringat. Pengobatan berlangsung sekitar 15 sampai 30 menit
sehari sekali dalam satu minggu. 3

• Obat-obatan

Tak ada obat-obatan yang spesifik tersedia melawan keringat sebesar-besarnya


psikotropik (kebanyakan sedatif) dan/obat-obat antikolinergik menunjukkan
banyak efek samping. Pada sedikit kasus yang menderita keringat yang besar-
besar di badan (tapi tidak di ekstremitas, suatu dosis rendah agen anti kolinergik
dapat mengurangi simptom yang ringan dengan efek samping (mulut kering,
kesulitan akomodasi mata dan lain-lain) tetapi dosis penting untuk menormalkan
jumlah keringat akan jarang ditoleransi. Penggunaan antikolinergik seperti
atropine dikombinasi dengan scopolamine, prantal, atau probanthine adalah lebih
baik daripada atropine tunggal. Dosisnya tergantung pada toleransi dan respon
penderita. Efek samping berupa mulut kering sekali.3

14
• Pembedahan

Simpathectomy

Prinsip simpatektomi adalah untuk memutus jalur syaraf dan nodus (ganglia) yang
mengirim sinyal ke kelenjar keringat. Secara mendasar, ini dapat diterima untuk
semua lokasi tubuh, tetapi hanya nodus syaraf dapat merespon kelenjar keringat
tapak tangan dan wajah dapat diterima tanpa membutuhkan prosedur pembedahan
mayor. Hari ini, pilihan terapi untuk hiperhidrosis telapak tangan dan wajah dari
yang cukup sampai yang parah (tetapi juga axilla, khususnya jika dikombinasikan
dengan keringat telapak tangan), dibuat dari suatu prosedur pembedahan yang
dikenal sebagai simpatektomi thorax dengan endoskopi.3

Komplikasi

Komplikasi hiperhidrosis mencakup 3:

• Infeksi jamur kuku. Orang yang berkeringat rentan terhadap berbagai jenis
infeksi jamur. Itu karena jamur berkembang dalam lingkungan lembab, seperti
sepatu. Itulah sebabnya lebih mungkin mendapatkan infeksi di kuku kaki daripada
di kuku tangan. Infeksi kuku dimulai dengan gejala bintik putih atau kuning di
bawah ujung kuku.

• Infeksi bakteri dan kutil. Hiperhidrosis dapat berkontribusi terhadap


infeksi bakteri, terutama di sekitar folikel rambut atau antara jari-jari kaki. Ini juga
terkait dengan kutil. Bila memiliki hiperhidrosis, kutil akan hilang dalam jangka
waktu yang lama meski setelah perawatan dan memiliki kecenderungan untuk
kembali kambuh.

• Konsekuensi sosial dan emosional. Orang-orang dengan hiperhidrosis


biasanya memiliki keringat yang berlebihan dari yang dapat menghasilkan tangan
basah dan bau kaki yang tidak menyenangkan.

15
Prognosis

Hiperhidrosis merupakan penyakit kronis. Seseorang yang terkena hiperhidrosis


sering merasa malu dan hal ini dapat mengganggu fungsi psikososialnya.3

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Jacoeb TN. Vitiligo. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi. (eds.). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh Cetakan Keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. Hal. 352-8.
2. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitilogo. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. (eds.). Fitzpatrick’s Dermatology In
General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.792-803.
3. Fealey RD dan Hebert AA. Disorders of the Eccrine Sweat Glands
and Sweating. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
Wolff K. (eds.). Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th ed. New
York: McGraw-Hill; 2012. p.936-42.

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Asdasd
    Asdasd
    Dokumen52 halaman
    Asdasd
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi Pernapasan
    Fisiologi Pernapasan
    Dokumen17 halaman
    Fisiologi Pernapasan
    Elfa Rizky
    Belum ada peringkat
  • Asdasdasdasdas
    Asdasdasdasdas
    Dokumen28 halaman
    Asdasdasdasdas
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasdas
    Asdasdas
    Dokumen34 halaman
    Asdasdas
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasasasd
    Asdasasasd
    Dokumen17 halaman
    Asdasasasd
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Referat Efusi Pleura
    Referat Efusi Pleura
    Dokumen19 halaman
    Referat Efusi Pleura
    Nadya Yuniarti Dhp
    Belum ada peringkat
  • Asdadas
    Asdadas
    Dokumen52 halaman
    Asdadas
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Maksila dan Mandibula
    Fraktur Maksila dan Mandibula
    Dokumen1 halaman
    Fraktur Maksila dan Mandibula
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Efusi Pleura Et Causa TB Paru
    Efusi Pleura Et Causa TB Paru
    Dokumen34 halaman
    Efusi Pleura Et Causa TB Paru
    Nalathifa
    50% (2)
  • Asdasdasdasdas
    Asdasdasdasdas
    Dokumen28 halaman
    Asdasdasdasdas
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Qweqweqwe
    Qweqweqwe
    Dokumen3 halaman
    Qweqweqwe
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • SIROSIS HATI
    SIROSIS HATI
    Dokumen24 halaman
    SIROSIS HATI
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasda
    Asdasda
    Dokumen40 halaman
    Asdasda
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasdasa
    Asdasdasa
    Dokumen38 halaman
    Asdasdasa
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Gastritis Erosif
    Gastritis Erosif
    Dokumen33 halaman
    Gastritis Erosif
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasda
    Asdasda
    Dokumen40 halaman
    Asdasda
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Adsasdsadasdasd
    Adsasdsadasdasd
    Dokumen24 halaman
    Adsasdsadasdasd
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Kortikosteroid Topikal Awal
    Kortikosteroid Topikal Awal
    Dokumen3 halaman
    Kortikosteroid Topikal Awal
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasdasdasd
    Asdasdasdasd
    Dokumen22 halaman
    Asdasdasdasd
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasdasdsadsaasdas
    Asdasdasdsadsaasdas
    Dokumen39 halaman
    Asdasdasdsadsaasdas
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Chronic Kidney Disease Rezka
    Chronic Kidney Disease Rezka
    Dokumen21 halaman
    Chronic Kidney Disease Rezka
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasdasdasdas
    Asdasdasdasdas
    Dokumen28 halaman
    Asdasdasdasdas
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdadasd
    Asdadasd
    Dokumen24 halaman
    Asdadasd
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Adfssdss
    Adfssdss
    Dokumen12 halaman
    Adfssdss
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Kortikosteroid Topikal Awal
    Kortikosteroid Topikal Awal
    Dokumen3 halaman
    Kortikosteroid Topikal Awal
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasdas
    Asdasdas
    Dokumen2 halaman
    Asdasdas
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdadsa
    Asdadsa
    Dokumen1 halaman
    Asdadsa
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Asdasdadwt
    Asdasdadwt
    Dokumen5 halaman
    Asdasdadwt
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Sadasdsaasdasd
    Sadasdsaasdasd
    Dokumen1 halaman
    Sadasdsaasdasd
    Fitra Reza Nugraha
    Belum ada peringkat