Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PROFESI KEGURUAN

KONSEP DASAR PROFESI KEGURUAN

OLEH :

KELOMPOK 1

1. Suhartatik Kuntari 1657042025


2. Muliani 1657042003
3. Surahmi Kalsum 1657042027
4. Nirwana 1657042028

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ASING

PRODI PENDIDIKAN BAHASA MANDARIN

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, nama, dan status guru terus berkembang.
Menyadari kondisi itu, maka pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, terus melakukan upaya perbaikan peraturan dan pelayanan
pendidikan. Salah satu di antaranya adalah mengeluarkan Undang-Undang Guru
dan Dosen. Dua peraturan itu, setidaknya dimaksudkan untuk perbaikan sistem
dan pelayanan pendidikan di Indonesia.

Karena perkembangan itu pula, maka posisi sosial guru di masyarakat pun
turut berkembang. Karena adanya perkembangan lingkungan sosial di masyarakat,
dan juga perkembangan lembaga pendidikan, ada kebutuhan mendesak untuk
bertanya dan mempertanyakan kembali mengenai status sosial guru dan makna
guru bagi masyarakat. Posisi guru kadang mendapat sanjungan sebagai Pahlawan
Tanpa Tanda Jasa, tetapi pada sisi lain, tidak jarang pula tenaga pendidik dan
kependidikan ini mendapat hujatan berkaitan dengan berbagai hal rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia. Hal yang paling sederhananya, ada juga kasus, guru yang
mendapat perlakuan tidak manusiawi dari berbagai pihak, seperti terjadi pada
tahun 2010. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian profesi
dan syarat-syarat profesi keguruan sehingga guru tidak lagi dipandang rendah oleh
sebagian masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian profesi?
2. Apakah syarat-syarat dari profesi keguruan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Profesi
Kunandar (2011: 45), mengatakan bahwa profesionalisme berasal dari kata
profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh
seseorang. Profesi juga diartikan sebagai diartikan sebagai suatu jabatan atau
pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang
diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar, 1998 dalam
Kunandar, 2011). Sedangkan menurut Soetjipto dan Raflis Kosasi (2007: 262),
profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan etika khusus
serta baku (standar) layanan. Secara rinci kedua pemikir ini (Soetjipto dan Kosasi,
2007 dalam Sudarman, 2013) dengan merujuk pandangan dari Natinal Education
Association (NEA), menyebutkan ada delapan kriteria, sebuah pekerjaan disebut
profesi, yakni (1) jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, (2) jabatan yang
menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus, (3) jabatan yang memerlukan
persiapan latihan yang lama, (4) jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan
yang sinambung, (5) jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaannya
yang permanen, (6) jabatan ynag menentukan standar etika (baku) oleh kelompok
sendiri, (7) jabatan yang mementingkan tatanan di atas keuntungan pribadi, (8)
jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuatdan terjalin pasti.
Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian
tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat
dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persipan melalui pendidikan
dan pelatihan secara khusus. Profesi menunjukkan lapangan yang khusus dan
mensyaratkan studi dan penguasaan pengetahuan khusus yang mendalam, seperti
bidang hukum, militer, keperawatan, kependidikan dan sebagainya. Profesi
seseorang yang mendalami hukum adalah ahli hukum, seperti jaksa, hakim, dan
pengacara. Profesi seseorang yang mendalami keperawatan adalah perawat.
Sementara itu, seseorang yang menggeluti dunia pendidikan (mendidik dan
mengajar) adalah guru, dan berbagai profesi lainnya.
Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah
suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang
mensyaratkan kompetensi (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) tertentu secara
khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.

B. Syarat-Syarat Profesi Keguruan


Memerhatikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1 (4)
profesional adalah ..... pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan profesi. Merujuk pada Undang-Undang Guru dan Dosen, ada enam
komponen yang membentuk profesionalisme guru. Keenam komponen itu, yakni
(1) menjadi sumber penghasilan kehidupan, (2) memerlukan keahlian, (3)
memerlukan kemahiran, (4) memerlukan kecakapan, (5) adanya standar mutu atau
norma tertentu, dan (6) memerlukan pendidikan profesi.
Pertama, sebuah profesi harus menjadi sumber penghasilan kehidupan.
Walaupun definisi ini, tidak menyebutkan status pekerjaannya, tetapi dapat
diartikan bahwa sebuah pekerjaan disebut profesi bila menjadi sumber
penghasilan. Memang pada kenyataannya tugas pokok sebagai guru, dapat
diposisikan sebagai tugas pokok dan/atau juga tugas sampingan. Tetapi bila
pekerjaan itu dapat diposisikan sebagai sumber-pokok sumber penghasilan, artinya
bukan hobi (mengisi waktu sisa belaka) maka pekerjaan itu dapat diartikan sebagai
sebuah profesi.
Kedua, memerlukan keahlian. Komponen yang kedua, lebih merupakan
sebuah kompetensi intelektual dan fungsional. Orang yang ahli atau memiliki
keahlian, adalah orang yang memiliki pengetahuan, dan keterampilan dalam
menjalankan tugas profesinya. Untuk memudahkannya, standar keahlian ini, dapat
mengacu pada ijazah pendidikan.
Ada dua makna yang disebut sebagai sebuah keahlian ini. Pertama, keahlian
yag diwujudkan dalam bentuk ijazah pendidikan formal, dan dikeluarkan oleh
lembaga pendidikan. Sedangkan makna yang kedua, yaitu ijazah yang dikeluarkan
oleh lembaga nonformal, misalnya masyarakat. Untuk bentuk yang kedua ini,
ijazah dapat diartikan sebagai sebuah pengakuan resmi dari publik terhadap
keahliannya sendiri. Oleh karena itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005, Pasal 28 (4), dinyatkan bahwa “Seseorang yang tidak memiliki ijazah
dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki
keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik
setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.” Hal ini menunjukkan bahwa jenis
keahlian itu, adalah dalam bentuk pengetahuan atau keterampilan fungsional dari
seseorang, yang bisa ditunjukkan dengan ijazah atau pengakuan masyarakat.
Ketiga, memerlukan kemahiran. Bila memerhatikan makna kamus Bahasa
Indonesia (2008: 966), istilah mahir atau kemahiran itu adalah sebuah pekerjaan
yang membutuhkan latihan. Mahir dalam bahasa Indonesia, diartikan sangat
terlatih (dalam mengerjakan sesuatu) cakap (pandai) dan terampil. Dengan kata
lain, seseorang dapat disebut memiliki profesionalisme yang baik, bila kinerjanya
itu adalah dapat dilakukan secara rutin, dengan kualitas yang tetap baik dan lebih
baik, sebagai wujud dari kemampuan terlatihnya.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, mengajar itu bukan sebuah
sampingan. Mampu menjalankan tugas profesi itu, bukan sebuah kebutuhan.
Kemampuan tersebut adalah kemampuan faktual atau riil dari sebuah hasil latihan,
dan mampu membuktikan secara berulang.
Keempat, memerlukan kecakapan. Komponen yang keempat, walaupun
dalam bahasa Indinesia memiliki makna beririsan dengan keahlian dan kemahiran,
namun untuk makna kecakapan ini ada pada sikap mental yang hadir dalam diri
pelaku profesi. Sikap mentalnya itu adalah kesanggupan dan kemampuan diri
untuk menjalankan tugas profesinya. Orang yang cakap, adalah orang yang
memilki kesanggupan dan kemampuan untuk menjalankan tugas profesinya.
Kelima, adanya standar mutu atau norma tertentu. Dalam komponen kelima
ini, ada dua aspek, yang pertama standar mutu dan sisi lain yaitu norma tertentu.
Untuk standar mutu, pekerjaan seseorang diatur dengan berbagai peraturan
perundangan yang mengatur profesinya, bahkan kelayakan profesionalismenya
pun diawasi, salah satu di antaranya adalah dengan diberlakukannya sertifkasi
profesi dan uji kompetensi guru (UKG).
Kemudian khusus untuk norma, ada banyak hal yang bisa disebutkan. Selain
perauran perndangan yang mengatur profesi ini, dapat ditemukan pula mengenai
kode etik. Setiap profesi memiliki kode etik, sama halnya dengan profesi guru.
Keenam, memerlukan pendidikan profesi. Maksud dari komponen keenam
ini, khusus terikat dengan pendidikan profesi. Pada dasarnya, sebelum lahirnya
UU Sisdiknas 2003 dan UUGD tahun 2005, pendidikan profesi keguruan ini
ditunjukkan dengan Akta Mengajar. Tetapi, pada saat ini, di luar akta mengajar,
seorang calon guru wajib memiliki sertifikat profesi. Untuk mendapatkan sertifikat
profesi ini, bisa dilakukan melalui pendidikan dan latihan dan bisa dengan
pendidikan profesi selama 1 tahun atau 2 semester.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan
tertentu yang mensyaratkan kompetensi (pengetahuan, sikap, dan keterampilan)
tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.
Adapun syarat-syarat profesi keguruan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005
Pasal 1 ayat 4 terdiri atas 6, yakni (1) menjadi sumber penghasilan kehidupan, (2)
memerlukan keahlian, (3) memerlukan kemahiran, (4) memerlukan kecakapan, (5)
adanya standar mutu atau norma tertentu, dan (6) memerlukan pendidikan profesi.

B. Saran
Dari simpulan diatas, penulis merumuskan saran yaitu diharapkan dapat
merangsang dan menggugah kembali para guru dan profesi guru, sehingga bisa
mempertahankan atau meningkatkan martabat guru.

DAFTAR PUSTAKA
Kunandar. 2011. Guru Profesional : Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Soejipto & Kosasi, Raflis. 2004. Profesi Keguruan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sudarman, Momon. 2013. Profesi Guru Dipuji, Dikritisi, dan Dicaci. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai