Anda di halaman 1dari 56

HAKIKAT, FUNGSI, DAN TUJUAN ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULAN
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, serta perubahan
sosio-kultural yang terkadang sulit diprediksi, profesi pendidikan seakan-akan
dihdapkan pada dilema yang kompleks. Di satu pihak, masyarakat pengguna jasa
kependidikan menuntut akan kualitas layanan jasa kependidikan secara lebih baik,
tetapi di pihak lain para penyandang profesi kependidikan dihadapkan pada
pelbagai keterbatasan. Bahkan secara individual mereka dihadapkan pula pada
suatu realitas bahwa kesejahteraannya perlu mendapat perhatian khusus. Imbalan
jasa kependidikan yang kurang sesuai menurut ukuran kebutuhan hidup realistis
masih menjadi topik diskusi keseharian masyarakat. Padahal masyarakat yakin
betul bahwa kelangsungan hidup bangsa ini akan sangat ditentukan oleh
keberhasilan proses sistem pendidikan.
Yang masih terasa membelenggu kalangan pendidikan antara lain gelar pahlawan
tanpa tanda jasa bagi para guru di Indonesia. Gelar ini bukan sesuatu yang tidak
baik, tetapi kalau penafsirannya tidak tepat akan menghasilkan implilkasi yang
justru menyudutkan para guru. Apa artinya gelar sebagus itu jika tidak memberikan
jaminan hidup yang layak?
Itulah sekelumit permasalahan yang sesungguhnya akan terasa amat sulit jika
dihadapi secara individual. Artinya, kalangan profesional kependidikan dipandang
perlu untuk membentuk suatu organisasi profesi dan masuk di dalamnya sebagai
anggota. Melalui fungsi pemersatu organisasi ini, penyandang profesi kependidikan
memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam menjalankan tugas keprofesiannya. Bukan
hanya itu, suatu organisasi kependidikan berupaya meningkatkan dn
mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat, dan
kesejahteraan tenaga kependidikan.
Banyak hal yang bermanfaat bagi penyandang profesi kependidikandari organisasi
profesinya sendiri. Sebab itu, disi dipandang penting untuk dibahas.Berikut ini
dikemikakan hakikat, fungsi, tujuan, ruang lingkup, dan maam-macam organisasi
profesi kependidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT, FUNGSI, DAN TUJUAN
ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN
D. HAKIKAT PROFESI
Pembahasan tentang profesi melibatkan beberapa istilah yang berkaitan, yaitu:
profesi, Profesionalitas, profesional, profesionalisasi, dan profesinalisme.[1] Profesi
menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut kehlian, tanggung
jawab, dan kesetiaan terhadapnya.[2]Tegasnya lagi, suatu profesi secara teori tidak
bisa dilakukan oleh sembarang orang tanpa melalui pendidikan atau latihan dalam
keahlian tertentu dan kurun waktu yang ditentukan pula. Profesionalitas menunjuk
pada kualitas atau sikap pribadi individu terhadap suatu pekerjaan. Dalam konteks
lainnya, profesionalitas menunjuk pada ukuran tingkatan atau jenjang kualifikasi
suatu profesi. Profesional menunjuk pada penampilan seseorang yang sesuai
dengan tuntutan yang seharusnya dan menunjuk pada orang itu sendiri.
Profesionalisasi menunjuk pada proses menjadikan seseorang sebagai profesional.
Dapat dimaknai Profesionalisme menunjuk sebagai pandangan atau pahamtentang
keprofesian.[3] Profesionalisme menunjuk pada (a) derajat penapilan seseorang
sebagai profesional; tinggi, rendah, sedang, dan (b) sikap dan komitmen anggota
profesi untuk bekerja berdasarkanstandar yang paling ideal darai kode etik
profesinya.
Suatu profesi berawal muncul dari adanya public trust atau kepercayaan
masyarakat.[4]Kepercayaan ini yang menetapkan suatu profesi dan membolehkan
sekelompok ahli untuk bekerja secara profesional. Kepercayaan masyarakat yang
menjadi penopang suatu profesi didasari oleh tiga perangkat keyakinan. Pertama,
kepercayaan masyarakat terjadi dengan adanya suatu persepsi tentang
kompetensi. Keyakinan ini mengarahkan pada suatu pemahaman bahwa
seorangprofesional adalah yang memiliki keahlian khusus dan kompetensi yang
belum ditemukan di masyarakat luar. Kedua, adanya persepsi masyarakat bahwa
kelompok-kelompok profesional mengatur dirinya dan lebih lanjut diatur masyarakat
bedasarkan minat dan kepentingan masyarakat. Ketiga, persepsi yang melahirkan
kepercayaan masyarakat itu ialah anggota-anggota suatu profesi memiliki motivasi
untuk memberikan pelayanan kepada orang-orang dengan siapa mereka bekerja.
[5] Persepsi ini menyangkut suatu keyakinan terhadap adanya kodifikasi mengenai
prilaku professional. Kodifikasi dalam konteks ini merupakan standar (ukuranukuran) prinsip umum yang jelas, yang mengatur paara professional bersangkutan.

Konspsi profesi sperti di atas merupakan refleksi nurani pihak professional yang
pernyataannya tesurat dan tersirat dalam standar kondifikasi, yang selanjutnya
disebut kode etik. Oemar Hamalik, sampai pada suatu kesimpulan bahwa hakikat
profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka. Oleh karena itu,
seorang profesional yang melanggar standar etis profesinya akan berhadapan
dengan sangsi tertentu, seperti hukuman atau protes masyarakat, kutukan Tuhan,
bahkan hukuman oleh dirinya sendiri.
Suatu profesi mengandung unsur pengabdian.[6] Menurut Oemar, suatu profesi
bukanlah dimaksudkan untuk mencari keuntungan materi belaka, melainkan untuk
pengabdian kepada masyarakat. Profesi harus menimbulkan kebaikan,
keberuntungan dan kesempurnaan, serta kesejahteraan bagi mesyarakat.
Pengabdian seorang profesional menunjuk pada pengutamaan kepentingan orang
banyak daripada kepentingan sendiri. Misalnya: profesi keguruan mengabdikan
dirinya bagi kepentingan peserta didik, profesi kedokteran mengabdikan diri bagi
kepentingan pasien atau orang yang sakit.
3. Cirri-ciri Profesi
Secara esensial, sesunggguhnya cirri-ciri suatu profesi sudah tersirat pada
pembahasan hakikat profesi. Namun dalam pembahasan ini akan dikemukakan
bagaimana rumusan cirri-ciri profesi menurut para ahli.
Erik Hoyle mengemukaka enam cirri profesi, yaitu:[7]
a profession perform an essential social service (suatu profesi menunjukkan suatu
pelayanan sosial)
a profession is founded up on a systematic body of knowledge (suatu profesi
didasari oleh tubuh keilmuan yang sistematis)
a profession recuires a lengthy period of academic and practical training (suatu
profesi memerlukan suatu pendidikan dan latihan dalam periode waktu yang cukup
lama)
a profession has light degree of autonomy (suatu profesi memiliki otonomi yang
tinggi)
a profession has a code of ethics (suatu profesi memiliki kode etik)
a profession generate in secvice growth (suatu profesi berkembang dalam proses
pemberian layanan).
Suatu jabatan profesional harus mempunyai beberapa ciri pokok yaitu: (a)
pekerjaan itu dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal; (b)
pekerjaan itu mendapat pengakuan dari masyarakat; (c) adanya pengawasandari

suatu organisasi profesi seperti IDI, PGRI dan IPBI; (d) mempunyai kode etik sebagai
landaasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesi tersebut.[8]
Dedi Supriadi mengemukakan lima ciri suatu profesi.[9] Pertama, pekerjaan itu
mempunyai fungsi dan signifikasi sosial karena diperlukan mengabdi kepada
masyarakat. Kedua, profesi menuntutketerampilan tertentu yang diperoleh lewat
pendidikan dan latihan yang lama dan intensif serta dilakukan dalam lembaga
tertentu yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, profesi didukung
oleh suatu disiplin ilmu, bukan sekedar serpihan atau hanya common
sense.Keempat, ada kode etik yang menjadi pedoman prilaku anggotanya beserta
sanksi yang jelas dan tegas. Kelima, sebagai konsekuensi profesi secara perorangan
ataupun kelompok memperoleh imbalan finansial atau materil.
4. Organisasi Profesi Kependidikan
Pertanyaan klasik yang sering muncul: apakah pekerjaan sebagai pendidik/guru
dapat dikatakan sebagai suatu profesi? Sesungguhnya pertanyaan tersebut keliru
dan tidak usah dijawab. Bukan masalah ya atau tidaknya, akan tetapi yang
terpenting adalah seberapa banyak ciri-ciri suatu profesi sudah ada dalam
pekerjaan sebagai pendidik/guru?.
Sesuai dengan hakikat profesi dan ciri-cirinya, dapatlah diterima bahwa jabatan
kependidikan/keguruan merupakan suatu profesi. Pekerjaan sebagai guru muncul
dari kepercayaan masyarakat dan mengabdikan diri pada masyarakat. Pekerjaan itu
menuntut keterampilan tertentu yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan
latihan yang relatif lama, serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan. Seperti FKIP di pelbagai universitas dan sekolah tinggi
serta LPTK lainnya. Profesi keguruan didukung oleh suatu disiplin ilmu, yaitu ilmu
keguruan dan ilmu pendidikan. Profesi ini juga memiliki kode etik dan organisasi
profesinya. Dari pekerjaan ini seorang guru memperoleh imbalan finansial
darimasyarakat sebagai konsekuensi dari layanan yang diberikannya.
E. FUNGSI ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN
Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan,
sekaligus juga memiliki fungsi tersendiriyang bermanfaat bagi anggotanya.
Organisasi profesi kependidikan Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri
suatu profesi kependidikan berfungsi sebagai pemersatu seluruh anggota profesi
dalam kiprahnya menjalankan tugas keprofesiannya, dan memiliki fungsi
peningkatan kemampuan profesional profesi ini. Kedua fungsi tersebut dapat
diuraikan berikut ini.
3. Fungsi Pemersatu
Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang mendasarinya,
yaitu dorongan yang menggerakkan para profesional untuk membeantuk suatu

organisasi keprofesian. Motif tersebut begitu bervariasi, ada yang bersifat sosial,
politik, ekonomi, kultural, dan falsafah tentang sistem nilai. Namun, umumnya
dilatar belakangi oleh dua motif, yaitu motif intrinsik dan ekstrinsik.[10] Secara
intrinsik, para profesional terdorong oleh keinginannya medapatkan kehidupan yang
layak, sesuai dengan tugas profesi yang diembannya, bahkan mungkin mereka
terdorong oleh semangat menunaikan tugasnya sebaik dan seikhlas mengkin.
Secara ekstrinsik mereka terdorong oleh tmntutan masyarakat pengguna jasa suatu
profesi yang semakin hari semakin klompleks.
Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi pengemban suatu
profesi, yang secara teoritis sangat sulit dihadapi dan diselesaikan secara
individual. Kesadaran atas realitas ini menyebabkan para profesional membentuk
organisasi profesi. Demikian pula organisasi profesi kependidikan , merupakan
organisasi profesi sebagai wadah pemersatu pelbagai potensi profesi kependidikan
dalam menghadapi kopleksitas tantangan dan harapan masyarakat pengguna
pengguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut diharapkan
organisasi profesi kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam
menentukan kebijakan dan melakukan tindakan bersama, yaitu upaya untuk
melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban profesi
kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini.
4. Fungsi Peningkatan Kemampuan Profesional
Fungsi kedua dari organisasi profesi adalah meningkatkan kemampuan profesional
para pengemban profesi kependidikan. Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No.
38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi:
Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk
meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional,
martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan.
PP tersebut menunjukkan adanya legalitas formal yang secara tersirat mewajibkan
para anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan
profesionalnya melalui organisaasi atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam
UUSPN Tahun 1989, Pasal 31; ayat 4 dinyatakan bahwa:
Tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan
profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi serta pembangunan bangsa.
Kemampuan yang dimaksud dalam konteks ini adalah apa yang disebut dengan
istilah kompetensi , yang oleh Abin Syamsuddin dijelaskan bahwa kopetensi
merupakan kecakapan atau kemampuan mengerjakan pekerjaan kependidikan.
Guru yang memiliki kemampuan atau kecakapan untuk mengerjakan pekerjaan
kependidikan disebut dengan guru yang kompeten.

Peningkatan kemampuan profesional tenaga kependidikan berdasarkan Kurikulum


1994 dapat dilakukan melalui dua program, yaitu program terstruktur dan tidak
terstruktur. Program terstruktur adalah program yang dibuat dan dilaksanakan
sedemikian rupa, mempunyai bahan dan produk kegiatan belajar yang dapat
diakreditasikan secara akademik dalam jumlah SKS tertentu. Dengan demikian ,
Pada akhir program para peserta akan memperoleh sejumlah SKS yang pada
gilirannya dapat disertakan dengan kualifikasi tetrtentu tenaga kependidikan.
Program tidak terstruktur adalah program pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan yang dibuka berdasarkan kebutuhan tertentu sesuai dengan tuntutan
waktu dan lingkungan yang ada. Terlingkup dalam program tidak terstruktur ini
adalah:
Penataran tingkat nasional dan wilayah;
Supervisi yang dilaksanakan oleh pengawas atau pejabat yang terkait seperti
Kepala Sekolah, Kepala Bidang, Kakandep;
Pembinaan dan pengembangan sejawat, yaitu dengan sesama tenaga kependidikan
sejenis melalui forum konunikasi, seperti MGI.
Pembinaan dan pengembangan individual, yaitu upaya atas inisiatif sendiri dengan
partisipasi dalam seminar, loka karya, dan yang lainnya.
F. TUJUAN ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN
Salah satu tujuan organisasi ini adalah mempertinggi kesadaran sikap, mutu dan
kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan guru.[11]
Sebagaimana dijelaskan dalam PP No. 38 tahun 19992, pasal 61, ada lilma misi dan
tujuan organisasi kependidikan, yaitu: meningkatkan dan/atau mengembangkan (1)
karier, (2) kemampuan, (3) kewenangan profesional, (4) martabat, dan (5)
kesejahteraan seluruh tenaga kependidikan. Sedangkan visinya secara umum ialah
terwujudnya tenaga kependidikan yang profesional.
Meningkatkan dan/atau mengembangkan karier anggota, merupakan upaya dalam
mengembangkan karier anggota sesuai dengan bidang pekerjaan yang
diembannya. Karier yang dimaksud adalah perwujudan diri seorang pengemban
profesi secara bermakna, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain (lingkungannya)
melalui serangkaian aktivitas. Organisasi profesi berperan sebagai fasilitator dan
motifator terjadinya peningkatan karier setiap anggota. Adalah kewajiban organisasi
profesi kependidikan untuk mampu memfasilitasi dan memotifasi anggotanya
mencapai karier yang diharapkan sesuai dengan tugas yang diembannya.
Meningkatkan dan/atau mengembangkan kemampuan anggota, merupkan upaya
terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal. Dengan kekuatan dan
kewibawaan organisasi, para pengemban profsi akan memiliki mkekuatan moral
untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya.

Meningkatkan dan/atau mengembangkan kewenangan profesional anggota,


merupakan upaya para profsional untuk menmpatkan anggota suatu profesi sesuai
dengan kemampuannya. Organisasi profesi keendidikan bertujuan untuk
megembangkan dan meningkatkan kemampuan kepada anggotanya melaluai
pendidikan atau latihan terprogram.
Meningkatkan dan/atau mengembangkan martabat anggota, merupakan upaya
organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak
manusiawi dari pihak lain dan tidak melakukan praktik melecehkan nilai-nilai
kemanusiaan. Dengan memasuki organisasi profesi keendidikan anggota sekaligus
terlindungi dari perlakuan masyarakat yang tidak mengindahkan martabat
kemanusiaan dan berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai
dengan standar etis yang disepakati.
Meningkatkan dan/atau mengembangkan kesejahteraa, merupakan upaya
organisasi profesi keendidikan untuk meningkatkan kesejahteraanlahir batin
anggotanya. Dalam teori Maslow, kesejahteraan ini mungkin menempati urutan
pertama berupa kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi. Banyak kiprah organisasi
profesi keendidikan dalam meningkatkan kesejahteraan anggota. Asprasi anggota
melalui organisasi terhadap pemerintah akan lebih terindahkan dibandingkan
individu.

RUANG LINGKUP
ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN
C. RUANG LINGKUP ORGANISASI KEPENDIDIKAN
5. Bentuk dan Corak Organisasi Kependidikan
Bentuk organisaasi profesi kependidikan begitu bervariasi dipandang dari segi
derajat keeratan dan keterkaitan antar anggotanya. Ada tiga bentuk organisaasi
profesi kependidikan.[12] Pertama, berbentuk persatuan (union), antara lain di
Ausrtalia, Singapura, dan Malaysia, misalnya:Ausrtalian Education Union (AUE),
National Tertiary Education Union (NTEU), Singapore Teachers Union (STU), National
Union of the Teaching Profession (NUTP), dan Sabah Teachers Union (STU). Kedua,
berbentuk federasi (federation) antara lain di India dan Bangladesh, misalnya: All
India Primary Teachers Federation (AIPTF), dan Bangladesh Teachers Federation
(BTF). Ketiga, berbentuk aliansi (alliance), antara lain di Pilipina, sepertiNational
Alliance of Teachers and Office Workers (NATOW). Keempat, berbentuk asosiasi
(association) seperti yang terdapat di kebanyakan negara, misalnya, All Pakistan
Government School Teachar Association (APGSTA) di Pakistan, dan Brunei Malay
Teachers Association (BMTA) di Brunei.

Ditinjau dari kategori keanggotaannya, corak organisasi profesi kependidikan


beragam pula. Corak organisasi profesi ini dapat dibedakan berdasarkan (1) Jenjang
pendidikan di mana mereka bertugas (SD, SMP, dll); (2) Status penyelenggara
kelembagaan pendidikannya (negeri, swasta); (3) Bidang studi keahliannya (bahasa,
kesenian, matematika, dll); (4) Jender (Pria, Wanita); (5) berdasarkan latar belakang
etnis (cina, tamil, dll) seperti China education Society di Malaysia.
6. Struktur dan Kedudukan Organisasi Kependidikan
Berdasarkan struktur dan kedudukannya, organisasi profesi kependidikan terbagi
atas tiga kelompok, yaitu (1) Organisasi profesi kependidikan yang bersifat lokal
(kedaerahan dan kewilayahan), misalnya Serawak Teachers Union di Malaysia; (2)
Organisasi profesi kependidikan yang bersifat nasional seperti Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI); dan (3) Organisasi profesi kependidikan yang bersifat
internasional seperti UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Culture
Organization).[13]
7. Keanggotaan Organisasi Profesi Kependidikan
Dengan adanya keragaman bentuk dan corak serta struktur dan kedudukan
Organisasi Profesi Kependidikan/Keguruan seperti telah dipaparkan di muka, dengan
sendirinya keanggotaan Organisasi Profesi Kependidikan ini beragam pula. Akan
tetapi pada umumnya Organisasi profesi kependidikan yang bersifat asosiasi atau
persatuan langsung dari setiap pribadi pengemban profesi yang bersangkutan.
Sedangkan keanggotaan organisasi profesi kependidikan yang bersifat federasi
cukup terbatas oleh pucuk organisasi yang berserikat saja.
8. Program Operasional Organisasi Profesi Kependidikan/Keguruan
Sebagaimana organisasi profesi kependidikan memiliki tujuan dan fungsi, bahkan
visi dan misi tersendiri. Untik merealisasikan hal tersebut organisasi profesi ini
lazimnya memiliki program operasional tertentu yang secara terencana, dan
pelaksanaannya harus dipertanggungjawabkan kepada para anggotanya melalui
forum resmi, seperti termaktub dalam anggaran dasar (AD) atau anggaran rumah
tangga (ART) atau bahkan hasil konvensi anggota profesi kependidikan. Kandungan
program tersebut mencakup hal-hal berikut:
Upaya-upayayang menunjang terjaminnya pelaksanaan hak dan kewajiban para
anggotanya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Upaya-upaya yang memajukan dan mengembangkan kemampuan profesionaldan
karier para anggotanya, melalui berbagai kegiatan ilmiahdan profesional seperti
seminar, simposium, loka karya dan sebagainya.
Upaya-upaya yang menunjang bagi terlaksananya hak dan kewajiban pengguna
jasa pelayanan profesional, baik keamanan maupun kualitasnya.

Upaya-upaya yang bertalian dengan pengembangan dan pembangunan yang


relevan dengan bidang keprofesiannya.
D. MACAM-MACAM ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN DI INDONESIA
Secara kuantitas, tidak berlebihan jika banyak kalangan pendidik menyatakan ahwa
organisasi profesi kependidikan di indonesia berkembang pesat bagaikan tumbuhan
di musim penghujan. Sampai sampai ada sebagian pengemban profesi pendidikan
yang tidak tahu menahu tentang organisasi kependidikan itu. Yang lebih dikenal
kalangan umum adalah PGRI.
Disamping PGRI yang satu-satunya organisasi yang diakui oleh pemerinta juga
terdapat organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
yang didirikan atas anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya,
organisasi ini tidak ada kaitan yang formal dengan PGRI. Selain itu ada juga
organisasi profesional guru yang lain yaitu ikatan serjana pendidikan indonesia
(ISPI), yang sekarang suda mempunyai nanyak devisi yaitu Ikatan Petugas
Bimbingan Belajar (IPBI), Himpunan Serjana Administrasi Pendidikan Indonesia
(HSPBI), dan lain-lain, hubungannya secara formal dengan PGRI juga belum tampak
secara nyata, sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling menunjang dalam
meningkatkan mutu anggotanya.[14]
4. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru
Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan
Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.
Pada saat didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada tiga
misi lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan misi
kesejahteraan.[15]
Misi profesi PGRI adalah upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai penegak
dan pelaksana pendidikan nasional. Guru merupakan pioner pendidikan sehinnga
dituntut oleh UUSPN tahun 1989: pasal 31; ayat 4, dan PP No. 38 tahun 1992, pasal
61 agar memasuki organisasi profesi kependidikan serta selalu meningkatkan dan
mengembagkan kemampuan profesinya.
Misi politis-teologis tidak lain dari upaya penanaman jiwa nasionalise, yaitu
komitmen terhadap pernyataan bahwa kita bangsa yang satu yaitu bangsa
indonesia, juga penanaman nilai-nilai luhur falsafah hidup berbangsa dan benegara,
yaiitu panca sila. Itu sesungguhnya misi politis-ideologis PGRI, yang dalam
perjalanannya dikhawatirkan terjebak dalam area polotik praktis sehingga tidak
dipungkiri bahwa PGRI harus pernah menelan pil pahit, terperangkap oleh
kepanjangan tangan orde baru.

Misi peraturan organisasi PGRI merupakan upaya pengejawantahan peaturan


keorgaisasian , terutama dalam menyamakan persepsi terhadap visi, misi, dan kode
etik keelasan sruktur organisasi sangatlah diperlukan.
Dipandang dari segi derajat keeratan dan keterkaitan antaranggotanya, PGRI
berbentuk persatuan (union). Sedangkan struktur dan kedudukannya bertaraf
nasional, kewilayahan, serta kedaerahan. Keanggotaan organisasi profesi ini bersifat
langsung dari setiap pribadi pengemban profesi kependidikan. Kalau demikian,
sesunguhnya PGRI merupakan organisasi profesi yang memiliki kekuatan dan
mengakar diseluruh penjuru indonesia. Arrtinya, PGRI memiliki potensi besar untuk
meningkatkan hakikat dan martabat guru, masyarakat, lebih jauh lagi bangsa dan
negara.
5. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an.
Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai
hal menyangkut komunikasi antaranggotanya.[16] Keadaan seperti ini berlangsung
cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984.
Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu: (a) Menghimpun
para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia; (b)
meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para angotanya; (c) membina
serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka
membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan negara; (d)
mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang ilmu,
seni, dan teknologi pndidikan; (e) meindungi dan memperjuangkan kepentingan
profesional para anggota; (f) meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai
spesialisasi pendidikan; dan (g) menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi
yang relevan.
Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI)
yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang tlah ada
himpunannya adalah Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI),
Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.
6. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17
Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan
profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata
dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru
pembimbing. Organisasi ini merupakan himpunan para petugas bimbingan se
Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan bimbingan sebagai
ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya.

Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah
sebagai berikut ini.
Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.
Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan,
teknik, alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang
bimbingan, dengan demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian
tersebut dengan sebaik-baiknya.
Meingatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan
tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program
layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
Untuk menopang pencapaian tujuan tersebut dicanangkan empat kegiatan, yaitu:
Pengembangan ilmu dalam bimbingan dan konseling;
Peningkatan layanan bimbingan dan konseling;
Pembinaan hubungan dengan organisasi profesi dan lembaga-lembaga lin, baik
dalam maupun luar negeri; dan
Pembinaan sarana (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
Kegiatan pertama dijabarkan kembali dalam anggaran rumah tangga (ART IPBI,
1975) sebagai berikut ini.
Penerbitan, mencakup: buletin Ikatan Petugas Bmbingan Indoesia dan brosur atau
penerbitan lain.
Pengembangan alat-alat bimbingan dan penyebarannya.
Pengembangan teknik-teknik bimbingan dan penyebarannya.
Penelitian di bidang bimbingan.
Penataran, seminar, lokakarya, simposium, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis.
Kegiatan-kegiatan lain untuk memajukan dan mengembangkan bimbingan.[17]
DAFTAR PUSTAKA
Bigs dan Blocher. 1986. The Cocgnitive Approach to Ethical Counseling. New York:
State University of New York.
Depdikbud. 1992. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992.
_________. 1989. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989.

Engkoswara dan Husna Asmara. 1995. Pendidikan dan Prospeknya terhadap


Pembangunan Bangsa dalam PJP II (Ilmu dan Organisasi Profesi Pendidikan). Jakarta:
ISPI.
Hamalik, Oemar. 1984. Pendidikan Guru; Konsep Kurikulum Strateggi. Bandung:
Pustaka Martiana.
________. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
________. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi aksara Jakarta.
Saud, Udin Syaefudin. 2008. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfa Beta.
Supriadi, Dedi. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita
Karaya Nusa.
Syamsuddin, M. Abin. 1999. Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga
Kependidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Zanti, Sutan dan Syahmiar Syahrun. 1992. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta:
Depdikbud.
http://beautifulindonesiaandpeace.blogspot.com/2009/01/makalah-profesikeguruan.html
http://qade.wordpress.com/2009/02/11/profesi-keguruan/

Minggu, 25 November 2012


Hakikat Profesi

II.1 Pengertian Profesi, Profesional, Profesionalisasi, Profesionalisme, dan Profesi


Kependidikan
Profesi sudah cukup dikenal oleh semua pihak, dan senantiasa melekat pada
guru karena tugas guru sesungguhnya merupakan suatu jabatan professional.
Untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat, berikut ini akan dikemukakan
pengertian profesi dan kemudian akan dikemukakan pengertian profesi guru.
Biasanya sebutan profesi selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang
dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat
disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini

mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak
dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetepi memerlukan suatu persiapan
melelui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu. Ada
beberapa istilah lain yang dikembangkan yang bersumber dari istilah profesi yaitu
istilah professional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionaloisasi secara
tepat, berikut ini akan diberikan pengkelasan singkat mengeni pengertian istilah
istilah tersebut.
Pengertian Profesi keguruan:
Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Jabatan yang memerlukan prinsip professional yang lama(bandingkan
dengan pekerjaan yang menngnakan latihan umum)
Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan
Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanent
Jabatan yang mementukan baku (standarnya) sendiri
Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin kuat dan
erat
A. Jabatan yan melibatkan kegiatan intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenyuhi kriteria ini, karena mengajar
melibatkan upaya-upaya yang sangat didominasi kegiatan intektual. Bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota professional ini adalah dasar bagi
persiapan semua kegiatan
professional lainnya oleh sebab itu, mengajar sering kali disebut
sebagi ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett, 1963)
B. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pemgetahuan yang memisahkan
pengetahuan yang memeisahkan anggota mereka dengan orang awam, dan
memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya.
Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun
keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan,
amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ining mencari
keuntungan. Terdapat beberapa pendapat tentang apakah criteria ini
dapt terpenuhi. Mereka yang bergerak dalam dunia pendidikan menyatakn
bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang
sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Dan sebagian
mengatakan mengajar belum memiliki batang tubuh yang khusus.
C. Jabatan yang memerlukan persiaapan professional yang lama

Persiapan professional yang yang cukup lama perlu untuk mendidik guru
yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memnuhi kurikulum
perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, professional dan
khusus sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula.
D. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan
Jabatan guru cenderung menunjukan bukti yang kuat sebagai jabatabn
professional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan
latihan profesional, baik yang mendpatkan penghargaan kredit maupun
tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan
professional tambahan diikuti guru-guru dalam menyeratakan dirinya dan
kualifikasi yang telah diterpakan.
E. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanent
Diluar negeri barang kali syarat jabatan guru sebagai karier permanen
merupakantitik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah
jabatan professional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu
atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah
kerja kebidang lain, yang lebih menjanjikan bayaran yang lebih tinggi.
Untunglah di Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang
berpindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti pula bahwa jabatab
guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya mungkin
karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit.
Dengan demikian criteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di
Indonesia.
F. Jabatan yang menentukan bakunya sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk
jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh angota profesi sendiri,
terutama di Negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur
oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru
tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.

G. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi


Jabatan mengjar adalah jabatan yang mempunyai nilai social yang
tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat
berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga
Negara masa depan.
H. Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin

Semua profesi yang dikanal mampunyai organisasi professional yang kuat


untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam
beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kriteria ini dan dalam hal
lain belum dapat dicapai. Di Indonesia relah ada Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari
guru taman kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan atas, dan ada pula
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonasia (ISPI) yang mewadahi seluruh
sajana pendidikan. Di samsing itu, juga telah ada kelompok guru mata
pelajaran sejenis, baik pada tingkat daerah maupun nasional., namun
belun terkait secara baik dengan PGRI. Harus dicarikan usaha yang
sungguh-sungguh agar kelompok-kelompok guru mata pelajaran sejenis itu
tidak dihilangkan, tetapi dirungkul ke dalam pengakuan PGRI sehingga
merupakan jalinan yang amat rapi dari suatu profesi yang baik.
Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran
kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran
terhadap suatu keadaan atau suatu objek.
Sikap dan perilaku guru yang profesional adalah mampu menjadi teladan bagi para
peserta didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu
mengembangkan potensi para peserta didik.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, dan
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi (UU. No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1.4).
Pengertian kependidikan dibatasi oleh beberapa batasan:
1.Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain.
2.Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagi proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan
yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta
didik.
3.Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang
terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik
4.Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing
peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.
Ciri-ciri profesi, yaitu adanya:
1.

standar unjuk kerja;

2.
lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut
dengan standar kualitas akademik yang bertanggung jawab;
3.

organisasi profesi;

4.

etika dan kode etik profesi;

5.

sistem imbalan;

6.

pengakuan masyarakat.

7.
Seorang profesional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan
pekerjaannya
Pengembangan profesionalisme guru sebagai profesi dan profesional, telah menjadi
kajian akademik para ahli. Persoalannya, seringkali adanya ketidaksesuaian antara
harapan konsep dengan konsistensi praksis. Implikasinya, di lapangan dirasakan
sebagai sesuatu hal yang baru.
Websters New World Dictionary mendefinsikan profesi sebagai Suatu pekerjaan
yang meminta pendidikan tinggi dalam liberal art atau science dan biasanya
meliputi pekerjan mental, bukan pekerjaan manual.
Goods Dictionary of education mendefinisikan sebagai suatu pekerjaan yang
meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi dan dikuasai
oleh suatu kode etik khusus.
Greewood (Kuswana,WS, 1995) mengemukakan esensial profesi adalah:
Suatu dasar teori sistematis
Kewenangan (autoruty) yang diakui oleh klien
Sanksi dalam pengakuan masyarakat atas kewenangan ini
Kode etik yang mengatur hubungan dari orang-orang profesional dengan klien
dan teman sejawat
Kebudayaan profesi yang terdiri atas nilai-nilai norma-norma dan simbol-simbol
profesi lainnya.
Professional mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang
yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam
mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan
professional ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal.
Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang
mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi.
Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para
pengguna jasa suatu profesi. Sebagai contoh misalnya sebutan guru professional

adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan
yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan
formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta,
sertifikat, dsb baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan guru
professional juga dapat mengacu kepada pengakuan terhadap kompetensi
penampilan unjuk kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai
guru. Dengan demikian, sebutan profesional didasarkan pada pengakuan formal
terhadap kualifikasi dan kompetensi penampilan unjuk kerja suatu jabatan atau
pekerjaan tertentu. Dalam RUU Guru (pasal 1 ayat 4) dinyatakan bahwa:
professional adalah kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dangan keahlian dan
pengabdian diri kepada pihak lain.
Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam
bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan
dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki
profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmenya
terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara
dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna
proesional.
Profesionalitas adalah sutu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu
profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka
miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan
profesionalitas lebih menggambarkan suatu keadaan derajat keprofesian
seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini guru diharapkan memiliki profesionalitas
keguruan yang memadai sehingga mampu melaksanakantugasnya secara efektif.
Profesionalisasi adalah sutu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan
profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Dengan profesionalisasi, para guru secara bertahap diharapkan akan
mencapai suatu derajat kriteria profesional sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan menurut Undang-undang nomer 14 tahun 2005 yaitu berpendidikan
akademik S-1 atau D-IV dan telah lulus Sertifikasi Pendidikan. Pada dasarnya
profesionalisasi merupakan sutu proses berkesinambungan melalui berbagai
program pendidikan dalam jabatan (in-service).
Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang
mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara
terpola, formal, dan sistematis. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen (pasal 1) dinyatakan bahwa: Guru adalah pendidik professional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengrahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Guru professional akan tercermin dalam

penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian


baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional
adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang
diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan
formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi, akreditasi, dan lisensi dari pihak
yang berwenang (dalam hal ini pemerintah dan organisasi profesi). Dengan
keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi
maupun sebagai pemangku profesinya.
Di samping dengan keahliannya, sosok professional guru ditunjukkan melalui
tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru professional
hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru
kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, Negara, dan agamanya. Guru
profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, social, intelektual, moral, dan
spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya.
Tanggung jawab social diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami
dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki
kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui
penguasaaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan
melalui penampilan guru sebagai makhluk yang beragama yang perilakunya
senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dam moral.
Ciri profesi yang selanjutnya adalah kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan di antara
sesama guru. Kesejawatan ini diwujudkan dalam persatuan para guru melalui
organisasi profesi dan perjuangan, yaitu PGRI. Melalui PGRI para guru mewujudkan
rasa kebersamaannya dan memperjuangkan martabat diri dan profesinya di atas,
pada dasarnya telah tersirat dalam kode Etik Guru Indonesia sebagai pegangan
professional guru.
Sementara itu, para guru diharapkan akan memiliki jiwa profesionalisme, yaitu
sikap mental yang senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan dirinya
sebagai petugas professional. Pada dasarnya profesionalisme itu, merupakan
motivasi intrinsic pada diri guru sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya
ke arah perwujudan profesional. Kualitas profesionalisme didukung oleh kompetensi
sebagai berikut :
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal.
Berdasarkan kriteria ini, jelas bahwa guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan
selalu berusaha mewujudkan dirinya sesuai dengan standar yang ideal. Ia akan
mengidentifikasi dirinya kepada figur yang dipandang memiliki standar ideal. Yang
dimaksud dengan standar ideal ialah suatu perangkat perilaku yang dipandang
paling sempurna dan dijadikan sebagai rujukan.
2. Meningkatkan dan memelihara citra profesi

Profesionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu


meningkatkan dan memelihara citra profesi melalui perwujudan perlaku profesional.
Citra profesi adalah suatu gambaran terhadap profesi guru berdasarkan penilaian
terhadap kinerjanya. Perwujudannya dilakukan melalui berbagai cara misalnya
penampilan, cara bicara, penggunaan bahasa, postur, sikap hidup sehari-hari,
hubungan antar pribadi, dsb.
3. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan professional
yang dapat meningkatkan dan meperbaiki kualitas pengetahuan dan
keterampiannya.
Berdasarkan kriteria ini para guru diharapkan selalu berusaha mencari dan
memanfaatkan kesempatan yang dapat mengembangkan profesinya. Berbagi
kesempatan yang dapat dimanfaatkan antara lain:
(a) mengikuti kegiatan ilmiah misalnya lokakarya, seminar, symposium, dsb.,
(b) mengikuti penataran atau pendidikan lanjutan,
(c) melakukan penelitian dan pengabdian dana masyarakat,
(d) menelaah kepustakaan, membuat karya ilmiah,
(e) memasuki organisasi profesi (misalnya PGRI).
4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi
Profesionalisme ditandai kualitas derajat rasa bangga akan profesi yang
dipegangnya. Dalam kaitan ini diharapkan agar para guru memiliki rasa bangga dan
percaya diri akan profesinya. Rasa bangga ini ditunjukkan dengan penghargaan
akan pengalamannya di masa lalu, dedikasi tinggi terhadap tugas-tugasnya
sekarang, dan keyakinan akan potensi dirinya bagi perkembangan di masa depan.
Dalam UU Guru pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa profesi guru dan dosen
merupakan bidang pekerjaaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip professional
sebagai berikut :
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealism
b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugasnya
c. Memiliki kompetensis yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya
d. Mematuhi kode etik profesi
e. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya

g. Memiliki kesempatan untuk mengembnagkan profesinya secara berkelanjutan


h. Memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas profesionalnya
i. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hokum
j. Undang-undang Guru dan Dosen sebagai peluang dan tantangan
Dikaitkan dengan proteksi hak azasi dan profesi guru, undang-undang guru sangat
diperlukan dengan tujuan : (1). Mengangkat harkat citra dan martabat guru, (2).
Meningkatakan tanggung jawab profesi guru sebagai profesi pengajar, pendidik,
pelatih, pembimbing, dan manajer pembelajaran, (3). Memberdayakan dan
mendayagunakan profesi guru secara optimal, (4). Memberikan jaminan
kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru, (5). Meningkatakan mutu
pelayanan dan hasil pendidikan, (6). Mendorong peran serta masyarakat dan
kepedulian terhadap guru. Setelah melalui perjuangan panjang selama lima tahun
sejak 1999, dengan melampaui empat presiden dan empat menteri pendidikan,
saat ini UU Guru telah disahkan menjadi, Undang-undang Republik Indonesia Nomor
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kelahiran Undang-undang Guru ini
merupakan payung dan landasan hukum bagi terwujudnya guru professional,
sejahtera, dan terlindungi. Pada gilirannya akan terwujud kinerja guru professional
dan sejahtera demi terwujudnya pendidikan nasional yang bermutu dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia Indonesia.
Undang-undang ini memberikan landasan kepastian hokum yang untuk perbaikan
guru di masa depan khususnya yang berkenaan dengan profesi, kesejahteraan,
jaminan social, hak dan kewajiban, serta perlindungan. Beberapa substansi RUU
Guru yang bernilai pembaharuan untuk mendukung profesionalitas dan
kesejahteraan guru antara lain yang berkenaan :
(1). Kualifikasi dan kompetensi guru : yang mensyaratkan kualifikasi akademik guru
minimal lulusan S-1 atau Diploma IV, dengan kompetensi sebagai agen
pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogic, kepribadian, professional, dan
social.
(2). Hak guru : yang berupa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum berupa
gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait tugasnya
sebagai guru. (Pasal 15 Ayat )
(3). Kewajiban guru ; untuk mengisi keadaan darurat adanya wajib kerja sebagai
guru bagi PNS yang memenuhi persyaratan.
(4). Pengembangan profesi guru; melalui pendidikan guru yang lebih berorientasi
pada pengembangan kepribadian dan profesi dalam satu lembaga yang terpadu.

(5). Perlindungan; guru mendapat perlindungamn hukum dalam berbagai tindakan


yang merugikan profesi, kesejahteraan, dan keselamatan kerja.
(6). Organisasi profesi; sebagai wadah independen untuk meningkatkan kompetisi
karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteran dan atau
pengabdian, menetapkan kode etik guru, memperjuangkan aspirasi dan hak-hak
guru.

Sertifikasi sebagai realisasi


Dengan lahirnya undang-undang no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, maka
prospek guru di masa mendatang sebgai guru yang professional, sejahtera, dan
terlindungi. Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional
dibuktikan dengan sertifikat pendidik (pasal 2 dan 3). Sebagai guru professional
disyaratkan para guru wajib memilki: (1) kualifikasi akademik sarjana atau diploma
IV, (2) Kompetensi Pedagogik, kepribadian, social dan professional, (3) sertifikat
pendidik, (4) sehat jasmani dan rohni, (5) kemampuan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional (pasal 8 s/d 12). Sehubungan dengan persyratan sebagaimana
diamanatkan oleh undang-undang tersebut, maka guru wajib memilki sertifikat
pendidik sebagai bukti formal sebagai tenaga professional. Sertifikat pendidikan
diperoleh melalui sertifikasi pendidik bagi guru diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang memilki program tenaga kegandaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah (pasal 11 ayat 2). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan dan mewujudkan profesionalitas guru
sekurang-kurangnya ada tiga ahal yang saling terkait yaitu kualifikasi, kompetensi,
dan sertifikasi guru.
Berkenaan dengan kualifikasi akademik guru, dalam pasal tiga RPP guru dinyatakan
sebagai berikut: kualifikasi akademik guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ditunjukan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratan bagi
guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidi pada jenjang, jenis, dan satuan
pendidikan atau mata pelajaran yang dia punya sesuai standar Nasional
pendidikan. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui program pendidikan formal sarjana (S1) atau program p[endidikan diploma
empat (D-IV) pada perguruan tinggi yang memilkimprogram pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi atau perguruan tinggi nonkependidikan yang
terakreditasi.
Selanjutnya berkenaan dengan kompetensi, diartikan sebagai seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimilki, dihayati, dan dikuasai
oleh guru dalam melaksnakan tugas keprefosionalan. Kompetensi guru kompetensi
pedagogic, kopetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi, pelatihan, dan pengalaman professional.
Untuk mewujudkan guru professional melalui sertifikasi ditempuh melalui

pendidikan profesi. Pendidikan profesi terdiri atas dua bentuk yaitu pendidikan
profesi bagi calin guru dan pendidikan profesi bagi guru dalam jabatan yang
dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Apakah pekerjaan guru dapat sebagai suatu profesi. Bahwa pekerjaan
kependidikan baukan suatu profesi tersendiri. Bahwa setiap orang dapat menjadi
guru asalkan telah mengalamijenjang pendidikan tertentu ditambah dengan sedikit
pengalaman mengajar. Karena itu seorang dapat mengajar di TK sampai dengan
perguruan tinggi jika dia telah mengalami pendidikan tersebut dan telah memiliki
pengalaman mengajar di kelas. Selain itu, ada beberapa bukti bahwa pendidikan
dapat saja berhasil walaupun pengajarnya tidak pernah belajar ilmu pendidikan dan
keguruan.
Banyak orang tua seperti pedagang, petani, dsb yang telah mendidik anak-anak
mereka yang berhasil, padahal dia sendiri tidak pernah mengikuti pendidikan guru
dan mempelajari ilmu mengajar. Sebalikinya tidak sedikit guru atau tenaga
kependidikan lainnya atau sarjana pendidikan yang tidak berhasil mendidik
anaknya, bahkan justru sebaliknya, menjadi anak tergolong gagal. Jadi, kendatipun
seorang telah dididik menjadi guru, namun belum menjadi jaminan bahwa anaknya
akan terdidik baik.
Salah satu kewenangan guru adalah berhadapan dengan klien (siswa), yang harus
memiliki kemampuan dan memiliki standar, dengan prinsif mandiri (otonom) atas
keilmuannya. Uraian tersebut, memberikan penguatan bahwa profesi guru perlu
adanya kekuatan pengakuan formal melalui tiga tahap; yakni; sertifikasi; regristrasi
dan lisensi.
Sertifikasi adalah pemberian sertifikat yang menunjukkan kewenangan
seseorang anggota seperti ijasah tertentu.
Regritasi mengacu kepada suatu pengaturan di mana anngota diharuskan terdaptar
namanya pada suatu badan atau lembaga.
Adapun lisensi adalah suatu pengaturan yang menetapkan seseorang memperoleh
izin dari yang berwajib untuk menjalankan pekerjaanya.
Lingkungan profesi, harus membentuk perilaku kooperatif dan saling mendukung
dan menghindari kompetisi yang a-moral. Hubungan bersifat kolegial dan konsultaif.
Selain itu kebudayaan profesi terdiri atas nilai-nilai, norma-norma, simbol-simbol
dan konsep karier, nilai sosial dari sekelompok profesional adalah jasanya adalah
kebajikan sosial atau kesehateraan masyarakat.
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada
yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya
lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada
lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi
profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No.
26/1989).
Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena

uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti
kompetensi profesional, personal dan sosial.

Peran dan Tugas Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Peranan pendidikan harus dilihat dalam konteks pembangunan secara menyeluruh
yang bertujuan membentuk manusia sesuai cita-cita bangsa.Pembangunan tak
mungkin berhasil jika tidak melibatkan manusianya sebagai pelaku dan sekaligus
sebagai tujuan pembangunan.
Untuk mensukseskan perlu ditata suatu system pendidikan yang relevan. Sistem
pendidikan ini dirancang dan dilaksanakan oleh orang ahli dalam bidangnya. Tanpa
keahlian yang memadai yang ditandai oleh kompetensi yang menjadi persyaratan,
maka pendidikan sulit berhasil.
Pendidik dan tenaga kependidikan adalah dua profesi yang sangat berkaitan erat
dengan dunia pendidikan, sekalipun lingkup keduanya berbeda. Hal ini dapat dilihat
dari pengertian keduanya yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Sementara Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Dari definisi di atas jelas bahwa tenaga
kependidikan memiliki lingkup profesi yang lebih luas, yang juga mencakup di
dalamnya tenaga pendidik. Pustakawan, staf administrasi, staf pusat sumber
belajar.
Kepala sekolah adalah diantara kelompok profesi yang masuk dalam kategori
sebagai tenaga kependidikan. Sementara mereka yang disebut pendidik adalah
orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan berhadapan dan berinteraksi
langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu proses yang sistematis,
terencana, dan bertujuan. Penggunaan istilah dalam kelompok pendidik tentu
disesuaikan dengan lingkup lingkungan tempat tugasnya masing-masing. Guru dan
dosen, misalnya, adalah sebutan tenaga pendidik yang bekerja di sekolah dan
perguruan tinggi
Pendidik (guru) yang akan berhadapan langsung dengan para peserta didik, namun
ia tetap memerlukan dukungan dari para tenaga kependidikan lainnya, sehingga ia
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Karena pendidik akan mengalami
kesulitan dalam melaksanakan tugasnya apabila berada dalam konteks yang
hampa, tidak ada aturan yang jelas, tidak didukung sarana prasarana yang
memadai, tidak dilengkapi dengan pelayanan dan sarana perpustakaan serta

sumber belajar lain yang mendukung. Karena itulah pendidik dan tenaga
kependidikan memiliki peran dan posisi yang sama penting dalam konteks
penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran).
Hal ini telah dipertegas dalam Pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,
yang menyatakan bahwa (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis
untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dan (2) Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Mencermati tugas yang digariskan oleh Undang-undang di atas khususnya untuk
pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan sekolah, jelas bahwa ujung
dari pelaksaan tugas adalah terjadinya suatu proses pembelajaran yang berhasil.
Segala aktifitas yang dilakukan oleh para pendidik dan tenaga kependidikan harus
mengarah pada keberhasilan pembelajaran yang dialami oleh para peserta
didiknya. Berbagai bentuk pelayanan administrasi yang dilakukan oleh para
administratur dilaksanakan dalam rangka menunjang kelancaran proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru; proses pengelolaan dan pengembangan
serta pelayanan-pelayanan teknis lainnya yang dilakukan oleh para manajer sekolah
juga harus mendorong terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas dan efektif.
Lebih lagi para pendidik (guru), mereka harus mampu merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran dengan melibatkan berbagai komponen yang
akan terlibat dalamnya.
Ruang lingkup tugas yang luas menuntut para pendidik dan tenaga kependidikan
untuk mampu melaksanakan aktifitasnya secara sistematis dan sistemik. Karena itu
tidak heran kalau ada tuntutan akan kompetensi yang jelas dan tegas yang
dipersyaratkan bagi para pendidik, semata-mata agar mereka mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Guru sebagai Profesi
Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan
atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi
tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan
untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang
kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian,
komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di
tengahnya terletak profesionalisme.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada


pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan dan/atau
keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession)
yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh
profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi,
dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau sarjana
lainnya yang bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata pelajaran apa
saja, sesuai kebutuhan/kekosongan/kekurangan guru mata pelajaran di sekolah itu,
cukup dengan surat tugas dari kepala sekolah.
Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab lemahnya profesi guru di
Indonesia. Adapun kelemahan-kelemahan lainnya yang terdapat dalam profesi
keguruan di Indonesia, antara lain berupa:
(1) Masih rendahnya kualifikasi pendidikan guru dan tenaga kependidikan;
(2) Sistem pendidikan dan tenaga kependidikan yang belum terpadu;
(3) Organisasi profesi yang rapuh; serta
(4) Sistem imbalan dan penghargaan yang kurang memadai.

5.Kompetensi Kepribadian dan Profesionalisme Guru


Kompetensi adalah kemampuan secara umum yang harus dikuasai lulusan
(Mukminan, 2003 : 3). Menurut Hall dan Jones (Mukmina, 2003, 3) menyatakan
kompetensi adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu
kemampuan secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dari
kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Salah satu ciri sebagai profesi, guru
harus memiliki kompetensi sebagaimana dituntut oleh disiplin ilmu pendidikan
(pedagogi) yang harus dikuasainya. Dalam hal kompetensi ini, Direktorat Tenaga
Kependidikan telah memberi definisi kompetensi sebagai pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak.
Berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada BAB
IV kualifikasi dan kompetensi, pasal 7 ayat 2 berbunyi : Kompetensi guru sebagai
agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Tetapi pada pembahasan ini, hanya
dibatasi pada kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Usman (2004)
membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan
kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan
mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3)
kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi
profesional meliputi: (1) Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam
kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi
sekilah di masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2)

Menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi
pelajaran yang diajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada
kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) Kemampuan menyusun program
pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kompetensi
belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi
pembelajaran; dan (4) Kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan
proses pembelajaran.
Kompetensi kepribadian, yaitu bahwa guru hendaknya memiliki kepribadian yang
mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia. Didalamnya juga
diharapkan tumbuhnya kemandirian guru dalam menjalankan tugas serta
senantiasa terbiasa membangun etos kerja. Hingga semua sifat ini memberikan
pengaruh positif terhadap kehidupan guru dalam kesehariannya. Jika kita mengacu
kepada standar nasional pendidikan, kompetensi kepribadian-kepribadian guru
meliputi:
(1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, yang indikatornya bertindak
sesuai dengan norma hukum, norma sosial. Bangga sebagai pendidik, dan memiliki
konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
(2) Memiliki kepribadian yang dewasa, dengan ciri-ciri menampilkan kemandirian
dalam bertindak sebagai pendidik yang memiliki etos kerja.
(3) Memiliki kepribadian yang arif, yang ditunjukkan dengan tindakan yang
bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat serta menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
(4) Memiliki kepribadian yang berwibawa, yaitu perilaku yang berpengaruh positif
terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
(5) Memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan, dengan menampilkan tindakan
yang sesuai dengan norma religius (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong),
dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. (Ahmad, 2007 : 3)
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia. Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki
indikator esensial; bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan
norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak
sesuai dengan norma. Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial:
menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos
kerja sebagai guru. Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan
tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan
masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.

Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak
sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan
memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
Selain kompetensi kepribadian, ada satu kompetensi yang penting dan wajib dimiliki
oleh seorang guru, yaitu kompetensi profesional. Kompetensi profesional
merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang
mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi
keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan
metodologi keilmuannya. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan
bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam
kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang
menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar
mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari. Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial
menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan atau materi bidang studi. Banyak ahli pendidikan yang memberikan
koreksi seharusnya lebih cocok digunakan istilah kompetensi akademik. Kompetensi
profesional adalah untuk keempat kompetensi guru tersebut diatas.
Kompetensi yang paling utama adalah kemampuan mengajar dan mendidik, yang
juga disebut sebagai kompetensi profesional. Guru sebagai profesi atau bidang
pekerjaan yang dijalani, tak dapat hanya menyorot sisi kompensasi material
semata. Ada hal-hal yang sepantasnya dipenuhi oleh profesi guru. Diantaranya
menguasai bidang studi yang diajarkan, memahami materi, struktur, dan konsep,
serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat dinilai
profesional ketika dia melakukan pengembangan wawasan dan ilmu, mampu
menelaah secara kritis, serta kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi.
Guru yang profesional adalah guru yang melakukan proses belajar sebagai sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu. Prinsip-prinsip profesional yang harus dimiliki
seorang guru adalah sebagai berikut:
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugasnya.
Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
Mematuhi kode etik profesi.
Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.

Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.


Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.
Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan
tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain: Ahli di Bidang Teori
dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu
pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan
kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta
didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.
Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai
jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organisasi
profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut.
Guru sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi
organisasi profesi selain untuk melindungi kepentingan anggotanya juga sebagai
dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik
(Kartadinata dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut
mengontrol kinerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan
pelayanan pada masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia
memiliki fungsi: (a) menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah, (b)
mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan, (c) melindungi
kepentingan anggotanya, (d) menyiapkan program-program peningkatan
kemampuan para anggotanya, (e) menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan
dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, dan (f) mengambil tindakan
terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun
psychologis.
Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam
melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan
keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat
pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa
peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai
pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih, (b) pekerja
kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan
kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi
mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran
guru ini seperti menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis
serta prosedur kerja sebagai ahli serta keikhlasan bekerja yang dilandaskan pada
panggilan hati untuk melayani orang lain.
Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk
memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I
Tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu

norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai
oleh masyarakat. Kode etik bagi suatu organisasi sangat penting dan mendasar,
sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang
dijunjung tinggi oleh setia anggotanya. Kode etik berfungsi untuk mendidamisit
setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan meningkatkan layanan
profesionalismenya demi kemaslakatan orang lain.
Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian mengatur diri
sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam mengambil keputusan
sendiri dan dapat mempertanggungjawabkan keputusan yang dipilihnya.
Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral
dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga
pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat
tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada
masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik.
Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada
masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga
guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak
didik. (Agung, 2005 : 2)
Untuk melihat apakah seorang guru dikatakan profesional atau tidak, dapat dilihat
dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar
belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempat dia menjadi guru. Kedua,
penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran,
mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan, dan lain-lain. Dilihat dari
perspektif latar belakang pendidikan, kemampuan profesional guru SLTP dan SLTA di
Indonesia masih sangat beragam, mulai dari yang tidak berkompeten sampai yang
berkompeten. Semiawan (1991) mengemukakan hierarkhi profesi tenaga
kependidikan, yaitu: (1) tenaga profesional, (2) tenaga semiprofessional, dan (3)
tenaga para-profesional.
1.
Tenaga Profesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi
pendidikan sekurang-kurangnya S1 (atau yang setara), dan memiliki wewenang
penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian
pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam kategori ini juga
berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang
profesionalnya, misalnya guru senior membina guru yang lebih yunior.
2.
Tenaga Semiprofessional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi
pendidikan tenaga kependidikan D3 (atau yang setara) yang telah berwenang
mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga
kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal perencana,
pelaksanaan, penilaian maupun pengendalian pengajaran.

3.
Tenaga Paraprofessional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi
pendidikan tenaga kependidikan D2 ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam
perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian pendidikan atau
pengajaran.
Menghadapi tantangan demikian, maka diperlukan guru yang benar-benar
profesional. H.A.R. Tilaar memberikan empat ciri utama agar seorang guru
terkelompok ke dalam guru yang profesional. Masing-masing adalah:
memiliki kepribadian yang matang dan berkembang (mature and developing
personalitiy);
mempunyai keterampilan membangkitkan minat peserta didik;
memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat; dan
sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan.
Menurut Wardiman Djojonegoro (1996), guru yang bermutu memiliki paling tidak
empat kriteria utama, yaitu kemampuan profesional, upaya profesional, waktu yang
dicurahkan untuk kegiatan profesional dan kesesuaian antara keahlian dan
pekerjaannya. Kemampuan profesional meliputi kemampuan intelegensia, sikap dan
prestasi kerjanya. Upaya profesional (profesional efforts) adalah upaya seorang
guru untuk mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam
tindakan mendidik dan mengajar secara nyata. Waktu yang dicurahkan untuk
kegiatan profesional (teachers time) menunjukkan intensitas waktu dari seorang
guru yang dikonsentrasikan untuk tugas-tugas profesinya. Dan yang terakhir, guru
yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar
dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu
pengetahuan maupun metodologi mengajarnya.
Selanjutnya, Muchlas Samani (1996) dari Universitas Negeri Surabaya
mengemukakan empat prasyarat agar seorang guru dapat profesional. Masingmasing adalah kemampuan guru mengolah atau menyiasati kurikulum, kemampuan
guru mengaitkan materi kurikulum dengan lingkungan, kemampuan guru
memotivasi siswa untuk belajar sendiri, dan kemampuan guru untuk
mengintegrasikan berbagai bidang studi atau mata pelajaran menjadi kesatuan
konsep yang utuh. (Suyanto, 2001 : 145 146)

6.Usaha Peningkatan Profesionalisme Guru


Pertama, dari sisi lingkungan tempat guru mengajar. Setiap guru mengikuti
pelatihan atau penataran, diharapkan dari dirinya akan ada peningkatan dalam hal
kemampuan dan kemauan. Penataran berfungsi memotivasi hasrat guru untuk

menjadi yang terbaik. Serta mengembangkan wawasan keilmuannya dengan


memberikan pembekalan materi.
Kedua, pola pengelolaan pendidikan yang selama ini sangat sentralistik telah
memposisikan para guru hanya sekedar operator pendidikan. Jadi guru cenderung
mengajar hanya memindahkan pengetahuan saja. Pola pengelolaan pendidikan ini
perlu diubah menjadi pola desentralistik. Pengembangan kemampuan berpikir logis,
kritis, dan kreatif perlu dilaksanakan. Mutu pendidikan tidak hanya mengukur aspek
knowledge tetapi juga skill, perilaku budi pekerti serta ketrampilan. Guru harus
dapat mengembangkan daya kritis dan kreatif siswa. Kedua aspek internal guru
sendiri. Perilaku guru diharapkan mempunyai perilaku yang baik. Perubahan
perilaku ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan penataran.

7.Usaha Peningkatan Kualitas Guru


Untuk mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka
profesionalisme guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh
dalam pengembangan profesionalitas guru menurut Balitbang Diknas antara lain
adalah:
Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk
memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk
meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata;
Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk
memaksimalkan pelaksanaannya;
Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas
dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan;
Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/kota sesuai dengan
perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU No.
22/1999;
Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan
kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran;
Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan
pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru;
Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di
Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu
guru;

Perlunya untuk mengkaji ulang aturan atau kebijakan yang ada melalui perumusan
kembali aturan atau kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru
untuk mengembangkan kreativitasnya;
Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan
Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu
guru;
Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih
bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam
proses pembelajaran.
Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan
ilmu pengetahuan dan wawasan;
Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK);
Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih
luas untuk meningkatkan karier;
Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung
jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru
dalam melaksanakan proses pengajaran.
Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang telah
diutarakan oleh Balitbang Diknas, tentunya penghargaan yang profesional
terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru
berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat
penting dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionalisme pada diri guru.
Dengan adanya pengembangan profesionalisme guru, maka peranan guru harus
lebih ditingkatkan. Guru tidak hanya disanjung, dihormati, disegani, dikagumi,
diagungkan, tetapi guru harus lebih mengoptimalkan rasa tanggungjawabnya.
Peranan guru sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada pepatah
Sunda mengatakan, guru adalah digugu dan ditiru (diikuti dan diteladani), berarti
guru harus memiliki:
i.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan. Seorang guru harus
mempersiapkan diri sedini mungkin, jangan sampai ia kerepotan ketika berhadapan
dengan siswa. Penguasaan materi sangat penting, jangan sampai pengetahuan
seorang guru jauh lebih rendah dibandingkan siswa, dan seorang guru harus
terampil tatkala proses kegiatan belajar berjalan.
ii.
Kemampuan profesional yang baik. Seorang guru harus menjadikan,
tanggungjawabnya merupakan pekerjaan yang digandrungi. Tidak bisa seorang

guru hanya mengandalkan, mengajar merupakan sebagai pelarian dan adem ayem
ketika menerima gaji di habis bulan.
Penuh rasa tanggung jawab sangat dibutuhkan, kemampuan untuk mengajar sesuai
disiplin ilmu yang dimilikinya. Ironisnya kenyataan kini masih ada seorang guru
mengajar tidak sesuai bidangnya. Misalnya, jurusan Matematika mengajar Bahasa
Indonesia, jurusan Dakwah mengajar PPKn, jurusan Bahasa Indonesia mengajar
Penjas, dan lain sebagainya.
iii.
Idealisme dan pengabdian yang tinggi. Hakikat seorang guru adalah
pengabdian, dedikasi seorang guru harus tinggi, serta harus mampu menjunjung
tinggi nilai-nilai pendidikan dengan tujuan mendidik, membina, mengayomi anak
didiknya.
iv.
Memiliki keteladanan untuk diikuti dan dijadikan teladan. Keteladanan
seorang guru merupakan perwujudan dari realisasi kegiatan belajar mengajar, serta
menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik
dan sopan akan sangat berpengaruh terhadap sikap siswa. Sebaliknya seorang guru
yang berpenampilan premanisme, akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan
moral siswa.
Upaya meningkatkan profesionalisme guru menurut Gerstner dkk., peranan guru
tidak hanya sebagai teacher (pengajar), tapi guru harus berperan sebagai:
Pelatih (coach), guru yang profesional yang berperan ibarat pelatih olah raga. Ia
lebih banyak membantu siswanya dalam permainan, bedanya permainan itu adalah
belajar (game of learning) sebagai pelatih, guru mendorong siswanya untuk
menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai
prestasi setinggi-tingginya.
Konselor, guru akan menjadi sahabat siswa, teladan dalam pribadi yang
mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa, menciptakan suasana dimana
siswa belajar dalam kelompok kecil di bawah bimbingan guru.
Manajer belajar, guru akan bertindak ibarat manajer perusahaan, ia membimbing
siswanya belajar, mengambil prakarsa, mengeluarkan ide terbaik yang dimilikinya.
Di sisi lain, ia bertindak sebagai bagian dari siswa, ikut belajar bersama mereka
sebagai pelajar, guru juga harus belajar dari teman seprofesi. Sosok guru itu
diibaratkan segala bisa.
Wujud nyata pemerintah dalam peningkatan kualitas guru salah satunya dengan
sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik pada
guru. Sertifikat guru adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan
tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti bahwa bukti formal pengakuan
formalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Sertifikat
ini diberikan kepada guru yang telah memenuhi standard profesional. Guru

profesional merupakan syarat mutlak ut menciptakan sistem dan praktek yang


berkualitas. Tujuan utama dalam mengikuti sertifikasi bukan untuk mendapatkan
tunjangan profesi melainkan untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah
memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam kompetensi guru. Dengan
menyadari hal ini, maka guru tidak akan mencari cara lain guna memperoleh
sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk
menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa
dampak positif yaitu meningkatkan kualitas guru. Adapun tujuan dari sertifikasi
adalah:
a.
Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b.

Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.

c.

Meningkatkan martabat guru.

d.

Meningkatkan profesionalitas guru.

Adapun manfaat sertifikasi guru, dapat dirinci sebagai berikut:


Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompetensi yang dapat
merusak citra guru.
Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
tidak profesional.
Meningkatkan kesejahteraan guru.
Setelah melalui sertifikasi guru akan menjadi tenaga yang profesional. Dalam
melaksanakan tugas sebagai tenaga profesional, guru berkewajiban:
a.
Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil penilaian.
b.
Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompeten serta
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.
c.
Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik atau latar belakang keluarga dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam belajar.
d.
Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, kode etik guru
serta nilai-nilai agama dan etika.
e.

Memelihara dan memupuk kesatuan dan persatuan bangsa.

8. Menumbuhkan Sikap Profesional pada Guru


Institusi pendidikan formal mengemban tugas penting untuk menyiapkan sumber
daya manusia (SDM) berkualitas di masa depan. Dilingkungan pendidikan
persekolahan (education schooling) ini, guru memegang kunci utama bagi
peningkatan mutu SDM. Guru merupakan tenaga profesional yang melakukan tugas
pokok dan fungsi meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi peserta
didik.
Menurut Sudarwan Danim (2007), guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan
yang strategis dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan, karena itu
profesi guru perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Lahirnya UU
Nomor 14 Tahun 2005 tanggal 30 Desember 2005 tentang Guru dan Dosen
merupakan bentuk riil dari pengakuan pemerintah terhadap profesi ini.
UU ini diharapkan menjadi tonggak awal bangkitnya apresiasi tinggi pemerintah dan
masyarakat terhadap profesi guru ditandai dengan perbaikan kesejahteraan,
perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan ketenagakerjaan bagi
mereka. Guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab dan
rasa kesetiakawanan yang didukung oleh etika profesi yang kuat.
Untuk itu hendaknya guru memiliki kualifikasi kompetensi yang meliputi kompetensi
intelektual, sosial, spiritual, pribadi, moral dan profesional (Winarti:2006).
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya
penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk
memenuhi hak yang sama bagi setiap anak didik dalam memperoleh pendidikan
yang bermutu.
Guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggungjawab
sebagai guru kepada peserta didik, orangtua, masyarakat, bangsa, negara, dan
agama. Menurut Muhammad Surya (2003), para guru diharapkan memiliki jiwa
profesionelime, yaitu sikap mental yang senantiasa mendorong dirinya untuk
mewujudkan diri sebagai petugas profesional.
Pada dasarnya profesionalisme itu merupakan motivasi intrinsik pada diri guru
sebagai pendorong untuk mengembangkan diri kearah perwujudan profesinalitas.
Kualitas profesionalisme didukung oleh lima kompetensi yang terdiri atas:
Pertama, keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar
ideal. Guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan selalu berusaha mewujudkan
dirinya sesuai dengan standar yang ideal. Maksudnya ada suatu perangkat perilaku
yang dipandang paling sempurna untuk dijadikan sebagai rujukan.
Kedua, meningkatkan citra dan memelihara citra profesi. Profesionalisme yang
tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan
memelihar citra profesi melalui perwujudan perilaku profesional.
Ketiga, keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan
profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan

keterampilan. Berdasarkan kriteria ini para guru diharapkan selalu berusaha


mencari dan memanfaatkan kesempatan yang dapat mengembangkan profesinya.
Keempat, mengejar kualitas dan cita-cita profesi. Secara kritis guru akan selalu aktif
memperbaiki diri untuk memperoleh hal-hal yang lebih baik dalam melaksanakan
tugasnya
Kelima, memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Rasa bangga ini ditunjukkan
dengan penghargaan dan pengalaman di masa lalu, dedikasi tinggi terhadap tugastugasnya sekarang dan keyakinan akan potensi diri bagi perkembangan di masa
depan.
Pada dasarnya untuk dapat mewujudkan profesionalisme guru akan sangat
bergantung pada kualitas pribadi sesuai dengan keunikan dan kelebihan maupun
kekurangan masing-masing. Ada baiknya dicerna ungkapan populer tentang guru,
yaitu a bad teacher tells, a good teacher shows, a great teacher inspires.

II.2 Latar Belakang Pentingnya Profesi Pendidikan


Latar Belakang Profesi Kependidikan
Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru.
Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan
calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK
menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi
guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan
peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang
semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga
ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk
menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas
para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru
di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis
Ruang Lingkup Profesi Keguruan
Ruang lingkup layanan guru dalam melaksanakan profesinya, yaitu terdiri atas
1) layanan administrasi pendidikan;
2) layanan instruksional; dan
3) layanan bantuan, yang ketiganya berupaya untuk meningkatkan perkembangan
siswa secara optimal.
Ruang lingkup profesi guru dapat pula dibagi ke dalam dua gugus yaitu
gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar profesional dan gugus

kemampuan profesional. Selain dilihat ruang lingkup profesi guru kita juga harus
melihat kompetensi kepribadian merupakan sejumlah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan pribadi dengan segala karakteristik yang
mendukung terhadap pelaksanaan tugas guru.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh para pendidik jelas telah
dirumuskan dalam pasal 24 ayat (1), (4), dan (5) PP No. 19 tahun 2005 tentang
Standard Nasional Pendidikan. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa pendidik harus
memiliki kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi Sosial Guru


Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada
tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai
guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh
karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan
ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di
daerah tempat guru tinggal.
Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru, antara lain berikut ini.
1. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua Peserta didik.
2. Bersikap simpatik.
3. Dapat bekerja sama dengan BP3.
4. Pandai bergaul dengan Kawan sekerja dan Mitra Pendidikan.
5. Memahami Dunia sekitarnya (Lingkungan).

Peran Ilmu Pendidikan


Ilmu pendidikan melaksanakan peranan-peranan sebagaimana diungkapkan oleh
Oemar Hamalik: 1. Peranan spesialisasi, yaitu menyediakan materi bidang ilmu dan
perangkat pengetahuan yang wajib dikuasai oleh tiap calon, guru. Materi yang
disediakan meliputi teori, konsep, generalisasi, prinsip, dan berbagai strategi. Materi
yang dimaksud pada gilirannya disajikan dalam proses belajar-mengajar pada
lembaga pendidikan guru, terhadap para calon guru yang dipersiapkan untuk
mengajar di sekolah dasar atau sekolah tempat ia akan bertugas. 2. Peranan
profesionalisasi, yang merupakan alat dalam kerangka sistem penyampaian yang
perlu dikuasai oleh setiap calon guru pada umumnya, bagi guru khususnya, dan
ilmu pendidikan sekaligus berperan ganda, yakni sebagai sesuatu yang akan
disampaikan dan sebagai sistem penyampaian dengan berbagai alternatif pilihan. 3.

Peranan personalisasi, yang bersifat membentuk kepribadian guru sebagai warga


negara yang baik dan sebagai anggota profesi yang baik. Peranan yang baik
didasari oleh aspqk normatif yang dimiliki oleh ilmu pendidikan itu sendiri. 4.
Peranan sosial, yang menyediakan kemungkinan bagi guru untuk memberikan
pengabdiannya kepada masyarakat dalam bidang ilmu pendidikan. Dalam hal ini,
pengabdian dimaksudkan sebagai usaha untuk turut memperbaiki kualitas
kehidupan masyarakat. Keempat peranan tersebut pada hakikatnya berjalan
bersama-sama sekaligus, saling berkaitan satu sama lain. Penguasaan spesialisasi
ilmu pendidikan sekaligus memberikan petunjuk tentang kemampuan profesional
yang dipersyaratkan dalam rangka penyampaiannya kepada calon guru. Sistem
penyampaian akan menjadi efektif jika guru tersebut telah meresapi ilmu
pendidikan, bila ilmu pmdidikan telah menjadi darah dagingnya sendiri, bahkan
sebagai nilai utama yang membentuk kepribadiannya. Di lain pihak, ilmu yang
dimilikinya seharusnya memberikan nilai dan manfaat tertentu bagi perbaikani
masyarakat dalam arti yang luas. Dengan demikian, penerapan salah satu peranan
dapat ditafsirkan sebagai suatu kepincangan dan akan mengurangi makna ilmu
pendidikan secara keseluruhan. Selain itu ada pula 4 fungsi dasar pendidikan ,
yaitu; 1. Pengembangan individu 2. Pengembangan cara berfikir & teknik
menyelidiki 3. Pemindahan warisan budaya 4. Pemenuhan kebutuhan sosial yang
vital

2.

Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab tujuan


akan memberikan arah bagi segala kegiatan pendidikan. Dalam penyusunan suatu
kurikulum, perumusan tuJuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan
komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan
merupakan penjabaran dari tujuan negara atau filsafat negara. Hal ini disebabkan
karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara, yakni
membentuk manusia seutuhnya berdasarkan ketentuan UUD '45, yang bersumber
dari Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia. Nana Sudjana (1979)
menjelaskan bahwa, berdasarkan kajian, tujuan pendidikan dapat,dikelompokkan ke
dalam tiga macam, yaitu: 1. tujuanjangka parijang (longterm objectives aims), 2.
tujuan antara (intermediate objectives), 3. tujuan segera (immediate objectives,
specific objectives). Tujuan pendidikan menurut tingkatannya dibedakan menjadi
beberapa tujuan, dari tujuan yang bersifat umum sampai kepada tujuan yang
bersifat khusus. Tujuan-tujuan yang bersifat khusus Tujuan Institusional dan Tujuan
Kurikuler merupakan tujuan antara dalam rangka mencapai tujuan yang lebih
umum. Sedangkan Tujuan Instruksional baik TIU maupun TIK, adalah tujuan yang
segera dicapai dari suatu pertemuan.

2.1. Tujuan Pendidikan Nasional Bersumber dari Pancasila dan UUD '45, dirumuskan
oleh pemerintah sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan pendidikan
yang lebih khusus. 3.2.2. Tujuan Lembaga Pendidikan (Institusional) Ialah tujuantujuan yang harus diemban dan dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Artinya
kualifikasi atau kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mereka
menyelesaikan studinya pada lembaga pendidikan tersebut. Biasanya tujuan
institusional dibedakan menjadi tujuan umurn dan tujuan khusus. Tujuan
instruksional adalah tujuan yang paling rendah tingkatannya, sebab yang langsung
berhubungan dengan anak didik. Tujuan instruksional berkenaan dengan tujuan
setiap perternuan. Artinya, kemarnpuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa
setelah ia menyelesaikan pengalaman belajar suatu pertemuan. Tujuan
instruksional dibedakan ke dalam dua jenis, yakni tujuan instruksional umum (TIU)
dan tujuan instruksional khusus (TIK). Perbedaan TIU dan TIK terletak dalam hal
perumusannya. TIU dirumuskan dengan kata-kata dan tingkah laku yang bersifat
umum, sedangkan TIK menggunakan kata-kata dan tingkah laku yang bersifat
khusus, artinya dapat diukur setelah pelajaran itu selesai.
3. Isi Rumusan Tujuan Dalam Pendidikan
Isi rumusan tujuan dalam pendidikan harus bersifat komprehensif. Artinya
mengandung aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga aspek ini harus
terdapat baik dalam tujuan yang bersifat umum tnaupun tujuan yang bersifat
khusus. Dunia pendidikan kita saat ini masih menerima taksonomi tujuan menurut
Prof. Dr. Benyamin Bloom, dengan istilah taksonomi tujuan Bloom. Men nurut Bloom,
tingkah laku manusia dikategorikan menjadi tiga ranah (matra, domain atau
pembidangan), yakni: a. Ranah (matra) kognitif yang terdiri atas pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah (matra) afektif yang
terdiri atas penerimaan, respons, organisasi, evaluasi, dan memberi sifat
(karakter)., c. Ranah (matra) psikomotor melalui pentahapan imitasi, spekuIasi,
prasisi, artikulasi, dan naturalisasi. Ketiga matra di atas dalam prakteknya tidak bisa
dipisahkan satu sama lain, tetapi dapat dibedakan untuk memudahkan
pembahasan teoritisnya. Logjkanya ialah bahwa tingkah laku manusia diawali dulu
dengan pengetahuan, kemudian -sikap, lalu berbuat.
4.Guru sebagai Pendidik
Guru sebagai pendidik adalah seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan
bangsa. Tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat, maju atau mundurnya tingkat
kebudayaan suatu masyarakat dan negara sebagian besar bergantung pada
pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru-guru. Makin tinggi pendidikan
guru, makin baik pula mutu pendidikan dan pengajaran yang diterima anak, dan
makin tinggi pula derajat masyarakat. Oleh sebab itu guru harus berkeyakinan dan
bangga bahwa ia dapat menjalankan tugas itu dan berusaha menjalankan tugas

kewajiban sebaiknya sehingga dengan demikian masyarakat menginsafi sungguhsungguh betapa berat dan mulianya pekerjaan guru.
Pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang mulia, baik ditinjau dari sudut
masyarakat dan negara maupun ditinjau dari sudut keagamaan. Tugas seorang guru
tidak hanya mendidik. Maka, untuk melaksanakan tugas sebagai guru tidak
sembarang orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi
syarat, yang ada dalam undang-undang No. 12 Tahun 1954 tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia. Syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut :
b.

Berijazah,

c.

Sehat jasmani dan rohani,

d.

Takwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik,

e.
f.

Bertanggungjawab,
Berjiwa nasional.

Disamping syarat-syarat tersebut, tentunya masih ada syarat-syarat lain yang harus
dimiliki guru jika kita menghendaki agar tugas atau pekerjaan guru mendatangkan
hasil yang lebih baik. Salah satu syarat diatas adalah guru harus berkelakuan baik,
maka didalamnya terkandung segala sikap, watak dan sifat-sifat yang baik.
Beberapa sikap dan sifat yang sangat penting bagi guru adalah sebagai berikut:

1.Adil
Seorang guru harus adil dalam memperlakukan anak-anak didik harus dengan cara
yang sama, misalnya dalam hal memberi nilai dan menghukum anak.
2.Percaya dan suka terhadap murid-muridnya
Seorang guru harus percaya terhadap anak didiknya. Ini berarti bahwa guru harus
mengakui bahwa anak-anak adalah makhluk yang mempunyai kemauan,
mempunyai kata hati sebagai daya jiwa untuk menyesali perbuatannya yang buruk
dan menimbulkan kemauan untuk mencegah hal yang buruk.
3.Sabar dan rela berkorban
Kesabaran merupakan syarat yang sangat diperlukan apalagi pekerjaan guru
sebagai pendidik. Sifat sabar perlu dimiliki guru baik dalam melakukan tugas
mendidik maupun dalam menanti jerih payahnya.

4.Memiliki Perbawa (gezag) terhadap anak-anak


Gezag adalah kewibawaan. Tanpa adanya gezag pada pendidik tidak mungkin
pendidikan itu masuk ke dalam sanubari anak-anak. Tanpa kewibawaan, muridmurid hanya akan menuruti kehendak dan perintah gurunya karena takut atau
paksaan; jadi bukan karena keinsyafan atau karena kesadaran dalam dirinya.
5.Penggembira
Seorang guru hendaklah memiliki sifat tertawa dan suka memberi kesempatan
tertawa bagi murid-muridnya. Sifat ini banyak gunanya bagi seorang guru, antara
lain akan tetap memikat perhatian anak-anak pada waktu mengajar, anak-anak
tidak lekas bosan atau lelah. Sifat humor yang pada tempatnya merupakan
pertolongan untuk memberi gambaran yang betul dari beberapa pelajaran. Yang
penting lagi adalah humor dapat mendekatkan guru dengan muridnya, seolah-olah
tidak ada perbedaan umur, kekuasaan dan perseorangan. Dilihat dari sudut
psikologi, setiap orang atau manusia mempunyai 2 naluri (insting) : (1) naluri untuk
berkelompok, (2) naluri suka bermain-main bersama. Kedua naluri itu dapat kita
gunakan secara bijaksana dalam tiap-tiap mata pelajaran, hasilnya akan baik dan
berlipat ganda.

6.Bersikap baik terhadap guru-guru lain


Suasana baik diantara guru-guru nyata dari pergaulan ramah-tamah mereka di
dalam dan di luar sekolah, mereka saling menolong dan kunjung mengunjungi
dalam keadaan suka dan duka. Mereka merupakan keluarga besar, keluarga
sekolah. Terhadap anak-anak, guru harus menjaga nama baik dan kehormatan
teman sejawatnya. Bertindaklah bijaksana jika ada anak-anak atau kelas yang
mengajukan kekurangan atau keburukan seorang guru kepada guru lain.
7.Bersikap baik terhadap masyarakat
Tugas dan kewajiban guru tidak hanya terbatas pada sekolah saja tetapi juga dalam
masyarakat. Sekolah hendaknya menjadi cermin bagi masyarakat sekitarnya,
dirasai oleh masyarakat bahwa sekolah itu adalah kepunyaannya dan memenuhi
kebutuhan mereka. Sekolah akan asing bagi rakyat jika guru-gurunya memencilkan
diri seperti siput dalam rumahnya, tidak suka bergaul atau mengunjungi orang tua
murid-murid, memasuki perkumpulan-perkumpulan atau turut membantu kegiatan
masyarakat yang penting dalam lingkungannya.
8.Benar-benar menguasai mata pelajarannya

Guru harus selalu menambah pengetahuannya. Mengajar tidak dapat dipisahkan


dari belajar. Guru yang pekerjaannya memberi pengetahuan-pengetahuan dan
kecakapan-kecakapan kepada muridnya tidak mungkin akan berhasil baik jika guru
itu sendiri tidak selalu berusaha menambah pengetahuannya. Jadi sambil mengajar
sebenarnya guru itu belajar.
9.Suka pada mata pelajaran yang diberikannya
Mengajarkan mata pelajaran yang disukainya hasilkan akan lebih baik dan
mendatangkan kegembiraan baginya daripada sebaliknya. Di sekolah menengah hal
ini penting bagi guru untuk memilih mata pelajaran apa yang disukainya yang akan
diajarkannya.
10.Berpengetahuan luas
Selain mempunyai pengetahuan yang dalam tentang mata pelajaran yang sudah
menjadi tugasnya akan lebih baik lagi jika guru itu mengetahui pula tentang segala
tugas yang penting-penting, yang ada hubungannya dengan tugasnya di dalam
masyarakat. Guru merupakan tempat bertanya tentang segala sesuatu bagi
masyarakat. Guru itu mempunyai dua fungsi isitimewa yang membedakannya dari
pegawai-pegawai dan pekerja-pekerja lainnya di dalam masyarakat. Fungsi yang
pertama adalah mengadakan jembatan antara sekolah dan dunia ini. Fungsi yang
kedua yaitu mengadakan hubungan antara masa muda dan masa dewasa.

II.3 Syarat - Syarat Profesi Kependidikan

v Syarat-syarat Profesi
Ada beberapa hal yang termasuk dalam syarat-syarat Profesi seperti;
a.

Standar unjuk kerja.

b.
Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut
dengan standar kualitas.
c.

Akademik yang bertanggung jawab.

d.

Organisasi profesi.

e.

Etika dan kode etik profesi.

f.

Sistem imbalan.

g.

Pengakuan masyarakat.

v Syarat-syarat Profesi Keguruan


Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun
kriterianya. Misalnya National Education Asosiasion (NEA) (1948) menyarankan
kriteria berikut:
a.
b.

Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.


Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.

c.
Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan
dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
d.

Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan.

e.

Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.

f.

Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.

g.

Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.

h.

Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Sekarang yang menjadi pertanyaan lebih lanjut adalah apakah semua kriteria ini
dapat dipenuhi oleh jabatan mengajar atau oleh guru? Mari kita lihat satu persatu.
a. Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan
upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut
dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah
dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu,
mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett,
1963).

b. Jabatan yang menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus


Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan
kedua ini. Mereka yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar
telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam
mempersiapkan guru yang berwewenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat
bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan
secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains.

(science), sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu


kiat (art) (Stinnett dan Huggett, 1963). Namun dalam karangan-karangan yang
ditulis dalam Encyclopedia of Educational Research, misalnya terdapat bukti-bukti
bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh
ilmu khususnya (Terbitan edisi ketiga tahun 1960, misalnya memuai lebfh dari 1500
halaman hasil riset, sebagai bukti bahwa profesi keguruan telah mengembangkan
batang tubuh ilmu khususnya. Tiap tahun dapat kita baca ribuan halaman laporan
riset baru yang diterbitkan di mana-mana, baik sebagai disertasi ataupun hasil riset
para pelaksana pendidikan) . Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat kihwa
ilmu pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya lidak jelas, batasbatasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et
al., 1991). Sementera itu, ilmu piiigetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu
pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan
peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodologi yang jelas.
Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Di samping itu, ilmu yang terpakai
dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya dan
yang disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982, dan Woodring, 1983).
Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan para
ahlinya, selalu berdebat dan berselisih, malahan kadang-kadang menimbulkan
pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan
baik ini adalah isi dari kurikulum pendidikan guru berbeda antara satu tempat
dengan tempat lainnya, walaupun telah mulai disamakan dengan menentukan
topik-topik inti yang wajib ada dalam kurikulum.
Banyak guru di sekolah menengah diperkirakan mengajar di luar dan bidang ilmu
yang cocok dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak
mendapatkan mayor dalam matematika sewaktu dia belajar pada lembaga
pendidikan guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika.
Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dar. ilmu pengetahuan
alam, walaupun sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup
sekarang ini.
Apakah guru bidang ilmu pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku
pendidikan dan pelatihannya? Sampai saat pendidikan guru banyak yang
ditentukan dari atas, ada yang waktu pendidikannya cukup dua tahun saja, ada
yang perlu tiga tahun atau harus empat tahun.
Untuk melangkah kepada jabatan profesional, guru harus mempunyai pengaruh
yang cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri.
Organisasi guru harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial
untuk bekerja sama, dan bukan didikte dengan kelompok yang berkepentingan,
misalnya oleh lembaga pendidikan guru atau kantor wilayah pendidikan dan
kebudayaan beserta jajarannya.

c. jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama


Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. yang membedakan
jabatan profesional dengan non-profesional antara lain adalah dalam penyelesaian
pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui
pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah.
Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan
profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek
dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi
jabatan yang non-profesional (Ornstem dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini
tidak ada lagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan Nasional
berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat perlu untuk
mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi
kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional, dan
khusus, sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula (SI di LPTK), atau
pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah
mendapat gelar akademik SI di perguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai
sekarang di Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka
sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja
kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita
harapkan.

d Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung


Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai (abatan profesional,
sebab hampir tiap tahun guru melakukan bcrbagai kegiatan latihan profesional, baik
yang mendapatkan prnghargaan kredit maupun tanpa kredit. Malahan pada saat
sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru
dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. Dilihat dari
kacamata ini, jelas kriteria ke empat ini dapat Jipenuhi bagi jabatan guru di negara
kita.

e. Jabatan yang Menjanjikan Karier Hidup dan Keanggotaan yang Permanen


Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan
titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan
profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun

saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang
lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Untunglah di Indonesia
kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan
berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi.
Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak
sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.

f. Jabatan yang Menentukan Bakunya Sendiri


Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan
guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara
kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau
pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan
swasta.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk
membuat keputusan profesional berhubungan dengan iklim kcrjanya. Para
profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya,
kebiasaan dan tradisi yang berhubungan ili-dengan pengawasan yang efektif
tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan
dengan langganan (klien)nya. Sebetulnya pengawasan luar adalah musuh alam dari
profesi, karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap
pengaruh luar (Ornstein dan Levine, 1984).
Bagaimana dengan guru? Guru, sebagaimana sudah diutarakan juga di atas,
sebaliknya membolehkan orang tua, kepala sekolah, pejabat kantor wilayah, atau
anggota masyarakat lainnya mengatakan apa yang harus dilakukan mereka.
Otonomi profesional tidak berarti bahwa tidak ada sama sekali kontrol terhadap
profesional. Sebaliknya, ini berarti bahwa kontrol yang memerlukan kompetensi
teknis hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan
profesional dalam hal itu. Kelihatannya untuk masa sekarang sesuai dengan kondisi
yang ada di negara kita, kriteria ini belum dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh
jabatan guru.

g. Jabatan yang Mementingkan Layanan di Atas Keuntungan Pribadi


Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak
perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi
kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan. Jabatan guru telah
terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh
keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi
atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang

dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang


kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun, ini tidak berarti bahwa guru harus dibayar
lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih
jabatan guru. Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh
ini dapat dipenuhi dengan baik.

h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi professional yang kuat untuk
dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Di Indonesia telah
ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru
mulai dari guru taman kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan atas, dan ada
pula Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh sarjana
pendidikan.
HAKIKAT PROFESI KEGURUAN
Pengertian dan Syarat Profesi
Profesi adalah
suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut
keahlian, menggunakan teknik-teknik, serta dedikasi yang tinggi.

Ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi :


a. Profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat.
b. Profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan
dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang
akuntabel/dapat dipertanggung jawabkan.
c. Profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu.
d. Ada kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota berserta
sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut.
e. Sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada
masyarakat, maka anggota profesi secara perseorangan atau kelompok
memperoleh imbalan finansial atau material.

Persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu profesi :


a. Menuntut adanya keterampilan yang didasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam.
b. Menemukan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang
profesinya.
c. Menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai.
d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan.

e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.


f. Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
g. Memiliki klien/objek layanan yang tetap, seperti guru dengan muridnya.
h. Diakui oleh masyarakat, karena memang jasanya perlu dimasyarakatkan.
Pengertian diatas, dapat dipahami bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang
memerlukan pendidikan lanjut, profesi juga memerlukan keterampilan melalui ilmu
pengetahuan yang mendalam, ada jenjang pendidikan khusus yang mesti dilalui
sebagai sebuah persyaratan.

2. Pengertian Profesi Keguruan


Guru adalah
suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan
dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal
dan sistematis.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1) dinyatakan
bahwa : Guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
3. Kode Etik Profesi Keguruan
Dalam menjalankan profesinya guru harus taat dan tunduk pada kode etik yaitu
norma dan asas yang disepakati dan diterima guru-guru di Indonesia sebagai
pedoman dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik,
anggota masyarakat dan warga negara.
Kode etik guru terdiri atas :
a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia
pembangunan yang sesuai dengan falsafah negara.
b. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing-masing.
c. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang
anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
d. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan pendidikan.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas untuk
kepentingan pendidikan.
f. Guru secara sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan
meningkatkan mutu profesinya.
g. Guru secara bersama-sama memelihara, memberi dan meningkatkan mutu

organisasi.
h. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam pidana pendidikan.

4. Pengembangan Profesi Keguruan


Kegiatan pengembangan profesi adalah
kegiatan guru dalam rangka penerapa dan pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran
dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan pada
umumnya maupun lingkup sekolah pada khususnya.

Tujuan kegiatan pengembangan profesi guru adalah


untuk meningkatkan mutu guru agar guru lebih profesional dalam pelaksanaan
tugas pada bidang pengembangan profesi meliputi kegiatan sebagai berikut :
a. Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan.
b. Membuat alat pelajaran/alat peraga/alat bimbingan.
c. Menciptakan karya seni.
d. Menemukan teknologi tepat guna dibidang pendidikan.
e. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

BAB II
KOMPETENSI PROFESI KEGURUAN

1. Karakteristik Kompetensi Profesi Guru


Kompetensi dari definisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi tersebut akan
terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional
dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
Kompetensi guru menurut Direktorat Tenaga Teknis dan Pendidikan Guru, yakni
antara lain sebagai berikut :
a. Memiliki kepribadian sebagai guru.
b. Menguasai landasan kependidikan.
c. Menguasai bahan pelajaran.
d. Menyusun program pengajaran.
e. Melaksanakan proses belajar-mengajar.
f. Melaksanakan proses penilaian pendidikan.
g. Melaksanakan bimbingan.
h. Melaksanakan administrasi sekolah.

i. Menjalin kerja sama dan interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat.
j. Melaksanakan penelitian sederhana.

2. Aspek-Aspek Kompetensi Profesi Guru


Pada UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dimensi kompetensi yang harus
dimiliki oleh profesi guru adalah :
a. Kompetensi pedagogik.
b. Kompetensi profesional.
c. Kompetensi pribadi.
d. Kompetensi sosial.
3. Komponen Aspek-Aspek Kompetensi Profesi Guru
(1) Kompetensi pedagogik
a. Kompetensi menyusun rencana pembelajaran.
b. Kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar.
c. Kompetensi melaksanakan penilaian proses belajar mengajar.
(2) Kompetensi profesional
a. Guru mampu mengelola program belajar mengajar.
b. Kemampuan mengelola kelas.
c. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
d. Guru menguasai landasan-landasan kependidikan.
e. Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
f. Guru mampu menilai prestasi belajar siswa.
g. Guru mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
h. Guru mengenal dan mampu ikut penyelenggaraan administrasi sekolah.
i. Guru memahami prinsip-prinsip penelitian dan mampu menafsirkan hal-hal
penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran.
(3) Kompetensi Pribadi
a. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan
terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
b. Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seharusnya dianut
oleh guru.
c. Kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya menjadikan dirinya
sebagai panutan da teladan bagi para siswanya.
(4) Kompetensi Sosial
a. Guru mampu berperan sebagai pemimpin baik dalam lingkup sekolah maupun
diluar sekolah.
b. Guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi
tujuan yang baik.
c. Guru bersedia ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial baik dalam
lingkup kesejawatannya maupun dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
d. Guru adalah pribadi yang bermental sehat dan stabil.
e. Guru tampil secara pantas dan rapi.

f. Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan.


g. Dalam keseluruhan relasi sosial dan profesionalnya, guru hendaknya mampu
bertindak tepat waktu.

BAB III
PERAN PROFESI GURU
DALAM SISTEM PEMBELAJARAN

1. Hakikat Pembelajaran
Pada hakekatnya pembelajaran adalah kegiatan guru dalam membelajarkan siswa,
ini berarti bahwa proses pembelajaran adalah membuat atau menjadikan siswa
dalam kondisi belajar. Siswa dalam kondisi belajar dapat diamat dan dicermati
melalui indikator aktivitas yang dilakukan, yaitu perhatian fokus, antusias, bertanya,
menjawab, berkomentar, presentasi, diskusi, mencoba, menduga, atau
menemukan.
2. Peran Guru dalam Sistem Pembelajaran
(1) As instructor
Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas).
(2) As conselor
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada murid agar mereka mampu
menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal diri
sendiri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
(3) As leader
Guru mengadakan superisi atas keiatan balajar murid, mengadakan menajemen
kelas, mengadakan manajemen balajar sebaik-baiknya, mengatur disiplin kelas
secara demoktaris.
(4) As scientist
Guru menyampaikan pengetahuan kepada murid dan berkewajiban
mengembangkan pengetahuan itu dan terus memupuk pengetahuan yang telah
dimilikinya.
(5) As person
Sebagai pribadi setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang di senangi oleh muridmuridnya oleh orang tua dan masyarakat.
(6) As comunicator
Guru sebagai pelaksana menghubungkan sekolah dan masyarakat.
(7) As modernisasi
Guru memegang peranan sebagai pembaharu.
(8) As contruktor
Membantu berhasilnya rencana pembangun masyarakat.

3. Strategi dalam Perencanaan Pembelajaran


Guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan
prinsif membelajarkan dan memberdayakan siswa bukan mengajar siswa.
4. Strategi dalam pelaksanaan Pembelajaran
Seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai:
1. Konservator (pemelihara)
2. Inovator (Pengembangan)
3. Transmitor (Penerus)
4. Transformator (Penterjemah)
5. Organisator (penyelenggaraan)
5. Strategi dalam evaluasi pembelajaran
Evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan
kewajiban bagi setaiap guru/pengajar dimana setiap pengajaran pada akhirnya
harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya atau pun kepada siswa itu
sendiri, bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah
dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-keterampilan mengenai mata ajaran
yang telah diberikannya.
Prinsip dasar yang harus diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar:
1. Tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar
2. Mengukur sampai yang representatif dari hasil belajar dan bahan pelajaran.
3. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk
mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan.
4. Di desain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
5. Tes yang bertujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan se-realible mungkin
sehingga mudah di interpretasikan dengan baik.
6. Di gunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mangajar guru.

BAB IV
PERAN PROFESI GURU
DI BIDANG LAYANAN ADMINISTRASI

1. Pengertian Administrasi Pendidikan


Ialah kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Fungsi Administrasi Pendidikan
Pada dasarnya kegiatan administrasi pendidikan di maksudkan untuk pencapaian
tujuan pendidikan itu. Tujuan itu dicapai melalui serangkaian usaha, mulai dari
perencanaan sampai pelaksanaan evaluasi terhadap usaha tersebut. Pada dasarnya
fungsi administrasi merupakan proses pencapaian tujuan melalui serangkaian
usaha itu.

3. Ruang Lingkup Administrasi


Kegiatan-kegiatan dalam administrasi pendidikan meliputi:
a. Bidang administrasi material.
b. Bidang administrasi personal
c. Bidang administrasi kurikulum
4. Peran Guru dalam Administrasi Pendidikan
Peran guru sebagai manajer dalam proses pengajaran:
a. Merencanakan
Menyusun tujuan pengajaran
b. Mengorganisasikan
Menghubungkan seluruh sumber daya
c. Memimpin
Memberi motivasi para peserta didik
d. Mengawasi
Apakah kegiatan itu mencpai tujuan.

BAB V
PERAN PROFESI GURU
DI BIDANG LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSLING

1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konsling


Bimbingan ialah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakuan secara
berkesimpulan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri sehingga
ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan
dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap
kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
Konsling ialah pemberian yang dilakukan melalui wawancara konsling dengan
seorang ahli kepada individu yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi oleh klien.
2. Tujuan layanan Bimbingan dan Konsling
Pelayanan bimbingan dan konsling di sekolah ialah bertujuan agar konsling/peserta
didik dapat:
1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir, serta
kehidupannya di masa yang akan datang
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal
mungkin.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan lingkungan masyarakat serta
lingkungan kerja.
4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang di hadapi dalam studi, penyesuaian
dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja.

3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Landasan
Landasan
Landasan
Landasan
Landasan
Landasan
Landasan
Landasan

Bimbingan dan Konsling


filosofis
Historis
Religius
Psikologis
Sosial budaya
Ilmiah dan teknologi
pedagogis.

4. Peran Guru dalam Layanan Bimbingan dan Konsling


Salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai bimbingan dan unit
menjadi pembimbing baik, guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang
sedanga di bimbingnya. Sementara itu, berkenaan dengan peran guru mata
pelajaran dalam bimbingan dan konsling adalah:
1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konsling kepada siswa.
2. Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa yang memerlukan
layanan bimbingan & konsling, serta pengumpulan data tentang siswa tersebut.
3. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konsling
kepada guru pembimbing/konselor.
4. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yag memerlukan
layanan/kegiatan bimbingan dan konsling untuk mengikuti/menjalani layanan yang
dimaksud itu.
5. Berpartisifasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa.

BAB VI
ORGANISASI PROFESI KEGURUAN

1. Bentuk Organisasi Profesi Keguruan


Salah satu karakteristik dari sebuah pekerjaan profesional yaitu adanya suatu
organisasi profesi yang menaungi para anggota dari profesi yang bersangkutan.
Demikianlah pula dalam profesi keguruan, profesi guru memiliki ikatan kesejawatan,
kode etik profesi, dan organisasi profesi yang mempunyai kewenangan untuk
mengatur yang berkaitan dengan keprofesian. Organisasi profesi guru
adalah PGRI yaitu perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan di urus
oleh guru sebagai wadah untuk mengembangkan profesionalisme,
memperjuangkan perlindungan hukum, dan perlindungan keselamatan kerja serta
menghimpun dan menyalurkan spirasi anggotanya.
2. Peran Organisasi Profesi Keguruan
PGRI mempunyai peranan strategi dalam reformasi pendidikan nasional kepada
anggotanya PGRI berperan dan bertanggung jawab serta memperjuangkan dalam

upaya mewujudkan serta melindungi hak-hak asasi dan martabat guru khususnya
dalam aspek profesinya dan kesejahteraannya.
KONSEP PROFESI KEGURUAN
Profesi Keguruan
BAB 1. KONSEP PROFESI KEGURUAN
Pada Bab ini, kami akan mencoba untuk menjelaskan Konsep Profesi Keguruan
dilihat dari pengertian, syarat-syarat, kode etik profesi, organisasi, dan
perkembangannya.
1.1. Pengertian Profesi
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya
memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah,
serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus
diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.
1.2. Syarat-syarat Profesi
Ada beberapa hal yang termasuk dalam syarat-syarat Profesi seperti;
1. Standar unjuk kerja.
2. Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan
standar kualitas.
3. Akademik yang bertanggung jawab.
4. Organisasi profesi.
5. Etika dan kode etik profesi.
6. Sistem imbalan.
7. Pengakuan masyarakat.
Adapun syarat-syarat Profesi Keguruan adalah sebagai berikut;
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan
dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Guru sebagai Profesi
Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan
atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi
tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan
untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang
kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian,

komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di
tengahnya terletak profesionalisme.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan dan/atau keguruan dapat
disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat
kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua
(old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur.
Selama ini, di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang
bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai
kebutuhan/ kekosongan/ kekurangan guru mata pelajaran di sekolah itu, cukup
dengan surat tugas dari kepala sekolah.
Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab lemahnya profesi guru di
Indonesia. Adapun kelemahan-kelemahan lainnya yang terdapat dalam profesi
keguruan di Indonesia, antara lain berupa: (1) Masih rendahnya kualifikasi
pendidikan guru dan tenaga kependidikan; (2) Sistem pendidikan dan tenaga
kependidikan yang belum terpadu; (3) Organisasi profesi yang rapuh; serta (4)
Sistem imbalan dan penghargaan yang kurang memadai.

Anda mungkin juga menyukai