Anda di halaman 1dari 14

PATOFISIOLOGI

SEPSIS

Disusun Oleh :
Roberto Daniel Halomoan Hutapea
1261050024

Dokter Pembimbing :
dr. Mas Wisnuwardhana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD BEKASI
PERIODE 9 MEI 2018 – 21 JULI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Pertama, penulis mengucapkan segenap puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena atas berkatNya yang berkelimpahan,makalah patofisiologi bertajuk “Sepsis” ini
dapat terselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Tidak terlupakan, terima kasih juga
penulis ucapkan kepada dr. Mas Wisnuwardhana, Sp.A selaku pembimbing yang telah
senantiasa memberikan bantuan kepada penulis sepanjang proses penulisan dan masa
kepaniteraan hingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan pembuatan

0
makalah patofisiologi ini adalah untuk melengkapi syarat pendidikan di kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Bekasi.
Demikian makalah ini dituliskan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna
oleh karena itu penulismeminta maaf apabila pada penulisan masih terdapat kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan
kritik yang membangun dalam perbaikan makalah ini.

Bekasi, Mei 2018

Gabriel Riadhy Tanok Harmany

1
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 2
DEFINISI................................................................................................................................ 3
PATOFISIOLOGI.................................................................................................................... 4
DIAGNOSIS.............................................................................................................................. 8
PENGELOLAAN...................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 12

SEPSIS

I. DEFINISI
Sepsis merupakan suatu keadaan dimana infeksi dalam tubuh mencetuskan kaskade
inflamasi yang dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS).
Definisi dari sepsis, infeksi, SIRS, sepsis berat, serta syok septik telah disusun oleh para
pakar dalam bidang sepsis baik dewasa maupun anak dari 5 negara berbeda (Canada,

2
France, Netherlands, United Kingdom, dan United States) pada tahun 2002 dan
dipublikasikan dalam bentuk consensus conference pada tahun 2005. Consensus
conference dibuat untuk memberikan batasan yang dapat digunakkan sebagai kriteria
diagnosis sepsis pada populasi anak. Batasan ini perlu dibuat karena gambaran sepsis
pada populasi dewasa dan anak berbeda dipengaruhi oleh perubahan fisiologis tumbuh
kembang pada anak.

Tabel 1: Definisi SIRS, Infeksi, Sepsis, Sepsis Berat, dan Syok Septik

Tabel 2: Batasan Nilai Normal Tanda Vital dan Hitung Leukosit Berdasarkan Umur 1

II. PATOFISIOLOGI

3
Proses terjadinya sepsis dimulai dari kolonisasi mikroorganisme yang dapat
membentuk suatu fokus infeksi. Mikroorganisme atau produk mikroorganisme (toksin atau
endotoksin) baik yang beredar dalam darah maupun yang berasal dari suatu fokus infeksi
akan menginduksi sistem imunitas sehingga terjadi perubahan fisiologi tubuh pada sepsis.
Toksin atau superantigen berhubungan dengan bakteri gram positif, mikobakteria, dan virus
dimana toksin yang diekspresikan oleh patogen akan mengaktivasi limfosit dalam sirkulasi.
Endotoksin adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan komponen dari dinding sel bakteri
gram negatif, fungi, atau yeast. Endotoksin akan berikatan dengan makrofag serta
menyebabkan aktivasi dan ekspresi dari gen-gen inflamasi. Adanya endotoksin serta toksin
dalam tubuh akan mencetuskan respons dari host berupa respons imun selular dan respons
imun humoral. Respons imun tubuh baik selular dan humoral merupakan upaya tubuh tuntuk
mempertahankan suasana fisiologis. Respons imun ini diperantarai oleh substansi atau
mediator-mediator inflamasi. Mediator endogen yang telah teridentifikasi ialah TNF,
interleukin 1 (IL-1), IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, platelet activating factor (PAF), interferon-γ,
eicosanoids (leukotrienes B4, C4, D4, and E4; thromboxane A2; prostaglandins E2 and I2),
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor, endothelium-derived relaxing factor,
endothelin-1, complement fragments C3a and C5a, toxic oxygen radicals, proteolytic
enzymes dari polymorphonuclear neutrophils, platelets, transforming growth factor-β,
vascular permeability factor, macrophage-derived procoagulant dan inflammatory cytokine,
bradykinin, thrombin, coagulation factors, fibrin, plasminogen activator inhibitor (PAI-1),
myocardial depressant substance, β-endorphin, heat shock proteins, and adhesion molecules
(endothelin-derived adhesion molecule [E-selectin]; intercellular adhesion molecule-1
[ICAM]; vascular adhesion molecule-1 [VCAM]). Bila produksi mediator inflamasi
berlebihan maka hal tersebut akan merugikan bagi tubuh.2,4
Pada sepsis, multiplikasi mikroorganisme patogen yang tidak terkendali mencapai
puncaknya dan menyebabkan induksi yang hebat dari sistem imunitas tubuh sehingga terjadi
kaskade inflamasi. Produksi mediator inflamasi berlebihan (terjadi imbalans antara produksi
mediator pro-inflamasi dan mediator anti-inflamasi) sehingga menyebabkan disfungsi
mikrosirkulasi tubuh. Disfungsi mikrosirkulasi yang dimaksud ialah kerusakan endotel
pembuluh darah, pengeluaran substansi yang bersifat vasoaktif, perubahan tonus pembuluh
darah, serta obstruksi kapiler akibat agregasi komponen seluler. Aktivasi sistem komplemen
juga terjadi sebagai respons host terhadap infeksi. Aktivasi dari sistem komplemen
menyebabkan pengeluaran mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas

4
kapiler, vasodilatasi, serta agregasi trombosit. Efek merugikan dari mediator endogen adalah
sebagai berikut:
 Tromboksan A2: menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi trombosit
 Prostaglandin: PGF 2α menyebabkan vasokonstriksi sedangkan PGI 2 menyebabkan
vasodilatasi
 Leukotriene: menyebabkan vasokonstriksi, bronkokonstriksi, serta peningkatan
permeabilitas kapiler
 Myocardial depressant factors: menyebabkan depresi kerja otot jantung
 Endogenous opiates seperti β-endorfin: menyebabkan depresi aktivitas saraf simpatis,
mengurangi kontraktilitas miokardium, dan menyebabkan vasodilatasi
 TNF: Meningkatkan permeabilitas vascular sehingga terjadi capillary leak,
menurunkan tonus pembuluh darah, dan menyebabkan imbalans antara perfusi dan
kebutuhan metabolik jaringan
 TNF dan interleukin: Menstimulasi pengeluaran mediator-mediator inflamasi,
menyebabkan vasodilatasi 2,4
Selain itu, terjadi aktivasi dari sistem koagulasi serta inhibisi proses fibrinolisis.
Akibatnya, terbentuk thrombin yang membantu deposisi fibrin pada mikrosirkulasi yang
memperburuk disfungsi mikrosirkulasi.3
Akibat dari kaskade inflamasi banyak antara lain demam, produksi asam laktat, serta
syok. Demam terjadi karena adanya pirogen baik yang eksogen maupun yang endogen.
Pirogen eksogen yang dimaksud ialah patogen penyebab infeksi, toksin, maupun endotoksin
yang akan masuk ke dalam tubuh mencetuskan respons inflamasi sehingga dihasilkan pirogen
endogen seperti TNF, interleukin, serta metabolit asam arakhidonat tromboksan,
prostaglandin, serta leukotriene. Pirogen endogen akan merangsang pusat pengaturan suhu
yang terletak di hipotalamus sehingga terjadi peningkatan thermostat suhu tubuh. Akibatnya
terjadi kontraksi otot tubuh, aktivitas metabolisme yang meningkat, serta vasokonstriksi
perifer. Ketiga hal ini akan mengkonservasi panas dalam tubuh sehingga terjadi demam.2
Pengeluaran mediator-mediator inflamasi menyebabkan kebutuhan metabolik jaringan
meningkat sedangkan terjadi gangguan perfusi perifer akibat agregasi trombosit dan
komponen seluler lainnya yang menyebabkan obstruksi kapiler dan mengganggu
mikrosirkulasi. Hal ini berakibat terjadi suatu metabolisme anaerobik sebagai respons untuk
mempertahankan kadar ATP dalam tubuh. Metabolisme anaerobik berakibat produksi asam
laktat yang meningkat. Hal ini dapat berakibat terjadinya asidosis metabolik.2
Kaskade inflamasi yang tidak ditangani juga dapat berakibat terjadinya syok septik.
Syok septik merupakan kombinasi dari ketiga tipe klasik dari syok yakni syok hipovolemik,

5
syok kardiogenik, dan syok distributif. Permeabilitas kapiler yang meningkat menyebabkan
suatu capillary leak sehingga cairan intravascular keluar dari pembuluh darah dan terjadi
hipovolemia. Mediator inflamasi juga menyebabkan kerja otot jantung berkurang sehingga
terjadi penurunan daripada cardiac output (CO) atau curah jantung. Mediator inflamasi juga
berakibat vasodilatasi kapiler sehingga resistensi vaskular sistemik berkurang. Akibat dari
hipovolemia, penurunan CO, dan penurunan resistensi vascular menyebabkan disfungsi
sistem sirkulasi yang disebut sebagai syok septik. Pada fase awal, tubuh masih dapat
mempertahankan tekanan darah melalui aktivasi jalur simpatis sehingga terjadi peningkatan
denyut jantung serta vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Namun, lama kelamaan,
mekanisme kompensasi tersebut gagal sehingga terjadi hipotensi. Perfusi ke organ-organ
perifer berkurang akibat disfungsi sistem sirkulasi. Hal tersebut dapat berujung disfungsi
organ multipel/ MODS. Kegagalan organ yang multipel mengganggu homeostasis tubuh
sehingga akhirnya dapat terjadi kematian.2
Gambar-gambar berikut menggambarkan patogenesis dari sepsis pada anak (gambar
1, gambar 2, dan gambar 3):

Gambar 1: Patofisiologi Sindroma Sepsis 3

6
Gambar 2: Patofisiologi Proses Sepsis pada Anak 2

III. DIAGNOSIS
Diagnosis sepsis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria SIRS dan dapat dibuktikan
adanya suatu infeksi atau didapatkan gambaran klinis pada anak yang konsisten dengan
adanya suatu infeksi. Bila diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis disebut sebagai sepsis/
septicemia.5 Kriteria dari SIRS dapat terpenuhi bila didapatkan 2 dari 4 kriteria dimana 1
haruslah merupakan abnormalitas pada pengaturan suhu atau hitung leukosit yang abnormal. 1-
2,5
4 kriteria tersebut (seperti yang tertera pada tabel 4) ialah:
1. Suhu inti tubuh (rektal) > 38.5°C atau < 36.0°C
2. Takikardia: denyut jantung rata-rata > 2 SD diatas denyut jantung normal untuk umur
tanpa stimulus eksternal, obat-obatan, atau stimulus nyeri ATAU elevasi persisten
denyut jantung tanpa sebab yang jelas selama 0.5 hingga 4 jam ATAU pada anak
kurang dari 1 tahun terjadi bradikardia persisten selama 0.5 jam dimana denyut
jantung rata-rata < persentil ke-10 untuk usia tanpa adanya reflex vagal, penggunaan
obat-obatan beta-blocker, atau kelainan jantung kongenital
3. Takipnue: laju pernapasan > 2 SD diatas laju pernapasan normal untuk umur ATAU
dibutuhkan bantuan ventilasi mekanis yang tidak berhubungan dengan penyakit
neuromuskular ataupun penggunaan anastesi umum
4. Hitung leukosit meningkat atau menurun: Hitung leukosit meningkat atau menurun
dari nilai normal untuk umur, bukan akibat dari penggunaan kemoterapi ATAU
netrofil batang > 10%

7
Adanya lesi kulit seperti petekie dan purpura merupakan gambaran klinis yang sugestif
sepsis. Untuk membuktikan adanya suatu infeksi, dilihat dari gejala klinis (anamnesis dan
pemeriksaan fisik) anak selain itu juga perlu ditunjang oleh pemeriksaan penunjang seperti
foto thoraks, pemeriksaan darah, analisa cairan, serta pemeriksaan kultur.2
Standar baku diagnosis sepsis adalah dengan ditemukannya bakteri dalam darah
ditambah dengan gejala klinis berupa gangguan multi organ.7 Ditemukannya bakteri dalam
darah atau hasil kultur yang positif menandakan adanya bakteriemia. Bakteriemia merupakan
suatu diagnosis laboratorik.6 Pada pasien dengan sepsis tidak selalu didapatkan hasil kultur
yang positif.4

IV. PENGELOLAAN

Bila diagnosis sepsis sudah ditegakkan, pasien sebaiknya dirawat di ruangan unit
intensive care dimana dapat dilakukan monitoring secara kontinu, serta pemasangan central
venous pressure (CVP) dan arterial blood pressure bila diperlukan. Monitoring pasien
dengan syok septik meliputi monitoring terhadap kesadaran, tanda vital, capillary refill time,
saturasi oksigen, CVP, dan urine output setiap jam. Bila didapatkan kelainan pada parameter
tersebut maka perlu dilakukan resusitasi hingga didapatkan capillary refill time kurang dari 2
detik, denyut nadi normal dan sama kuat dengan denyut jantung, ekstremitas hangat, urine
output > dari 1 ml/kgBB/jam, tekanan darah normal, dan pasien sadar.2

 Antibiotik
Bila nanti sudah didapatkan hasil biakan atau uji kepekaan, jenis antibiotika dapat
dirubah atau dipertahankan sesuai dengan hasil dan respons klinis pasien. 4 Pada fase
inisial, antibiotika yang dapat diberikan berupa:
o Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis +
aminoglikosida (garamisin 5-7 mg/kgBB/hari diberikan IV atau netilmisin 5-6
mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 2 dosis)
o Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis + sefotaksim
100 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 3 dosis
o Metronidazol dan klindamisin diberikan untuk kuman enterik Gram negatif
anaerob (bila dicurigai kuman penyebab anaerob karena ditemukan fokus
infeksi di rongga abdomen, rongga panggul, rongga mulut, atau daerah
rektum)4

 Cairan

8
Resusitasi cairan yang tidak adekuat berhubungan dengan peningkatan risiko
mortalitas sebanyak 40%. Sebaliknya resusitasi cairan sebanyak 20ml/kg - 60
ml/kgBB berhubungan dengan meningkatnya survival anak tanpa meningkatkan
insidensi dari edema pulmunal. Penilaian apakah resusitasi cairan cukup atau tidak
dinilai dari denyut jantung, urine output, dan capillary refill time. Tipe cairan yang
diberikan (kristal atau koloid) masih merupakan perdebatan.2

 Tranfusi
Transfusi produk darah dilakukan bila didapatkan gangguan hematologik.
Hemoglobin perlu dikoreksi dan dipertahankan pada 10 g/dl untuk memastikan bahwa
oksigen ke jaringan perifer adekuat. Bila terjadi koagulopati, apalagi bila pasien
mengalami perdarahan aktif, dapat dikoreksi dengan transfusi fresh frozen plasma
(FFP), kriopresipitat, atau trombosit.2

 Vasopresor
Penggunaan obat vasopressor atau inotropik bertujuan menormalkan kerja jantung
untuk mempertahankan cardiac output. Ini karena pada anak dengan sepsis seringkali
disertai cardiac output yang rendah akibat disfungsi miokardium yang progresif dan
hal ini berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Obat pilihan utama ialah
dopamin diberikan 2-5 mcg/kgBB/menit, namun bila syok resisten dopamin dapat
diberikan epinefrin atau norepinefrin.

 Gula darah dan elektrolit


Status metabolik pasien harus dipertahankan dalam batas normal. Bila terjadi
gangguan elektrolit maka harus segera di koreksi. Pada pasien dengan hipoglikemia
diberikan 0.5-1g/kgBB glukosa. Pada pasien dengan hipokalsemia diberikan kalsium
klorida melalui vena sentral sebanyak 10-20 mg/kgBB. Bila terjadi gangguan
keseimbangan asam basa juga perlu dilakukan koreksi.2

 Kortikosteroid
Pasien sepsis juga perlu diberikan stress dose corticosteroids yakni hidrokortison 50
mg/kgBB bolus diikuti oleh dosis rumatan 50mg/kgBB/hari. Pemberian kortikosteroid
dipertimbangkan pada pasien dengan syok yang tidak responsif terhadap resusitasi
cairan maupun katekolamin. 4

9
Terapi lainnya yang perlu diberikan bersifat suportif berupa pemberian obat-obatan
untuk proteksi lambung dan pemberian obat antipiretik untuk menurunkan demam. Obat-
obatan untuk proteksi lambung diberikan untuk mencegah terbentuknya stress ulcer. Obat
yang dapat diberikan berupa antasida, H2-reseptor blocker, atau sukralfat. Pemberian
antipiretik ditujukan untuk menurunkan demam karena demam meningkatkan konsumsi
oksigen dan kebutuhan metabolik yang dapat memperburuk perfusi oksigen ke jaringan
perifer, selain itu demam juga dapat meningkatkan ambang kejang pada anak, sehingga
demam perlu diturunkan dengan pemberian antipiretik.3
Pasien dengan sepsis tidak harus dipuasakan kecuali bila ada tanda-tanda kegawatan
seperti penurunan kesadaran dan sesak napas yang berat. Sebaiknya makanan tetap diberikan
secara enteral untuk mencegah atrofi traktus gastrointestinal.3
Bagan berikut (gambar 5) merupakan algoritma tatalaksana pasien dengan syok septik
yang pelaksanaannya bertempat di IGD atau PICU. 11 Tabel berikutnya (tabel 13) merupakan
rekomendasi surviving sepsis campaign mengenai tatalaksana sepsis pada anak.12-13

10
Gambar 5: Algoritma Tatalaksana Syok Septik 11

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, Members of the International Consensus


Conference on Pediatric Sepsis. International pediatric sepsis consensus conference:
Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med
2005; 6(1): 2-8.
2. Enrione MA, Powell KR. Sepsis, Septic Shock, and Systemic Inflammatory Response
Syndrome. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. In: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF; editors. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p.1094-9.
3. Guzman-Cottrill J, Nadel S, Goldstein B. The Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), Sepsis, and Septic Shock. Principles and Practice of Pediatric
Infectious Diseases. 3rd ed. In: Long SS, Pickering LK, Prober CG; editors.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.
4. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Sepsis dan Syok Septik. Buku
Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. p.358-
63.
5. Carcillo JA, Fields AI, Task Force Committee Members. Clinical practice variables
for hemodynamic support of pediatric and neonatal patients in septic shock. Crit Care
Med 2002; 30: 1365-78.
6. Fisher RG, Boyce TG. Moffet’s Pediatric Infectious Diseases: A Problem-Oriented
Approach. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2005. p.354-62.
7. Dewi R. Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan. Maj Kedokt Indon 2011;
61(3): 101-6.
8. BC Children’s Hospital. Clinical Practice Guideline: Pediatric Severe Sepsis 2011.
Available at: https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CDMQFjAC&
url=http%3A%2F%2Fwww.childhealthbc.ca%2Fguidelines%2Fcategory%2F67-
sepsis-guidelines%3Fdownload%3D232%253Asepsis-
guideline&ei=GMHJU9WyK4yPuASXhoKoCg&usg=AFQjCNGvD2WJLwB973Z5
LpMLFNJ3be9XKA&sig2=KQzAVC1f1AiXW_IrbaBMjQ. Accessed 13 July, 2014.
9. Arifin MRA. Hubungan Antara Hiperglikemia dan Mortalitas Pada Anak dengan
Sepsis di Ruang Rawat Inap Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Kedokteran Indonesia 2011; 2(1): 34-8.
10. Simmons ML, Durham SH, Carter CW. Pharmacologic Management of Pediatric
Patients With Sepsis. AACN Advanced Critical Care 2012; 23(4): 437-48.

12
11. El-wiher N, Cornell TT, Kissoon N, Shanley TP. Management and Treatment
Guidelines for Sepsis in Pediatric Patients. The Open Inflammation Journal 2011; 4:
101-9.
12. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al.
International Guideline for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.
Critical Care Medicine Journal 2013; 41(2): 613-9.
13. Khilnani P, Singhi A, Lodha R, Santhanam I, Sachdev A, Chugh K, et al. Pediatric
Sepsis Guidelines: Summary for resource-limited countries. Indian J Crit Care Med
2010; 14(1): 41-52.

13

Anda mungkin juga menyukai