Anda di halaman 1dari 35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian pengelolaan lingkungan dilakukan di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Bedog. DAS Bedog merupakan bagian dari DAS Progo. Secara
administratif, DAS Bedog berada di dua kabupaten yaitu kabupaten Sleman
(enam kecamatan yaitu kecamatan Pakem, Turi, Godean, Gamping, Godean,
Gamping, Mlati, dan Sleman) dan Bantul (lima Kecamatan Bantul, Pajangan,
Kasihan, Sewon, dan Pandak). Luas DAS Bedog mencapai luasan 11.621,42 Ha

Penelitian dilakukan selama empat minggu pada 30 April 2018 sampai 26


Mei 2018. Daerah kajian meliputi satu penggal sungai yaitu segmen 5 yang
terletak pada Kecamatan Kasihan, Gamping dan Sewon Kabupaten Bantul
dengan luas penggal sungai 2324,84 Ha

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam pengelolaan lingkungan di penggal sungai
segmen 5 DAS Bedog dirinci sebagai berikut, yaitu:
a. Pita Ukur, untuk mengukur penampang sungai
b. Ember, untuk menguji parameter kualitas air
c. Waterchecker, untuk menguji parameter kualitas air (pH, Suhu,
DHL.TDS, dan Salinitas)
d. Check list, untuk mencatat hasil pengukuran lapangan
e. Kuisioner, untuk mencatat hasil wawancara dengan warga
f. Software Arc GIS 10.3, untuk interpretasi dan memodelkan hasil
pengukuran
g. Avenza Map, untuk mengetahui lokasi kajian secara absolute
h. Thermohidrograf, untuk mengukur kelembapan relative, suhu (indeks
kenyamanan)
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengelolaan lingkungna di penggal sungai
segmen 5 DAS Bedog yaitu:
a. Peta DEM 12.5 m untuk menentukan kemiringan lereng
b. Peta Dasar Penggunaan Lahan
c. Data curah hujan 10 tahun dari 15 stasiun terdekat untuk menghitung
hujan wilayah
d. Data Bor Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul
e. Data Tanah Jawa Tengah – DIY
f. Data Infrastruktur (Fasilitas Kesehatan dan Pendidikan) Kabupaten
Bantul dalam angka 2016)
g. Data Kependudukan (Kabupaten Bantul dan Sleman dalam angka
2016)
h. Data Pendidikan (Jumlah Murid dan Guru) (Kabupaten Bantul dan
Sleman dalam angka 2016)

3.3 Metode Pengambilan Data

3.3.1 Ketersediaan Air

3.3.1.1 Ketersediaan Airtanah

Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di


dalam ruang antara butir-butir tanah yang membentuk dan di dalam retak-
retak dari batuan. (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Menurut Todd (1995),
airtanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam
ruang antar butir-butir tanah yang meresap kedalam tanah dan bergabung
membentuk lapisan tanah yang disebut aquifer.
Ketersediaan airtanah dapat diketahui dengan perhitungan debit.
Debit adalah besarnya volume air yang mengalir pada suatupenampang
luas tertentu per satuan waktu. Debit merupakan suatu hasil fungsi dari
luasan penampang kecepatan aliran dan kemiringan penampang aliran.
Metode Hukum Darcy (Dinamis). Darcy menemukan bahwa kecepatan
airtanah berbanding lurus dengan beda tinggi (head) antara dua titik dalam
tabung dibagi dengan panjang tabung yang dikenal sebagai kemiringan
airtanah, dan juga berbanding lurus terhadap koefisien yang dikenal
sebagai nilai konduktivitas hidraulik (K). Sehingga untuk menghitung debit
airtanah tinggal kalikan kecepatan airtanah dengan luas penampang tabung.
Jika dinotasikan maka Hukum Darcy adalah sebagai berikut:

Q=KIA

Q = Debit (m3/s)
K = Hydraulic Conductivity (m/hari)
I = Hydraulic Gradient (dh/dL)
A = Luas penampang akuifer

3.3.1.2 Jejaring Aliran (Flownet)


Garis aliran merupakan suatu garis dimana butir-butir akan
bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir sungai melalui media tanah yang
tembus air (permeable). Garis ekipotensial adalah suatu garis yang mana
memiliki tinggi potensial di semua titik pada garis tersebut yang sama.
Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan
jejaring aliran (flow net). Flow net merupakan peta yang berisikan kontur
air tanah dan arah aliran air tanah (Das, 1993).
Garis kontur menunjukkan daerah-daerah yang mempunyai tinggi
muka airtanah sama. Peta ini dihasilkan dari interpolasi titik-titik tinggi
muka air tanah yang telah diketahui sebelumnya. Arah aliran air tanah
dapat ditentukan dengan menarik garis tegak lurus kontur muka air tanah
tinggi ke muka air tanah rendah (Todd,1980). Garis kontur permukaan air
dapat digunakan untuk mengetahui arah dari aliran airtanah pada wilayah
yang diberikan. Peta dari garis kontur permukaan air ini disebut dengan
flownet (jejaring aliran). Airtanah selalu bergerak dari area yang memiliki
kedalaman hidrolik yang tinggi ke area yang memiliki kedalaman hidrolik
yang rendah

Gambar 3.1 Definisi garis aliran dan garis ekipotensial untuk aliran
di dalam lapisan tanah yang tembus air (permeable layer) Todd, D.K.
1980

Pembuatan peta flownet membutuhkan data diantaranya Tinggi


Muka Airtanah pada setiap sumur (TMA) yang kemudian dihubungkan
titik-titik yang memiliki TMA sama sehingga diperoleh equipotensial line.
Pembuatan kontur TMA menggunakan metode Three Point Problem.
Metode Three Point Problem ini didasarkan pada data-data ketinggian
muka airtanah yang telah diperoleh dari hasil pengolahan data kedalaman
muka airtanah.
Gambar 3.2 Metode Three Point Problem dalam Pembuatan Flownet
(Todd, 1980)

Peta Flownet yang telah jadi merupakan dasar untuk mengetahui nilai debit
aliran permukaan Metode Darcy. Interval kontur merupakan luas
penampang akuifer (A).

Gambar 3.3 Sketsa Aliran Airtanah (Flownet)

3.3.2 Kualitas Air


3.3.2.1 Kerentanan airtanah

Penilaian kerentanan air tanah menggunakan indeks DRASTIC


dengan teknik PCSM (point count system models) sebagai metode
pembobotan dan penilaian. Parameter yang digunakan adalah kedalaman
permukaan air tanah, curah hujan (imbuhan), media akuifer, tekstur tanah,
kemiringan lereng, pengaruh zona tak jenuh, dan konduktivitas hidrolik
akuifer. Tiap faktor parameter mempunyai bobot berdasarkan besarnya
pengaruh terhadap pencemaran air tanah dan tiap faktor parameter
penilaian mempunyai kelas dan nilai. Penentuan klasifikasi kerentanan air
tanah di DAS Bedog menggunakan metode Sturges dengan klasifikasi
rendah, sedang, dan tinggi.

Indeks DRASTIC = DwDr+ RwRr+AwAr+SwSr+TwTr+IwIr+CwCr


D = Depth to the water table (kedalaman muka air tanah)
R = Recharge (imbuhan)
A = Aquifer media (media akuifer)
S = Soil media (tekstur tanah)
T = Topography (lereng)
I = Impact of vadose zone (pengaruh zona tak jenuh)
C = Conductiviy (konduktivitas hidrolik)

Tabel 3.1 Skoring Kedalaman Muka Air Tanah


Kedalaman Muka Air Tanah (m) Skor
0 - 1,5 10
1.5 – 3 9
3–9 7
9 – 15 5
15 – 22 3
22 – 30 2
>30 1
Tabel 3.2 Skoring Curah Hujan/Imbuhan
Curah Hujan/Imbuhan (mm/tahun) Skor
0 – 1500 2
1500 – 2000 4
2000 – 2500 6
2500 – 3000 8
>3000 10

Tabel 3.3 Skoring Media Akuifer


Media Akuifer Skor
Massive shale 2
Metamorphic / igneous 3
Weathered metamorphic / igneous 4
Glacial till 5
Bedded sandstone, limestone and shale 6
sequences
Massive sandstone 6
Massive limestone 6
Sandy loam 7
Loamy sand 8
Sand and gravel 8
Basalt 9
Karst limestone 10

Tabel 3.4 Skoring Tekstur Tanah


Tekstur Tanah Skor
Thin or absent 10
Gravel 10
Sand 9
Peat 8
Loamy sand 8
Shrinking and or aggregated clay 7
Sandy loam 6
Loam 5
Silty loam 4
Clay loam 3
Muck 2
Nonshrinking and nonaggregated clay 1

Tabel 3.5 Skoring Kemiringan Lereng


Kemiringan Lereng (%) Skor
0–8 8
8 – 15 5
15 – 25 3
>25 1

Tabel 3.6 Skoring Zona Tak Jenuh


Zona Tak Jenuh Skor
Confining layer 1
Silt / clay 1
Sandy loam 2
Loamy sand 3
Shale 3
Limestone 3
Sand 4
Sandstone 6
Bedded limestone, sandstone, shale 6
Sand and gravel with significant silt and clay 6
Basalt 9
Karst limestone 10

Tabel 3.7 Skoring Konduktivitas Hidrolik


Konduktivitas Hidrolik (m/hari) Skor
0 – 0,86 1
0,86 – 2,59 2
2,59 – 6,05 4
6,05 – 8,64 6
8,64 – 17,18 8
>17,18 10

Tabel 3.8 Skor Parameter Kerentanan


Parameter Weight
D Depth to water table 5
R Recharge 4
A Aquifer Media 3
S Soil Media 2
T Topography 1
I Impact of vadose zone 5
C Conductivity 3

3.3.2.2 Kerentanan Air Permukaan


Kerentanan daerah tangkapan hujan di DAS Bedog terhadap
pencemaran ditentukan dengan menghitung indeks kerentanan
menggunakan parameter penggunaan lahan, kemiringan lereng (%), dan
curah hujan rerata tahunan (mm/th). Penaksiran indeks kerentanan DAS
Bedog terhadap pencemaran menggunakan metode PCSM (Point Count
System Model) dengan pembobotan dan penilaian (Parameter Weighting
and Rating Method). Setiap variabel dari parameter diberikan skor 1-10
dan dikalikan dengan bobot. Skor yang tinggi pada suatu variabel
menggambarkan semakin rentan variabel tersebut terhadap pencemaran
begitu pula skor yang rendah menggambarkan semakin tidak rentan
variabel tersebut. (Nurkholis dkk., 2016)
Tabel 3.9. Pembobotan Parameter Kerentanan DAS

Parameter DAS Pembobot

Rata-rata hujan tahunan 2


Kemiringan lereng 1
Penggunaan lahan 3

Tabel 3.10 Skoring Parameter Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan Skor


Tubuh air 1
Semak/belukar 4
Kebun 5
Lahan kering 6
Sawah Irigasi 7
Pemukiman 8

Tabel 3.11 Skoring Parameter Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng (%) Skor


<8 2

8 – 15 4
15 – 25 6
>25 8

Tabel 3.12 Skoring Parameter Curah Hujan


Hujan rerata tahunan (mm/th) Skor
1500 – 2000 5
2000 – 2500 7
2500 – 3000 9
> 3000 10

Indeks Kerentanan DAS terhadap pencemaran menggunakan rumus :

VI = indeks kerentanan
Rt = skor curah hujan Rw = bobot curah hujan
Tr = skor kemiringan lereng Tw = bobot kemiringanlereng
Lt = skor penggunaan lahan Lw = bobot penggunaanlahan

3.3.2.3 Kualitas Air Permukaan


Metode yang digunakan dalam pengujian kualitas air dilakukan
dengan survei lapangan di 7 titik sampel, karena dalam mengidentifikasi
distribusi suatu pencemaran air pada aliran sungai, serta terjadinya
proses penjernihan air (self purification) dari limbah yang ada dibadan
sungai. Pengamatan dan pengukuran dilakukan secara langsung di
lapangan menggunakan alat water checker menggunakan parameter pH,
DHL, suhu, dan TDS.
Teknik pengambilan sampel didasarkan pada sumber pencemar
dan input aliran menuju badan sungai baik dari rumah tangga, pertanian,
maupun industry. Pengukuran dimulai dari sebelum pencemaran (zona
bersih), proses degradasi (zona degradasi), hingga berakhirnya proses
pencemaran (zona pemutihan), dan juga pada outlet yang
menggambarkan kondisi kualitas air dari satu segmen DAS.
3.3.3 Kualitas Lahan
3.3.3.1 Kerawanan Longsor
Metode yang digunakan dalam pembuatan peta kerawanan longsor
adalah dengan skoring dan pembobotan terhadap parameter longsor
(Taufik, dkk., 2016). Parameter yang digunakan antara lain jenis tanah,
rerata curah hujan tahunan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan
geologi. Data yang diperlukan dalam pembuatan peta kerawanan
longsor, antara lain data DEM untuk kemiringan lereng, data rerata
curah hujan tahunan untuk peta isohyet, SHP jenis tanah, SHP
penggunaan lahan, dan peta geologi

Skor = (30 % x faktor kelas curah hujan) + ( 20% x geologi) + (20 %


x faktor kelas jenis tanah) + (15% x penggunaan lahan) + (15 % x
faktor kelas lereng) ...(1)

(Taufik, dkk., 2016)

Pemberian skor didasarkan pada besar pengaruh dalam memicu


longsor. Parameter penting yang memicu terjadinya longsor memiliki
skor paling tinggi. Masing-masing parameter juga memiliki bobot tertentu
yang dipengaruhi oleh besar pengaruh parameter dalam menyebabkan
longsor. Peberian skor pada masing-masing parameter dapat dilihat pada
tabel 3.13 berikut.

Tabel 3.13 Parameter Pembobotan Tanah Longsor

Parameter Besaran Skor Bobot


< 8% 1
8-15% 2
Kemiringan 15-25% 3 15%
25-45% 4
>45% 5
< 1000 1
1000-2000 2
CH Tahunan
2000-2500 3 30%
(mm/tahun)
2500-3000 4
>3000 5
Tidak Peka 1
Agak Peka 2
Jenis Tanah Kurang Peka 3 20%
Peka 4
Sangat Peka 5
Bahan Aluvial 1
Bahan Vulkanik I 2
Geologi Bahan Sedimen I 3 20%
Bahan Sedimen 2
4
Vulkanik 2
Kebun dan campuran
2
semak belukar
Perkebunan dan
3
Tutupan Lahan sawah irigasi 15%
Kawasan industri dan
4
permukiman
Lahan-lahan kosong 5
Sumber: Taufik, dkk., 2016

3.3.4 Kualitas Udara


3.3.4.1 Emisi Rumah Tangga
Emisi rumah tangga terdiri dari emisi bahan bakar rumah tangga,
emisi listrik rumah tangga, dan emisi kendaraan bermotor. Beban emisi
rumah tangga dihitung dengan metode pendekatan nilai faktor emisi
dengan menggunakan 3 data masukan, yaitu data primer hasil survei
lapangan dan kuisioner dari informasi aktivitas, data sekunder faktor
emisi, dan informasi tentang efisiensi peralatan pengendali emisi
(apabila ada). Nilai beban emisi rumah tangga yang dihasilkan dikalikan
dengan jumlah kepala keluarga di segmen 5 untuk mendapatkan nilai
beban emisi total. Jumlah kepala keluarga (KK) yang digunakan
merupakan jumlah KK yang berada di Kecamatan Gamping, Kasihan,
Sewon, dan Pajangan yang disesuaikan dengan luasan masing-masing
kecamatan di Segmen 5 DAS Bedog. Persamaan perhitungan beban
emisi adalah,

E = R x FE (tanpa pengendalian) x (100-C)/100 x jumlah KK

Keterangan:
E = Emisi
R = Tingkat aktivitas (jumlah energi yang diproses)
FE = Faktor emisi, dengan asumsi tanpa pengendalian
C = Efisiensi peralatan pengendalian (%)
C = 0 (jika tidak terpasang peralatan pengendalian)

a. Emisi Bahan Bakar Rumah Tangga

Beban emisi bahan bakar rumah tangga dihitung dengan metode


faktor emisi dan memperhitungkan NCV (Net Calorific Value) dari
bahan bakar dengan tanpa memperhitungkan efisiensi peralatan
pengendali. Konsumsi bahan bakar didapat dari data primer penggunaan
bahan bakar sehari-hari untuk memasak di setiap titik sampel. Rata-rata
penggunaan bahan bakar sehari-hari untuk memasak masyarakat di
segmen 5 yaitu menggunakan bahan bakar gas (LPG) . Volume
konsumsi perbulan dikalikan dengan faktor emisi bahan bakar gas yaitu
63.100 dan NCV yaitu 0.0000473. Persamaan perhitungan emisi CO2
adalah,

Emisi CO2 Bahan Bakar = Konsumsi Bahan Bakar x FE x NCV x jumlah KK


K
Keterangan :
Emisi CO2 = Jumlah Emisi CO2 (Satuan Massa)
Konsumsi Bahan Bakar = (Kg/Tahun)
FE = Faktor Emisi Bahan Bakar Gas ( 63.100 ton CO2)
NCV = Nilai Net Calorific Value (energy content) per
unit massa atau Volume bahan bakar (TJ/ton fuel)

b. Emisi Listrik Rumah Tangga


Beban emisi listrik rumah tangga memperhitungkan
penggunaan alat-alat elektronik dalam jangka waktu tertentu setiap
harinya dan diakumulasikan dalam satu bulan. Penggunaan alat-alat
elektronik rumah tangga yang digunakan diantaranya data penggunaan
TV, mesin cuci, setrika listrik, pompa air, kipas angin, kulkas, rice
cooker, dispenser, dan laptop. Permasaan perhitungan beban emisi
listrik rumah tangga adalah,

Emisi Listrik = Daya listrik x faktor emisi listrik x jumlah KK

Keterangan :
Daya Listrik = KWh
Faktor emisi listrik = 0,741 ton CO2/MWh

c. Emisi Kendaraan
Beban emisi kendaraan diperhitungkan dengan pendekatan
penggunaan jenis bahan bakar dan banyaknya konsumsi bahan bakar
setiap kendaraan yang digunakan untuk setiap KK dalam satu hari dan
diakumulasikan dalam satu bulan di segmen 5. Persamaan perhitungan
beban nilai emisi kendaraan adalah,

Emisi Kendaraan = Konsumsi bahan bakar x faktor emisi x jumlah KK


K
Keterangan :
Konsumsi bahan bakar = Liter
Faktor emisi = Ton/TJ
(IPCC, 2006)
Tabel 3.14 Faktor Emisi BBM
Janis BBM Faktor Emisi
RON 88 (Premium) 72,97
RON 90 (Pertalite) 72,78
RON 92 (Pertamax) 72.60
Sumber : Puslitbang Lemigas, 2015

Nilai beban emisi total rumah tangga diperhitungakan dengan


menjumlahkan nilai emisi bahan bakar rumah tangga dan emisi listrik,
sebagaimana persamaan berikut

Emisi Total = Emisi CO2 Bahan Bakar + Emisi Listrik

(IPCC, 2006)

3.3.4.2 Serapan Karbon Pepohonan


Sumber data perhitungan biomassa dan serapan karbon berasal
dari inventarisasi jenis, diameter, dan tinggi pohon di lokasi kajian. Jenis
tanaman berkayu yang dihitung memiliki kriteria yaitu tanaman berkayu
dengan lingkar pohon lebih dari 15 cm (Hairiah, dkk., 2011).
Perhitungan biomassa dan serapan karbon dihitung berdasarkan sampel
lahan di segmen 5 DAS Bedog.
Wilayah kajian pengambilan petak ukur sampel pohon dilakukan
di beberapa lokasi kebun, pekarangan, dan tegalan di segmen 5 DAS
Bedog. Luasan petak ukur yang digunakan untuk sampel perhitungan
karbon seluas 100m2 untuk tanaman pada fase kayu dan pohon.
Pengamatan tiap petak ukur meliputi pengukuran luas, pencatatan semua
jenis tanaman berkayu tingkat tiang dan pohon, perhitungan jumlah
tiang setiap petak ukur (kerapatan pohon), pengukuran diameter pohon
setinggi dada (D) dan tinggi (H) (Purwanto, dkk., 2012).
Metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan biomassa
tiap-tiap individu pohon yaitu metode allometrik. Metode allometrik
merupakan metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan
dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar
organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara
proporsional (Parresol, 1999 dalam Purwanto, dkk., 2012).
Persamaan allomaterik digunakan untuk menghubungkan antara
diameter batang pohon dengan variabel lain seperti volume kayu,
biomassa pohon, dan kandungan karbon pada tegakan hutan yang masih
berdiri (standing stock). Biomassa dalam persamaan allometrik hasilnya
akan akurat apabila variabel bebas dinyatakan dalam formulasi volume
pohon yang direpresentasikan dalam bentuk diameter batang kuadrat
dan tinggi pohon. Penentuan biomassa pohon yang disesuaikan dengan
jenis pohon yang sama yang tumbuh di kondisi habitat yang relatif sama
tercantum pada tabel 1 (Purwanto, dkk., 2012).
Tabel 3.15 Penaksiran total biomassa atas tanah untuk jenis mahoni,
jati, sengon, dan lainnya di kebun, pekarangan, dan tegalan di segmen 5
DAS Bedog
No Jenis Pohon Biomassa total (batang, Author
cabang, dam daun)
1. Mahoni Bt = 0,9029 (D2.H)0,6840 Badriyah dan
(Swietenia Purwanto, 2008
mahagony)
2. Jati (Tectona Bt = 0,7458 (D2.H)1,0835 Silaban dan
grandis) Purwanto, 2008
3. Sengon Bt = 0,0199 (D2.H)0,9296 Azhim dan
(Paraserianthes Purwanto, 2007
falcataria)
4. Lain-lain Bt = 0,0240 (D2.H)0,7817 Gabungan 4
meliputi (sukun, jenis
petai cina,
melinjo, johar)
Keterangan: Bt : Biomassa total, H : tinggi total pohon, D : diameter
batang pohon (Sumber : (Purwanto, dkk., 2012)).
Perhitungan cadangan karbon di tingkat lahan merupakan hasil
taksiran cadangan karbon per lahan. Kadar karbon dalam bahan organic
digunakan kadar terpasang yaitu 46%. Estimasi cadangan karbon per
komponen dapat dihitung dengan mengalikan berat massa masing-
masing komponen dengan kadar karbon pada persamaan sebagai
berikut:

Estimasi Serapan Karbon = Biomassa (ton/ha) x 0,46


3.3.4.3 Indeks Kenyamanan
Indeks kenyamanan secara kuantitatif dinyatakan sebagai
Temperature Humidity Index (THI). THI merupakan index dengan
satuan derajat celsius sebagai besaran yang dapat dikaitkan dengan
tingkat kenyamanan yang dirasakan populasi manusia. Data yang
digunakan untuk menentukan indeks kenyamanan adalah data suhu
udara (oC) dan data kelembaban. Data tersebut didapatkan dari survei
lapangan dengan menggunakan Termohygrograf yang diukur dibawah
naungan (teras rumah) pada masing-masing titik sampel. Pengukuran
suhu dan kelembaban Indeks kenyamanan dihitung dengan
menggunakan persamaan Nieuwolt (1977) (dalam Wati dan
Fatkhuroyan, 2017) sebagaimana berikut,

THI = 0.8 T +{ (H x T)/500}

Keterangan :
THI = Indeks Kenyamanan (oC)
H = Kelembaban
T = Suhu Udara (oC)
Nilai indeks kenyamanan diklasifikasikan berdasarkan batas
kenyamanan menggunakan selang kenyamanan berdasarkan Nieuwolt
(1977) dan Emmanuel (2005) yang dimodifikasi untuk iklim tropis
(Effendy, 2007), yaitu

Tabel 3.16 Batas Kenyamanan


Batas Kenyamanan (oC) Tingkat Kenyamanan
21-24 Nyaman
25-27 Merasa nyaman
>27 Tidak nyaman
Sumber: Nieuwolt (1977) dan Emmanuel (2005)
dalam Effendy, 2007
3.3.5 Kondisi Sosial
3.3.5.1 Karakteristik Penduduk
a. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan suatu perbandingan antara
banyaknya penduduk serta luas wilayahnya. Kepadatan penduduk
dihitung dengan rumus :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 (𝑘𝑚2)
3.3.5.2 Penentuan Kelayakan Infrastruktur Pendidikan
a. Rasio murid-guru dan murid-sekolah.
Kelayakan infrastruktur pendidikan dihitung dari rasio murid-
guru dan rasio murid-sekolah yang kemudian dibandingkan dengan
kualitas pendidikan ideal berdasarkan PP No. 74 Tahun 2008 tentang
guru dan Permendiknas No 41. Tahun 2007 tenntang standar proses
yang mengatur jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan
belajar.
- Perhitungan rasio guru dan murid
Perhitungan rasio dihitung dengan menggunakan rumus
berikut :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑢𝑟𝑖𝑑
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐺𝑢𝑟𝑢

- Perhitungan rasio murid dan sekolah


Perhitungan rasio dihitung dengan menggunakan rumus
berikut :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑢𝑟𝑖𝑑
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ
Standar jumlah guru dan murid didasarkan dari PP No. 74 Tahun
2008 tentang guru tenntang standar proses yang mengatur jumlah
maksimal peserta didik setiap rombongan belajar dengan ketentuan
sebagai berikut.
- Rasio minimal jumlah peserta didik terhadap guru

- Jumlah minimal dan jumlah maksimal peserta didik/kelas

b Rasio jumlah penduduk-fasilitas kesehatan

Kelayakan infrastruktur pendidikan dihitung dengan rasio


jumlah penduduk-fasilitas kesehatan yang kemudian dibandingkan
dengan kelayakan infrastruktur kesehatan ideal berdasarkan pada
Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
3.3.5.2.Matriks evaluasi dampak penting terhadap Pabrik
Madukismo.
Pembuatan matriks evaluasi dampak dilakukan untuk
menghitung besarnya dampak yang terjadi di masyarakat akibat
keberadaan Pabrik Madukismo. Parameter sosial budaya yang
digunakan meliputi persepsi masyarakat, tingkat kesehatan, budaya,
pengeluaran, dan lalu lintas (Sarudji, 2006)
3.3.5.4 Pengolahan Data Sosial
a. Wawancara responden.
Wawancara dilakukan dengan metode random sampling
dengan berdasarkan pada blok pemukiman dari peta penggunaan lahan
dan kegiatan ekonomi yang berlangsung dengan jumlah responden 3
orang tiap blok permukiman.
b. Skoring kualitas permukiman penduduk
Pengharkatan kualitas permukiman dilakukan dengan
menggunakan beberapa parameter diantaranya kondisi fisik bangunan,
kualitas sanitasi, dan perolehan air tiap harinya.
3.3.6. Keserasian lingkungan

Keserasian lingkungan merupakan indeks komposit dua


komponen lingkungan yang saling berpengaruh satu sama lain yaitu
lingkungan alami dan lingkungan sosial (Muta’ali, 2012). Keserasian
lingkungan diperoleh dari indeks komposit masing-masing parameter atau
variabel yang nantinya diperlakukan sebagai variabel positif dan negatif.
Semakin besar pontensi kondisi sosial dan kondisi lingkungan alami,
maka semakin baik tingkat keserasian lingkungan (Muta’ali, 2012).
Teknik analisis data menggunakan penjumlahan nilai Z-score, yaitu:

(𝑋𝑖−𝑋)
Z-score = 𝑆𝑑

Dimana:

Z-score = Nilai Z-score untuk variabel atau parameter i, rentang nilai


Z-
score adalah negatif (di bawah rata-rata) dan positif (di atas rata-
rata), setelah dibobot dengan standar deviasi.
Xi = data mentah dari variabel pengamatan i

X = rata-rata data variabel pengamatan

Sd = standar deviasi

Berikut merupakan tipologi keserasian lingkungan :


Tabel 3.17 Tipologi Keserasian Lingkungan

Indeks Indeks
Tipe
Tipe Lingkungan Lingkungan
Keserasian
Sosial Alami
I Serasi Z-score + Z-score +
II Tidak Serasi Z-score - Z-score +
III Tidak Serasi Z-score + Z-score -
IV Sangat Tidak Z-score - Z-score -
Serasi
Sumber: Muta’ali, 2012

Diperlukan parameter lingkungan alami dan lingkungan sosial


dalam menentukan keserasian lingkungan di Segmen 5 DAS Bedog
dengan bermacam-macam variabel. Variabel dari parameter fisik maupun
sosial yang digunakan untuk menentukan Z-score dalam penelitian ini
ditunjukkan oleh tabel X berikut.

Tabel 3.18. Parameter dan Variabel Keserasian Lingkungan

No Parameter Variabel
I. LINGKUNGAN SOSIAL
1. Tingkat Pendidikan (1) Rata-rata lama
sekolah
(2) Fasilitas pendidikan
(3) Rasio murid dan
fasilitas pendidikan
2. Tingkat Kesehatan (1) Rasio penduduk dan
fasilitas kesehatan
3. Tingkat Sosial Ekonomi (1) Jumlah penduduk
miskin
(2) Jumlah penduduk
yang bekerja diluar
sektor pertanian
II. LINGKUNAGN ALAMI
A. Potensi Sumberdaya Lahan (1) Kemiringan lereng
(2) Luas lahan (Ha)
(3) Jenis batuan
(4) Jenis tanah
(5) Curah hujan
(mm/tahun)
(6) Luas sawah (Ha)
B. Potensi Sumberdaya Air
1. Potensi Air Permukaan (1) Curah hujan
(mm/tahun)
(2) Jumlah sungai
2. Potensi Airtanah (1) Kedalaman airtanah
(m)
(2) Daya Hantar Listrik
(DHL)
Sumber: Muta’ali, 2012
3.4 Metode Analisis Data
3.4.1 Analisis Ketersediaan Airtanah (Debit Aliran Metode Darcy)

Data Tinggi muka airtanah,


dan data konduktivitas
hidrollik

Pengolahan data di Arc


GIS

Peta aliran airtanah


(Flownets) segmen 5
DAS Bedog

Penentuan Penentuan
Discharge area Recharge area

Perhitungan

Q= K x I x A

Analisis hasil
perhitungan

Peta Potensi
Ketersediaan Airtanah
segmen 5 DAS Bedog

Keterangan:

Input Proses Output

Gambar 3.4 Diagram alir ketersediaan airtanah (debit metode Darcy) segmen 5 DAS
Bedog
3.4.2 Analisis Kualitas Airtanah
3.4.2.1 Kerentanan Pencemaran Airtanah

Data kedalaman muka air tanah,


curah hujan, media akuifer,
tekstur tanah, lereng, tekstur tanah
pada zona vadus, dan
konduktivitas hidrollik

Skoring dan pembobotan


setiap parameter

Overlay menggunakan
Software ArcGIS

Klasifikasi kelas kerentanan


pencemaran airtanah dengan
metode Sturgess

Peta kerentanan
pencemaran airtanah
segmen 5 DAS Bedog

Keterangan:

Input Proses Output

Gambar 3.5 Diagram alir kerentanan airtanah segmen 5 DAS Bedog


3.4.3 Analisis Kualitas Air Permukaan
a. Uji Kualitas Air (Survei Lapangan)

Peta Penggunaan Lahan segmen 5


DAS Bedog

Menetukan 7 Titik Sampel (sumber


pencemar dan outlet)

Melakukan Uji Parameter Kualitas


Air sebelum titik pencemar dan
sesudah (self purification)

Uji pH Uji DHL Uji Suhu TDS


Air

Membandingkan dengan baku mutu


kualitas air

Analisis Data dan Penyajian Data


(Diagram)

Kecenderungan Kualitas Air

Keterangan:

Input Proses Output

Gambar 3.6 Diagram alir kualitas air permukaan segmen 5 DAS Bedog
b. Kerentanan Pencemaran Air Permukaan

Data DEM, data hujan, data


penggunaan lahan

Peta Kemiringan Peta Peta hujan


Lereng Penggunaan wilayah mtode
Lahan Thiessen

Skoring dan pembobotan


masing-masing parameter

Overlay pada Software


ArcGIS

Perhitungan bobot masing-


masing parameter

Klasifikasi Indeks
kerentanan pencemaran air
permukaan di DAS Bedog

Peta Kerentanan
Pencemaran Air Permukaan
segmen 5 DAS Bedog
Keterangan:

Input Proses Output

Gambar 3.7 Diagram alir kerentanan air permukaan segmen 5 DAS Bedog
3.4.4 Analisis Kualitas Lahan
a. Kerawanan Longsor

Data DEM, peta Ch Thiessen,


SHP penggunaan lahan, SHP jenis
tanah, SHP geologi

Skoring dan pembobotan


masing-masing parameter

Overlay

Perhitungan skor dan bobot


masing-masing parameter

Klasifikasi tingkat
kerawanan longsor di DAS
Bedog

Layout dan simbolisasi

Peta Kerawanan Longsor segmen


5 DAS Bedog

Keterangan:

Input Proses Output

Gambar 3.8 Diagram Alir Pembuatan Peta Kerawanan Longsor segmen 5


DAS Bedog
3.4.5 Analisis Kualitas Udara
a. Emisi Rumah Tangga dan Serapan Karbon

Data primer (survei lapangan Data Sekunder : Jumlah


Data survei lapangan :
dan kuisioner) : Data Bahan Kepala Keluarga di
Inventarisasi jenis, diameter,
Bakar Rumah Tangga, Data Kecamatan Gamping,
dan tinggi pohon di lokasi
Daya Listrik Rumah Tangga, Sewon, Pajangan, dan
sampel kebun, pekarangan,
Data Konsumsi Bahan Bakar Kasihan
dan tegalan
Kendaraan

Penaksiran Kandungan
biomassa : Persamaan
Allometrik
Pendekatan
Faktor Emisi CO2

Estimasi serapan karbon

Nilai beban Emisi Nilai beban Emisi Nilai beban Emisi


CO2 Bahan Bakar CO2 Listrik CO2 Kendaraan
Rumah Tangga Rumah Tangga

Nilai total beban


Analisis perbandingan serapan
Emisi CO2
dan emisi karbon
Rumah Tangga

Keterangan:

Input Proses Output

Gambar 3.9 Diagram alir Emisi Rumah Tangga dan Serapan Karbon

segmen 5 DAS Bedog


b. Indeks Kenyamanan

Data survei lapangan : suhu dan


kelembaban pada penggunaan lahan
permukiman, tegalan, dan kebun

Perhitungan Indeks Kenyamanan dengan


persamaan Nieuwolt (1977)

Tingkat kenyamanan berdasarkan batas


kenyamanan

Persentase banyaknya tingkat


kenyamanan

Keterangan:

Input Proses Output

Gambar 3.10 Diagram alir Indeks Kenyamanan segmen 5 DAS Bedog


3.4.6 Analisis Kondisi Lingkungan Sosial

Lingkungan Sosial
Segmen 5 DAS Bedog

Data Sekunder
Data Primer

Kependudukan Pendidikan (Jumlah Kesehatan Wawancara


(Jumlah Rumah, sekolah, Rata-rata (Jumlah (Berdasarkan
Jumlah penduduk lama sekolah Rasio fasilitas, Lingkungan
murid-guru, dan murid
miskin dan kepadatan Rasio Sosial)
sekolah
penduduk) penduduk-
fasilitas

Karakteristik Kualitas Kelayakan Matrik


Penduduk Permukiman Infrastruktur Identifikasi
Dampak Sosial

Permasalahan
Sosial Segmen 5
DAS Bedog

Keterangan:

Input Proses Output

Gambar 3.11 Diagram alir Kondisi Lingkungan Sosial segmen 5 DAS Bedog
3.4.7 Metode Analisis Pengelolaan Lingkungan

Kondisi Lingkungan segmen 5


DAS Bedog

Lingkungan Lingkungan
Fisik Sosial

Data Fisik (Air, Lahan Data Sosial (Penduduk,


dan Udara) Pendidikan, Kesehatan)

Pengolahan data
hasil lapangan dan
studi pustaka

Variabel Variabel Karakteristik Karakteristik


fisik Sosial Lingkungan Lingkungan
Fisik Sosial

Perhitungan Permasalahan
Z-Skor Lingkungan segmen 5
DAS Bedog

Keserasian Lingkungan
Fisik dan Sosial Matriks penilaian
lingkungan segmen 5
DAS Bedog

Rekomendasi Pengelolaan
Lingkungan Berbasis Masyarakat

Keterangan:
Input Proses Output
Gambar 3.12 Diagram alir Analisis Pengelolaan Lingkungan segmen 5 DAS
Bedog
Daftar Pustaka

Das BM. 1993. Mekanika Tanah (diterjemahkan dari : Prinsiples Of Geotechnical


Engineering, penerjemah : N. Endah dan I.B. Mochtar). Penerbit Erlangga: Jakarta.

Effendy, S. (2007). Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island
Wilayah Jabodetabek. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Hairiah, K., A. Ekadinata., R.R. Sari, S. Rahayu. 2011. Pengukuran Cadangan


Karbon : Edisi kedua. Bogor : World Agroforestry Centre, ICRAF Regional
Office, University of Brawijaya (UB) Malang Indonesia

IPCC.2006. General Guidance and Reporting. Journal of IPCC Guidelines for


National Greenhouse Gas Inventories, 1(2006) chapter 1 page 1.5

Muta’ali, Lutfi. 2012. Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan Wilayah.


Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM

Nurkholis, A., Widyaningsih, Y., Rahma, A. D., Suci, A., Abdillah, A., Wangge, G.
A., Widiastuti, A. S., Maretya, D. A. 2016. Analisis Kerentanan Air Permukaan
DAS Sembung, Kabupaten Sleman, DIY.
http://doi.org/10.17605/OSF.IO/K54BE

Purwanto, R.H., Rohman, A. Maryudi., T. Yuwono, D.B. Permadi., dan M. Sanjaya.


2012. Potensi Biomassa dan Simpanan Karbon Jenis-Jenis Tanaman Berkayu di
Hutan Rakyat Desa Nglanggeran Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Kehutanan 6 (2) : 128-141

Puslitbang Lemigas. 2014. Kajian Perhitungan Faktor Emisi Lokal pada Jenis Bahan
Bakar Minyak. Dipresentasikan pada Seminar Nasional Faktor Emisi CO2.
Bandung. Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM.

Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

Sarudji, Didik. 2006. Wawasan Lingkungan. Surabaya : Media Ilmu

SNI. 2004. Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Jakarta :


Badan Standarisasi Nasional Indonesia

Sosrodarso S, Takeda K. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan . Pradnya Paramita,


Jakarta.
Taufik, M., Akbar Kurniawan, dan Alfi Rohmah P. 2016. Identifikasi Daerah Rawan
Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis). Jurnal
Teknik ITS Volume 5, Nomor 2.
Todd DK. 1995. Groundwater Hydrology. Second Edition. John Wiley & Sons,
Singapore.

Wati, T. dan Fatkhuroyan. 2017. Analisis Tingkat Kenyamanan di DKI Jakarta


berdasarkan Indeks THI (Temperature Humidity Index). Jurnal Ilmu
Lingkungan Volume 15 Issue 1 (2017) : 57-63

Anda mungkin juga menyukai