Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Tanah di berbagai tempat permukaan bumi ini tentunya memiliki tingkat
ketahanan atas gaya deformasi (konsistensi) yang berbeda-beda. Konsistensi
merupakan manifestasi dari gaya-gaya kohesi dan adhesi yang bekerja di dalam
tanah terhadap tusukan, tarikan, dan tekanan. Konsistensi sangat diperlukan
terutama ketika kita akan melakukan suatu pengolahan tanah. Konsistensi
sangat dipengaruhi oleh kadar air. Penetapan konsistensi tanah secara kualitatif
sering di istilahkan sebagai penentuan angka Atterberg karena Atterbeg adalah
pelopor penetapan batas-batas konsistensi tanah yang dinyatakan dengan angka
kandungan pada batas cair dan batas plastis (lekat) suatu tanah.
Dari uraian di atas, maka dapat dilakukan praktikum konsistensi tanah dan
angka atterberg.

1.2.Tujuan
Praktikum acara 5 Sifat Alami Tanah mengenai konsistensi tanah dan
angka atterberg ini dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa mampu
menentukan konsistensi tanah sampel secara kuantitatif serta mengetahui
bentuk dan batas konsistensi tanah beserta ukuran kuantitatifnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Konsistensi tanah merupakan kekuatan daya kohesi butir – butir tanah atau
daya adhesi butir – butir tanah dengan benda ain. Hal ini ditunjukan oleh daya tahan
tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang memilki konsistensi
yang baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah.
Oleh karena tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering maka
penyifatan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut
(Anonim, 2010). Dalam keadaan lembab, tanah dibedakan ke dalam konsistensi
gembur (mudah diolah ) sampai teguh (agak sulit dicangkul). Dalam keadaan kering
tanah dibedakan kedalam konsistensi lunak sampai keras. Dalam keadaan basa
dibedakan plastisitasnya yaitu dari plastis sampai tidak plastis atau kelekatannya
yaitu dari tidak lekat sampai lekat.

Dalam keadaan lembab atau kering konsistensi tanah ditentuka dengan


meremas segumpal tanah. Bila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah
dikatakan berkonsistensi gembur bila lembab atau lunak bila kering. Bila gumpalan
tanah sukar hancur dengan remasan tersebut tanah dikatakan berkonsistensi teguh
(lembab) atau keras (kering). Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya
melekat pada jari (melekat atau tidak melekat) atau mudah tidaknya membentuk
bulatan dan kemampuannya memprtahankan bentuk tersebut (plastis atau tidak
plastis) (Arsyad. 2010).

Konsistensi merupakan bagian Rheologi yang merupakan ilmu yang


mempelajari perubahan–perubahan bentuk (deformasi) dan aliran (flow) suatu
benda. Sifat–sifat rheologi tanah di pelajari dengan menentukan angka–angka
Atterberg yaitu angka–angka kadar air tanah pada beberapa macam keadaan.
Angka–angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah, karena
pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau tanah terlalu kering ataupun terlalu
basah. Sifat–sifat tanah yang berhubungan dengan angka Atterberg tersebut
konsistensi basah (pada kadar air sekitar kapasitas lapangan (field capacity) untuk
menilai : a) derajat kelekatan tanah terhadap benda – benda yang menempelnya
yang dideskripsikan menjadi : tak rekat, agak lekat, lekat dan sangat lekat, serta b)
derajat klenturan tanah terhadap perubahan bentuknya, yaitu : non plastic (kaku),
agak plastis, plastis dan sangat plastis. Konsistensi lembab (kadar air antara
kapasitas lapangan dan kering udara), untuk menilai derajat kegemburan,
keteguhan tanah, dipilah menjadi lepas, sangat gembur, gembur teguh, sangat
teguh dan ekstrem teguh. Konsistensi kering (kadar air kondisi kering udara)
untuk memulai derajat keeratan tanah, yaitu : lepas, lunak, agak keras, keras,
sangat keras dan ekstrem keras (Hanafiah, 2009). Konsistensi tanah penting untuk
menentukan cara pengolahan tanah yang baik, juga penting bagi penetrasi atau
tanaman di lapisan bawah dan kemampuan tanah menyimpan lengas. Hasil
penetapan konsistensi tandi di Swedia oleh A Heburg, disebut konstanta Atterburg
dapat digunakan sebagai indeks yang a) mengindikasikan tingkat akumulasi liat di
dalam profil tanah dan b) mendasari teknik pengolahan tanah dan perancangan
alat – alat mekanisme pertanian. (Sutanto, 2005)
BAB III

METODOLOGI

3.1. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada praktikum 5 kali ini antara lain adalah :
1. Contoh sampel tanah hasil ayakan yang digunakan untuk bahan utama
dalam penentuan kadar air dari masing-masing batas yang ditentukan
serta
2. Aquades yang digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan pasta tanah.
Adapun alat yang digunakan antara lain yaitu :
1. Cassagrande, yang digunakan untuk alat penguji untuk menentukan
batas cair.
2. Spatula, yang digunakan sebagai pengaduk dalam membuat pasta tanah
dan penggores.
3. Timbangan, yang digunakan untuk menimbang sampel tanah. Kaca
yang digunakan untuk alas memilin-milin pasta tanah dalam pengujian
batas plastis.
4. Talenan kayu, yang digunakan sebagai alat penguji batas kerut serta
5. Oven, yang digunakan untuk mengoven sampel-sampel tanah yang akan
ditentukan kadar airnya.
3.2. Cara Kerja
Pada praktikum ini dilakukan 3 macam percobaan, yaitu penentuan batas cair,
batas plastis dan batas kerut.
1. Penentuan Batas Cair
Langkah pertama yang dilakukan yaitu sampel tanah diambil secukupnya
untuk kemudian dibuat pasta dengan penambahan aquades. Lalu pasta tanah
dimasukkan ke dalam mangkuk cassagrande dan diratakan permukaannya.
Selanjutnya, dibuat goresan yang membelah menjadi 2 bagian dengan spatula
atau pisau. Kemudian, pengumpil pada alat diputar sehingga terjadi beberapa
ketukan sampai massa tersebut alurnya tertutup kembali. Pada saat itulah
terjadi batas cair. Sampel tanah diambil dan dioven untuk kemudian
ditentukan kadar airnya.
2. Penentuan Batas Plastis
Pertama ialah diambil sampel tanah kemudian ditambahkan air sedikit demi
sedikit sehingga terbentuk pasta tanah. Pasta tanah yang telah jadi, diambil
lalu digulung-gulungkan diatas kaca sehingga terbentuk gulungan-gulungan
yang retak berdiameter 3 mm. pada saat retak itulah terjadi batas plastis,
sampel tanah yang digunakan diambil lalu dioven untuk ditentukan kadar
airnya.
3. Penentuan Batas Kerut
Pertama-tama, diambil sampel tanah kemudian dibuat pasta tanah dengan
bantuan aquades. Kemudian. Pasta tanah dioleskan/dibentangkan dengan
ketebalan tertentu pada talenan kayu. Lalu, sampel tanah yang telah dioleskan
ke talenan, didiamkan agar mulai kering. Batas kerut terjadi saat ada tanah
yang mulai kering dan terlihat perbedaan warna. Sampel yang dianalisis kadar
airnya diambil dari perbatasan antara tanah yang mulai kering dengan tanah
yang masih basah.
3.3. Cara Analisis Data
Analisis data yang dilakukan untuk penentuan ketiga batas angka atterberg
ini sebenarnya hampir sama, yaitu dengan menghitung kadar airnya.
Rumus dalam menentukan kadar air adalah sebagai berikut.

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Khusus untuk analisis batas cair, setelah dilakukan penentuan kadar air,
terdapat prosedur tambahan analisis yaitu sebagai berikut.
 Plot jumlah ketukan (x) vs kadar air (y)
 Tentukam persamaan linearnya (y=mx+a)
 Tentukan nilai kadar air (y) pada jumlah ketukan ke-25 (x = 25)
 Kadar air pada ketukan ke-25 merupakan nilai Batas Cair.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Analisis Data
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil berikut ini.
Tabel 1. Batas Cair (BC)
Cawan Berat Berat Berat Jumlah Kadar Air
Cawan Cawan + Cawan + Ketukan (%)
Kosong (a) Tanah Tanah
(gram) Sampel (b) Kering (c)
(gram) (gram)
A 5,31 9,17 7,73 64 59,50
B 5,47 9,47 7,95 58 61,29
C 5,27 7,46 6,55 24 71,09

Tabel 2. Batas Plastis (BP)


Berat Cawan Berat Cawan + Berat Cawan + Kadar Air
Kosong (d) Tanah Sampel (e) Tanah kering (f) (%)
(gram) (gram) (gram)
2,62 8,56 6,99 35,93

Tabel 3. Batas Lekat (BL)


Berat Cawan Berat Cawan + Berat Cawan + Kadar Air
Kosong (g) Tanah Sampel (h) Tanah kering (i) (%)
(gram) (gram) (gram)
2,59 16,66 12,40 43,42
2,61 17,66 13,09 43,61
Tabel 4. Batas Berubah Warna (BBW)
Berat Cawan Berat Cawan + Berat Cawan + Kadar Air
Kosong (d) Tanah Sampel (e) Tanah kering (f) (%)
(gram) (gram) (gram)
3,66 7,40 6,70 23,00

Dari data hasil batas cair yang diperoleh, didapatkan grafik kadar air dengan
jumlah ketukan sebagai berikut

Grafik Batas Cair


72

70

68
Kadar Air (%)

66 y = -0,3054x + 79,027
64

62

60

58
0 10 20 30 40 50 60 70
Jumlah Ketukan

Gambar1. Grafik KA vs Jumlah ketukan di penentuan batas cair


Analisis Data
1. Perhitungan Kadar Air Batas Cair
 Kadar Air Tanah di Cawan A
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
9,17 − 7,73
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
7,73 − 5,31
𝐾𝐴 = 59,50%
 Kadar Air Tanah di Cawan B
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
9,47 − 7,95
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
7,95 − 5,47
𝐾𝐴 = 61,29%
 Kadar Air Tanah di Cawan C
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
7,46 − 6,55
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
6,55 − 5,27
𝐾𝐴 = 71,09%
*Nilai Batas Cair Tanah = nilai Ka pada saat kondisi x (jumlah ketukan)=25, yaitu
y = -0,3054x + 79,027
= -0,3054 . 25 + 79,027
= 71,39 (jadi, nilai batas cair tanah adalah 71,39%)
2. Perhitungan Kadar Air Batas Plastis
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
8,56 − 6,99
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
6,99 − 2,62
𝐾𝐴 = 35,93%
3. Perhitungan Kadar Air Batas Lekat
 Kadar Air Tanah di Cawan A
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
16,66 − 12,40
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
12,40 − 2,59
𝐾𝐴 = 43,42%
 Kadar Air Tanah di Cawan B
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
17,66 − 13,09
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
13,09 − 2,61
𝐾𝐴 = 43,61%

4. Perhitungan Kadar Air Batas Berubah Warna


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
7,40 − 6,70
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
6,70 − 3,66
𝐾𝐴 = 23,00%
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Pada praktikum ini didapatkan kesimpulan berupa praktikan mampu
menganalisis dan menentukan konsistensi tanah sampel secara kuantitatif
serta mengetahui bentuk dan batas konsistensi tanah beserta ukuran
kuantitatifnya. Serta dari dari sampel tanah yang diuji dapatkan batas cair
dari sampel tanah adalah 71,39%, kadar air batas plastis 35,93%, kadar
air batas lekat 43,61% dan kadar air batas berubah warna 23%.
5.2. Saran
Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Konsistensi Tanah. Pada


http://hmit.lk.ipb.ac.id/2010/07/17/konsistensi/. Diakses pada 22
Oktober 2019
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Hanafiah, K., A. 2009. Dasar-dasar Ilmu tanah. Jakarta : PT grafindo persada.
Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Konsep dan Kenyataan. Kanisius.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai