Anda di halaman 1dari 28

KADAR AIR TANAH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi
kehidupan. Salah satu contohnya yaitu air memiliki fungsi yang penting
dalam tanah seperti pada proses pelapukan mineral dan bahan organik
tanah, yaitu reaksi yang mempersiapkan hara larut bagi pertumbuhan
tanaman. Dalam hal ini fungsi air  tidak dapat digantikan oleh senyawa
lain Jumlah air yang diperoleh tanah bergantung pada kemampuan tanah
menyerap air cepat dan meneruskan air yang diterima ke bawah.
Berdasarkan gaya yang bekerja pada air tanah yaitu gaya adhesi, kohesi
dan gravitasi, maka air tanah dibedakan menjadi: air higroskopis, air
kapiler dan air gravitasi.
Kadar air tanah adalah konsentrasi air dalam tanah yang biasanya
dinyatakan dengan berat kering. Kadar air pada kapasitas lapang adalah
jumlah air yang ada dalam tanah sesudah kelebihan air gravitasi mengalir
keluar dan dengan nyata, biasanya dinyatakan dengan persentase berat.
Kadar air pada titik layu permanen adalah yang dinyatakan dengan
persentase berat kering.
Penentuan kadar air atau analisa kadar air suatu bahan sangat
penting dilakukan guna mengetahui seberapa besar atau seberapa banyak
persentase air pada bahan pangan atau hasil pertanian karena salah satu
medium tumbuh mikroorganisme pada bahan adalah air sehingga untuk
meminimalkan risiko yang dapat ditimbulkan oleh mikroorganisme
terhadap bahan pangan perlu dilakukan analisa kadar air terhadap suatu
bahan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan percobaan terhadap
kadar air tanah.
1.2. Tujuan

Mahasiswa mampu menjelaskan dalam mengetahui tentang kondisi


kadar air suatu tanah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perhitungan kadar air tanah menggunakan metode gravimetric. Metodenya


dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada setiap perlakuan. Ambil cawan
petridish kemudian ditimbang dan tambahkan 20 gram tanah lalu dikeringkan
dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105o. Perhitungan kadar air dilakukan
pada kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm (Khoiri, 2011).
Menurut Hanafiah (2010), kadar dan ketersediaan air tanah dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
1. Tekstur tanah
Kadar air tanah bertekstur liat > lempung > pasir, misalnya pada tegangan 1/3 atm
(kapasitas lapang), kadar air masing-masingnya adalah sekitar 55%, 40% dan
15%. Hal ini terkait dengan pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal,
ruang pori dan luas permukaan adsorptif, yang makin halus teksturnya akan makin
banyak, sehingga makin besar kapasitas menyimpan air. Hasilnya berupa
peningkatan kadar dan ketersediaan air tanah.
2. Kadar bahan organik
Bahan organik tanah mempunyai pori-pori mikro yang jauh lebih banyak
ketimbang partikel mineral tanah, yang berarti luas permukaan penjerap (kapasitas
simpan) air juga lebih banyak, sehingga makin tinggi kadar bahan organik akan
makin tinggi kadar dan ketersediaan air tanah.
3. Senyawa kimiawi
Garam-garam dan senyawa pupuk/amelioran (pembenah tanah) baik alamiah
maupun non alamiah mempunyai gaya osmotik yang dapat menarik dan
menghidrolisi air, sehingga koefisien layu meningkat.
4. Kedalaman solum/lapisan tanah
Kedalaman solum menentukan volume simpan air, makin dalam makin besar,
sehingga kadar dan ketersediaan air juga makin banyak. Kedalaman solum/lapisan
ini sangat penting bagi tetanaman berakar tunggang dan dalam.
Kapasitas lapang adalah kondisi ketika komposisi air dan udara di dalam
tanah  berimbang. Kondisi ini dapat kita lihat seperti pada contoh pot yang
telah disiram airhingga jenuh yang mengentaskan semua air hingga tak ada lagi
air yang keluar darilubang yang terdapat pada bagian bawah pot. Hampir semua
tanaman menyukai tanah pada kondisi  kapasitas  lapang (Adriansyah. 2013)
Kadar oksigen dalam tanah selalu berlawanan dengan kadar air dalam
tanah. Jika kadar air tinggi, kadar O2 akan rendah. Keberadaan O2 dalam tanah
sangat penting untuk respirasi sel-sel akar yang akan berkaitan dengan penyerapan
unsur hara atau transpirasi aktif (Kodoatie, 2010).
Menurut Hardjowigeno (2017) berpendapat bahwa tanah-tanah bertekstur
kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.
Hal tersebut juga sependapat bahwa tanah bertekstur kasar mempunyai
kemampuan menyimpan air yang sangat rendah.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan tempat pelaksanaan

Praktikum Dasar Ilmu Tanah dilakukan pada hari Rabu, tanggal 23


Oktober 2019 pukul 07.30-09.10 WIB bertempat di Laboratorium Sumber
Daya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur membahas mengenai kadar air tanah.

3.2. Alat dan bahan

1. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram


2. Oven
3. Silinder
4. Kaleng
5. Desikator
6. Contoh tanah (yang lolos ayakan 2mm)
7. Karet
8. Kasa
9. Label dan alat tulis
10. Kamera

3.3. Langkah kerja

3.3.1. Penetapan Kadar Air Kering Udara


1. Menimbang kaleng
2. Memasukkan 10 g tanah kering udara ke dalam kaleng, kemudian
menimbang
3. Memaasukkan kaleng beserta tanah ke dalam oven dengan suhu 105oC.
Membiarkan selama 24 jam
4. Mengeluarkan kaleng dari oven, memasukkan ke dalam desikator,
kemudian menimbang.
3.3.2. Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapangan
1. Menyiapkan contoh tanah kering udara yang sudah ditumbuk dan lolos
ayakan 2 mm
2. Menyiapkan 2 buah silinder (ring) dengan bagian bawah ditutup kain
kasa dan karet, lalu mencatat masing-masing beratnya
3. Memasukkan contoh tanah ke dalam ring sampai permukaannya
mendekati permukaan silinder bagian atas. Mengetuk-ngetuk beberapa
kali agar tanah agak mampat
4. Mencelupkan ke dalam air perlahan-lahan sampai tinggal ¼ bagian
tabung diatas permukaan air, menunggu sampai permukaan tanah
nampak basah, kemudian mengangkat dan meniriskan lebih kurang 12-
16 jam
5. Menimbang kembali silinder beserta tanahnya
6. Memasukkan kaleng beserta tanah ke dalam oven dengan suhu 105oC.
Membiarkan selama 24 jam.
7. Mengeluarkan kaleng dari oven, memasukkan kedalam desikator,
kemudian menimbang
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil pengamatan

Tabel 1. Hasil perhitungan kadar air kering udara (KA-KU)

Berat tanah + Berat %𝐾𝐴(𝐾𝑈


No Contoh kaleng kaleng
) = 100(B
Tanah BTK BTK
=
− C) F = (100+
U O
= = (𝑀)):100
A−𝐶
(A) (B) (C) (M)
1. Trawas 13,49 12,94 3,49 0,945 1,00945
2. Pacet 13,54 13,13 4,54 0,959 1,00959
Tabel 2. Hasil perhitungan kadar air kapasitas lapang (KA-KL)

Berat Berat Berat Berat


Berat Berat KA (kapasitas
No Contoh tanah tanah tanah tanah
silinder air = lapangan) =
tanah kering + kering basah + basah
(E-C) (F)/(C)
silinder (A-B) silinder (D-B)
(A) (B) (C ) (D) (E) (F)
1. Trawas 23,88 19,46 4,42 25,95 6,49 2,07 0,46
2. Pacet 22,93 18,67 4,26 24,65 5,98 1,72 0,40

4.1.1. Hasil perhitungan pengamatan

BTKUt = 13,49 gram BTKOt = 12,94 gram BKt = 3,49 gram

BTKUp = 13,54 gram BTKOp = 13,13 gram BKp = 3,54 gram

KA= (B-C) : (A-C) x 100%

KAt = (BTKOt – BKt) : (BTKUt - BKt) x 100%

= (12,94 - 3,49) : (13,49 - 3,49) x 100%


= (9,45 : 10) x 100%

= 0,945

KAp = (BTKOp – BKp) : (BTKUp - BKp) x 100%

= (13,13 – 3,54) : (13,54 – 3,54) x 100%

= (9,59 : 10) x 100%

= 0,959

F = (KA+100) : 100

Ft = (KAt+100) : 100

= (0,945+100) : 100

= 100,945 : 100

= 1,00945

Fp = (KAp+100) : 100

= (0,959+100) : 100

= 100,959 : 100

= 1,00959

Berat Tanah Kering

BTKt = BTKSt – BSt

= 23,88 – 19,46

= 4,42

BTKp = BTKSp – BSp

= 22,93 – 18,67

= 4, 26
Berat Tanah Basah

BTBt = BTBSt – BSt

= 25,95 – 19,46

= 6,49

BTBp = BTBSp – BSp

= 24,65 – 18,67

= 5,98

Berat Air

BAt = BTBt – BTKt

= 6,49 – 4,42

= 2,07

BAp = BTBp – BTKp

= 5,98 – 4,26

= 1,72

Kapasitas Lapang

KAt = BAt : BTKt

= 2,07 : 4,42

= 0, 46

KAp = BAp : BTKp

= 1,72 : 4,26

= 0, 40

Keterangan:
BTKU : Berat Tanah Kering Udara (trawas, pacet)

BTKO : Berat Tanah Kering Oven (trawas, pacet)

BK : Berat Kaleng (trawas, pacet)

KA : Kapasitas lapang (trawas, pacet)

F : Kadar air (trawas, pacet)

BTK : Berat Tanah Kering (trawas, pacet)

BTKS : Berat Tanah Kering + Silinder (trawas, pacet)

BS : Berat Silinder (trawas, pacet)

BA : Berat Air (trawas, pacet)

BTB : Berat Tanah Basah (trawas, pacet)

4.2. Pembahasan

Praktikum kadar air tanah dilaksanakan pada 23 Oktober 2019


pukul 07.30-09.10 WIB bertempat di Laboratorium Sumber Daya Lahan Fakultas
Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan
menggunakan alat dan bahan. Alat dan bahan yang digunakan berupa timbangan
dengan ketelitian 0.01 gram, kaleng, oven, silinder, kamera hp, alat tulis, dan
lembar catatan. Praktikum kali ini menggunakan metode gravimetrik. Menurut
Khoiri (2011) Perhitungan kadar air tanah menggunakan metode gravimetrik
dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada setiap perlakuan. Ambil cawan
petridish (kaleng) kemudian ditimbang dan tambahkan 20 gram tanah lalu
dikeringkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105o. Perhitungan kadar air
dilakukan pada kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm.
Kapasitas lapang adalah kondisi ketika komposisi air dan udara di dalam
tanah  berimbang. Kondisi ini dapat kita lihat seperti pada contoh pot yang
telah disiram air hingga jenuh yang mengentaskan semua air hingga tak ada lagi
air yang keluar dari lubang yang terdapat pada bagian bawah pot. Hampir semua
tanaman menyukai tanah pada kondisi  kapasitas  lapang (Adriansyah. 2013).
Kondisi kapasitas lapang udara menempati pori makro sedangkan air menempati
pori mikro tanah.
Kadar oksigen dalam tanah selalu berlawanan dengan kadar air dalam
tanah. Jika kadar air tinggi, kadar O2 akan rendah. Keberadaan O2 dalam tanah
sangat penting untuk respirasi sel-sel akar yang akan berkaitan dengan penyerapan
unsur hara atau transpirasi aktif (Kodoatie, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa
tanah pacet lebih baik dalam melakukan penyerapan unsur hara daripada tanah
trawas. Karena hasil pengamatan menunjukkan kadar air kapasitas lapang yang
dimiliki tanah pacet adalah 0,40%g/cm-3 lebih rendah dari tanah trawas yang
memiliki kadar air kapasitas lapang sebesar 0,46%g/cm-3. Sedangkan pada
perhitungan kadar air kering udara menunjukkan bahwa tanah trawas lebih rendah
dibandingkan tanah pacet. Karena tanah trawas memiliki kadar air kering udara
sebesar 1,00945 dan tanah pacet 1,00959.
Menurut Hanafiah (2010), kadar dan ketersediaan air tanah dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu : tekstur tanah, kadar bahan organik, senyawa kimiawi,
dan kedalaman solum/lapisan tanah.Tekstur tanah mempengaruhi kadar air tanah
bertekstur liat > lempung > pasir, misalnya pada tegangan 1/3 atm (kapasitas
lapang), kadar air masing-masingnya adalah sekitar 55%, 40% dan 15%. Hal ini
terkait dengan pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori dan
luas permukaan adsorptif, yang makin halus teksturnya akan makin banyak,
sehingga makin besar kapasitas menyimpan air. Hasilnya berupa peningkatan
kadar dan ketersediaan air tanah. Kemudian kadar bahan organik berpengaruh
pada ketersediaan kadar air. Bahan organik tanah mempunyai pori-pori mikro
yang jauh lebih banyak ketimbang partikel mineral tanah, yang berarti luas
permukaan penjerap (kapasitas simpan) air juga lebih banyak, sehingga makin
tinggi kadar bahan organik akan makin tinggi kadar dan ketersediaan air tanah.
Senyawa kimiawi berperan dalam peningkatan kofisien layu melalui
garam-garam dan senyawa pupuk/amelioran (pembenah tanah) baik alamiah
maupun non alamiah mempunyai gaya osmotik yang dapat menarik dan
menghidrolisi air, sehingga koefisien layu meningkat. Kedalaman solum/lapisan
tanah dapat menentukkan volume simpan air, makin dalam makin besar, sehingga
kadar dan ketersediaan air juga makin banyak. Kedalaman solum/lapisan ini
sangat penting bagi tetanaman berakar tunggang dan dalam.
Menurut Hardjowigeno (2017) berpendapat bahwa tanah-tanah bertekstur
kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.
Hal ini menunjukkan bahwa tanah pacet memiliki tekstur yang lebih kasar
dibandingkan tanah trawas, meskipun keduanya sama-sama memiliki tekstur yang
kasar.
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Kadar air kering udara tanah trawas sebesar 1,00945 gram

2. Tanah pacet memiliki kadar air kering udara sebesar 1,00959 gram

3. Kadar air kapasitas lapang tanah trawas sebesar 0.46 gram

4. Tanah pacet mempunyai kadar air kapasitas lapang sebesar 0.40 gram
DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah. 2013. Kapasitas Lapang pada Tanah. Detik Tani.

Hanafia, K.A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Khoiri, A. 2011. Perubahan Sifat Fisik Berbagai Jenis Tegakan Kelapa Sawit.
Jakarta:Penebar Swadaya

Kodatie, R. dan Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: CV Andi Ruang.

Hardjowigeno, Sarwono. 2017. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.


LAMPIRAN

Gambar I Berat kaleng, kasa, karet, dan silinder tanah pacet

Gambar II Berat tanah basah dan silinder pacet

Gambar III berat kaleng trawas

Gambar IV Berat tanah basah dan silinder trawas

Gambar V Berat kaleng pacet


Gambar VI Berat kaleng, kasa, karet, dan silinder tanah trawas

Gambar VII Kaleng yang masing-masing berisi tanah


trawas dan tanah pacet
PENETAPAN PH TANAH DAN BAHAN ORGANIK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


pH tanah adalah salah satu dari beberapa indikator kesuburan
tanah, sama dengan keracunan tanah. Level optimum pH tanah untuk
aplikasi penggunaan lahan berkisar antara 5–7,5. tanah dengan pH
rendah (acid) dan pH tinggi (alkali) membatasi pertumbuhan tanaman.
Efek pH tanah pada umumnya tidak langsung. Di dalam kultur larutan
umumnya tanaman budidaya yang dipelajari pertumbuhannya
baik/sehat pada level pH 4,8 atau lebih.
Nilai pH tanah dipengaruhi oleh sifat misel dan macam katron
yang komplit antara lain kejenuhan basa, sifat misel dan macam kation
yang terserap. Semakin kecil kejenuhan basa, maka semakin masam
tanah tersebut dan pH nya semakin rendah. Sifat misel yang berbeda
dalam mendisosiasikan ion H beda walau kejenuhan basanya sama
dengan koloid yang mengandung Na lebih tinggi mempunyai pH yang
lebih tinggi pula pada kejenuhan basa yang sama.
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu
sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman atau
binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami
perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologis, fisika, dan
kimia. Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang
terdapat di dalam tanah, termasuk fraksi bahan organik ringan,
biomassa mikroorganisme, bahan organik didalam air, dan bahan
organik yang stabil atau humus. Kadar C-organik tanah cukup
bervariasi, tanah mineral biasanya mengandung C-organik antara 1
hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan organik tanah hutan
dapat mengandung 40 sampai 50% C-organik dan biasanya < 1% di
tanah gurun pasir.

1.2 Tujuan

Mahasiswa mampu menjelaskan dalam mengetahui tentang


pengukuran pH tanah dan kandungan bahan organik yang terdapat dalam
tanah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perbandingan berdasarkan pengukuran nilai pH dengan menggunakan pH


meter lebih akurat dibandingkan dengan indikator, hal tersebut dikarenakan pH
meter menggunakan digital, maka pengukurannya ditampilkan langsung berupa
angka pada monitor dan dapat menunjukkan nilai pH dari larutan yang tidak
diketahui pH-nya, sedangkan pada indikator sifat penentuan nilai pH-nya terbatas
pada nilai (Partana Fajar Crys, 2006).

Bahan organik tanah adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik


kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa
humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi.
Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan kemudian terhadap tetanaman
tergantung pada laju proses dekomposisinya. Secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi laju dekomposisi ini meliputi faktor bahan organik dan faktor
tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin
dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi temperatur, kelembaban,
tekstur, struktur dan suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan hara terutama
N P, K dan S (Hanafiah, 2014).

Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan


tanah.Bahan organik mempunyai daya serap kation yang lebih besar daripada
kaloid tanah yang liat.Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu
tanah, maka makin tinggi pula kapasitas tukar kationnya.Bahan organik tanah
merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah
mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.  Bahan yang demikian berada
dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa jasad mikro.  Sebagai akibat,
bahan itu berubah terus dan tidak mantap, dan selalu diperbaharui melalui
penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Hardjowigeno, 2017).

Tanah yang baik merupakan tanah yang mengandung unsur hara yang
terpenting dalam tanah agar dapat mendukung kesuburan tanah salah satunya
adalah kandungan C-organik. Dimana kandungan C-organik merupakan unsur
yang dapat menentukan tingkat kesuburan tanah. Bahan organik tanah adalah
semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah,
fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di
dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Hardjowigeno,2017).

Menghitung kerapatan butir tanah berarti menentukan kerapatan partikel


tanah dimana pertimbangannya hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh
karena itu, kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak
bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral
kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 g.cm-3. Kandungan bahan organik
dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya tanah
permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari subsoil. Meskipun
demikian kerapatan butir tanah tidak banyak berbeda, jika berbeda maka terdapat
variasi yang harus mempertimbangkan kadungan tanah organik (Madjid, 2010).
Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena
memiliki beberapa peranan kunci di tanah.Disamping itu bahan organik tanah
memiliki fungsi – fungsi yang saling berkaitan, sebagai contoh bahan organik
tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan
dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan
meningkatkan daya pulih tanah (Sutanto, 2012).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan tempat pelaksanaan

Praktikum Dasar Ilmu Tanah dilakukan pada hari Rabu, tanggal 7


November 2019 pukul 07.30-09.10 WIB bertempat di Laboratorium Sumber
Daya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Jawa
Timur” membahas mengenai pH, bahan organik, dan kapur

3.2. Alat dan bahan

3.2.1 Pada pengujian pH

a. Alat pengocok elektronik


b. Timbangan analitis
c. Botol pengocok plastik
d. Gelas ukur 20 ml
e. pH meter
a. Air bebas ion atau air suling (H2O)
b. Larutan KCl

3.2.2 Pada pengujian bahan organik dan kapur

a. Lempeng kaca
b. Sendok
c. Pipet plastik
d. Label stiker penanda asal / jenis tanah
e. Penunjuk waktu atau stop watch
f. Sampel tanah dengan lolos ayakan 2 mm
g. Larutan HCl dalam botol gelas / plastik

3.3. Langkah kerja


3.3.1. Langkah kerja pada pengujian pH

1. Menimbang 5 g tanah kering udara, memasukkan ke dalam botol plastic


2. Menambahkan 10 ml larutan air bebas ion (untuk penetapan pH H 2O)
dan 10 ml KCl (untuk pentapan pH KCl)
3. Mengocok dengan pengocok elektrik selama 10 menit
4. Mengukur pH suspensi dengan pH meter

3.2.2 Langkah kerja pada pengujian bahan organik dan kapur

1. Menyiapkan cangkir/ wadah plastik untuk tempat contoh tanah (jumlah


sesuai banyaknya jenis tanah yang tersedia)
2. Menggunakan sendok plastik/spatula untuk mengambil sampel tanah
yang telah disediakan
3. Menempelkan label stiker untuk menandai asal/jenis tanah
4. Menyiapkan larutan Hidrogen peroksida (H2O2) 10% dalam pipet tetes
5. Mencampurkan sebanyak 5 tetes H2O2 10% ke permukaan masing-
masing contoh tanah yang telah disediakan
6. Mengamati tanda/gejala perubahan reaksi yang terjadi dan mencatat
pada lembar kerja/pengamatan praktikum, sambil membandingkan
waktu reaksinya.
7. Setelah semua pengamatan selesai, membersihkan (mencuci) kembali
peralatan yang digunakan praktikum dan mengembalikan ketempatnya
semula
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil pengamatan

Tabel 1. Hasil pengamatan pH tanah

Hasil
No Contoh Tanah pH H2O pH KCL
1. Tanah Trawas 5,39 5,17
2. Tanah Pacet 5,16 4,84

Tabel 2. Hasil pengamatan bahan organik

No Contoh Tanah Bahan organik Kapur


1. Tanah Trawas - Bergelembung - Gelembung
- Berasap sedikit
- Reaksi cepat - Asap sedikit
- Reaksi lambat
2. Tanah Pacet - Tidak - Gelembung
bergelembung sedikit
- Tidak berasap - Asap sedikit
- Reaksi lambat - Reaksi lambat

4.2. Pembahasan

Praktikum kali ini didapatkan pH tanah Trawas pada pengujian dengan


H2O adalah 5,39 sedangkan pada uji KCl adalah 5,17. Sedangkan Tanah pacet
memiliki pH 5,16 diuji dengan H2O. Kemudian pada pengujian KCl dihasilkan
sebesar 4,84. Perbandingan berdasarkan pengukuran nilai pH dengan
menggunakan pH meter lebih akurat dibandingkan dengan indikator, hal tersebut
dikarenakan pH meter menggunakan digital, maka pengukurannya ditampilkan
langsung berupa angka pada monitor dan dapat menunjukkan nilai pH dari larutan
yang tidak diketahui pH-nya, sedangkan pada indikator sifat penentuan nilai pH-
nya terbatas pada nilai (Partana Fajar Crys, 2006).

Tanah trawas mengandung bahan organik tinggi dan kandungan kapur


rendah. Bahan organik tanah adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik
kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa
humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi.
Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan kemudian terhadap tetanaman
tergantung pada laju proses dekomposisinya. Secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi laju dekomposisi ini meliputi faktor bahan organik dan faktor
tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin
dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi temperatur, kelembaban,
tekstur, struktur dan suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan hara terutama
N P, K dan S (Hanafiah, 2014).

Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan


tanah.Bahan organik mempunyai daya serap kation yang lebih besar daripada
kaloid tanah yang liat.Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu
tanah, maka makin tinggi pula kapasitas tukar kationnya.Bahan organik tanah
merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah
mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.  Bahan yang demikian berada
dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa jasad mikro.  Sebagai akibat,
bahan itu berubah terus dan tidak mantap, dan selalu diperbaharui melalui
penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Hardjowigeno, 2017). Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa Tanah pacet memiliki kandungan kapur dan
tidak mengandung bahan organik sehingga kapasitas tukar kationnya rendah.

Tanah trawas memiliki kualitas yang lebih baik daripada tanah pacet. Karena
tanah yang baik merupakan tanah yang mengandung unsur hara yang terpenting
dalam tanah agar dapat mendukung kesuburan tanah salah satunya adalah
kandungan C-organik. Dimana kandungan C-organik merupakan unsur yang
dapat menentukan tingkat kesuburan tanah. Bahan organik tanah adalah semua
jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi
bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam
air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Hardjowigeno,2017).

Menghitung kerapatan butir tanah berarti menentukan kerapatan partikel


tanah dimana pertimbangannya hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh
karena itu, kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak
bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral
kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 g.cm-3. Kandungan bahan organik
dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya tanah
permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari subsoil. Meskipun
demikian kerapatan butir tanah tidak banyak berbeda, jika berbeda maka terdapat
variasi yang harus mempertimbangkan kadungan tanah organik (Madjid, 2010).
Sehingga tanah pacet dan trawas memiliki kerapatan partikel yang berbeda.
Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena
memiliki beberapa peranan kunci di tanah.Disamping itu bahan organik tanah
memiliki fungsi – fungsi yang saling berkaitan, sebagai contoh bahan organik
tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan
dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan
meningkatkan daya pulih tanah (Sutanto, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa
tanah trawas memiliki kesuburan lebih dibandingkan tanah pacet.
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. pH tanah Trawas pada pengujian dengan H2O adalah 5,39 sedangkan pada uji
KCl adalah 5,17

2. Tanah pacet memiliki pH 5,16 diuji dengan H2O. Kemudian pada pengujian
KCl dihasilkan sebesar 4,84.

3. Tanah trawas mengandung bahan organik tinggi dan kandungan kapur rendah

4. Tanah pacet memiliki kandungan kapur dan tidak mengandung bahan organik
DAFTAR PUSTAKA

Hanafia, K.A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hardjowigeno, Sarwono. 2017. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

Madjid. 2010. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor:
Bogor.

Partana Fajar Crys, 2006. Seri IPA KIMIA 1 Kelas VII. Quadara : Jakarta

Sutanto, Rachman. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Kanisius


LAMPIRAN

Gambar I

Hasil pH tanah trawas dengan H2O atau aquades

Gambar II

Hasil pengukuran pH tanah pacet dengan

H2O atau aquades

Gambar III

Pengukuran pH tanah pacet dengan KCl

Gambar IV

Pengukuran pH tanah trawas dengan KCl


Gambar V

Tanah trawas diberikan tetesan larutan H2O2

untuk menguji bahan organik

Gambar VI

Tanah pacet diberikan tetesan larutan H2O2

untuk menguji bahan organik

Gambar VII

Tanah trawas diberikan tetesan larutan HCl

untuk menguji bahan organik


Tanah trawas diberikan tetesan larutan HCl

untuk menguji bahan organik

Anda mungkin juga menyukai