3.1 Pendahuluan
Sifat-sifat indeks (index properties) menunjukkan sifat-sifat tanah yang
mengindikasikan jenis dan kondisi tanah, serta memberikan hubungan
terhadap sifat-sifat mekanis (engineering properties) seperti kekuatan dan
pemampatan atau kecenderungan untuk mengembang, dan permeabilitas.
Pada umumnya, untuk tanah berbutir kasar (coarse-grained), sifat-sifat
partikelnya dan derajat kepadatan relatif adalah sifat-sifat yang paling
penting. Sedangkan, untuk tanah berbutir halus (fine-grained), konsistensi
(keras atau lunak) dan plastisitas merupakan sifat-sifat yang paling
berpengaruh.
Perlu pula diketahui bahwa dalam kajian dan analisis untuk proyek
konstruksi seringkali tidaklah begitu penting untuk mengetahui semua
sifat-sifat indeks tanah. Data sifat-sifat tanah yang diperlukan bergantung
pada informasi seberapa banyak data tersebut benar-benar dibutuhkan.
Sebagai contohnya, analisis mineral lempung memerlukan alat khusus
yang mana data ini tidak diperlukan langsung untuk perancangan fondasi,
kecuali pada kondisi yang tertentu. Untuk tanah organik, kandungan bahan
organic sangat penting untuk diketahui karena dapat mempengaruhi
kekuatan dan pemampatan.
Untuk semua tanah pada umumnya, gambaran tentang tanah hendaknya
juga menyangkut warnanya. Warna ini dapat mengindikasikan komposisi
mineral dan juga sangat berguna untuk menentukan keseragaman
(homogeneity) endapan tanah serta dapat pula sebagai bantuan untuk
identifikasi dan kaitannya selama konstruksi di lapangan.
46
BSI, BS-410
No. Saringan
Ukuran (mm)
#5
6
7
8
10
12
14
16
18
22
25
30
36
3,353
2,812
2,411
2,057
1,676
1,405
1,204
1,003
0,853
0,699
0,599
0,500
0,422
44
52
60
72
85
100
120
150
170
200
240
300
0,353
0,295
0,251
0,211
0,780
0,152
0,124
0,104
0,089
0,076
0,066
0,053
A.S. Muntohar
kecil (Gambar 3.1a). Contoh tanah yang akan diuji dikeringkan dalam
oven, gumpalan dihancurkan dan contoh tanah akan lolos melalui susunan
saringan setelah saringan digetarkan. Tanah yang tertahan pada masingmasing saringan ditimbang dan selanjutnya dihitung persentase dari tanah
yang tertahan pada saringan tersebut. Bila Wi adalah berat tanah yang
tertahan pada saringan ke-i (dari atas susunan saringan) dan W adalah
berat tanah total, maka persentase berat yang tertahan adalah :
% Berat tertahan pada saringan = Wi 100%
(3.1)
W
dan persentase lebih kecil dari saringan ke-i :
in
Wi
(3.2)
i1
(a)
(b)
Hidrometer
Larutan
tanah air
Endapan
(c)
Gambar 3.1 (a) Analisis saringan (b) Analisis hidrometer, (c) Skema analisis
hidrometer.
48
100
80
60
Tanah A
40
Tanah B
20
0
10
0.1
0.01
0.001
A.S. Muntohar
Jika satuan dari adalah (g. sec)/cm , w diambil sama dengan 1 g/cm , L
dalam cm, dan t dalam satuan menit (min), maka D dapat dinyatakan
dalam satuan mm sehingga persamaan (3.6) ditulis menjadi :
(3.7)
DK L
t
18
dengan K =
merupakan konstanta fungsi dari Gs dan yang
Gs 1w
50
0.016
0.015
Gs = 2,45
Nilai
Gs = 2,50
Gs
= 2,55
0.014
Gs = 2,60
Gs = 2,80
0.013
0.012
15
Gs = 2,75
Gs = 2,70
Gs = 2,65
18
21
24
27
30
Temperatur (t, C)
A.S. Muntohar
Analisis Saringan
Analisis Hidrometer
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
D60 0.1
100
10
D30
D10
0.01
0.001
Kasar
Halus
Kasar
Medium
Kerikil
3/4"
Halus
Lanau
Lempung
Pasir
# 4 # 10
# 40
# 200
Analisis Hidrometer
Gambar 3.4 Kurva distribusi ukuran partikel gabungan analisis saringan dan
hidrometer.
Tanah yang terdapat di alam pada kenyataannya terdiri atas bermacammacam ukuran partikel. Kondisi ini menghasilkan bentuk distribusi
ukuran partikel yang beragam. Bentuk kurva distribusi ukuran partikel
tanah tergantung pada rentang dan jumlah dari variasi ukuran partikel
contoh tanah yang diuji. Hal ini juga diperngaruhi oleh proses
pembentukan tanah dan metode pengangkutannya. Gambar 3.5
menunjukkan bentuk-bentuk kurva distribusi ukuran partikel yang sering
52
60
(%)
Cc =
10
D30 2
10
(3.9)
60
100
90
80
Gradasi Seragam
70
60
50
40
Gradasi Buruk
Gradasi Baik
30
20
10
0
100
10
0.1
0.01
0.001
A.S. Muntohar
Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai C u > 4 (untuk
tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan nilai Cc antara 1 3 (untuk kerikil
dan pasir).
Diameter D10 disebut juga sebagai diameter efektif tanah (effective
size) yang mana terkait dengan kegunaan tanah sebagai filter. Diameter
efektif ini sangat penting dalam pengaturan aliran air melalui tanah dan
dapat menentukan perilaku mekanis tanah. Nilai D10 yang besar
menunjukkan tanah lebih kasar dan memiliki karakteristik drainase yang
baik. Diameter yang menunjukkan ukuran partikel yang lebih kecil, yaitu
D15, juga sering digunakan sebagai criteria untuk filter tanah. Terzhagi,
Peck dan Mesri (1996) memberikan kriteria untuk filter tanah yang efektif
untuk mencegah hanyutnya filter tanah dan mencegah kecepatan aliran
yang tinggi :
D
D
(3.10)
4
15 F 4 dan
15 F
85 BS
15 BS
Gambarkan kurva distribusi ukuran partikel, dan tentukan D10, D30, D60,
Cu dan Cc.
54
Penyelesaian
Untuk membuat kurva distribusi ukuran partikel, dihitung dulu persen
butir tanah yang lebih kecil :
No.
Saringan
#4
10
20
Ukuran
partikel
(mm)
4,75
2
0,85
40
60
80
100
200
Pan
0,425
0,25
0,18
0,15
0,075
Masa tanah
tertahan pada
saringan (g)
0
40
60
Jumlah kumulatif
masa tertahan pada
saringan (g)
(+)
0
40
(+)
100
89
140
122
210
56
12
189
329
451
661
717
M = 729
Persen lolos
saringan (g)
100,0
94,5
86,3
74,1
54,9
38,1
9,3
1,6
0
Butir Lebih
Kecil
(%)
100
90
D60 = 0.27 mm
80
70
D30 = 0.18 mm
D10 = 0.15 mm
60
50
40
D60
Persen
30
20
D30
10
0
10
D10 0.1
1
Ukuran Partikel (mm)
0.01
Jumlah kumulatif masa tanah yang tertahan pada saringan ke-i (misalnya
saingan No. 10) dihitung :
M(#10) = M(#4) + M(#10) = 0 + 40 = 40 g
dan pada saringan No. 20 : M(#20) = M(#10) + M(#20) = 40 + 60 = 100 g,
dan seterusnya untuk No. saringan lainnya.
55
A.S. Muntohar
Persen masa tanah yang lolos saringan atau persen butir lebih kecil dari
ukuran diameter terentu (misalnya 4,75 mm), dihitung :
F(#4) (%)
M M# 4
100
729 0
100 = 100%
729
M
dan persen masa tanah yang lolos saringan No. 10 :
729 40 100 = 94,5%
M M
F
# 10 100
(#10) (%)
729
M
Dan demikian seterusnya untuk masa tanah yang lolos saringan
berikutnya. Dan hasil dari penghitungan digambarkan menjadi kurva
seperti pada Gambar 3.7. Dari kurva pada Gambar 3.7 diketahui ukuran
diameter butir D10 = 0,15 mm, D30 = 0,18 mm, dan D60 = 0,27 mm.
Dengan menggunakan persamaan (8) dan (9) diperoleh nilai Cu dan Cc :
C D60 0,27 = 1,8 dan
C D30 2 0,18 2 = 0,8
u
c
0 ,150 ,27
D
0,15
D
D
10
10
60
Contoh 3.2.
Hasil dari analisis saringan (Bristish Standard) sebagai berikut :
Ukuran Saringan,
mm (BS)
37,5
28
20
14
10
6,3
3,35
2,00
Masa tanah
tertahan (g)
0,00
0,03
0,02
0,00
0,03
0,50
0,30
1,30
Ukuran Saringan,
mm (BS)
1,18
0,600
0,425
0,300
0,212
0,150
0,063
Pan
Masa tanah
tertahan (g)
1,22
1,80
2,65
2,10
1,87
1,24
8,00
28,85
Persentase
lebih kecil (%)
51,68
48,43
46,80
41,93
37,05
32,18
27,30
Ukuran
Partikel, mm
0,00702
0,00504
0,00362
0,00250
0,00140
0,00100
Persentase
lebih kecil (%)
20,80
15,93
11,05
6,18
2,93
1,30
Gambarkan kurva distribusi ukuran partikel, dan tentukan D 10, D30, D60,
Cu dan Cc.
Penyelesaian
Untuk membuat kurva distribusi ukuran partikel, dihitung dulu persen
butir tanah yang lebih kecil dari hasil analisis saringan dengan cara yang
sama seperti pada Contoh 3.1 di atas :
Ukuran
Saringan (mm)
37,5
28
20
14
10
6,3
3,35
2,00
1,18
0,600
0,425
0,300
0,212
0,150
0,063
Pan
Masa tanah
tertahan (g)
0,00
0,03
0,02
0,09
0,03
0,50
0,30
1,30
1,22
1,80
2,65
2,10
1,87
1,24
8,00
28,85
Jumlah kumulatif
masa tertahan (g)
0,00
0,03
0,05
0,14
0,17
0,67
0,97
2,27
3,49
5,29
7,94
10,04
11,91
13,15
21,15
M = 50,00
Persen lolos
saringan (g)
100,00
99,94
99,90
99,72
99,66
98,66
98,06
95,46
93,02
89,42
84,12
79,92
76,18
73,70
57,70
57
10
0,0034
10
D
60
0 ,00340 ,085
(%)
A.S. Muntohar
100
90
80
D60 = 0.085 mm
D30 = 0.013 mm
70
D10 = 0.0034 mm
60
50
D60
40
30
20
D30
10
0
100
10
0.1
0.01
D10
0.001
PI = LL PL
(3.10)
Padat getas
Agak padat
Padat-plastis
Cair
P
Q
R
S
SL
PL
LL
Kadar air
Gambar 3.8 Variasi volume dan kadar air pada kedudukan batas cair, batas
plastis, dan batas susut.
Jika kadar air tanah terus berkurang hingga ke titik S, tanah menjadi
keringdan berada dalam kondisi padat. Dalam kondisi ini, berkurangnya
kadar air tidak menyebabkan terjadinya perubahan volume. Kadar air yang
mana tanah berubah dari kondisi agak padat menjadi padat dinamakan
dengan batas susut (shrinkage limit), SL. Batas cair ini merupakan salah
satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan
kembang-susut tanah. Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan
kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau
batas-batas Atterberg (yang mana diambil dari nama peneliti pertamanya
yaitu A. Atterberg pada tahun 1913).
Pada kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis. Kadar air
yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi tersebut
yang mana bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung.
Bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan
berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara
partikel-partikel. Untuk suatu tanah yang berada dalam kondisi plastis,
besarnya gaya-gaya antar partikel harus sedemikian rupa sehingga
partikel-partikel tidak mengalami pergeseran satu dengan lainnya yang
mana ditahan oleh kohesi dari masing-masing partikel. Perubahan kadar
air disamping menyebabkan perubahan volume tanah, juga mempengaruhi
kekuatan tanah yang mana akan berbeda-beda pada setiap kondisi
tanahnya. Pada kondisi cair, tanah memiliki kekuatan yang sangat rendah
dan terjadi deformasi yang sangat besar. Namun sebaliknya, kekuatan
tanah menjadi sangat besar dan mengalami deformasi yang sangat kecil
dalam kondisi padat.
59
A.S. Muntohar
PI
Dimana, wN = kadar air tanah asli di
lapangan, PL = batas plastis tanah,
PI = indek plastisitas tanah.
Jadi, untuk lapisan tanah asli yang pada kedudukan plastis, nilai LL > w N
> PL. Nilai indeks cair akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli
dengan wN > LL akan mempunyai LI > 1. Tabel 3.2 menyajikan uraian
tentang keadaan umum kekuatan tanah berdasarkan nilai indek cair.
Tabel 3.2 Karakeristik kekuatan tanah pada beberapa nilai indek cair.
Nilai Indek Cair
LI < 0
0 < LI < 1
LI > 1
(3.12)
60
(3.13)
dimana C' adalah suatu konstanta untuk tanah yang diuji. Untuk hasil
pengujian tanah yang dilakukan oleh Seed, Woodward dan Lundgren
(1964) diperoleh nilai C' = 9. Gambar 3.9 memberikan hubungan dari
persamaan (3.12) dan (3.13).
100
A = 2,0
A = 1,5
80
A = 1,0
60
40
A = 0,5
A = 0,5 (Seed,
20
0
0
20
40
60
80
100
(a)
(b)
Gambar 3.10 Alat uji batas cair (a) Metode Casagrande, (b) Cone Penetrometer.
61
A.S. Muntohar
54
27
2 mm
11
Pemutar
Bantalan karet
(b)
celah,
tertutup
(a)
11
(d)
8
2 mm
celah
(c)
12,7
Gambar 3.11 Skema uji batas cair metode Casagrande (a) susunan alat uji batas cair,
(b) grooving tool, (c) pasta tanah sebelum pengujan, (d) pasta tanah sesudah
pengujian.
Untuk melakukan uji batas cair, sejumlah pasta tanah (tanah yang
dicampur rata dengan air) ditempatkan ke dalam cawan. Selanjutnya,
pasta tanah yang telah diratakan dibagi menjadi dua bagian terbentuk
celah antara dua bagian dengan menggunakan alat pembuat alur (grooving
tool) yang standar (Gambar 3.11b). Dengan menggunakan tangkai
pemutar, cawan akan terangkat setinggi 10 mm dan jatuh dengan 2 putaran
per detiknya. Jumlah pukulan yang menyebabkan tertutupnya celah
sepanjang 12,7 mm (0,5 in) (Gambar 3.11c) dicatat dan contoh tanah
diambil guna diuji kadar airnya. Kadar air yang diperlukan untuk menutup
celah sepanjang 12,7 mm pada 25 kali pukulan didefinisikan sebagai batas
cair. Dalam praktek, cukup sulit mengatur agar celah dapat tertutup pada
25 kali pukulan hanya dengan satu kali pengujian. Oleh
62
karena itu, setidaknya diperlukan tiga hingga empat data lagi dengan
kondisi kadar air yang berbeda-beda dan jumlah pukulan antara 15 35.
Hubungan antara kadar air dan jumlah pukulan ini selanjutnya
digambarkan dalam grafik semi-logaritma, seperti ditunjukkan dalam
Gambar 3.12. Dari pasangan data tersebut ditarik suatu hubungan linear
yang terbaik (best-fit straight line) yang disebut dengan flow curve. Kadar
air pada jumlah pukulan 25 yang dihasilkan dari flow curve ini
selanjutnya ditetapkan sebagai batas cair tanah. Kemiringan garis lurus
dalam flow curve, selanjutnya didefinisikan sebagai flow index (FI) yang
ditulis sebagai :
FI = w1 w2
(3.14)
N 2
log
N1
Dimana, w1 dan w2 masing-masing adalah kadar air pada jumlah pukulan
N1 dan N2.
100
80
Flow curve
60
Batas Cair, LL
40
20
0
10
15
20
25
30 35 40 45 50
Jumlah Pukulan, N
A.S. Muntohar
akibat dari gaya dinamis, (3) sangat dipengaruhi oleh kemampuan orang
yang melakukan terutama untuk memastikan apakah celah telah tertutup
atau belum.
3.4.2 Metode Cone Penetrometer
Metode cone penetrometer atau fall cone ini telah banyak digunakan untuk
menentukan batas cair yang merupakan standar pengujian dari Bristish
Standard BS1377 : 1990.
o
Dalam metode ini, bagian kerucut memiliki kemiringan sudut 30
dengan total masanya 80 g (Gambar 3.10b). Kerucut ini kemudian
dijatuhkan secara bebas, dengan kerucut pada awalnya menyentuh
permukaan tanah dalam cawan, hingga menembus tanah dalam selang
waktu 5 detik. Secara skematik penentuan batas cair metode ini
ditunjukkan dalam Gambar 13. Kadar air contoh tanah yang menunjukkan
pembacaan kedalaman kerucut yang masuk ke tanah (d) sebesar 20 mm
didefinisikan sebagai batas cair.
Penolok ukur
(dial gauge)
30o
Kerucut
35
80 g
Cawan
Pasta
40
tanah
55 mm
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.13 Skema uji batas cair metode Cone Penetrometer (a) susunan alat uji,
(b) posisi sebelum pengujian, (c) posisi sesudah pengujian.
Pada prakteknya, penentuan batas cair dalam satu kali pengujian adalah
cukup sulit. Oleh karenanya, dilakukan empat atau lebih pengujian dengan
kadar air contoh tanah yang berbeda-beda sehingga diperoleh pasangan
data kedalaman kerucut dan pada setiap kadar air. Data ini kemudian
digambarkan dalam grafik seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.14.
Hubungan linear yang terbaik dari data tersebut menunjukkan flow index,
yang mana :
64
Geoteknik
Pengantar Rekayasa
FI =
(3.15)
d2 d1
w2 w1
80
60
Batas Cair, LL
40
Flow curve
20
0
10 15 20 25 30
Kedalaman Kerucut, d (mm) - skala log
A.S. Muntohar
(a)
(c)
(b)
Gambar 3.15 Pengujian batas plastis (a) tahap awal pengujian, (b) hasil setelah
digulung dengan diameter 3 mm, (c) tanah retak-retak.
Gambar 3.16 Penentuan batas plastis dengan Cone Penetrometer (Wroth &
Wood, 1978)
2w
(3.16)
PL = LL
LL 4,2 w
log10 m
66
m
1
Pengantar Rekayasa Geoteknik
(3.17)
(3.18)
Harison (1988) memberikan definisi batas plastis sebagai kadar air pada
pembacaan kedalaman kerucut d = 2 mm (Gambar 3.17). Sedangkan Feng
(2000) mendefinisikan batas plastis ditentukan pada pembacaan
kedalaman kerucut antara 23 mm. Selanjutnya, Feng (2001) memberikan
cara untuk menetapkan batas plastis pada kedalaman kerucut d = 2 mm
melalui model linear log d log w. Sharma dan Bora (2003) melakukan
o
pengujian batas plastis dengan menggunakan berat kerucut 30 sebesar
3,92 N. Batas plastis ditentukan pada kadar air yang menunjukkan
kedalaman kerucut d = 4,4 mm.
Sridharan, Nagaraj, dan Prakash (1999), dalam hasil penelitiannya, memberikan
suatu hubungan antara flow index, yang diperoleh dari pengujian batas cair, dengan
indek plastisitas seperti diberikan pada
67
A.S. Muntohar
1.4
28 pairs of Data
1.2
Liquid
1.0
Limit
0.8
0.6
0.4
PL
0.2
LL
0.0
1
5 6
7 8 910
20
Plastic
Limit
30
(a)
(b)
Gambar 3.19 Pengujian batas susut tanah (a) sebelum pengeringan, (b) setelah
kering oven.
68
akibat penyusutan dapat dihitung dari rapat masa air raksa yang telah
diketahui. Batas susut selanjutnya dihitung dari persamaan (3.19).
m 2
SL =
V V 2
100
(19)
V V 2
2
2
SR =
m2
m m2
V w V2
(3.20)
w
m2
m2
Dengan, V adalah perubahan volume tanah.
A.S. Muntohar
yang merupakan batas atas dari hubungan antara indek plastisitas dan
batas cair untuk suatu tanah. Garis-U mengikuti persamaan garis lurus : PI
= 0,9(LL 8).
60
Lempung inroganik,
plastisitas tinggi
50
40
Garis-U
Garis-A
Lempung inroganik,
plastisitas sedang
30 Lempung inroganik,
plastisitas rendah
20 Tanah nonkohesif
pemampatan sedang,
dan lanau organik
Lanau inroganik-
10
0
pemampatan rendah
20
40
60
80
100
70
71
A.S. Muntohar
Garis-U
CH/OH
50
40
Garis-A
30
20
CL/OL
CL-ML
MH/OH
10
ML/OL
0
0
73
10
20
30
40
50
60
Batas Cair, LL (%)
70
80
90 100
A.S. Muntohar
74
Pasir
lebih dari 50% fraksi kasar Kerikil 50% atau lebih dari fraksi
lolos saringan No.4
kasar tertahan saringan No.4
Jenis
Simbol
GW
Nama Kelompok
Kerikil gradasi baik ,
sedikit atau tidak
GM
GC
SW
SP
SM
SC
Kriteria Klasifikasi
F200 < 5%
Cu
60
D30
10
10
<3
untuk GW
7% (berada di atas
garis A)
F200 < 5%
Cu
60
10
<3
D
10
60
F200 < 5%
Cu dan Cc tidak memenuhi kedua kriteria
untuk SW
F200 > 12%, dan PI <
4% (berada di bawah
garis-A)
F200 > 12%, dan PI >
7% (berada di atas
garis A)
*) Tanah berbutir kasar bila 50% atau lebih lolos tertahan pada saringan No.200 (R200).
12%, yaitu :
a)
60
F200 < 5%
c)
memenuhi kriteria
GW dan PI < 4%
d) GP-GC, jika tidak
memenuhi kriteria
GW dan PI > 7%
Tanah memiliki symbol
ganda jika 5% F200
12%, yaitu :
a)
75
A.S. Muntohar
LL
LL
not dried
not dried
Simbol
Nama Kelompok
Lanau inorganik dan pasir sangat halus atau pasir
CL
MH
Lanau dan
lempung
dengan batas
cair LL > 50%
CH
OH
Tanah dengan
kadar organik
tinggi
Pt
Lanau dan
lempung dengan
batas cair, LL <
50%
CL-ML
OL
*) Tanah berbutir halus bila 50% atau lebih lolos saringan No.200 (F200)
76
Kriteria
ML
A.S. Muntohar
Tabel 3.5 Klasfikasi tanah untuk tanah dasar jalan raya, AASHTO.
Klasifikasi Umum
Kelompok
Persen lolos saringan
:
No. 10
No. 40
No. 200
Batas caira
Indek Plastisitasa
Fraksi tanah
A-1
A-1-a
50 max
30 max
15 max
6 max
Kerikil dan pasir
Tanah
Granuler
A-2
A-2-7
Kelompok
Persen lolos saringan
:
No. 10
No. 40
No. 200
Batas caira
Indek Plastisitasa
Fraksi tanah
Kondisi kuat dukung
35 max
41 min
11 min
Kerikil, pasir
lanau/lempung
Sangat baik
hingga baik
Tanah Granuler1
A-3
A-1-b
A-2-4
50
max
25
max
A-2
A-2-5
A-2-6
35 max
35 max
51 min
10 max
35 max
40 max
41 min
40 max
NP
10 max
10 max 11 min
Pasir
Kerikil dan pasir lanau atau
halus
lempung
Sangat baik hingga baik
Tanah Mengandung Lanau-Lempung2
A-4
A-5
36 min
36 min
40 max 41 min
10 min 10 max
Lanau
A-6
36 min
40 max
10 min
A-7-5b
A-7
A-7-6c
36 min
36 min
40 max 41 min
10 min
11 min
Lempung
Keterangan : 1 Persen lolos saringan No. 200 35%, 2 Persen lolos saringan No. 200 > 35%, a
Tanah yang lolos sarinan No. 40, b Untuk A-7-5, PI LL 30, c Untuk A-7-6, PI > LL 30.
Kualitas tanah sebagai bahan tanah dasar jalan raya, dalam AASHTO,
dinyatakan dengan Indek Kelompok (group index, GI) yang ditulis
didalam tanda kurung setelah kelompok atau sub-kelompok tanah. Indek
kelompok ini diberikan dalam persamaan :
GI =F200 350,2 0,005LL 40 0,01F200 15PI 10
(3.20)
77
dari indek kelompok yang ditentukan dari indek plastisitas. Berikut ini
diberikan aturan untuk menentukan indek kelompok dari persamaan
(3.20).
1. Jika persamaan (3.20) menghasilkan nilai GI negatif, maka ditetapkan
sebagai 0.
2. Indek kelompok yang dihitung dari persamaan (20) dibulatkan ke nilai
terdekat, misalnya : GI = 3,4 dibulatkan menjadi 3, GI = 3,5 dibulatkan
menjadi 4.
3. Tidak terdapat batas atas untuk indek kelompok.
4. Indek kelompok tanah yang mengikuti kelompok A-1-a, A-1-b, A-2-4,
A-2-5, dan A-3 adalah selalu 0.
5. Untuk tanah kelompok A-2-6 dan A-2-7, indek kelompok dihitung dari
suku kedua persamaan (20), yaitu :
(3.21)
GI =0,01F200 15PI 10
Kedalaman Kerucut,
d (mm
70
60
50
A-7-6
40
A-2-6
A-6
30
A-2-7
20
A-7-5
10
A-2-4 A-4
A-2-5 A-5
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A.S. Muntohar
Empat bagian yang memiliki plastisitas sangat tinggi (I, H, V, dan E) dapat
dikelompokan dalam satu kelompok plastisitas batas atas (U) jika tidak
diperlukan suatu pengelompokan yang lebih detail dan memerlukan
prosedur yang singkat.
Tabel 3.6 Klasifikasi tanah menurut British Soil Classification System.
Tanah Organik
Tanah berbutri halus (lebih dari 35% fraksi Tanah berbutir kasar (kurang dari 35% fraksi lebih kecil dari
lebih kecil dari 0,06 mm)
0,06 mm)
Kelompok Tanah
Nama/Simbol Kelompok/Sub-Kelompok
Uji Laboratorium
Kelom
SubFraksi <
Batas
Nama
-pok
kelompok
0,06 mm
Cair
Kerikil dengan sedikit
GW
GW
G
05
lanau atau lempung
GP
GPu, GPg
Kerikil dengan lanau
GM GWM, GPM
GF
5 15
Kerikil dengan lempung
GC
GWC, GPC
Kerikil banyak lanau
GM
GML, dst
GF
15 35
Kerikil dengan banyak
GC
GCL, GCI,
lempung
GCH, GCV,
GCE
Pasir dengan sedikit
SW
SW
S
05
lanau atau lempung
SP
SPu, SPg
Pasir dengan lanau
SM
SWM, SPM
SF
5 15
Pasir dengan lempung
SC
SWC, SPC
Pasir banyak lanau
SM
SML, dst
SF
15 35
Pasir banyak lempung
SC
SCL, SCI
SCH, SCV
SCE
Lanau dengan kerikil
MG
MLG, dst
FG
Lempung dengan
CG
CLG,
< 35
kerikil
CIG
35 50
CHG
50 70
CVG
70 90
CEG
> 90
Lanau dengan pasir
MS
MLS, dst
FS
Lempung dengan pasir
CG
CLS, dst
Lanau (M-soil)
M
ML, dst
F
Lempung
C
CL
< 35
CI
35 50
CH
50 70
CV
70 90
CE
> 90
Diberikan huruf O diakhir sub-kelompok. Gambut disimbolkan Pt
79
Simbol
G
S
F
M
C
Gambut
Pt
Kualifikasi
Gradasi baik
Gradasi buruk :
Seragam (Uniform)
Gap-graded
Plastisitas rendah (LL < 35)
Plastisitas sedang (35 LL < 50)
Plastisitas tinggi (50 LL < 70)
Plastisitas sangat tinggi (70 LL < 90)
Plastisitas sangat tinggi sekali (LL 90)
Plastisitas batas atas (LL > 35)
Mempunyai kandungan organik
Simbol
W
P
Pu
Pg
L
I
H
V
E
U
O
10
60
19
45,2
23
39,8
27
36,5
40
25,2
Dua data hasil pengujian batas plastis memberikan kadar air 20,3% dan
20,8%. Tentukan :
d. Batas cair dan batas plastis,
e. Indek plastisitas,
80
A.S. Muntohar
70
60
50
40
LL = 38%
30
20
10
10
15
20
25
30 35 40 45 50
Jumlah Pukulan, N
c.
2
Indek plastisitas, PI = LL PL = 28 20,6 = 17,4%
w PL 27,4 20,6
Indek cair, LI = N
= 0,39
PI
17,4
d. Angka pori dihitung dengan anggapan bahwa pada keadaan batas cair
tersebut tanah telah jenuh. Maka : e = wGs = (30,8)(2,7) = 1,03
e. Pada keadaannya di lapangan, tanah tersebut berada dalam kondisi
plastis (tidak getas) yang ditunjukkan dari nilai LI yaitu : 0 < LI < 1.
Contoh 3.4.
Hasil dari pengujian batas cair metode fall cone sebagai berikut :
Pengantar Rekayasa Geoteknik
81
(3.16)
Parameter
Kedalaman, d (mm) :
Kadar Air, w (%) :
Kerucut 80 g
5,5
39
7,8
44,8
14,8
52,5
Kerucut 240 g
22
60,3
32
67
8,5
36
15
45,1
21
59,8
35
58,1
Tentukan : Batas cair dan batas plastis, indek plastisitas, dan indek cair
jika kadar air tanah asli 36%.
Penyelesaian :
Seperti halnya pada contoh 3.4, berdasarkan data-data pengujian batas cair
dibuatkan hubungan antara kedalaman kerucut (d) dan kadar air (w) dalam
grafik semi-logaritma seperti disajikan pada Gambar 26. Batas cair
ditentukan pada kedalaman kerucut, d = 20 mm yaitu LL = 58,9% (untuk
kerucut 80 g).
Selanjutnya batas plastis ditentukan dengan persamaan (3.16). Nilai kadar
air pada d = 20 mm untuk kerucut 240 g adalah 49,3%. Sehingga, beda kadar
air untuk kerucut 80 g dan 240 g, w = 58,9 49,3 = 9,6 %.
Maka :
PL = LL 4,2 w 58,9 4,29,6= 18,6 % Indek
plastisitas, PI = LL PL = 58,9 18,6 = 40,3 %
w PL 36 18,6
Indek cair, LI = N
= 0,43
PI
40,3
80
Kadar Air, w (%)
m = 80 g
70
60
LL = 58.9%
50
w = 49.3%
m = 240 g
40
30
20
4
5 6
7 8 910
20
30
40 50 60
82
A.S. Muntohar
Contoh 3.5.
Tentukan klasifikasi tanah menurut USCS dari dua jenis tanah A dan B
yang memiliki kurva distribusi ukuran partikel diberikan pada Gambar
3.27. Batas-batas Atterberg untuk kedua tanah tersebut adalah :
Tanah
A
B
Batas Cair, LL
37 %
22 %
Batas Plastis, PL
28 %
20 %
Penyelesaian :
Kecil
0,002
80
0,075
4,75
Tanah-A
70
60
50
40
Tanah-B
30
20
10
0
0.001
0.01
0.1
Ukuran Partikel (mm)
10
Tanah-A
15
85
Tanah-B
80
20
0
14
58
28
10
81
9
0
Tanah-A
Pengantar Rekayasa Geoteknik
83
0,085
10
D30 2
Cc D
10
0,26 2
D 0 ,0851,04 = 0,76
60
#4
94
#10
63
#20
21
#40
10
#60
7
#100
5
#200
3
A.S. Muntohar
Persen Lolos
Saringan
Fraksi/Jenis Tanah
Fraksi kasar (partikel > 0,075 mm)
Fraksi halus (partikel < 0,075 mm)
Ukuran partikel :
Kerikil (> 4,75 mm)
Pasir (0,075 4,75 mm)
Lanau (2 m 0,075 mm)
Lempung (< 2 m)
Persentase
97
3
6
91
3
0
100
80
60
40
20
0
0.01
0.1
10
Berdasarkan Tabel 3.4, untuk tanah pasir dengan kandungan fraksi halus,
F200 < 5 %, cukup ditentukan berdasarkan nilai Cc dan Cu.
C D60 1,85 = 4,4 dan
C D30 2 1,04 2 = 1,4
u
c
0 ,421,85
D
0,42
D
D
10
10
60
Dengan nilai Cu = 4,4 < 6 dan Cc = 1,4 > 1, maka dapat dikelompokan
sebagai pasir bergradasi buruk, yang diberi simbol SP.
Contoh 3.7.
Hasil dari analisis ukuran partikel suatu tanah adalah sebagai berikut ini :
No. Saringan
Persen Lolos
#10
100
#40
80
#200
58
85
Batas cair dan batas plastis untuk fraksi tanah yang lolos saringan No. 40
adalah masing-masing 30 dan 20 %. Tentukan klasifikasi tanah menurut
AASHTO !
Penyelesaian :
Persentase fraksi yang lolos saringan No. 200, F 200 = 58 % > 35 %, maka
tanah tersebut diklasfifikasikan sebagai tanah mengandung lanaulempung, dengan nilai indek plastisitas, PI = LL PL = 30 10 = 20 %.
Dengan menggunakan Tabel 3.5, setelah diurutkan dari kolom kiri ke
kanan maka termasuk dalam kelompok A-4, dengan indek kelompok :
GI = F200 350,2 0,005LL 40 0,01F200 15PI 10
Persen Lolos
Tanah-X Tanah-Y
90
76
34
95
37
60
12
40
A.S. Muntohar
Tanah-Y
Persentase fraksi yang lolos saringan No. 200, F 200 = 95 % > 35 %, maka
diklasfifikasikan sebagai tanah berbutir halus (lanau-lempung).
Berdasarkan grafik plastisitas pada Gambar 24, termasuk dalam kelompok
A-7-6, dimana PI = 40 > LL 30, dengan indek kelompok :
GI = F200 350,2 0,005LL 40 0,01F200 15PI 10
63
mm
100
20
mm
64
100
76
6,3
mm
39
100
65
2
mm
24
98
59
0,6
mm
12
90
54
212
m
5
9
47
100
63
m
0
3
34
95
20
m
6
m
2
m
23
69
14
46
7
31
Hasil uji batas cair dan batas plastis untuk tanah D adalah :
Parameter
Kedalaman, d (mm) :
Kadar Air, w (%) :
Batas Cair
15,5
39,3
18
40,8
19,4
42,1
Batas Plastis
22,2
44,6
24,8
45,6
23,9
24,3
Fraksi halus dari tanah C memiliki nilai batas cair, LL = 26 % dan indek
plastisitas, PI = 9 %. Tentukan nilai C c dan Cu untuk tanah A, B, C, dan
klasifikasi tanah menurut British Soil Classification.
Penyelesaian :
Gambar 3.29 memberikan kurva distribusi ukuran partikel untuk masingmasing tanah A, B, C, dan D. Ukuran D 10, D30, dan D60 dibaca dari kurva
tersebut, dan selanjutnya dihitung nilai Cu dan Cc.
87
kecil
100
90
Tanah-D
80
Tanah-B
70
60
50
Tanah-C
40
30
Tanah-A
20
10
0
0.001
u(tanah A)
=D
D
c(tanah A)
0.1
1
Ukuran partikel (mm)
10
100
10
0.01
D30
D
10
Tanah
A
B
C
3,25 2
D 0,4716,5 = 1,36
60
D10 (mm)
0,47
0,21
0,0041
Cu
35
1,9
600
Cc
1,36
1,02
0,17
Batas cair untuk tanah D ditentukan sebagai kadar air pada kedalaman
kerucut, d = 20 mm, dari grafik yang disajikan pada Gambar 3.30, yaitu
LL = 42,7 %. Dan, batas plastis ditentukan dengan cara menghitung nilai
rata-rata dari dua contoh tanah yang diuji, yaitu PL = 24,1 %. Indek
plastisitas tanah D, PI = 42,7 24,1 = 18,6 %.
Klasifikasi tanah :
Tanah-A terdiri atas 100 % fraksi berbutir kasar dengan ukuran kerikil
yang dominan (76 % kerikil, 24 % pasir), nilai Cu = 35 > 4 dan Cc = 1,36
(berada diantara 1 3). Dengan demikian memenuhi kriteria untuk
diklasifikasikan sebagai GW : kerikil bergradasi baik mengandung banyak
pasir.
88
Kadar Air, w
(%)
A.S. Muntohar
50
45
LL = 42,7%
40
35
30
10
15
20
25
30
89
No.
Saringan
#4
#10
#40
#200
Hydrometer
Ukuran
(mm)
4,76
2
0,42
0,075
0,002
Tanah A
Tanah B
Tanah C
Tanah D
34
24
10
0
0
99
98
66
3
0
64
59
52
36
7
100
100
98
31
Tanah A
Tanah B
Tanah C
Tanah D
66
34
0
0
NP
NP
35
1,36
1
96
3
0
NP
NP
1,9
1,02
36
28
29
7
26
9
600
0,17
0
2
67
31
42,7
18,6
-
GW
A-1-a(0)
GW
SP
A-3(0)
SPu
SM-SC
A-2-4(0)
GCL
CL
A-7-6(21)
CI
90
A.S. Muntohar
Fredlund, M.D., Wilson, G.W., and Fredllund, D.G., 2002, "Use of the grain-size
distribution for estimation of the soil-water characteristic curve", Canadian
Geotechnical Journal, Vol. 39, pp. 1103-1117.
Harisson, J.A., (1988), "Using the BS cone penetrometer for the determination of the
plastic limis of soils", Gotechnique, Vol. 38 No. 3, pp. 433-438.
Head, K.H., 1992, Manualndof Soil Laboratory Testing, Volume 1: Soil Classfication and
Composition Tests, 2 Ed., Pentech Press, London.
Holtz, R.D., and Kovacs, W.D., 1981, An introduction to geotechnical engineering,
Prentice Hall, New Jersey, USA.
Lu, N., Ristow, G.H., and Likos, W.J., 2000, "The Accuracy of hydrometer analysis for
fine-granied clay particles", Geotechnical Testing Journal, Vol. 23 No. 4, pp. 487495.
McCharty, D.F., 1998, Essential of Soil Mechanics and Foundations: Basic
Geotechnics, Prentice Hall, New Jersey, USA, Ch. 2.
Mutohar, A.S., 2005, Determination of plastic limits of soils using cone penetrometer:
Re-Appraisal, Jurnal Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara.
Polidori, E., (2003), "Proposal for a new plasticity chart", Gotechnique, Vol. 53 No. 4,
pp. 397-406.
Seed, H.B., Woodward , R.J., and Lundgren, R., 1964, "Clay mineralogical aspects of
Atterberg limits", Journal of The Soil Mechanics and Foundations Divisions,
ASCE, Vol. 90 No. SM4, pp. 107-131.
Sharma, B., and Bora, P.K., 2003, "Plastic Limit, Liquid Limit and Undrained Shear
Strengthof SoilReappraisal", Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering, Vol. 129, No. 8, pp. 774-777.
Sherwood, P.T., and Ryley, M.D., 1970, "An investigation of a cone-penetrometer
method for the determination of liquid limit", Gotechnique, Vol. 20 No. 2, pp.
203-208.
Sridharan, A., Nagaraj, H.B., and Prakash, K., 1999, "Determination of the Plasticity
Index from Flow Index", Geotechnical Testing Journal, Vol. 22, No. 2, pp. 169
175.
Stone, K.J.L., and Phan, K.D., 1995, "Cone penetration tets near the plastic limit",
Gotechnique, Vol. 45 No. 1, pp. 155-158.
Terzaghi,
K., Peck, R.,B., and Mesri, G., 1996, Soil Mechanics in Engineering Practice,
3rd Ed., John Wiley & Son's, New York.
Wen, B., Aydin, A., and Duzgoren-Aydin, N.S., 2002, "A comparative study of particle
size analyses by sieve-hydrometer and laser difraction methods", Geotechnical
Testing Journal, Vol. 25 No. 4, pp. 1-9.
White, D.J., 2002, The measurement of particle size distribution using the Single
Particle Optical Sizing (SPOS) Method, Technical Report No. CUED/DSOILS/TR321, August 2002, Cambridge University Engineering Department.
91
Wroth, C.P., and Wood, D.M., 1978, "The correlation of index properties with some
basic engineering properties of soils", Canadian Geotechnical Journal, Vol, 15 No.
2, pp. 137-145.
92