Disusun Oleh:
KHANSA SHIFATUL ULYA
2013 011 0351
PENDAHULUAN
Jalur jalan Lintas Selatan Pulau Jawa merupakan jalan nasional menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan,
dimana jalan nasional merupakan jalan arteri dan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antara ibukota provinsi dan jalan strategis
nasional serta jalan tol. Panjang total Jalur Jalan Lintas Selatan ini mencapai
kurang lebih 660 km berada pada sepanjang pesisir selatan pulau Jawa. Dampak
positif yang telah ditimbulkan dari pembangunan ini sudah dirasakan oleh
masyarakat sekitar, dimana akses jalan yang cepat, membuka titik-titik ekonomi
disekitar jalan tersebut, dan juga memudahkan akses pariwisata.
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Berapa tebal lapis perkerasan lentur dengan menggunakan metode
Manual Desain Perkerasan Jalan 2013.
2. Berapa tebal lapis perkerasan lentur dengan menggunakan metode
AASHTO 1993.
3. Perbandingan metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 dan
AASHTO 1993.
C. Tujuan Penelitian
Pada penyususuna Tugas Akhir ini diperlukan adanya batasan masalah agar
penelitian tidak terlampau melebar dan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini,
adapun batasan-batasan masalah yaitu:
3
1. Perhitungan tebal perkerasan jalan pada Jalur Jalan Lintas Selatan Ruas
Jalan Baron – Tepus (Planjan-Tepus) sepanjang 2 km dari Sta. 26+700
sampai dengan 28+700 menggunakan metode Manual Desain Perkerasan
Jalan 2013.
2. Perhitungan tebal perkerasan jalan pada Jalur Jalan Lintas Selatan Ruas
Baron – Tepus sepanjang 2 km dari Sta. 26+700 sampai dengan 28+700
menggunakan metode AASHTO 1993
3. Dalam Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya ini mengacu pada Tata
Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur yang ditetapkan oleh Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga tahun 2013 dan AASHTO 1993.
4. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga D.I. Yogyakarta
5. Data sekunder yang diperoleh meliputi data Lalu Lintas Harian Rata-rata
(LHRT), data pertumbuhan lalu lintas, data CBR tanah dasar, data curah hujan,
dan data perkerasan jalan.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penyusunan penelitian ini adalah:
1. Dapat merencanakan tebal lapis perkerasan jalan lentur dengan metode
Manual Desain Perkerasan Jalan 2013.
2. Dapat merencanakan tebal lapis perkerasan jalan lentur dengan metode
AASHTO 1993.
3. Hasil dari penelitian ini bisa digunakan untuk perbandingan oleh instansi
pemerintah terkait dalam hal tebal lapis perkerasan.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai tebal lapis perkerasan telah banyak dilakukan, antara
lain:
1. Analisis Tebal Perkerasan Lentur dengan Menggunakan metode Bina
Marga dan AASHTO ’93 Pada Proyek Peningkatan Jalan Dr. Sutomo
Cilacap.
2. Perancangan Ulang Geometrik Jalan dan Tebal Perkerasan Lentur Pada
Ruas Jalan Srandakan –Tonayan dari KM 0+000 sampai KM 5+000.
3. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lentur dengan Metode Analisa
Komponen (Bina Marga ’87) dan AASHTO ’86.
4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah sebuah kontruksi yang dibangun diatas tanah.
Menurut Sukirman (1999) jenis konstruksi perkerasan dibagi menjadi 3 yaitu:
5
6
Gambar 2.3 Struktur perkerasan lentur pada galian (Bina Marga 2013)
Kelebihan dari struktur perkerasan kaku antara lain terletak pada umur
rencana lebih lama karena dapat mencapai 20 sampai 30 tahun dalam satu kali
konstruksi, lendutan jarang terjadi, dan tidak memerlukan perawatan rutin tetapi
perbaikan kerusakan relatif lebih sulit dan biaya awal relatif lebih mahal. Adapun
lapisan struktur dari perkerasan kaku menurut Bina Marga yaitu:
1. Tanah Dasar
Lapisan tanah dasar dapat menggunakan tanah asli yang telah dipadatkan
atau jika tidak memungkinkan dapat menggunakan tanah yang
didatangkan dari tempat lain. Untuk mengetahui kekuatan dari tanah
dasar dapat mengguankan test CBR (California Bearing Ratio).
2. Lapis pondasi bawah
Lapis ini berfungsi sebagai pengendali pengaruh kembang susut tanah
dasar, retakan dari tepi plat, memberi dukungan yang mantap dan
seragam pada pelat, serta sebagai perkerasan jalan selama masa
konstruksi.
9
Gambar 2.4 Struktur perkerasan kaku pada permukaan tanah asli (Bina
Marga 2013)
Gambar 2.5 Struktur perkerasan kaku pada timbunan (Bina Marga 2013)
Gambar 2.6 Struktur perkerasan kaku pada galian (Bina Marga 2013)
dengan stabilitas yang tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan
berat volume besar.
2) Ukuran maksimum, tebal lapis perkerasan mempengaruhi pada
besarnya ukuran agregat yang dibutuhkan. Semakin kecil ukuran
pasrtikel yang dimiliki maka semakin kecil tingkat degradasi yang akan
terjadi.
3) Kadar lempung, dapat diketahui dengan percobaan atterberg limit
(batas cair) untuk agregat yang agak halus dan Sand Equivalent Test
untuk agregat kasar yang lolos saringan 4. Lempung yang tedapat pada
agregat akan berpengaruh pada kualitas campuran agregat denga aspal
dikarenakan lempung yang menyelimuti agregat akan membuat ikatan
agregat dan aspal berkurang yang berakibat pada lepasnya ikatan antara
agregat dan aspal.
4) Kekerasan dan ketahanan, agregat harus mampu menahan degradasi
(pemecahan) yang kemungkinan muncul ketika proses pemadatan,
pencampuran, repetisi beban lalu lintas dan disintegrasi
(pengahancuran) yang terjadi selama masa pelayanan jalan tersebut.
5) Bentuk butir, agregat harus memiliki bentuk berupa kubus atau bersudut
setiap butirnya. Karena, agregat yang yang memiliki bentuk kubus atau
bersudut mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga dapat
memberikan interlocking (saling mengunci) antar agregat lain yang
lebih besar. Bentuk ini dapat dihasilkan dari mesin pemecah batu
(crusher stone).
Gambar 2.9 Letak dan susunan agregat bentuk kubus (Sukirman, 1999)
6) Tekstur permukaan, dalam lapis perkerasan dibutuhkan agregat dengan
lapis permukaan kasar, agar timbul gesekan dan tidak licin. Disamping
13
Aspal dalam kegunaanya untuk bahan pengikat dan bahan pengisi harus
memiliki durability yaitu ketahanan dalam mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh dari cuaca selama masa pelayanan jalan, adhesi dan kohesi
yang mana adhesi adalah kemampuan aspal dalam mengikat agregat,
sementara kohesi adalah sifar untuk mempertahankan agregat agar tetap pada
tempatnya setelah pengikatan oleh aspal. Selain itu aspal yang memiliki sifat
termoplastis harus memiliki kepekaan pada perubahan temperatur, dimana
aspal akan mengeras jika temperatur menurun dan sebaliknya akan mencair
jika temperatur naik. Sifat lain yang terdapat pada aspal adalah saat dilakukan
pencampuran, pencampuran dengan agregat dilakukan ketika aspal berada
pada temperatur tinggi (dalam keadaan cair) yang kemudian agregat akan
terselimuti oleh aspal. Selanjutnya aspal dihamparkan yang kemudian dengan
seiring penurunan suhu aspal akan menjadi getas. Dalam pengaplikasiannya
kadar aspal yang digunakan berkisar antara 4-10% berdasar berat campuran.
c) Jalan Lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-
rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d) Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.
2. Umur rencana
Umur rencana perkerasan jalan menurut Sukirman (1999) ialah jumlah
tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai
diperlukan suatau perbaikan yang bersifat struktural.
Pada lapis perkerasan lentur pada jalan baru umumnya digunakan umur
rencana 20 tahun dan untuk peningkatan 10 tahun. Umur rencana yang lebih
besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas
yang terlalu besar dan sulit untk mendapatkan ketelitian yang cukup.
3. Lalu lintas
Pada aspek lalu lintas, perkerasan ditentukam dari besaran beban yang
akan dipikul. Menurut Sukirman (1999), besarnya arus lalu lintas dapat
diperoleh dari:
a) Analisa lalu lintas saat ini.
b) Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas.
Pada lalu lintas sendiri terdapat aspek volume lalu lintas, yang diartikan
sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu
satuan waktu. Volume lalu lintas meliputi LHR (Lalu Lintas Harian Rata-
rata), LHR tahunan (Lalu Lintas Rata-rata tahunan dan kapasitas. LHR
(Lalu Lintas Harian Rata-rata) sendiri adalah jumlah kendaraan dalam 1
hari. Sementara LHR tahunan adalah jumlah kendaraan rata-rata yang
melintas selama 24 jam dan didapat dari data selama satu tahun. Dan yang
terakhir kapasitas, adalah jumlah dari kendaraan maksimum yang dapat
melewati jalur jalan selama satu jam dalam kondisi lalu lintas tertentu.
16
LANDASAN TEORI
19
20
b) Analisis volume lalu lintas untuk penentuan LHRT ( lalu lintas harian rata-
rata tahunan) didasarkan pada survei faktual. Untuk keperluan desain
volume lalu lintas dapat diperoleh dari:
1) Survei lalu lintas aktual dengan durasi 7x24 jam. Pelaksanaan survei
mengacu pada Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas dengan Cara
Manual Pd T-19-2004-B atau dapat menggunakan peralatan dengan
pendekatan yang sama.
2) Hasil-hasil survei sebelumnya
3) Untuk jalan dengan lalu lintas rendah dapat menggunakan nilai
perkiraan dari Tabel 3.2.
21
Tabel 3.2 Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan dengan Lalu Lintas Rendah (Kasus Beban Terbelah)
Lalin
Kendaraan Kelompok
LHRT Umur Pertumbuhan Faktor desain
berat (% Sumbu/ Kumulatif ESA/HVAG
Deskripsi Jalan dua Rencana lalu Lintas Pertumbuhan Indikatif
dari lalu Kendaraan HVAG (overloaded)
arah (Th) (%) Lalu lintas (Pangkat 4)
lintas) berat
Overloaded
Jalan desa minor
dengan akses
30 3 20 1 22 2 14.454 3,16 4,5 x 104
kendaraan berat
terbatas
Jalan kecil 2
90
arah 3 20 1 22 2 21.681 3,16 7 x 104
Jalan lokal 500 6 20 1 22 2,1 252.945 3,16 8 x 105
Akses lokal
daerah industri 500 8 20 3.5 28,2 2,3 473.478 3,16 1,5 x 108
atau quarry
Jalan kolektor 500 7 20 3.5 28,2 2,2 1.585.122 3,16 5 x 108
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013
Untuk penentuan volume lalu lintas pada jam sibuk dan Lintas Harian Rata-rata (LHRT) mengacu pada Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI). LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis kendaraan kecuali sepeda motor, ditambah 30%
jumlah sepeda motor.
22
Dimana :
R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i = Tingkat pertumbuhan tahunan (%)
UR = Umur rencana (tahun)
6a,2 6,2 Truk 2 sumbu ringan 1.2 Tanah, Pasir, Besi, Semen 2 0,8 0,8
6b1,1 7,1 Truk 2 sumbu cargosedabg 1.2 Muatan Umum 2 0,7 0,7
- -
6b1,2 7,2 Truk 2 sumbu sedang 1.2 Tanah, Pasir, Besi, Semen 2 1,6 1,7
6b2,1 8,1 Truk 2 sumbu berat 1.2 Muatan Umum 2 0,9 0,8
3,8 5,5
6b2,2 8,2 Truk 2 sumbu berat 1.2 Tanah, Pasir, Besi, Semen 2 7,3 11,2
7a1 9,1 truk 3 sumbu ringan 1.22 Muatan Umum 3 7,6 11,2
3,9 5,6
7a2 9,2 Truk 3 sumbu sedang 1.22 Tanah, Pasir, Besi, Semen 3 28,1 64,4
7a3 9,3 Truk 3 sumbu berat 1.1.2 Muatan Umum 3 0,1 0,1 28,9 62,2
7b 10 Truk 2 sumbu dan trailer penarik 2 sumbu 1.2-2.2 Tanah, Pasir, Besi, Semen 4 0,5 0,7 36,9 90,4
7c1 11 Truk 4 sumbu trailer 1.2-22 4 0,3 0,5 13,6 24
7c2.1 12 Truk 5 sumbu trailer 1.22-22 5 19 33,2
0,7 1
7c2.2 13 Truk 5 sumbu trailer 1.2-222 5 30,3 69,7
7c3 14 Truk 6 sumbu trailer 1.22-222 5 0,3 0,5 41,6 93,7
Dimana:
Lij = Beban pada sumbu atau kelompok sumbu
SL = Beban standar untuk sumbu atau kelompok sumbu (nilai SL
mengiktui ketentuan dalam pedoman desain Pd T-05-2005)
h) Menghitung CESA5
CESA5 = TM x CESA4 …………….……………………….……… (3.5)
i) Menentukan Daya Dukung Subgrade, nilai CBR subgrade yang umum di
Indonesia adalah 4% - 6%.
Penentuan segmen seragam,
CBR karakteristik = CBR rata-rata – 1,3 x standar deviasi …….……... (3.6)
CBR ekivalen = {∑hCBR0,333} / ∑h}3 ………………………..……… (3.7)
26
Dimana :
h = Tinggi lapisan
Tabel 3.7 Chart desain perkiraan nilai CBR tanah dasar.
B. AASHTO 1993
1. Metode AASHTO 1993
a) Structural Number
Menurut Rosyidi (2007), Structural Number (SN) merupakan fungsi
dari ketebalan lapisan, koefisien relatif lapisan (layer coefficient), dan
koefisien darinase (drainage coefficients). Persamaan untuk structural
number adalah sebagai berikut:
SN a1 D1 a2 D2 m2 a3 D3 m3 ..................................................... (3.8)
Dimana:
b) Lalu lintas
Menurut Siegrfried (2007), prosedur perencanaan untuk parameter
lalu lintas didasarkan pada kumulatif beban gandar standar ekivalen
(Equivalent Standard Axle Load, ESAL). Perhitungan untuk ESAL ini
didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat terhadap beban gandar
standar 8,16 kN dan mempertimbangkan umur rencana, volume lalu lintas,
faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan lalu lintas (growth factor).
c) Reliabilitas (reliability)
Menurut Rosyidi (2007), konsep reliability untuk perencanaan
perkerasan didasarkan pada beberapa ketidaktentuan (uncertaintes) dalam
proses perencanaan untuk meyakinkan alternatif-alternatif berbagai
perencanaan. Tingkat reliability ini yang digunakan tergantung pada
volume lalu lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun
ekspetasi dari pengguna jalan.
d) Faktor Lingkungan
Menurut Rosyidi (2007), persamaan-persamaan yang digunakan
untuk perencanaan AASHTO didasarkan atas hasil pengujian dan
pengamatan pada jalan percobaan selama lebih kurang 2 tahun. Pengaruh
jangka panjang dari temperatur dan kelembaban pada penururnan
serviceability belum dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor
lingkungan ini adalah pengaruh dari kondisi awal swell dan forst heave
dipertimbangkan, maka penurunan serviceability diperhitungkan selama
masa analisis yang kemudian berpengaruh pada umur rencana perkerasan.
e) Serviceability
Menurut Rosyidi (2007), serviceability merupakan tingkat
pelayanan yang diberikan oleh sistem perkerasan yang kemudian
dirasakan oleh pengguna jalan. Untuk serviceability ini parameter utama
yang dipertimbangkan adalah nilai Present Serviceability Index (PSI).
Nilai Serviceability ini merupakan nilai yang menjadi penentu tingkat
pelayanan fungsional dari suatu sistem perkerasan jalan. Secara numerik
32
Dimana:
W18 = Kumulatif beban gandar standar selama umur rencana (CESA).
Dimana :
Wt = Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
w18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = Umur pelayanan (tahun)
g = Perkembangan lalu lintas (%)
b) Perhitungan Modulus Resilient (MR) tanah dasar
MR = 1500 CBR (psi)...................................................................... (3.12)
Dimana :
CBR = Nilai CBR (%)
MR = Modulus resilien
c) Menentukan serviceability.
1) Indeks kemampuan pelayanan awal (Po), untuk perkerasan kaku
menggunakan nilai Po 4,5 dan untuk perkerasan lentur menggunakan
nilai Po 4,2
34
Gambar 3.5 Grafik perkiraan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan beton
aspal ɑ1 (AASHTO 1993)
37
Pada ɑ2, koefisien kekuatan relatif dapat digunakan Gambar 3.3 atau dengan
rumus berikut:
Gambar 3.6 Grafik variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas ɑ2
(AASHTO1993)
38
Gambar 3.7 Grafik variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bawah ɑ3
(AASHTO 1993)
39
Gambar 3.8 Grafik variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bersemen
(CTB) (AASHTO 1993)
40
Gambar 3.9 Grafik variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi beraspal
(AASHTO 1993)
Tabel 3.24 Koefisien Lapisan
8,07.................................................................................................................. (3.17)
Dimana:
W18 = Kumulatif beban gandar standar selama umur rencana.
Dimana:
SN = Nilai Structural Number.
ai, a2, a3 = Koefisien relatif masing-masing lapisan.
D1, D2, D3 =Tebal masing-masing lapisan perkerasan.
m1, m2, m3, = Koefisien drainase masing-masing lapisan.
Untuk menentukan tebal lapis perkerasan dapat menggunakan persamaan
beriktu, menurut AASHTO 1993 :
1) Angka Struktural 1 (SN1)
𝑆𝑁 1
D1 = 𝑎 ………………………………….……………..…… (3.15)
1
Dengan;
SN1 = Angka struktural lapis perkerasan
D1 = Tebal lapis perkerasan
a1 = Koefisien layer lapisan
2) Angka Struktural 1 (SN2)
𝑆𝑁2 −𝑎1 𝐷1
D2 = ……………………………….……………….. (3.16)
𝑎2 𝑚2
Dengan;
SN2 = Angka struktural lapis pondasi atas
D1 = Tebal lapis perkerasan D1 (in)
a1,a2 = Koefisien layer lapisan
m2 = Koefisien drainase
3) Angka Struktural 3 (SN3)
𝑆𝑁3 −𝑎1 𝐷1 +𝑎2 𝑚2 𝐷2
D3 = ……………………………..………… (3.17)
𝑎3 𝑚3
Dengan;
SN3 = Angka struktural lapis pondasi bawah
D2 = Tebal lapis perkerasan D2 (in)
a1, a2,a3 = Koefisien layer lapisan
44
Camp Agregat
Lalu-lintas rancangan uran LAPEN LASBUTAG lapis
ESAL berasp (in) (in) pondasi
al (in) (in)
<50.000 1* 2 2 4
50.001 - 150.000 2 - - 4
150.001 - 500.000 2,5 - - 4
500.001 - 2.000.000 3 - - 6
2.000.001 - 7.000.000 3,5 - - 6
> 7.000.000 4 - - 6
Sumber: AASHTO 1993
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data-data pokok, yang
selanjutnya akan diolah guna kebutuhan analisa dalam penyelesaian masalah
sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yaitu membandingkantebal lapis
perkerasan lentur menggunakan metode Manual Desai Perkerasan 2013 dengan
metode AASHTO 1993.
B. Bagan Alir Penelitian
Bagan alir (flow chart) adalah tahapan untuk memudahkan dalam
pembahasan serta analisa pada proses penyelesaian penelitian ini. Diharapkan
nantinya laporan ini dapat diselesaikan secara sistematis sesuai dengan tujuan
yang diinginkan.
START
Studi Literatur
Penentuan Lokasi
Data Sekunder:
1. Data CBR tanah dasar
2. Data topografi
3. Data LHR
4. Data umur rencana
5. Koefisien drainase
6. Angka pertumbuhan lalu
lintas
Analisis Data
46
47
FINISH
1. Studi literatur
Pada tahap studi literatur, penulis mencari referensi yang relevan
dengan mempelajari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Putri
(2015) yang berjudul analisis tebal perkerasan lentur dengan menggunakan
metode Bina Marga dan AASHTO 1993 pada proyek peningkatan jalan
Dr. Sutomo, Cilacap.
2. Penentuan lokasi
Penentuan lokasi sebagai aspek penting agar diperoleh data yang
dibutuhkan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Lokasi proyek
pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) berada di ruas jalan Baron
– Tepus ( Planjan – Tepus), Kecamatan Temon, Kabupaten Gunung Kidul,
D.I. Yogyakarta.
48
Gambar 4.2 Lokasi pembangunan proyek Jalur JLS ruas jalan Baron –
Tepus (Planjan – Tepus)
3. Data sekunder.
Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung, dalam
hal ini dapat melalui instansi terkait guna mendapatkan data yang berupa
laporan perencanaan. Manfaat dari data sekunder sendiri adalah untuk
merencanakan penelitian, mempermudah perumusan masalah, dan analisis.
Adapun data-data yang diperoleh adalah.
a) Jenis data : Data CBR Tanah Dasar
Fungsi Analisis : Mengetahui kapasitas tanah dasar sebagai Daya
Dukung Tanah.
Mengetahui tebal lapis perkerasan yang
diperlukan.
Sumber : Bina Marga Prov. DIY
49
START
Analisis Data
A
A
51
A A
Menentukan seksi-seksi
Modulus Resilien (MR)
subgrade yang seragam
dan menghitung daya
dukung Subgrade :
Koefisien Drainase (m)
1. CBR
Karakteristik
2. CBR ekivalen Koefisien kekuatan relatif (a)
Menghitung SN (Structural
Menentukan struktur Number) dengan nomogram atau
perkerasan dengan chart persamaan
desain = tebal lapis
perkerasan
FINISH
Gambar 4.2 Bagan alir Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dan AASHTO
1993
Tabel 5.1 Data lalu lintas ruas Jalan Baron – Tepus (Planjan –Tepus)
Volume
Jenis Kendaraan kendaraan
Mobil Penumpang 194
Minibus, oplet, dll 139
Micro truck, pick-up, mobil hantaran 93
Truck 2 sumbu 4 roda 101
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kota Yogyakarta.
c. Faktor Pertumbuhan Lalu lintas
Sesuai data sekunder yang diperoleh melalui Dinas Pekerjaan Umum
Bina Marga Kota Yogyakarta, diketahui angka pertumbuhan lalu lintas
pada ruas Jalan Baron –Tepus (PLanjan – Tepus) sebesar 7,18%.
Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas.
(1+𝑖)𝑈𝑅 −1
Rumus: R = 𝑖
(1+0,0718)20 −1
Sehingga : R = = 20,137
0,00718
54
55
= 0,00048
ESA = (194 x 0,00048) x 80%
= 0,075781
CESA4 = ESA x 365 x R
= 0,075781 x 365 x 20,137
= 555,8387
f. Traffic Multiper (TM)
Penentuan nilai TM berkisar antara 1,8 – 2. Pada analisis ini digunakan
nilai TM sebesar 1,8.
56
g. Menghitung CESA5
Rumus: CESA5 = TM x CESA4
Dimana : TM = Traffic Multiper, diambil nilai 1,8.
Sehingga: Hitungan menggunakan contoh pada kendaraan ringan 2T
CESA5 = 1,8 x 555,8387 = 1000,5098
Tabel 5.2 Hasil perhitungan ESA, CESA4, CESA5
konfigurasi
Jenis Kendaraan LHR ESA4 ESA CESA4 CESA5
sumbu
Mobil Penumpang 1.1 194 0,000488 0,07578 555,83874 1000,5097
Minibus, oplet, dll 1.1 139 0,000488 0,05430 398,25559 716,8601
Micro truck, pick-
1.1 93
up, mobil hantaran 0,000488 0,03633 266,45878 479,6258
Truck 2 sumbu 4 1.2 101
roda 5,175962 418,2177 3067534,6 5521562,26
Jumlah = 527 ESA20 tahun =5,52156226
h. CBR tanah dasar
Kondisi tanah dasar pada ruas Jalan Baron - Tepus adalah normal,
dengan nilai CBR yang didapat dari data sekunder sebesar 3% dan dapat
dipadatkan. Metode untuk tanah normal, dimana tanah dasar didominasi
dengan jenis tanah lempung dapat menggunakan Tabel 3.8. Dari tabel
tersebut dapat diketahui desain solusi pondasi jalan minimum.
Tabel 5.3 Chart desain solusi pondasi jalan minimum
Struktur Perkerasan
FF1 FF2 FF3 FF4 FF5 FF6 FF7 FF8 FF9
Lihat
Solusi yang dipilih
catatan 3 Lihat catatan 3
Pengulangan beban 2-4"
sumbu desain 20 tahun di 10- 20- 30- 50- 100-
1-2" 4-7 7-10
lajur desain (pangkat 5) 20 30 50 100 200
(10⁶ CESA5)
Ketebalan lapis perkerasan (mm)
AC WC 40 40 40 40 40 40 40 40 40
AC BC 60 60 60 60 60 60 60 60 60
AC-Base 0 70 80 105 145 160 180 210 245
LPA 400 300 300 300 300 300 300 300 300
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013
Dari bagan desain diatas, didapatkan hasil perkerasan seperti Tabel 5.6 dibawah
ini.
Tabel 5.7 Tebal lapis perkerasan dari bagan desain 3A
Tebal Perkerasan (mm)
Lapis Perkerasan
Alternatif Bagan Desain 3A
AC-WC 40
AC-BC 60
AC-Base 80
LPA 300
Capping Layer 300
Tebal lapis perkerasan dapat dilihat dari gambar berikut.
AC-WC 4 cm
AC_BC 6 cm
8 cm
AC_Base
LPA Kelas A 30 cm
Capping Layer
30 cm
360.000
0,26
27.000 psi
Gambar 5.3 Nomogram untuk menentukan koefisien lapis pondasi atas (ɑ2)
66
0,13
18.000 psi
No. Parameter
1. Umur rencana 20 thn
2. Faktor distribusi arah (DD) 0,5
3. Faktor distribusi lajur (DL) 80%
4. Perkembangan lalu lintas (g) 7,18%
5. Lalu lintas pada lajur rencana (W18) 25563,8
6. Beban gandar tunggal standar kumulatif
1,48 x 106
(Wt)
67
No. Parameter
7. Modulus Resilien (MR) 4500 (psi)
Tabel 3.20
8. Koefisien drainase m1, m2
(1,00)
9. Indeks kemampuan pelayanan awal (Po) 4,2
10. Indeks kemampuan pelayanan akhir (Pt) 2
11. Standar deviasi (So) 0,45
12. Reliability (R) 90%
13. Standar deviasi normal (ZR) -1,282
14. Design serviceability loss ∆PSI 2
8. SN (Structural Number)
Dalam menentukan nilai SN dapat menggunakan nomogram pada Gambar
5.5. Dari nomogram tersebut didapatkan hasil berupa:
SN : 4,5
SN1 : 1,8
SN2 : 2,6
68
𝑆𝑁 1 1,8
D1 = = 0,40 = 4,5 in = 12 cm
𝑎1
4,1−(0,40.4,7)+(0,26.1.3,1)
= = 30,5 cm ≈ 35 cm
0,13.1
C. Pembahasan
Pada hasil yang didapat menunjukan ketebalan yang berbeda dari kedua
metode tersebut. Hasil perhitungan dengan metode AASHTO 1993 didapatkan
ketebalan yang lebih besar dibandingkan dengan metode Manual Desain
Pekrerasan Jalan 2013. Hal ini disebabkan adanya perbedaan parameter desain
dari kedua metode tersebut, yaitu:
1. Lalu lintas
Pada metode Manual Desain perkerasan Jalan 2013 dan AASHTO
1993 digunakan angka ekivalen pada semua jenis kendaraan, hanya saja
terdapat perbedaan pada perhitungannya. Pada metode Manual Desain
Perkerasan Jalan 2013 untuk perkerasan lentur kerusakan yang disebabkan
lalu lintas desain dinyatakan dalam ekivalen sumbu standar 80kN.
2. Penentuan nilai ∆PSI, ZR, SO
Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 untuk menentukan
tebal perkerasan tidak menggunakan paramater ∆PSI, ZR, SO tetapi,
parameter tersebut digunakan pada Metode AASHTO 1993. Parameter ini
meliputi nilai kehilangan kemampuan pelayanan (∆PSI), nilai standar
deviasi normal (ZR) dan nilai standar deviasi keseluruhan (SO).
Pada AASHTO 1993 nilai kehilangan kemampuan pelayanan (∆PSI)
digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui kapan harus dilakukan
peningkatan pelayanan pada ruas jalan tersebut. Untuk nilai standar deviasi
normal ( ZR) berkaitan dengan nilai R yaitu Reliability. Reliability adalah
nilai untuk menyatakan tingkat kemungkinan bahwa perkerasan yang
dirancang akan tetap memuaskan selama masa pelayanan yang dapat dilihat
menggunakan tabel dibawah ini.
Tabel 5.15 Nilai standar deviasi normal untuk tingkatan reliability (Lanjutan)
Sementara pada metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 besaran daya
dukung tanah ditentukan menggunakan tabel seperti dibawah ini.
Tabel 5.15 Chart desain solusi pondasi jalan minimum
Struktur Perkerasan
FF1 FF2 FF3 FF4 FF5 FF6 FF7 FF8 FF9
Lihat
Solusi yang dipilih
catatan 3 Lihat catatan 3
Pengulangan beban
sumbu desain 20 tahun di 10- 20- 30- 50- 100-
1-2" 2-4" 4-7 7-10
lajur desain (pangkat 5) 20 30 50 100 200
(10⁶ CESA5)
Ketebalan lapis perkerasan (mm)
AC WC 40 40 40 40 40 40 40 40 40
AC BC 60 60 60 60 60 60 60 60 60
AC-Base 0 70 80 105 145 160 180 210 245
LPA 400 300 300 300 300 300 300 300 300
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013
INTISARI
Lapis perkerasan merupakan lapisan yang terletak diantara tanah dasar dan kendaraan.
Lapisan ini berfungsi untuk melayani beban lalu lintas selama umur rencana tanpa berdeformasi
secara permanen. Agar fungsi dari lapis perkerasan dapat tercapai, bahan yang digunakan pada
lapis perkerasan berupa campuran antara agregat dan bahan ikat yang dapat berupa aspal, dan
semen.
Pada penelitian ini penulis membandingkan dua metode yaitu metode Manual Desain Perkerasan
Jalan 2013 dan AASHTO 1993. Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 adalah metode terbaru
yang dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga tahun 2013.
Peraturan ini merupakan hasil perbaharuan dari peraturan sebelumnya. Sementara itu, metode AASHTO
1993 adalah metode yang berasal dari Amerika Serikat dan sudah dipakai secara umum di seluruh dunia
serta diadopsi sebagai standar perencanaan di berbagai Negara.
Dari hasil analisa volume lalu lintas didapatkan CESA5 sebesar 5,5x106 pada metode Manual
Desain Perkerasan Jalan 2013 dan beban gandar tunggal standar kumulatif (Wt) sebesar 1,48 x 106
dengan metode AASHTO 1993. Bahan lapis permukaan menggunakan aspal beton (ac) dengan Marshall
Stability 744kg. bahan lapis pondasi atas menggunakan ac (laston atas) dengan Marshall Stability 454kg
dan lapis pondasi bawah digunakan bahan granular dengan CBR 70%. Dari material tersebut kemudian
digunakan untuk membandingkan kedua metode. Untuk mengakomodir volume lalu lintas, didapatkan
hasil perhitungan tebal lapis perkerasan sebesar 10cm untuk lapis permukaan, 8 cm untuk lapis pondasi
atas dan 30 cm untuk lapis pondasi bawah dengan metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013. Pada
metode AASHTO 1993 didapatkan hasil tebal perkerasan lentur berupa lapis permukaan dengan tebal 15
cm, lapis pondasi atas dengan tebal 10 cm dan lapis pondasi bawah dengan tebal 35 cm.
Kata kunci : Metode AASHTO 1993, Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013, Perkerasan Jalan
Raya, Tebal Perkerasan.
1
Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir, 27 April 2017
2
Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3
Dosen Pembimbing Tugas Akhir 1
4
Dosen Pembimbing Tugas Akhir 2
I. PENDAHULUAN Desain Perkerasan Jalan 2013 pada Ruas
A. Latar Belakang Jalan Baron-Tepus (Planjan-Tepus)..
Seiring dengan meningkatnya sektor 2. Merencanakan Tebal Perkerasan Lentur
ekonomi dan pendidikan di Indonesia terutama Jalan Raya menggunakan Metode
di provinsi D.I Yogyakarta, kebutuhan akan AASHTO 1993 pada Ruas Jalan Baron-
sarana dan prasaran tansportasi semakin tinggi Tepus (Planjan-Tepus).
khususnya pada jalan raya. Jalan raya sebagai 3. Membandingkan hasil Tebal Perkerasan
sarana untuk menghubungkan satu wilayah Lentur menggunakan Metode Manual
dengan wilayah lainnya yang kemudian dapat Desain Perkerasan Jalan 2013 dan
memudahkan seseorang dalam menjangkau Metode AASHTO 1993 pada Ruas Jalan
wilayah tersebut dengan alat transportasi darat Baron – Tepus (Planjan-Tepus).
yang bisa berupa motor, mobil, ataupun
kendaraan lain agar kegiatan ekonomi, D. Manfat Penelitian
pendidikan dan kegiatan lainnya dapat 1. Dapat mengetahui perencanakan Tebal
terlaksanakan. Perkerasan Lentur dengan Metode
Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan Manual Desain Perkerasan Jalan 2013.
(JJLS) Pulau Jawa diharapkan dapat membantu 2. Dapat mengetahui perencanakan Tebal
dalam ketersediaanya sarana dan prasaran Perkerasan Lentur dengan Metode
transportasi yang dibutukan. Pada pembangunan AASHTO 1993.
JJLS ini terdapat tiga provinsi di pulau Jawa 3. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan
yang akan dilewati yaitu provinsi Jawa Timur, sebagai perbandingan oleh instansi
provinsi D.I Yogyakarta, dan provinsi Jawa pemerintah terkait dalam hal tebal lapis
Tengah. Selain untuk menunjang sektor ekonomi perkerasan.
JJLS juga diharapkan untuk akses penunjang
menuju ke Bandara Kulon Progo di provinsi D.I E. Batasan Masalah
Yogyakartya yang rencananya akan dioperasikan 1. Perhitungan tebal perkerasan jalan pada
pada tahun 2019 mendatang. Jalur Lintas Selatan Ruas Jalan Baron-
Jalur jalan Lintas Selatan Pulau Jawa Tepus (Planjan-Tepus) sepanjang 2 km
merupakan jalan nasional menurut Peraturan dari Sta. 26+700 s.d 28+700
Pemerintah Republik Indonesia Nomo 34 Tahun menggunakan metode Manual Desain
2006 tentang Jalan. Pada penelitian ini akan Perkerasan Jalan 2013.
dilakukan perbandingan tebal lapis perkerasan 2. Perhitungan tebal perkerasan jalan pada
lentur. Perbandingan sendiri menggunakan Jalur Lintas Selatan Ruas Jalan Baron-
Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 Tepus (Planjan-Tepus) sepanjang 2 km
dengan Metode AASHTO 1993 di Jalur Jalan dari Sta. 26+700 s.d 28+700
Lintas Selatan Ruas Baron – Tepus, Kab. menggunakan metode Manual Desain
Gunungkidul, D.I Yogyakarta. Perkerasan Jalan 2013
3. Dalam Perencanaan Tebal Perkerasan
B. Rumusan Masalah Lentur Jalan Raya ini mengacu pada
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini Tata Cara Perencanaan Perkerasan
adalah: Manual Desain Perkerasan Jalan 2013
yang ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan
1. Berapa tebal lapis perkerasan lentur Umum Bina Marga tahun 2013 dan
dengan menggunakan metode Manual AASHTO 1993.
Desain Perkerasan Jalan 2013.
2. Berapa tebal lapis perkerasan lentur 4. Pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode AASHTO berdasarkan data sekunder yang
1993. diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum
3. Perbandingan metode Manual Desain Direktorat Jenderal Bina Marga D.I.
Perkerasan Jalan 2013 dan AASHTO Yogyakarta.
1993. 5. Data sekunder yang diperoleh meliputi
data Lalu Lintas Harian Rata-rata
C. Tujuan Penelitian (LHRT), data pertumbuhan lalu lintas,
1. Merencanakan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan Raya menggunakan Metode Manual
2
data CBR tanah dasar, data curah hujan, tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu
dan data perkerasan jalan. lintas dan menyebarkannya ke lapisan
dibawahnya.
F. Keaslian Penelitian Konstruksi perkerasan menurut Sukirman
Penelitian mengenain tebal lapis perkerasan (1999) terdiri dari:
telah banyak dilakukan sebelumnya, seperti 1. Lapis permukaan (surface course)
Perencanaan dengan Metode Manual Desain Lapis permukaan adalah lapisan yang
Perkerasan Jalan 2013 pada ruas jalan Sentolo- terletak paling atas. Untuk menahan
Pengasih-Waduk Sermo pada Sta. 8+500 s.d beban selama masa pelayanan, lapisan
10+500 oleh Oky Listyaningrum. Berdasarkan ini menggunakan aspal sebagai bahan
pada pengetahuan penulis, untuk penelitian pengikatnya. Salah satu fungsi lapis
dengan Analisis Tebal Perkerasan Lentur dengan permukaan adalah sebagai lapis penahan
Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 beban roda dan lapis aus.
dan AASHTO 1993 pada Ruas Jalan Baron- 2. Lapis pondasi atas (base course)
Tepus (Planjan-Tepus) belum pernah dilakukan Lapisan ini terletak diantara lapis
sebelumnya. permukaan dan lapis pondasi bawah.
Material yang digunakan pada lapisan
II. TINJAUAN PUSTAKA ini haruslah material yang cukup kuat.
I. Perkerasan Jalan Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan
Perkerasan jalan adalah sebuah konstruksi pengikat dapat menggunkan material
yang dibangun diatas tanah.(Sukirman,1999) dengan CBR > 50% dan Plastisitas
Menurut Sukirman (1999), berdasarkan Indeks (PI) < 4%. Bahan yang digunkan
bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat berupa batu pecah, kerikil pecah,
dapat dibedakan atas : stabilitas tanah dengan semen dan kapur.
1. Perkerasan lentur (flexible pavement), 3. Lapis pondasi bawah (subbase course)
yaitu perkerasan yang menggunakan Lapisan ini terletak dibawah lapis
aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan- pondasi atas dan berada diatas tanah
lapisan perkerasannya bersifat memikul dasar (subgrade). Pada lapisan ini dapat
dan menyebarkan beban lalu lintas ke menggunakan agregat yang bergradasi
tanah dasar. baik.
2. Perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu 4. Tanah dasar (subgrade)
perkerasan yang menggunakan semen Lapis tanah dasar adalah lapisan dengan
(portland cement) sebagai bahan ketebalan 50-100 cm, yang selanjutnya
pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa akan diletakkan lapis pondasi bawah
tulangan diletakkan di atas tanah dasar diatasnya. Tanah dasar dapat berupa
dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. tanah asli dari lokasi pengerjaan jika
Beban lalu lintas sebagian besar dipikul memenuhi syarat dan juga bisa dengan
oleh pelat beton. tanah dari lokasi lain. Sebelum lapis
3. Perkerasan komposit (composite pondasi bawah diletakkan, tanah dasar
pavement), yaitu perkerasan kaku yang harus dipadatkan dengan kepadatan
dikombinasikan dengan perkerasan tertentu agar tercapai kestabilan tanah
lentur dapat berupa perkerasan lentur dasar.
diatas perkerasan kaku, atau perkerasan
kaku di atas perkerasan lentur.
3
yang terkandung dalam aspal
dipengaruhi oleh rasins, yang nantinya
deiring dengan waktu pelayanan jalan
fungsinya akan semakin berkurang.
Aspal pada konstruksi perkerasan jalan
bersifat sebagai bahan pengikat dan
bahan pengisi.
Gambar 2. Struktur perkerasan lentur pada IV. Parameter Desain Tebal Lapis
tanah timbunan (Bina Marga 2013) perkerasan
Lapis perkerasan berfungsi untuk
menopang beban lalu lintas selama masa
pelayanan tanpa menimbulkan kerusakan yang
berarti. Dengan demikian diperlukan beberapa
pertimbangan dari faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja konstruksi perkerasan,
Gambar 3. Struktur perkerasan lentur pada seperti:
galian (Bina Marga 2013) 1. Fungsi Jalan
2. Umur Rencana
III. Bahan Konstruksi Perkerasan 3. Lalu lintas
Menurut Sukirman (1999) bahan konstruksi 4. Sifat tanah dasar
perkerasan lentur dibagi menjadi 3 yaitu: 5. Material lapis perkerasan
4
A
5
e) Data angka pertumbuhan lalu Data lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
lintas. pada tahun 2015 diberikan pada tabel di bawah
f) Data perkerasan. ini:
4. Analisis data.
Analisis data merupakan proses Tabel 2. Data lalu lintas ruas Jalan Baron-Tepus
dimana peneliti mengolah data yang
sudah dikumpulkan agar menjadi Jenis Kendaraan volume
informasi yang dapat dipahami.
Analisis pada penelitian ini Mobil Penumpang 194
menggunakan 2 metode, yaitu metode
Minibus, oplet, dll 139
Manual Desain Perkersan 2013 dan
metode AASHTO 1993. Dari kedua Micro truck, pick-up, 93
metode tersebut akan didapat mobil hantaran
perhitungan tebal lapis perkerasan. Truck 2 sumbu 4 roda 101
5. Perbandingan tebal lapis perkerasan. Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga
Perbandingan adalah proses Kota Yogyakarta
membandingkan 2 nilai yang berbeda 1. Faktor pertumbuhan lalu lintas (R)
atau lebih. Pada tahap ini, setelah (1+𝑖)𝑈𝑅 −1
dilakukan proses analisis yang akan R = 𝑖
didapatkan hasil akhir berupa tebal (1+0,0718)20 −1
R = = 20,137
0,00718
lapis perkerasan lentur dari 2 metode.
2. Faktor distribusi lajur (DL) = 80%
Selanjutnya hasil tersebut
Nilai DL dapat dilihat pada tabel
dibandingkan agar mendapatkan
berikut.
metode manakah yang sebaiknya
Tabel 3. Faktor distribusi lahur (DL)
digunakan guna mengakomodir beban
diatasnya.
6. Kesimpulan dan saran
Pada tahap terakhir ini dilakukan
kesimpulan sebagai penarikan dari
gagasan yang tercapai. Dan selanjutnya
adalah saran, dimana saran ini
berfungsi sebagai ide atau solusi yang
bersifat membangun atau memperbaiki 3. Menghitung beban standar kumulatif
suatu permasalahan. atau cumulative equivalent single axle
V. HASIL PENELITIAN DAN (CESA).
PEMBAHASAN 𝐿
a) ESA4 = ( 𝑆𝐿𝑖𝑗)4
A. Metode Manual Desain Perkerasan
2𝑇 𝑥 50% 2𝑇 𝑥 50%
Jalan 2013 =( 8𝑇 )4+( 8𝑇 )4
Tabel 1. Data perencanaan tebal perkerasan = 0,00048
No Data b) Lintas sumbu standar ekivalen
Umur (ESA).
1 20 tahun
rencana = (LHRT∑jenis kendaraanx ESA4)xDL
Jenis = (194 x 0,00048) x 80%
2 Lentur = 0,075781
perkerasan
c) CESA (cumulative equivalent
3 CBR 3%
single axle)
2227,6 = ESA x 365 x R
4 Curah Hujan
mm/tahun = 0,075781x 365 x 20,137
5
Pertumbuhan
7,18%
= 555,8387
Lalu lintas 4. Traffic Multiper (TM).
Sumber: Data perencanaan Jalan Baron-Tepus Penentuan nilai TM berkisar antara 1,8 –
2. Pada analisis ini digunakan nilai TM
sebesar 1,8.
6
5. Menghitung CESA5
CESA5 = TM x CESA4
= 1,8 x 555,8387
= 1000,5098
Tabel 4. Hasil perhitungan ESA, CESA4,
CESA5
konfigurasi
Jenis Kendaraan LHR ESA4 ESA CESA4 CESA5
sumbu
Mobil Penumpang 1.1 194 0,000488 0,07578 555,83874 1000,5097
Minibus, oplet, dll 1.1 139 0,000488 0,05430 398,25559 716,8601
Micro truck, pick-
1.1 93
up, mobil hantaran 0,000488 0,03633 266,45878 479,6258
Truck 2 sumbu 4 Gambar 6. Hasil tebal lapis perkerasan
1.2 101
roda 5,175962 418,2177 3067534,6 5521562,26 menggunakan metode Manual Desain
Jumlah = 527 ESA20 tahun =5,52156226
Perkerasan Jalan 2013
6. CBR tanah dasar = 3%
Tabel 5. Chart desain solusi pondasi jalan B. Metode AASHTO 1993
minimum 1. Umur rencana = 20 tahun
CBR Tanah Dasar Lalu lintas lajur desain
Chart 1 atau tanah Kelas Prosedur
Deskripsi struktur <2
umur rencana 40 tahun
2 sampai 4 >4
2. Faktor distribusi arah (DD) = 0,5
dasar 100% MDD, Kekuatan desain
dipadatkan Tanah Dasar pondasi
pondasi (4)
Tebal peningkatan tanah Nilai DD dapat dipakai 0,3-0,7.
rendaman 4 hari dasar minimum (mm)
≥6 SG6 perbaikan tanah tidak perlu peningktan Pengecualian ini terjadi pada kendaraan
5 SG5 100
4 SG4 A
dasar meliputi bahan
stabilitasi kapur atau 100 150 200 berat yang cenderung menuju ke satu
3
2,5
SG3
SG2,5
timbunan pilihan
(pemadatan berlapis
150
175
200
250
300
350 arah tertentu.
tanah ekspansif (potential swell
>5%)
SG1 aluvial
AE ≤200mm tebal lapis) 400 500 600 3. Faktor distribusi lajur (DL) = 80%
Lapis penopang
jenuh Tipikal 1000 1100 1200
<2,5 (DCP Insitu) CBR awal ≤ B
capping Nilai DL dapa digunakan dengan Tabel 4.
1,5% dibawah Atau lapis penopang
lapis dan geogrid
650 750 850
Tabel 8. Faktor distribusi lajur (DL)
perbaikan tanah
Perkerasan lentur aluvial kering C1
dasar atau timbunan
400 500 600
% Beban gandar
dengan rendaman
CBR ≥5 dalam 3
Jumlah lajur
perkerasan kaku pada tanah aluvial
C2
perbaikan tanah
1000 1100 1200
standar dalam lajur
kepadatan rendah kering
Tanah gambut dengan HRS atau
dasar atau timbunan per-arah
perkerasan DBST
D lapis penopang berbutir 1000 1250 1500 rencana
7. Penentuan tebal lapis perkerasan. 1 100
Tebal lapis perkerasan ditentukan
menggunakan tabel dibawah ini. 2 80 - 100
Tabel 6. Desain Perkerasan Lentur 3 60 - 80
dengan Lapis Pondasi Berbutir
4 50 - 75
Sumber: AASHTO 1993
4. Data volume kendaraan tahun 2016
Tabel 9. Data volume kendaraan 2016
Jenis konfigurasi
volume
Kendaraan sumbu
Mobil
194 1.1
Penumpang
8. Hasil tebal lapis perkerasan yang di Minibus,
dapat dari tabel Lampiran 4 139 1.1
oplet, dll
Tabel 7. Tebal lapis perkerasan Micro truck,
pick-up,
93 1.1
mobil
hantaran
Truck 2
sumbu 4 101 1.2
roda
Sumber: Data perencanaan Ruas Jalan
Baron-Tepus
5. Menghitung lalu lintas pada lajur
rencana (W18).
7
W18 = DD x DL x Ŵ18 85 -1,037
= 0,5 x 80% x 242,8489 90 -1,282
= 97,13956
W18 pertahun = 365 x 97,1396 = 35355,954 91 -1,340
(1+𝑔)𝑛 −1
Wt = w18 x 92 -1,405
𝑔
(1+0,0178)20 −1 93 -1,476
= 35355,954x 0,0178
94 -1,555
=1,48x106
Tabel 10. Hasil perhitungan beban 95 -1,645
gandar standar kumulatif (Ŵ18) 96 -1,751
97 -1,881
98 -2,054
99 -2,327
99,9 -3,090
6. Modulus resilient tanah dasar 99,99 -3,750
CBR = 3%
MR = 1500 CBR (psi)
= 1500 x 3 = 4500 (psi) 10. Koefisien drainase (m) = 1
7. Serviceability Sesuai dengan data sekunder yang
Indeks kemampuan pelayanan awal (Po) diperoleh bahwa kualitas drainase adalah
= 4,5 baik dengan waktu struktur perkerasan
Indeks kemampuan pelayanan akhir (Pt) dipengaruhi oleh kadar air yang
=2 mendekati jenuh sebesar 20%
Rumus : ∆PSI = Po – Pt Tabel 13. Koefisien Drainase (m)
Sehingga : ∆PSI = 4,2 – 2
= 2,2
8. Reliability (R) = 90%
Nilai reliability dapat ditentukan
menggunakan tabel dibawah ini.
Tabel 11. Nilai Relibilty
8
Tabel 14. Parameter menentukan nilai SN
9
14. Menghitung tebal masing-masing lapisan VI. KESIMPULAN DAN SARAN
perkerasan (D1, D2, D3).
Untuk mengetahui nilai tebal lapis A. Kesimpulan
perkerasan dapat dihitung dengan Berdasarkan hasil analisa tebal lapis
persamaan : perkerasan lentur pada ruas Jalan Baron –Tepus
SN = a1.D1 + a2.D2.m2 + a3.D3.m3 (Planjan–Tepus) dengan metode Manual Desain
1) SN1 Perkerasan Jalan 2013 dan Metode AASHTO
𝑆𝑁1 1,8 1993 didapatkan beberapa kesimpulan yaitu:
D1 = 𝑎1
= 0,40 = 4,5 in 1. Perhitungan Manual Desain Perkerasan
2) SN2 Jalan 2013 lebih mudah digunakan karena
𝑆𝑁 −𝑎 𝐷 2,4−(0,40 .4,5) mengacu pada peraturan Kementrian
D2 = 𝑎2 𝑚1 1 = 0,26.1
2 2 Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina
= 2,7 in ≈ 3 in Marga. Dan juga peraturan MDP 2013
3) SN3 sudah disesuaikan dengan kondisi di
𝑆𝑁 −𝑎 𝐷 +𝑎 𝑚 𝐷
D3= 3 1𝑎 1𝑚 2 2 2 Indonesia.
3 3
2. Hasil perkerasan lentur dengan metode
5,4−0,40 .6,5+0,26.1.3 Manual Desain Perkerasan Jalan 2013
= 0,13.1
= 15,5 in
adalah sebagai berikut:
a) Lapis permukaan dengan bahan Laston
MS 744 kg dengan tebal 10 cm
b) Lapis pondasi atas dengan bahan
Laston atas MS 454 kg dengan tebal 8
cm.
c) Lapis pondasi bawah dengan bahan
batu pecah kelas A tebal 30 cm.
3. Hasil perkerasan lentur dengan metode
AASHTO 1993 adalah sebagai berikut:
a) Lapis permukaan bahan aspal modulus
360.000 psi dengan tebal 15 cm.
b) Lapis pondasi atas bahan aspal
modulus 27.000 dengan tebal 8 cm.
Gambar 7. Hasil tebal lapis perkerasan dengan c) Lapis pondasi bawah bahan granular
metode AASHTO 1993 modulus 18.000 dengan tebal 35 cm.
C. Pembahasan B. Saran
Perbandingan hasil perencanaan tebal Saran setelah dilakukan analisis tebal
perkerasan lentur dengan metode Manual Desain perkerasan lentur pada ruas Jalan Baron – Tepus
Perkerasan Jalan 2013 dengan AASHTO 1993 (Planjan – Tepus) dengan metode Manual
dapat diketahui pada tabel berikut. Desain Perkerasan Jalan 2013 dan AASHTO
1993 adalah:
Tabel 15. Hasil perbandingan metode 1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan
melakukan survei volume kendaraan
sehingga data yang didapatkan lebih baik
untuk perbandingan metode ini.
2. Untuk perbaikan jalan sendiri perlu
diadakan pengecekan secara rutin pada ruas
jalan Baron-Tepus (Planjan-Tepus), agar
ruas jalan berfungsi secara optimaldan
kerusakan alan dapat dilakukan perbaikan.
3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya
perlu adanya pendekatan dengan
menggunakan metode lain, sehingga pada
penelitian selanjutnya menghasilkan
penelitian yang lebih baik lagi sebagai
acuan perencanaan tebal perkerasan.
10
DAFTAR PUSTAKA hp/jss/article/download/14795/14364.pdf
, diunduh tanggal 01 Maret 2017
Anonim 1, 1986, AASHTO Guide for Design of
Pavement Structures, 444 N. Capitol
Street, N. W., Suite 225, Washington, D.
C. 20001.
Siegfried dan Sri Atmaja P. Rosyidi, 2007,
Deskripsi Perencanaan Tebal
Perkerasan Jalan Menggunakan Metode
AASHTO 1993, Http://
labtransportumy.files.wordpress.com/20
07/11/web-publish-narasi-AASHTO
1993.pdf, diunduh tanggal 14 November
2016.
Sukirman, 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya,
Nova, Bandung.
Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, 2002. Pedoman Perencanaan
Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-
B. Jakarta
Bina Marga, 2013, Manual Desain Perkerasan
Jalan Nomor 02/M/BM/2013.
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
11
12