Anda di halaman 1dari 13

Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash Pada PLTU

Agus Prasetiyo 9/26/2016 08:38:00 AM

DUNIA PEMBANGKIT LISTRIK - Fly ash dan bottom ash adalah terminology umum untuk abu terbang
yang ringan dan abu relatif berat yang timbul dari suatu proses pembakaran suatu bahan yang lazimnya
menghasilkan abu. Fly ash dan bottom ashdalam konteks ini adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran
batubara.

Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed
system) dan unggun tetap (fixed bed system atau grate system). Disamping itu terdapat system ke-3
yakni spouted bed system atau yang dikenal dengan unggun pancar.

Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower sehingga
benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik
yang paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai medium pemanas
dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir
mencapai temperature bakar batubara (300oC) maka diumpankanlah batubara. Sistem ini menghasilkan abu
terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut dengan fly ash dan bottom
ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di PLTU (Pembangkit Listruk Tenaga Uap).
Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (80-90%) berbanding
(10-20%).

Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara berada di
atas conveyoryang berjalan atau grate. Sistem ini kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang
sempurna atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang terbentuk terutama bottom
ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan
bakar untuk kerajinan besi (pandai besi). Teknologi Fixed bed system banyak digunakan pada industri
tekstil sebagai pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam
perbandingan berat adalah : (15-25%) berbanding (75-25%).

Persoalan di Sekitar Fly ash dan Bottom ash

Fly ash/bottom ash yang dihasilkan oleh fluidized bed system berukuran 100-200 mesh (1 mesh = 1
lubang/inch2). Ukuran ini relative kecil dan ringan, sedangkan bottom ash berukuran 20-50 mesh. Secara
umum ukuran fly ash/bottom ash dapat langsung dimanfaatkan di pabrik semen sebagai substitusi
batuan trass dengan memasukkannya pada cement mill menggunakan udara tekan (pneumatic system).
Disamping dimanfaatkan di industri semen, fly/bottom ash dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran asphalt
(ready mix), campuran beton (concerete) dan dicetak menjadi paving block/batako.
Dari suatu penelitian empiric untuk campuranbatako, komposisi yang baik adalah sbb :
 Kapur : 40%
 Fly ash : 10%
 Pasir : 40%
 Semen : 10%

Persoalan lingkungan muncul dari bottom ash yang menggunakan fixed bed atau grate system.
Bentuknya berupa bongkahan-bongkahan besar. Seperti yang telah disinggung di atas bahwa bottom ash ini
masih mengandung fixed carbon (catatan : fixed carbon dalam batubara dengan nilai kalori 6500-6800
kkal/kg sekitar 41-42%). Jika bottom ash ini langsung dibuang ke lingkungan maka lambat laun akan terbentuk
gas Metana (CH4) yang sewaktu-waktu dapat terbakar atau meledak dengan sendirinya ( self burning dan self
exploding). Di sisi yang lain, jika akan dimanfaatkan di pabrik semen maka akan merubah desain feeder,
sehingga pabrik semen tidak tertarik untuk memanfaatkan bottom ash tsb.

Solusi Persoalan Fly ash dan Bottom ash

Dari situasi dan keadaan di atas maka dapat dikatakan bahwa solusi terhadap munculnyafly/bottom
ash serta pemanfaatan yang dikaitkan dengan keamanan terhadap lingkungan adalah sbb :
Fly ash/bottom ash yang berasal dari sistem pembakaran fluidized bed dapat digunakan untuk :
a. Campuran semen tahan asam
b. Campuran asphalt (ready mix) dan beton
c. Campuran paving block/batako
Fly ash yang berasal dari fixed bed system dapat langsung digunakan seperti point 1.a, 1b dan 1c.
Sedangkan untuk bottom ash yang masih dalam bentuk bongkahan maka harus mengalami perlakukan
pengecilan ukuran (size reduction treatment) sebelum dimanfaatkan lebih lanjut.

Konversi Abu Terbang Batubara Menjadi Zeolit

Zeolit pada dasarnya merupakan padatan aluminium-silikat yang memiliki struktur yang berpori. Zeolit
alam biasanya terbentuk dari batu dan abu gunung berapi yang beraksi dengan logam alkali tanah pada air
tanah. Zeolit murni hampir tidak dapat ditemukan di alam. Biasanya terdapat pengotor seperti logam natrium
dan kalsium. Abu terbang batubara memiliki potensi dikonversi menjadi zeolit jika memiliki kandungan
alumina-silika yang cukup tinggi dan kandungan karbon yang rendah. Zeolit memiliki beberapa aplikasi
industrial yaitu[6]:
 Pertukaran ion : Penukar ion Na+/K+/Ca2+
 Adsorpsi pengotor gas : Adsorpsi selektif berdasarkan molekul gas spesifik
 Adsorpsi pengotor air : Adsorpsi reversibel air tanpa ada perubahan sifat fisik dan kimia dari zeolit itu sendiri
Jenis zeolit yang dihasilkan dari abu terbang bergantung pada komposisi awal dan metode konversinya.
Metode yang umum digunakan adalah hydrothermal alkali treatment yaitu memanaskan campuran abu terbang
dengan larutan alkali (KOH, NaOH, dsb.) dalam variasi waktu reaksi, suhu, dan tekanan tertentu.
Tantangan Masa Depan

Abu terbang pada masa kini dipandang sebagai limbah pembakaran batubara. Penanganan abu terbang
masih terbatas pada penimbunan di lahan kosong. Hal ini berpotensi bahaya bagi lingkungan dan masyarakat
sekitar seperti, logam-logam dalam abu terbang terekstrak dan terbawa ke perairan, abu terbang tertiup angin
sehingga mengganggu pernafasan. Sudut pandang terhadap abu terbang harus dirubah, abu terbang adalah
bahan baku potensial yang dapat digunakan sebagai adsorben murah. Beberapa investigasi menyimpulkan
bahwa abu terbang memiliki kapasitas adsorpsi yang baik untuk menyerap gas organik, ion logam berat, gas
polutan. Modifikasi sifat fisik dan kimia perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi.

Berdasarkan paparan diatas sudah terbukti bahwa abu terbang batubara memiliki potensi yang besar
sebagai adsorben yang ramah lingkungan. Abu terbang batubara dapat menjadi alternatif pengganti karbon
aktif dan zeolit. Tetapi, kapasitas adsorpsi abu terbang sangat bergantung pada asal dan perlakuan pasca
pembakaran batubara. Sampai sekarang, pemanfaatan abu terbang masih dilakukan dalam skala kecil karena
umumnya kapasitas adsorpsinya masih rendah. Modifikasi sifat fisik dan kimia dapat meningkatkan kapasitas
adsorpsi abu terbang. Peningkatan kapasitas adsorpsi dapat membuat adsorben dari abu terbang batubara
kompetitif bila dibandingkan dengan karbon aktif dan zeolit.

Konversi abu terbang menjadi zeolit adalah salah satu alternatif yang sangat potensial meningkatkan
nilai ekonomis abu terbang. Karbon sisa pembakaran dalam abu terbang memiliki kualitas setara karbon aktif
sehingga investigasi mengenai pemisahan karbon sisa berpotensi meningkatkan nilai ekonomis dari abu
terbang. Zeolit memiliki kegunaan yang banyak seperti adsorben, resin penukar ion, molecular sieves, dll.
Zeolit memilki kapasitas adsorpsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan abu terbang sehingga konversi
abu terbang menjadi zeolit menjadi alternatif yang menjanjikan dimasa depan (Queroll, 2006). Penelitian di
masa depan diharapkan dapat membuat konversi abu terbang menjadi zeolit komersil pada skala industri.

Abu Batubara Pada Pembuatan Beton

Fly-ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu bara, yang dialirkan dari ruang
pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, yang telah digunakan sebagai bahan campuran pada
beton. Fly-ash atau abu terbang di kenal di Inggris sebagai serbuk abu pembakaran. Abu terbang sendiri tidak
memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya
yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium
hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan
mengikat.

Menurut ACI Committee 226 dijelaskan bahwa, fly-ash mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu
lolos ayakan N0. 325 (45 mili mikron) 5-27%, dengan spesific gravity antara 2,15-2,8 dan berwarna abu-abu
kehitaman. Sifat proses pozzolanic dari fly-ash mirip dengan bahan pozzolan lainnya. Menurut ASTM C.618
(ASTM, 1995:304) abu terbang (fly-ash) didefinisikan sebagai butiran halus residu pembakaran batubara atau
bubuk batubara. Fly-ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal yang dihasilkan dari
pembakaran batubara antrasit atau batubara bitomius dan abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batubara
jenis lignite atau subbitumes. Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung zat kimia SiO2 sampai dengan
dengan 70%.

Tingkat pemanfaatan abu terbang dalam produksi semen saat ini masih tergolong amat rendah. Cina
memanfaatkan sekitar 15 persen, India kurang dari lima persen, untuk memanfaatkan abu terbang dalam
pembuatan beton. Abu terbang ini sendiri, kalau tidak dimanfaatkan juga bisa menjadi ancaman bagi
lingkungan. Karenanya dapat dikatakan, pemanfaatan abu terbang akan mendatangkan efek ganda pada tindak
penyelamatan lingkungan, yaitu penggunaan abu terbang akan memangkas dampak negatif kalau bahan sisa ini
dibuang begitu saja dan sekaligus mengurangi penggunaan semen Portland dalam pembuatan beton.

Sebagian besar abu terbang yang digunakan dalam beton adalah abu kalsium rendah (kelas ”F” ASTM)
yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau batu bara bituminous. Abu terbang ini memiliki sedikit atau
tida ada sifat semen tetapi dalam bentuk yang halus dan kehadiran kelambaban, akan bereaksi secara kimiawi
dengan kalsium hidrosida pada suhu biasa untuk membentuk bahan yang memiliki sifat-sifat penyemenan.
Abu terbang kalsium tinggi (kelas ASTM) dihasilkan dari pembakaran lignit atau bagian batu bara bituminous,
yang memiliki sifat-sifat penyemenan di samping sifat-sifat pozolan.

Hasil pengujian yang dilakukan oleh Poon dan kawan-kawan, memperlihatakan dua pengaruh abu
terbang di dalam beton, yaitu sebagai agregat halus dan sebagai pozzolan. Selain itu abu terbang di dalam
beton menyumbang kekuatan yang lebih baik dibanding pada pasta abu terbang dalam komposisi yang sama.
Ini diperkirakan lekatan antara permukaan pasta dan agregat di dalam beton. More dan kawan-kawan,
Mendapatkan workabilitas meningkat ketika sebagian semen diganti oleh abu terbang.

Beton yang mengandung 10 persen abu terbang memperlihatkan kekuatan awal lebih tinggi yang diikuti
perkembangan yang signifikan kekuatan selanjutnya. Kekuatan meningkat 20 persen dibanding beton tanpa
abu terbang. Penambahan abu terbang menghasilakan peningkatan kekuatan tarik langsung dan modulus
elastis. Kontribusi abu terbang terhadap kekuatan di dapati sangat tergantung kepada faktor air-semen, jenis
semen dan kualitas abu terbang itu sendiri.

Dalam suatu kajian, abu terbang termasuk ke dalam kategori kelas F dengan kandungan CaO2 rendah
sebesar 1,37 persen lebih kecil daripada 10 persen yang menjadi persyaratan minimum kelas C. Namun
demikian kandungan SiO2 sukup tinggi yaitu 57,30 persen. Abu terbang ini, selain memenuhi kriteria sebagai
bahan yang memiliki sifat pozzolan, abu terbang juga memiliki sifat-sifat fisik yang baik, yaitu jari-jari pori
rata-rata 0,16 mili mikron, ukuran median 14,83 mili-mikron, dan luas permukaan spesifik 78,8 m2/gram.
Sifat-sifat tersebut dihasilkan dengan menggunakan uji Porosimeter.
Hasil-hasil pengujian menunjukkan bahwa abu terbang memiliki porositas rendah dan pertikelnya halus.
Bentuk partikel abu terbang adalah bulat dengan permukaan halus, dimana hal ini sangat baik untuk
workabilitas, karena akan mengurangi permintaan air atau superplastiscizer.
http://www.duniapembangkitlistrik.com/2016/09/pemanfaatan-fly-ash-dan-bottom-ash-pada.html
UBAH LIMBAH BATU BARA JADI BAHAN BAKU BETON

29 Jul 2016

Saat hujan deras, ditambah lagi dengan buruknya sistem drainase, dapat dipastikan sejumlah jalan
nasional akan tergenang air. Akibatnya jalanan tersebut tidak hanya menghambat kelancaran lalu lintas,
tapi menyebabkan kecelakaan lalu lintas.

Untuk menjawab kebutuhan dan persoalan tersebut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
melalui Pusat Inovasi bekerja sama dengan Japan International Coopera-tion Agency (JICA) dan Hakko
Industry Co.Ltd, melakukan inovasi dengan memanfaatkan limbah batu bara menjadi bahan baku
pembuatan beton ramah lingkungan.

Beton yang ramah lingkungan ini bisa dimanfaatkan untuk membangun jalan-jalan nasional dan
berbagai macam infrastruktur, baik gedung, taman serta infrastruktur lain yang menggunakan bahan
dasar beton. Beton ini ramah lingkungan dan bisa menyerap air. Sehingga, tidak lagi ada genangan-
genangan air yang berdampak pada kelancaran lalu lintas, kecelakaan, bahkan kerusakan jalan.

Tidak hanya itu, beton ini sangat cocok dengan wilayah Indonesia yang sering menjadi langganan
bencana alam, baik gempa bumi maupun tsunami. Indonesia termasuk dalam lingkungan cincin api (ring
of fire) yang memiliki potensi bencana alam cukup tinggi. Indonesia memiliki sekitar 240 gunung merapi,
70 di antaranya masih aktif.

Menurut Kepala Pusat Inovasi LIPI, Nurul Taufiq Rochman, bangunan dengan beton ramah lingkungan ini
jika terjadi gempa tidak akan menelan korban jiwa selayaknya beton-beton pada umumnya ketika
jatuh/menimpa manusia yang ada di bawahnya.

Beton ini sudah diterapkan untuk membangun beberapa infrastruktur di Jepang yang rawan akan
terjadinya gempa bumi. "Jika di Jepang, beton ini biasa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur
beton penahan ombak karena kekuatannya sangat terjamin dan membangun taman-taman karena
beton ini tidak panas jika diinjak dengan kaki telanjang," ujar Nurul.
Simbiosis Mutualisme

Kelebihan lain beton ini terlihat dari tingkat kerapihan dan bentuknya. Dengan kata lain, dari setiap
paving block dari beton-beton ini sangat diperhatikan. Jika dimanfaatkan dalam pembangunan taman,
setiap paving block dari beton ini bisa diwarnai sesuai dengan keinginan.

Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI, Bambang Subiyanto, mengatakan untuk membuat beton yang ramah
lingkungan tersebut, bahan bakunya semuanya ada di Indonesia.

Dengan memanfaatkan limbah dari produksi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di seluruh wilayah
Indonesia. "Artinya, beton ini menjadi semacam solusi dalam penanganan limbah batu bara yang ada
dan bisa dimanfaatkan dalam pembangunan infrastruktur," imbuhnya.

Lebih lanjut Bambang menuturkan dalam waktu dekat ini LIPI akan menjajaki peluang-peluang kerja
sama dengan sejumah PLTU, seperti PLTU di Pacitan, Pangandaran, Suka Bumi, dan produksi-produksi
yang ada di daerah lain yang memakai batu bara sebagai bahan bakunya. Saat ini, PLTU di Pacitan sudah
mengundang LIPI untuk membuat pabrik beton ramah lingkungan di dalam lingkungan pabrik PLTU-nya.

"Dalam sehari limbah abu dasar (bottom ash) yang mereka keluarkan sebanyak 250 ton limbah. Limbah
abu terbang [fly ash) 200-1000 ton per hari. Bayangkan limbah dari hasil pembakaran batu bara itu mau
dibuang ke mana kalau tidak kita manfaatkan," ungkapnya.

Direktur Penelitian dan Pengembangan Hakko Co. Ltd., Yoshihide Wada menjelaskan proyek yang
dilakukan JICA dan LIPI telah berjalan dalam memproduksi beton ramah lingkungan dari bahan baku asal
Indonesia dengan menggunakan teknologi Hakko Industry Co. Ltd. "Kami sangat berharap kegiatan ini
dapat membantu menyebarluaskan produk ramah lingkungan kepada masyarakat Indonesia melalui
pengenalan terhadap karakteristik produk yang diproduksi di Indonesia," katanya.

Proses Pembuatannya
Soal bahan baku dan proses pembuatannya, Karunia Mita Sekar Cahyani, Project Manager PT Nano Tech
Inovasi Indonesia (tenan LIPI) mengatakan kalau dari namanya saja sudah jelas diketahui bahwa beton
ramah lingkungan ini terbuat dari hasil pemanfaatan limbah batu bara dari produksi pembangkit listrik
tenaga uap, yaitu abu dasar (bottom ash), kemudian semen, air tawar, zat adiktif (YHR) dan pewarna jika
diperlukan. "Biasanya, kalau kami pesan bottom ash, juga terkandung fly ash. Jadi, untuk kandungan
airnya, disesuaikan dengan kebutuhannya," ujarnya.

Untuk proses pembuatanyan, dari total keseluruhan campuran, dibutuhkan 40-60 persen bottom ash,
sedangkan zat adiktifnya 2-5 persen, dan komposisi airnya disesuaikan dengan kebutuhan produksi.
Biasanya, untuk mengetahui komposisi airnya, kurang atau lebih, maka bahan yang telah dicampur
tersebut kami genggam pakai tangan. "Untuk 36 kg bottom ash dibutuhkan 1,5-10 liter air. Intinya
tergantung kondisi, tidak ada patokan," terangnya.

Untuk proses pembuatannya, semua bahan tadi dicampur dengan mixer beton atau truk molen. Setelah
dipastikan semua tercampur dengan merata, maka dimasukkan ke dalam proses cetakan sesuai dengan
ukuran dan bentuk "Tak lama setelah itu, barulah beton tersebut bisa dipergunakan dalam
pembangunan infrastruktur di Indonesia," pungkasnya.

Sumber : Koran Jakarta, edisi 23 Juli 2016. Hal: 2

Sivitas Terkait : Dr. Nurul Taufiqu Rochman M.Eng.

http://lipi.go.id/lipimedia/ubah-limbah-batu-bara-jadi-bahan-baku-beton/15877

http://digilib.unila.ac.id/25962/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/76173-ID-pemanfaatan-bottom-ash-sebagai-agregat-b.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/78918-ID-pemanfaatan-bottom-ash-dan-fly-ash-tipe.pdf

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:6ZnUF7MtgngJ:repository.ung.ac.id/riset/sho
w/2/1037/pemanfaatan-limbah-abu-batubara-fly-ash-dan-bottom-ash-pltu-molotabu-sebagai-bahan-
campuran-pembuatan-batako-oleh-pt-tenaga-listrik-gorontalo.html+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id
Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash Pada PLTU
Agus Prasetiyo 9/26/2016 08:38:00 AM

DUNIA PEMBANGKIT LISTRIK - Fly ash dan bottom ash adalah terminology umum untuk abu terbang
yang ringan dan abu relatif berat yang timbul dari suatu proses pembakaran suatu bahan yang lazimnya
menghasilkan abu. Fly ash dan bottom ashdalam konteks ini adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran
batubara.

Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed
system) dan unggun tetap (fixed bed system atau grate system). Disamping itu terdapat system ke-3
yakni spouted bed system atau yang dikenal dengan unggun pancar.

Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower sehingga
benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik
yang paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai medium pemanas
dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir
mencapai temperature bakar batubara (300oC) maka diumpankanlah batubara. Sistem ini menghasilkan abu
terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut dengan fly ash dan bottom
ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di PLTU (Pembangkit Listruk Tenaga Uap).
Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (80-90%) berbanding
(10-20%).

Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara berada di
atas conveyoryang berjalan atau grate. Sistem ini kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang
sempurna atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang terbentuk terutama bottom
ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan
bakar untuk kerajinan besi (pandai besi). Teknologi Fixed bed system banyak digunakan pada industri
tekstil sebagai pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam
perbandingan berat adalah : (15-25%) berbanding (75-25%).

Persoalan di Sekitar Fly ash dan Bottom ash

Fly ash/bottom ash yang dihasilkan oleh fluidized bed system berukuran 100-200 mesh (1 mesh = 1
lubang/inch2). Ukuran ini relative kecil dan ringan, sedangkan bottom ash berukuran 20-50 mesh. Secara
umum ukuran fly ash/bottom ash dapat langsung dimanfaatkan di pabrik semen sebagai substitusi
batuan trass dengan memasukkannya pada cement mill menggunakan udara tekan (pneumatic system).
Disamping dimanfaatkan di industri semen, fly/bottom ash dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran asphalt
(ready mix), campuran beton (concerete) dan dicetak menjadi paving block/batako.
Dari suatu penelitian empiric untuk campuranbatako, komposisi yang baik adalah sbb :
 Kapur : 40%
 Fly ash : 10%
 Pasir : 40%
 Semen : 10%

Persoalan lingkungan muncul dari bottom ash yang menggunakan fixed bed atau grate system.
Bentuknya berupa bongkahan-bongkahan besar. Seperti yang telah disinggung di atas bahwa bottom ash ini
masih mengandung fixed carbon (catatan : fixed carbon dalam batubara dengan nilai kalori 6500-6800
kkal/kg sekitar 41-42%). Jika bottom ash ini langsung dibuang ke lingkungan maka lambat laun akan terbentuk
gas Metana (CH4) yang sewaktu-waktu dapat terbakar atau meledak dengan sendirinya ( self burning dan self
exploding). Di sisi yang lain, jika akan dimanfaatkan di pabrik semen maka akan merubah desain feeder,
sehingga pabrik semen tidak tertarik untuk memanfaatkan bottom ash tsb.

Solusi Persoalan Fly ash dan Bottom ash

Dari situasi dan keadaan di atas maka dapat dikatakan bahwa solusi terhadap munculnyafly/bottom
ash serta pemanfaatan yang dikaitkan dengan keamanan terhadap lingkungan adalah sbb :
Fly ash/bottom ash yang berasal dari sistem pembakaran fluidized bed dapat digunakan untuk :
a. Campuran semen tahan asam
b. Campuran asphalt (ready mix) dan beton
c. Campuran paving block/batako
Fly ash yang berasal dari fixed bed system dapat langsung digunakan seperti point 1.a, 1b dan 1c.
Sedangkan untuk bottom ash yang masih dalam bentuk bongkahan maka harus mengalami perlakukan
pengecilan ukuran (size reduction treatment) sebelum dimanfaatkan lebih lanjut.

Konversi Abu Terbang Batubara Menjadi Zeolit

Zeolit pada dasarnya merupakan padatan aluminium-silikat yang memiliki struktur yang berpori. Zeolit
alam biasanya terbentuk dari batu dan abu gunung berapi yang beraksi dengan logam alkali tanah pada air
tanah. Zeolit murni hampir tidak dapat ditemukan di alam. Biasanya terdapat pengotor seperti logam natrium
dan kalsium. Abu terbang batubara memiliki potensi dikonversi menjadi zeolit jika memiliki kandungan
alumina-silika yang cukup tinggi dan kandungan karbon yang rendah. Zeolit memiliki beberapa aplikasi
industrial yaitu[6]:
 Pertukaran ion : Penukar ion Na+/K+/Ca2+
 Adsorpsi pengotor gas : Adsorpsi selektif berdasarkan molekul gas spesifik
 Adsorpsi pengotor air : Adsorpsi reversibel air tanpa ada perubahan sifat fisik dan kimia dari zeolit itu sendiri
Jenis zeolit yang dihasilkan dari abu terbang bergantung pada komposisi awal dan metode konversinya.
Metode yang umum digunakan adalah hydrothermal alkali treatment yaitu memanaskan campuran abu terbang
dengan larutan alkali (KOH, NaOH, dsb.) dalam variasi waktu reaksi, suhu, dan tekanan tertentu.
Tantangan Masa Depan

Abu terbang pada masa kini dipandang sebagai limbah pembakaran batubara. Penanganan abu terbang
masih terbatas pada penimbunan di lahan kosong. Hal ini berpotensi bahaya bagi lingkungan dan masyarakat
sekitar seperti, logam-logam dalam abu terbang terekstrak dan terbawa ke perairan, abu terbang tertiup angin
sehingga mengganggu pernafasan. Sudut pandang terhadap abu terbang harus dirubah, abu terbang adalah
bahan baku potensial yang dapat digunakan sebagai adsorben murah. Beberapa investigasi menyimpulkan
bahwa abu terbang memiliki kapasitas adsorpsi yang baik untuk menyerap gas organik, ion logam berat, gas
polutan. Modifikasi sifat fisik dan kimia perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi.

Berdasarkan paparan diatas sudah terbukti bahwa abu terbang batubara memiliki potensi yang besar
sebagai adsorben yang ramah lingkungan. Abu terbang batubara dapat menjadi alternatif pengganti karbon
aktif dan zeolit. Tetapi, kapasitas adsorpsi abu terbang sangat bergantung pada asal dan perlakuan pasca
pembakaran batubara. Sampai sekarang, pemanfaatan abu terbang masih dilakukan dalam skala kecil karena
umumnya kapasitas adsorpsinya masih rendah. Modifikasi sifat fisik dan kimia dapat meningkatkan kapasitas
adsorpsi abu terbang. Peningkatan kapasitas adsorpsi dapat membuat adsorben dari abu terbang batubara
kompetitif bila dibandingkan dengan karbon aktif dan zeolit.

Konversi abu terbang menjadi zeolit adalah salah satu alternatif yang sangat potensial meningkatkan
nilai ekonomis abu terbang. Karbon sisa pembakaran dalam abu terbang memiliki kualitas setara karbon aktif
sehingga investigasi mengenai pemisahan karbon sisa berpotensi meningkatkan nilai ekonomis dari abu
terbang. Zeolit memiliki kegunaan yang banyak seperti adsorben, resin penukar ion, molecular sieves, dll.
Zeolit memilki kapasitas adsorpsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan abu terbang sehingga konversi
abu terbang menjadi zeolit menjadi alternatif yang menjanjikan dimasa depan (Queroll, 2006). Penelitian di
masa depan diharapkan dapat membuat konversi abu terbang menjadi zeolit komersil pada skala industri.

Abu Batubara Pada Pembuatan Beton

Fly-ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu bara, yang dialirkan dari ruang
pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, yang telah digunakan sebagai bahan campuran pada
beton. Fly-ash atau abu terbang di kenal di Inggris sebagai serbuk abu pembakaran. Abu terbang sendiri tidak
memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya
yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium
hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan
mengikat.

Menurut ACI Committee 226 dijelaskan bahwa, fly-ash mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu
lolos ayakan N0. 325 (45 mili mikron) 5-27%, dengan spesific gravity antara 2,15-2,8 dan berwarna abu-abu
kehitaman. Sifat proses pozzolanic dari fly-ash mirip dengan bahan pozzolan lainnya. Menurut ASTM C.618
(ASTM, 1995:304) abu terbang (fly-ash) didefinisikan sebagai butiran halus residu pembakaran batubara atau
bubuk batubara. Fly-ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal yang dihasilkan dari
pembakaran batubara antrasit atau batubara bitomius dan abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batubara
jenis lignite atau subbitumes. Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung zat kimia SiO2 sampai dengan
dengan 70%.

Tingkat pemanfaatan abu terbang dalam produksi semen saat ini masih tergolong amat rendah. Cina
memanfaatkan sekitar 15 persen, India kurang dari lima persen, untuk memanfaatkan abu terbang dalam
pembuatan beton. Abu terbang ini sendiri, kalau tidak dimanfaatkan juga bisa menjadi ancaman bagi
lingkungan. Karenanya dapat dikatakan, pemanfaatan abu terbang akan mendatangkan efek ganda pada tindak
penyelamatan lingkungan, yaitu penggunaan abu terbang akan memangkas dampak negatif kalau bahan sisa ini
dibuang begitu saja dan sekaligus mengurangi penggunaan semen Portland dalam pembuatan beton.

Sebagian besar abu terbang yang digunakan dalam beton adalah abu kalsium rendah (kelas ”F” ASTM)
yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau batu bara bituminous. Abu terbang ini memiliki sedikit atau
tida ada sifat semen tetapi dalam bentuk yang halus dan kehadiran kelambaban, akan bereaksi secara kimiawi
dengan kalsium hidrosida pada suhu biasa untuk membentuk bahan yang memiliki sifat-sifat penyemenan.
Abu terbang kalsium tinggi (kelas ASTM) dihasilkan dari pembakaran lignit atau bagian batu bara bituminous,
yang memiliki sifat-sifat penyemenan di samping sifat-sifat pozolan.

Hasil pengujian yang dilakukan oleh Poon dan kawan-kawan, memperlihatakan dua pengaruh abu
terbang di dalam beton, yaitu sebagai agregat halus dan sebagai pozzolan. Selain itu abu terbang di dalam
beton menyumbang kekuatan yang lebih baik dibanding pada pasta abu terbang dalam komposisi yang sama.
Ini diperkirakan lekatan antara permukaan pasta dan agregat di dalam beton. More dan kawan-kawan,
Mendapatkan workabilitas meningkat ketika sebagian semen diganti oleh abu terbang.

Beton yang mengandung 10 persen abu terbang memperlihatkan kekuatan awal lebih tinggi yang diikuti
perkembangan yang signifikan kekuatan selanjutnya. Kekuatan meningkat 20 persen dibanding beton tanpa
abu terbang. Penambahan abu terbang menghasilakan peningkatan kekuatan tarik langsung dan modulus
elastis. Kontribusi abu terbang terhadap kekuatan di dapati sangat tergantung kepada faktor air-semen, jenis
semen dan kualitas abu terbang itu sendiri.

Dalam suatu kajian, abu terbang termasuk ke dalam kategori kelas F dengan kandungan CaO2 rendah
sebesar 1,37 persen lebih kecil daripada 10 persen yang menjadi persyaratan minimum kelas C. Namun
demikian kandungan SiO2 sukup tinggi yaitu 57,30 persen. Abu terbang ini, selain memenuhi kriteria sebagai
bahan yang memiliki sifat pozzolan, abu terbang juga memiliki sifat-sifat fisik yang baik, yaitu jari-jari pori
rata-rata 0,16 mili mikron, ukuran median 14,83 mili-mikron, dan luas permukaan spesifik 78,8 m2/gram.
Sifat-sifat tersebut dihasilkan dengan menggunakan uji Porosimeter.
Hasil-hasil pengujian menunjukkan bahwa abu terbang memiliki porositas rendah dan pertikelnya halus.
Bentuk partikel abu terbang adalah bulat dengan permukaan halus, dimana hal ini sangat baik untuk
workabilitas, karena akan mengurangi permintaan air atau superplastiscizer.

Anda mungkin juga menyukai