Anda di halaman 1dari 10

TUGAS HUKUM DAN HAM

RINGKASAN DAN TANGGAPAN MENGENAI BAB II A YANG


BERJUDUL HAK ASASI MANUSIA DALAM BUKU HAK ASASI
MANUSIA DALAM TANSISI POLITIK DI INDONESIA
Oleh
Muhammad Ilham Bakhti
1206240852
Hukum dan Ham B
A. Ringkasan

Isitilah hak asasi manusia (HAM) merupakan suatu istilah yang relatif baru, dan menjadi

bahasa sehari-hari semenjak Perang Dunia II dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) pada tahun 1945. Istilah tersebut menggatikan istilah natural rights (hak-hak alam)

karena konsep hukum alam dan frasa the rights of Man yang muncul kemudian dianggap

tidak mencakup hak-hak wanita.

Eleanor Roosevelt, janda mendiang Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt

sebagai ketua bersama dari Komisi PBB tentang HAM, ketika menyusun rancangann

Univesal Declaration of Human Rights (UDHR) bahwa frasa The Rights of Man dibeberapa

belahan dunia tidak mencakupi hak-hak yang dimiliki oleh kaum wanita frasa tersebut

dipergunakan secara luas untuk menggantikan frasa Natural rights yang digunakan pada

masa pencerahan.

Asal-usul konsepsi HAM secara historis dapat diketahui dari zaman Yunani dan Roma,

dimana ia memiliki kaitan yang erat dengan doktrin hukum alam para modern dari Greek

Stoicism (Stoisisme Yunani), yakni sekolah filsafat yang didirikan oleh Zeno di Citium, yang

anatara lain berpendapat bahwa kekuatan kerja yang universal mencakup semua ciptaan dan
tingkah laku manusia, oleh karenanya harus dinilai berdasarkan keapda dan sejalan dengan

hukum alam.

Sebagian karena Stoisisme Yunani berperan dalam pembentukan dan penyebaranya ,

hukum Romawi tampaknya memungkinkan eksistensi hukum alam. Berdasarkan ius gentium

(hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional), beberapa hak yang bersifaat universal

berkembang melebihi hak-hak warga negara. Menurut ahli hukum Romawi Ulpianus,

misalnya, doktrin hukum alam menyatkan bahwa alalah bukan warga negara yang menjamin

semua manusia, baik ia warga negara atau bukan.

Dalam konteks teori tentang negara dan hukum yang berkembang pada saat itu, daat

dikemukankan bahwa menurut JJ von Schimd, pemikiran tentang negara dan hukum tidak

mendahului pembentukan dan pertumbuhan peradaban-peradaban, tetapi merupakan gejala

sosial yang menampakan diri setelah berabad-abad lamanya ada peradaban yang tinggi.

Pemikiran-pemikiran tersebut dapat ditemui sumbernya di temmpat hubungan-hubungan

ketatanegaraan memberi kemungkinan dan alasan untuk itu. Memang menjadi syart penting

bagi suatu negara bahwa ia mengijikankan warga negarnya untuk mengeluarkan pendapat

tentang negara dan hukum seccara kritis. Hal ini disamping diharapkan muncul dalam

kehidupan negara dan masyarakat, juga dihariapkan eksis di kalangan rakyat dari negara

yang bersangkutan.

Belum sampai Abd Pertengahan, doktrin-doktrin hukum alam menajdi sangat terkait

dengan pemikiran-pemikiran liberal mengenai hak-hak alam (natural rights). pada masa-

masa ini doktrin doktrin hukum alam yang diajarkan menekankan pada faktor kewajiban,

sebagaimana dipisahkan dari faktor hak. Selanjutnya, sebagiamana tampak dalam tulisan
Aristoteles dan St. Thomas Aquinas, doktrin-doktrin ini mengakuii legitimasi perbudakan,

yang meniadakan ide-ide utama dari HAM sebagaimana dipahami dewasa ini yakni ide-ide

tentang kebebasan dan kesamaan.

Ajaran Thomas Aquinas dan Hugo Grotius di Benua Eropa; dan beberapa dokumen

HAM yand ada seperti Magna Carta, Petition of Rights ini. Semua memberikan kesaksian

tentang meningktnya pandangan masyarakat bahwa manusia diberkati dengan hak yang

keakal dan tak dapat dicabut oleh siapapun, yang tak terlepaskan ketika manusia “terkontrak”

untuk memasuki masyarakat dari suatu negara uang primitif dan tidak pernah dikurangi oleh

tuntutan yang berkaitan dengan “hak-hak ketuhanan dari raja”.

Bagi Aquinas, pemahamannya terhadap hukum alam terletak di dalam domain alasan

politik. Diakuri oeh Murphy, Jr., filsafat politik Aristoteles dan teologi Aquinas memang

cukup berpengaruh. Pemikiran mereka juga diadopsi oleh Dante Alighieri dalam beberapa

karyanya, yang kemudian diakitkan dengan pemransalahan-permasalahan yang muncul

dalam masa Dante.

Keberhasilan intelektual dan ilmu pegetahuan pada abad ke-17 seperti penemua-penemua

oleh Galileo dan Sir Issac Newton, materialisme thomas Hobbes, raionalisme Rene Descartes

dan Gottfried Wilhelm Leibniz, pantesime dari Benedict de Spinoza, emepirsime Francis

Bacon dan John Locke. Keseluruhannya mendukung suatu keayakinan dalam hukum alam

dan tatanan yang universal. Sepanjang abad ke -18, yang disebut Abad Pencerahan, sautu

keayakiana yang tumbh terhadap akal manusia dan kesempurnaan dari hubugnan manusia

makan mengarah kepada ekspresi yang makin komprehensif.


HAM meupakan produk dari masanya. Hal ini merefleksikan proses kealnjutan sejarah

dan perubahan-perubahan yang pada saat pertama dan sebagai akibat pengalaman kumulatif

membantu untuk memberikan substansi dan bentuk. Karenanya, untuk memahami dengan

lebih baik diskursus tentang isi dan ruang lingkup HAM dan prioritas-prioritas yang

dikemukakan di sekitarnya, sangat menarik untuk mempelajari tentang “tiga generasi HAM”

yang dikembangkan oleh ahli hukum Perancis Krel Vasak. Oleh Vasak dibagi menajdi tiga

generasi yaitu 1) generasi pertama, hak-hak sipil dan politik (liberte); 2) generasi kedua, hak-

hak ekonomi, sosial, dan budaya (egalite); 3) generasi ketiga, hak-hak solidaritas (fratenite).

Generasi pertama ialah yang tergolong dalam hak-hak sipil dan politik, terutama yang

berasal dari teori-teori kaum reformis yang dikemukakan pada awal abad ke-17 dan ke-18,

yang berkaitan dengan Revolusi –revolusi Inggirs, Amerika, dan Prancis. Dipengaruhi

filsafat politik individualisme liberal dan doktrin sosial-ekonomi laissez-fire, generasi ini

meletakkan posisi HAM lebih pada terminologi yang negatif daripada terminologi yang

positif.

Generasi kedua ialah yang tergolong dalam hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, yang

berakar secara utama pada tradisi sosialis yang mebayang-bayangi di antara Saint-Simonians

pada awal abad ke-19 di Prancis dan secara beragam diperkenalkan melalui perjuangan

revolusioner dan gerakan-gerakan kesejahteraan setelah itu.

Generasi ketiga yang mencakup hak-hak solidaritas meupakan rekonseptualisasi dari

kedua generasi HAM sebelumnya. Ia dapat dipahami dnengancara terbaik sebagai suatu

produk sekalipun sebagian masih dalam proses pembentukan dari kebangkitan dan kejatuhan

negar-bangsa dalam paruh kedua dari abad ke-20. Tercantukm dalam pasal 28 Universal
Declaration of Human Rights, ia tampak mencakupi enam hak sekaligus. Tiga dari mereka

mmerefleksikan bangkitnya nasionalisme Dunia Ketiga dan keinginannya untuk

mendistribusikan kembali keukatan, kekayaan, dan nilai-nilai lain yang penting.

Universal Declaration of Human Responsibilities atau yang diterjemahkan sebagai

Deklarasi Universal tentang Tanggung Jawab Manusia dibentuk dengan tujan untuk

melengkapi pemikiran yang berkembang di sekitar pembentukan deklarsi ini berpandangan

bahwa sudah waktunya hak diimbangi oleh tanggung jawab atau kewajiban.

Deklarasi ini diawali dengan Laporan Panitia Kecil yang berkumpul pada bulan April

1997 di bawah pimpinan Helmut, Schimidt, pertemuan tersebut menghasilkan suatu

dokumen yang merangkum diskusi selama sepuluh tahun mengenai pemikiran serta filsafat

yang melatarbelakangi deklarasi tersebut. Laporan tersebut dimulai dnegna uraian bahwa

dunia barat ada tradisi menjungjung tinggi konsep-konsep seperti kebebasan dan

individualisme, sedangkan di dunia Timur konsep mengenai tanggung jawab dan komunitas

lebih dominan. Selanjutnya dinyatkan bahwa konsep mengenai kewajiban manusia berfungsi

sebagai penyeimbang antar konsep kebebasan dan tanggung jawab. Hak lebih terkait dengan

kebebasan sedangkan kewajiban terkait dengan tanggung jawab. Ditingkat regional ada

Cairo Declaration on Human Rights in Islam. Deklarasi ini terdiri dari 25 pasal.

Masalah perdebatan antara universalisme bersus relativisme budaya merupakan masalah

kalsik dalam diskursu mengenai teori HAM. Dalam prespektif umum, menurut kalangan

relativis budaya, tidak ada suatu HAM yang bersifat universal, dan teori hukum alam

mengabaikan dasar masyarakt dari identitas individu sebagai manusia, karena seorang

manusia selalu menajdi produk dari beberapa lingkungan sosial dan budaya.
Berkaitan dengan perdebatan antara universalisme versus realtivisme budaya dalam

perspektif umum ini dapat disimpulkan bahwa relativisme budaya merupakan suatu kenyataa

yang tidak dapat dibantah. Hal terpenting bagaiman untuk merkensilisasikan perbedaan-

perbedaan antar unversalisme dan realtivisme budaya. Hal-hal ke arah itu sudah banyak

dilakukan selama ini, namun perbedaan-perbedan itu masih tetap ada.

B. Tanggapan

Dalam bab Hak Asasi Manusia Dalam Tansisi Politik mencoba mengkaji HAM secara

historis dan sesuai dengan perkebangan politk dan budaya dalm setiap masanya. Bab ini

memjelaskan bahwa konsep HAM yang muncul pada zaman dewasa ini dimulai dengan

adanya oemikirn tentang suatu nilai diatas manusia dan berlaku untuk seluruh manusia. Pada

zaman yunai kuno hal ini belum dipahami sebagaimana kita memahami tengan HAM dewasa

ini.

Pemikiran seseorang tentu sangat dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya. Hal ini jga

yang dicoba digambatkan dalam bab 2 ini. Pemikiran-pemikiran par ahli dipaparkan untuk

kita dapat mengetahui bagaiman konsidisi sosial-budaya yang melatar belakangi adanya

pemikiran-pemikiran tersebut. Akan tetapi dalam bab ini tidak tergambar jelas mengenai

difinisi HAM itu sendiri.

\ HAM adalah hak yang ada pada diri manusia kerana kemanusiaannya. Sifat manusianya

yag membuat setiap manusia mempunyai suatu hak yang universal pada zaman yunani

hukum alam merupakan suatu konsep yang diperkenalkan yang menyatakn bahwa ada suatu

keuatan di alam yang mengatur segala hal mencakup tingkah laku manusia dan semua hal

yang ada di dunia ini. Disamping kaum stois sangat skeptik dengan dunia karena
kekejamannya dan kegilaanya mereka tetap percaya akan rasionalitas yang ada didunia ini

dan keutamaan akal budi yang memfungkinkan kita untuk mengatasi kebodohan yang pada

akhirnya kita akan menyadari akan suatu rasionalitas yang lebih besar lagi. Tergambat

bagaimana kaum stoict disini mengambarkan suatu niali-nilai yang sifatnya universal.

Pemahaman ini diwariskan dan disebarkan oleh bangsa Romawi dengan berlakunya suatu

hukum bangsa-bangsa.

Sangant menarik sekali bagaiman HAM disini digambarkan dengan cara menampilkan

keadaan sosial dan politik yang ada setiap zaman. Dalam setiap zamanya HAM disini

digunakan sebagai alat atau istrumen untuk memperoleh seuatu hal yang sedang

diperjuangkan oleh manusia terhadap penindasan oleh penguasa ataupun oleh bangsa lainnya.

Dalam kaitannya dengan teori negara hukum dalam bab ini dijelaskan bahwa HAM

merukapakan seuatu gejala-gejala sosial. Sehingga konteksnya dalam negar hukum bahwa

adalah suatu keaharusan negara memberikan kebebasan kepada warga negaranya untuk

berfikir secara bebas dan meungkapkan krritikan kepada negara. Padangan ini merupakan

suatu landasan muncunya sautu HAM mengenai kebebesan dalam berpolitik yang akan

terjadi nantiny dalam revolusi Prancis.

Pandangan-pandangan HAM dikaitkan dengan negara masih terbatas dalam hal kebebsan

dan penolakan atas penindasan yang dilakukan oleh kaum penguasa. Dalam bab ini juga

dijealskan bahwa pemikiran-pemikiran HAM merupakan pemikiran yang liberal. Hal ini

tealh dimulai semenjak istilah HAM yang pertama kali yaitu Natural Rights. ide-ide

mengenai HAM pada masa itu masih dikaitkan terhadap hak-hak yang bersifat umum dan
mengalami perubahan sesuai dengan perubahan keyakinan masayrakat dan dalam praktek-

prakteknya.

Pada perkembangan berikutnya dalam bab ini berdasarkan pemikiran dari Thomas

Aquinas HAM mulai dikongkritkan kepada diri manusia tersebut. Yang menjadi sentranya

tidak hanya alam akan tetapi bergeser keaarah manusia. Hal ini terlihat bahwa timbul

pemahaman manusia diberkati dengan hak-hak yang kekal yang tidak dapat dicabut oleh

siapapun juga.

Hal ini merupakan bentuk perlawan terhadap konsep hak yang dimiliki oleh raja yang

didapati langsung dari Tuhan. pengaruh kerajaan dan Gereja merupakan otoritas yang sangat

dominan dalam masa Thomas Aquinas. Banyak timbul ketidak adilan-adilan penindasan

negara dengan mudah mengambil yang jadi milik rakyat dengan mengatas namakan

kepentingan umum. Peraturan dibuat untuk memenuhi kepentingan-kepentingan sepihak saja.

Pemahaman HAM dalam zaman ini masih terkait dalam hal kebebasan dan penolakan

akan perlakuan yang sewenang-wenang oleh negara. HAM masih terkait masalah politik dan

budaya. Sebagaimana hal ini degambarakan dalam makalah ini sebagai HAM generasi

pertama.

Bab 2 ini juga memberikan informasi kepada kita bagaimana perkembangan akal

manusia juga mempengaruhi pemahaman mengenai HAM ini. Pada masa pencerahan ketika

ilmu pengetahuan yang empirik diagung-agunkan dan rasionalitas didambakan maka

pemahaman HAM berkembang. Hal ini ada dalam pemikiran John Locke yang mengatakan

bahwa hak-hak tertentu dengan jelas mengenai individu-individu sebagai manusia, karena
mereka eksis dalam “keadaan alami” sebelum manusia meamasuki masayarakat. Hingga

mucunlah hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik.

HAM pada masa ini sangat dikaitkan kebapada manusia sebagai suatu entitas yang hidup

berkembang dan ada didunia ini. Hak hidup yang muncul dari pemikirn Locke menjadi hak

yang sangat fundamental dewasa ini dan merupakan sebagai HAM yang sangat dasar dan

harus dilindungi setidaknya begitulah yang dipahami dalam deklarasi-deklarasi mengenai

HAM.

Dari sejarah tersebut mengenai HAM bab ini juga menyajikan kepada kita mengenai

generasi-generasi yang ada dalam perkembangan HAM. Tentu hal ini dapat dilakukan

dengan mengingat begitu panjangnya pemikiran dan pemahaman manusia terhadap hak yang

mereka miliki sendiri dan sesuai dengan keadaan dunia pada saat mereka ada dan hidup.

Vasak ahli hukum yang mencatuskan konsep pembagian generasi HAM ini terinspirasi

dari slogan yang ada pada saat revolusi Prancis yaitu “ Kebebasan, Persamaan, dan

Persaudaraan” setiap kata dalam slogan tersebut hubkan dalam setiap perkembangan HAM.

Generasi pertama berbicara banyak mengenai kebebasan sebagimana telah disampaikan

bahwa pada masa itu penindasan yang dilakukan oleh negara dan pengusa menyebabkan

penderitaan terhadap rakyatnya hingga munculah berbagai macam revolusi di berbagai

belahan dunia. Hak-hak kebebasan terbut juga bertujuan adanya pembatasan kekuasaan yang

dimiliki oleh penguasa sehinngga digunakan secara sewenang-wenang. Hak-hak tersebut

harus dihargai dan dijungjung tinggi agar menjamin kemerdekaan dan kesejahteraan

individu. Dalam generasi pertam ini konteks nya masih dalam hal sosial dan politik

hubungan antara penguasa dengan rakyatnya.


Perkembangan dalam generasi kedua HAM sesuai dengan slogan tersebut mengenai

persamaan tidak adanya diskrimansi antara manusia. Manusia tidak dapat dibedakan

berdasarakan ras, warna kulit, agama, suku dan hal lainnya. Genearasi ini juga timbul akan

pemahaman mengenai HAM pada genarasi pertama yang dianggap terlalu berlebihan

sehingga meimbulkan penyelewengan.

Generasi ketiga berbicara mengenai persaudaran dan solidaritas. Hal ini tewujud dalam

penggunaan sumber daya alam yang digunakan secara bersama dan hak-hak lain dalam

bidang ekonomi. Perkembangannya cukup pesat mengenai pemahaman HAM ini dari hal

yang menyangkut kebebasan pribadi hingga ketahap kebebasan dalam bidang ekonomi.

Generasi ini juga menandakan bangkitnya negara-negara berkembang yang mencoba

memberikan pengaruhnya terhadap pemahaman HAM yang selama ini didominasi oleh

negara-negara eropa atau dunia barat.

Dalam bab 2 ini terlihat sekali bagaimana perkembangan HAM dari segi politik, sosial

dan sejarah. Bagaimana konsep sederhana mengenai adanya suatu nilai yang universal di

alam ini menjadi pemahaman bahwa manusia mempunya nilai-nilai yang universal juga yang

harus dijaga. Pemahaman sekarang ini HAM merupakan suatu yang esensial mengenai

keberadaan manusia.

Diawal bab ini diceritakan bagaimana istilah HAM muncul akibat protes kaum wanita

terhadap istilah sebelumnya yaitu Rights of Man. Dan diakhir bab ini juga menjealsakan hak-

hak tadi dituangkan dalam suatu piagam-piagam yang ruang lingkupnya ad yang besifat

international dan regional hingga akhirnya menimbulkan debat lama mengenai unversalisme

dengan relativisme.

Anda mungkin juga menyukai