Anda di halaman 1dari 12

A.

DEFINISI
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering
ditemukan, terutama pada anak-anak atau inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi.
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus,
streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus dan
Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang (Mansjoer, A.
2000).

B. ETIOLOGI
Tonsilitis disebabkan karena virus dan bakteri, mikroorganisme atau jamur, Ada berbagai
macam virus dan bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya radang amandel, termasuk virus
yang menyebabkan mononucleosis (virus Epstein-Barr) dan bakteri yang menyebabkan
terjadinya radang tenggorokan (Streptococcus pyogenes).
Virus Epstein-Barr, juga disebut Virus herpes manusia 4 adalah virus dari famili herpes
(yang juga terdapat virus herpes simplex dan Sitomegalovirus), dan merupakan salah satu virus
yang paling umum pada manusia. Banyak orang terinfeksi dengan Virus Epstein-Barr yang
sering asimtomatik tetapi umumnya menyebabkan mononukleosis. Virus Epstein-Barr berasal
dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan Bert Achong, menemukan
virus ini tahun 1964.
Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar yang tumbuh dalam
rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A. Streptococcus pyogenes
menampakkan antigen grup A di dinding selnya dan beta-hemolisis saat dikultur di plat agar
darah. Streptococcus pyogenes khas memproduksi zona beta-hemolisis yang besar, gangguan
eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin, sehingga kemudian disebut Streptococcus Grup A
(beta-hemolisis). Streptococcus bersifat katalase-negatif
Menurut Firman S (2006) penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi
virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai
tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus,
sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.

C. KLASIFIKASI
Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006)

1. Tonsillitis akut

Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus


piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus.

2. Tonsilitis falikularis : Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat


diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat
leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis Lakunaris Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk)
permukaan tonsil.

4. Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat) : Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil
yang membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat
atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.

5. Tonsilitis Kronik : Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok,
makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut
yang buruk.

D. PATOFISIOLOGI
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial
mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang
disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu
tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan
menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka
epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan
limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok
melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan
akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

E. MANIFESTASI
Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri
seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama),
gejala lain :
a. Demam, Sakit kepala
b. Muntah, Menurut Mans :
1. Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, Tenggorokan terasa kering
2. Pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan
terisi detritus
3. Tidak nafsu makan, Mudah lelah, Nyeri abdomen, Pucat, Nyeri kepala, Disfagia (sakit saat
menelan), Mual dan muntah
F. PATHWAY

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah
pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat.
Pemeriksaan Penunjang menurut Firman S (2006), yaitu :
1. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien
merupkan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan
demam jengkering.
2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dansulfonamide,antipiretik, dan obat kumur
yang mengandung desinfektan.
Indikasi tonsilektomi dan adenoidektomi :
1. Sumbatan hidung yang menetap oleh adenoid
2. Sumbatan rongga mulut oleh tonsil yang membesar
3. Cor pulmonal
4. Peritonsil yang berulang
5. Infeksi kelenjar limfe leher berulang
6. Kecurigaan tumor tonsil
7. Sindrom “sleep apnea”
8. Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ penting lainnya.
G. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu :

1. Abses pertonsil : Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses
ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus
group A.

2. Otitis media akut :Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan
gendang telinga.

3. Mastoiditis akut : Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam
sel-sel mastoid.

4. Laringitis

5. Sinusitis

6. Rhinitis

A. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 :
1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika
mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah :


1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap
dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi
edema pada laring dan obat simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama
2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak
berhasil.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

Focus pengkajian menurut Firman S (2006), yaitu :


1. Wawancara
a. Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
b. Apakah pengobatan adekuat
c. Kapan gejala itu muncul
d. Apakah mempunyai kebiasaan merokok
e. Bagaimana pola makannya
f. Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
2. Pemeriksaan fisik

Data dasar pengkajian menurut Doengoes, (1999), yaitu :


a. Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan
keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b. Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi, kebersihan gigi buruk.
c. Hygiene
Tanda : Kesulitan menelan
d. Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
e. Pernapasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk kayu, debu.

Hasil pemerisaan fisik secara umum di dapat :


1. Pembesaran tonsil dan hiperemis
2. Letargi
3. Kesulitan menelan
4. Demam
5. Nyeri tenggorokan
6. Kebersihan mulut buruk
3. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan usap tenggorok

Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan, terutama bila


keadaan memungkinkan. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman
penyebab dan obat yang masih sensitif terhadapnya.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.


B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
Pre Operasi
1. Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
5. Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
NOC : Perawatan Diri : Makan
Tujuan : Setelah dlakukan tindakan keperawatan terapi menelan selama 3 x24 jam
diharapkan tidak ada masalah dalam makan dengan skala 4 sehingga kerusakan menelan
dapat diatasi
Kriteria hasil :

1. Reflek makan

2. Tidak tersedak saat makan

3. Tidak batuk saat menelan

4. Usaha menelan secara normal

5. Menelan dengan nyaman


Skala : 1. Sangat bermasalah
2. Cukup bermasalah
3. Masalah sedang
4. Sedikit bermasalah
5. Tidak ada masalah
NIC : Terapi menelan
Intervensi :

1. Pantau gerakan lidah klien saat menelan

2. Hindari penggunaan sedotan minuman

3. Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan menelan.

4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan penenangan pasien selama makan /
minum obat.

Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.


NOC : Kontrol Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang atau
berkurang
Kriteria hasil :

a. Mengenali faktor penyebab.

b. Mengenali serangan nyeri.

c. Tindakan pertolongan non analgetik

d. Mengenali gejala nyeri

e. Melaporkan kontrol nyeri


Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.

3. Berikan analgesik yang sesuai.

4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.

5. Anjurkan pasien untuk istirahat.


Dx 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
NOC : Fluid balance
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nutrisi selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah nutrisi dengan skala 4 sehingga ketidak seimbangan nutrisi
dapat teratasi
Kriteria hasil :

a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan

b. BB ideal sesuai tinggi badan

c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.


Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Manajemen nutrisi
1. Berikan makanan yang terpilih
2. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.
Dx 4: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
NOC : Termoregulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fever treatment selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah dalam suhu tubuh dengan skala 4 sehingga suhu tubuh
kembali normal atau turun.
Kriteria hasil :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Suhu kulit dalam batas normal

c. Nadi dan pernafasan dalam batas normal.


Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna, dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
4. Monitor intake dan output
5. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.
Dx 5: Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan cemas selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah dengan kecemasan dengan skala 4 sehingga rasa cemas
dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :

a. Ansietas berkurang

b. Monitor intensitas kecemasan

c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn

d. Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada


Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pengurangan Cemas
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
2. Tenangkan anak / pasien.
3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan. (takhikardi, eskpresi cemas
non verbal)
4. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.
5. Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, George L. 1997. BOISE Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:EGC.
2. Doengoes, Marilynn D. 1999. Rencana Asuhan Keparawatan. Jakarta:EGC.
3. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius.
4. Ngastiyah. 1997. Perawatan anak Sakit. Jakarta:EGC.
5. Pracy R, dkk.1985. Pelajaran Ringkasan Telinga hidung Tenggorokan.
Jakarta:Gramedia.
6. Price, Silvia.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses PenyakitJakarta:EGC.
7. Wilkinson, Judith.2000.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria hasil NOC Edisi 7.Jakarta:EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN

TONSILITIS
DI RUANG CEMPAKA RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

DISUSUN OLEH

DIYAN PRATAMA SARI

16.023

AKPER KESDAM IV DIPONEGORO

SEMARANG
2017/2018

LAPORAN PENDAHULUAN

TONSILITIS
DI RUANG CEMPAKA RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

DISUSUN OLEH

DIYAN PRATAMA SARI

16.023

AKPER KESDAM IV DIPONEGORO

SEMARANG
2017/2018

Anda mungkin juga menyukai