Analisa Pencahayaan Interior Bangunan PDF
Analisa Pencahayaan Interior Bangunan PDF
157
Helmi Kurniawan
STMIK Potensi Utama, Jl.K.L Yos Sudarso Km.6.5 No.3-A Tanjung Mulia
Email :helmikk@yahoo.com
ABSTRAK
ABSTRACT
Analysis of lighting on the interior of the building by using the radiosity method is one
way to make room for building a light on real-world lighting. In this lighting must first
determine the type of lights that will be used based on the size and type of buildings. Then
perform mathematical calculations to get a comparison when doing radiosity process.
The method used in interior lighting of this building method Addie (Analysis Design De-
velopment Implementation Evaluation) is a method which describes the stages in the sett-
lement system. Software that is used in lighting the interior of this building is 3DS Max.
Where is this software there are comprehensive facilities in the determination of a light
under the terms of standardization.Results / outputs obtained in the lighting on the inte-
rior of this building is in the form of a stored image into jpeg and tiff files.
PENDAHULUAN
Tujuan utama seorang interior desainer adalah menata ruang dengan seindah mungkin dan
tampilan yang menarik mata. Banyak hal yang mereka lakukan agar desain yang dibuat sesuai dengan
tujuannya diantaranya adalah dengan membuat visualisasi 3 Dimensi yang dimana desainer akan lebih
mudah dalam melakukan revisi jika terjadi ketidak sesuaian seperti pencocokan warna dan jenis mate-
rialnya. Dalam membuat visualisasi dalam bentuk 3 Dimensi ada beberapa hal yang harus dilakukan
diantaranya adalah modeling (pembentukan suatu objek), Texturing (material) dan Lighting (pencaha-
yaan).
158. CSRID Journal, Vol.2 No.3 Oktober 2010, Hal. 157 - 169
Masalah yang sering terjadi dalam visualiasi interior adalah pada saat proses pencahayaan.
Karena dalam pencahayaan banyak hal yang harus diperhatikan seperti pengaturan intesitas cahaya,
arah sumber matahari dan kedalaman shadow (bayangan) yang jatuh. Jika proses pencahayaan tidak
dilakukan dengan cermat maka hasil yang diperoleh pun kurang menarik. Krealitisan dari suatu objek
yang dibuat adalah tidak terlepas dari teknik pencahayaan yang baik. Dari uraian diatas penulis mem-
buat judul “Analisa Pencahayaan Interior Bangunan Dengan Metode Radiosity”. Metode radiosity ini
dilakukan dengan menggunakan software 3ds Max, dimana dengan kecanggihannya software ini ma-
mpu menghitung jumlah intesitas cahaya sehingga hasil pencahayaan yang dibuat akan tampak
serealistis mungkin.
Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Riset Perpustakaan (Library Riset) Yaitu riset yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari bu-
ku-buku dan jurnal-jurnal ilimiah yang berhubungan dengan pencahayaan interior bangunan. Kemu-
dian membaca dan mempelajari bahan-bahan tersebut serta dasar teori pembuatan apilkasinya. (2) Pe-
nelitian Lapangan (Field Research) Dalam metode Penelitian lapangan ini. Penulis menggunakan teh-
nik untuk mengumpulkan data, antara lain :
(a) Wawancara (Interview), Yaitu penulis melakukan wawancara langsung dengan para desainer inte-
rior dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan Penelitian ini. Kemudian
membahas masalah yang muncul dan menentukan solusinya. Selain intu juga penulis aktif dengan fo-
rum diskusi yang ada di kampus dan yang ada internet. Penulis juga berdiskusi seputar informasi ten-
tang IT dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. (b) Identifikasi, Tahap ini merupakan tahap
penentuan sebagai dasar dari permasalahan yang akan dianalisis dan cara mengatasi masalah yang
akan di implementasikan. (c) Konseptualisasi, Hasil identifikasi masalah di konseptualisasikan dalam
bentuk relasi antar data hubungan antar pengetahuan yang akan diterapkan. (d) Implementasi , Apa-
bila pengetahuan sudah dikonseptualisasikan secara lengkap, maka tahap implementasi dapat mem-
Helmi, Analisa Pencahayaan Interior Bangunan... 159
buat garis besar masalah kemudian memecahkan masalah kedalam modul-modul untuk memudahkan
dalam penyelesaianya.
Teknik Pencahayaan
Teknik Pencahayaan dalam visualisasi interior merupakan hal yang terpenting untuk diperha-
tikan. Karena keberhasilan dari karya desain interior tidak terlepas penataan cahaya yang baik. Sebe-
lum melakukan pencahayaan kita harus kenal terlebih dahulu jenis teknik pencahayaan seperti down
light, spot light, wall wash dan lainnya. Selain itu masih ada jenis distribusinya seperti langsung, semi
langsung, maupun tidak langsung. Dan tentu saja perhitungan matematisnya untuk perhitungan jum-
lah lampu yang diperlukan. Kalau mau ditambah masih ada ilmu – ilmu lain untuk merancang suatu
pencahayaan yang baik. Metode yang akan digunakan adalah perhitungan jumlah lampu yang ada di
teknik pencahayaaan. Rumusan untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:
E = n x N x Kp x Kd
A
Dimana:
E = Illuminance
n = luminous flux (lumen)
N = Jumlah lampu yang diperlukan
Kp = Koefisien penggunaan
Kd = Koefisien depresiasi
A = Luas ruangan (m2)
Untuk mencari berapa jumlah lampu dan jenis lampu apa saja yang kita perlukan, kita perta-
ma – tama harus mencari tahu berapa standard penerangan yang diperlukan untuk ruangan itu.
Kemudian kita menentukan jeni lampu yang akan dipakai dan berapa intesitas dari lampu tersebut.
Hal lain yang perlu kita ketahui adalah koefisien penggunaan. Untuk yang satu ini, diperlukan perhi-
tungan sederhana dan juga sebuah tabel. Perhitungannya seperti berikut:
PxL
IR =
H x (P + L)
Dimana:
IR = Indeks Ruang
P = Panjang Ruang (m)
L = Lebar Ruangan (m)
H = Tinggi dari titik lampu ke bidang kerja (m).
(Andy Lesmana, Merender Dengan Radiosity, 2007, Hal : 51-53).
Perhitungan Matematis
Sebuah ruangan kelas dengan panjang dan lebar 8 meter, tinggi lanti ke plafond 2,7 meter
membutuhkan penerangan yang akan digantung setinggi 20 centimeter dari plafond. Warna ruangan
ini adalah plafond putih, dan dindingnya krem muda. Tentukan jenis lampu dan jumlah lampu yang
diperlukan untuk ruangan ini.
Pertama-tama kita tentukan dulu berapa standard yang diperlukan untuk ruangan kelas. Ber-
dasarkan standardnya ruangan ini nilai lampunya adalah 250 lux. Kemudian, kita tentukan jenis lampu
yang akan kita gunakan. Misalanya kita ambil lampu linier fluorescent (TL/neon) dengan 2900 lm.
Kemudian kita akan menghitung Kp. Untuk itu kita menghitung IR terlebih dahulu.
8x8
IR =
1,8x(8+8)
IR = 2,222
Mengapa nilai H = 1,8? Karena tinggi plafond ke lantai dikurangi tinggi meja (70 cm), dimana 250
lux tersebut harus menerangi meja, lalu dikurangi lagi dengan jarak penggantungan lampu pada pla-
fond (20 cm).
Kita asumsikan penerangan memakai teknik penyebaran langsung. Sementara, nilai refleksi untuk pal-
afond adalah 80% dan dinding 60%. Selanjutnya, IR nilai factor refleksi plafond dan dinding.
160. CSRID Journal, Vol.2 No.3 Oktober 2010, Hal. 157 - 169
Nilai IR tidak bulat yaitu 2,222, maka kita akan melakukan perhitungan interpolasi. Nilai IR yang
digunakan adalah 2 dan 3. Dari baris pencahayaan langsung, kolom plafond 70%, dan dinding 50%,
kita dapati nilai Kp adalah 0,48 dan 0,59.
Tabel 1. Tabel Untuk Menghitung Kp
Plafond 70%
Dinding 70% 50% 30% 50%
IR Koefisien
Langsung 1 0.38 0.30 0.28 0.29
2 0.53 0.48 0.44 0.47
3 0.62 0.59 0.53 0.57
4 0.67 0.64 0.59 0.62
Perhitungan interpolasinya akan sebagai berikut:
2,222 – 2 Kp – 0,48
=
3–2 0.59 – 0.48
Kp = 0,5042
Untuk nilai Kd sendiri, diamsusikan ruangan kelas tersebut masih baru, maka nilai Kd adalah 0,8. Un-
tuk nilai A adalah 8m x 8m, yaitu 64 m2.
Dengan demikian segala kebutuhan yang diperlukan telah tersedia. Mari kita masukan kedalam rum-
us:
n x N x Kp x Kd
E=
A
ExA
nxN=
Kp x Kd
250 x 64
2900 x N =
0,5042 x 0,8
2900 x N = 39666,789
Kita bulatkan nilainya menjadi 39667
2900 x N = 39667
N = 13,678
N = 14 buah lampu.
Sekarang tinggal kita lihat saja, apakah ini memungkinkan atau tidak. Apakah kita akan meletakan 14
buah titik lampu di dalam kelas tersebut? Mungkin terlalu banyak. Mungkin satu armatur berisi 2 bu-
ah lampu, sehingga terdapat 7 buah titik lampu. Hmmh, mungkin lebih masuk akal. Atau bila anda
suka mengganti atau bereksperimen dengan jenis lampu lainnya, silakan anda coba. Caranya sangat
mudah, misalnya kita ganti dengan lampu linier flouresent T8, 36 watt dengan lumen 3350.
3350 x N = 39667
N = 11,481
N = 12 buah lampu
(Andy Lesmana, Merender Dengan Radiosity, 2007, Hal : 55-58).
nya matahari, kesebuah benda yang kemudian terpantul dan masuk ke mata. Selanjutnya, cahaya itu
diterima oleh retina mata, yang kemudian diterjemahkan oleh otak menjadi bentuk objek yang dibuat.
Namun sebuah benda tidak cuma diterangi oleh sebuah cahaya tunggal, misalnya pada contoh diatas
adalah matahari. Sesungguhnya sebuah benda mendapatkan cahaya juga dari pantulan objek-objek
disekelilingnya. Misalnya sebuah dinding putih akan berwarna kemerah-merahan jika didekatkan de-
ngan objek yang berwarna merah.
Pada local ilumination pemantulan cahaya dari objek lain itu tidak diperhitungkan. Cahaya
yang dihitung hanya cahaya yang datang langsung dari sumbernya atau yang biasa disebut sebagai
penerangan langsung. Jadi satu objek tidak dapat mempengaruhi objek lain. Bila di dunia nyata hanya
ada tipe ini, manusia akan kesulitan melihat benda-benda yang berada ditempat yang gelap. Mungkin
setiap orang akan selalu memerlukan lampu senter untuk melihat benda-benda yang berada dikolong
meja, meskipun pada siang hari. Atau berapa banyak lampu yang diperlukan untuk melakukan pener-
angan pada malam hari. Global Illumination itu sendiri menghitung penerangan-penerangan tidak la-
ngsung yang diabaikan oleh Local Illumination. Global Illumination menghitung pantulan-pantulan
cahaya dari sebuah objek yang memantul objek lainnya. Karena itu, orang bisa melihat objek-objek
pada tempat yang gelap karena adanya cahaya yang dipantulkan oleh objek-objek disekelilingnya.
Pada komputer grafis, terdapat dua macam cara untuk melaukan perhitungan global
illumination yaitu ray-tracing dan radiosity. Ray-tracing melakukan penelusuran cahaya dari sebauh
titik pixel di layar monitor ke sebuah objek, lalu kembali ke sumber cahaya dimana cahaya itu berasal.
Ray-tracing dapat dengan secara tepat menghitung penerangan langsung, bayangan, pemantulan, dan
pembiasan. Kerugian utamanya adalah lamanya waktu rendering, bahkan untuk lingkungan dengan
tingkat klompleksitas menengah. Namun, kerugian yang paling besar adalah hanya penerangan lang-
sung yang secara akurat dihitung oleh ray-tracing. Karena itu, pada 3DS Max dengan lampu standard
dan default scanline, sering kali terlihat daerah-daerah yang begitu gelap, misalnya di balik objek. Bi-
asanya ini diatasi dengan melakukan pencahayaan manipulasi, misalnya dengan menambahkan lampu
untuk daerah untuk daerah tersebut atau menambahkan lampu Ambient Only. Teknologi radiosity sen-
diri baru berkembang pada awal tahun 1960-an. Kemudian dikembangkan oleh para ilmuwan compu-
ter grafis pada tahun 80-an. Teknik perhitungannya adalah kebalikan dari ray-tracing. Jadi, teknik ra-
diosity menghitung cahaya dari sumbernya, kemudian kesebuah benda, dan kemudian pantulan-pantu-
lannya hingga cahaya itu habis energinya. Namun, kerugiannya adalah untuk menghitung efek-efek
pantulan spekular ataupun transparasi tidak bias dilakukan. Berikut ini adalah perbandingan keuntu-
ngan dan kerugian dari kedua teknik tersebut.
Tabel 2. Tabel Perbandingan Keuntungan dan Kerugian Teknik Ray-tracing dengan Radiosity
Teknik Keuntungan Kerugian
Ray-tracing 1. Secara akurat menghitung 1. Membutuhkan waktu perhitungan
penerangan langsung, bayangan, yang lama.
pemantulan, spekular dan 2. Setiap sudut pandang membutuhkan
transparansi. perhitungannya masing-masing
2. Memori efisien 3. Tidak menghitung pemantulan dari
objek-objek lain terhadap sebuah
objek.
Radiosity 1. Menghitung pantulan dari objek- 1. Membutuhkan memory yan lebih
objek sekitar. banyak.
2. Hanya perlu satu kali perhitungan 2. Tidak menghitung pemantulan dan
untuk semua sudut pandang. transparasi.
3. Memberikan perview dari hasil
rendering.
Bila pencahayaan menggunakan ray-tracing maka efek global illumination tidak nyata dan membut-
uhkan waktu yang lama, juga setiap sudut pandang membutuhkan perhitugannya sendiri-sendiri. Ini
berarti bila ada tiga sudut pandang untuk sebuh ruangan dan setiap sudut pandangnya memerlukan
waktu rendering misalnya 2 jam, maka total proses rendering memerlukan waktu 6 jam untuk menye-
lesaikan ketiga gambar tersebut.
Dalam melakukan analisa pencahayaan pada interior bangunan menggunakan model ADDIE (Anali-
sys Design Development Implimentation Evaluation). Yaitu merupakan suatu metoda yang menjabar-
kan dasar dibuatnya penlitian sampai kepada tahap implementasinya. Berikut ini adalah diagram mod-
el ADDIE:
162. CSRID Journal, Vol.2 No.3 Oktober 2010, Hal. 157 - 169
Analisa/Analysis
Desain/Design
Formative
Evaluation
Pengembangan
/Development
Implementasi Summative
/Implementation Evaluation
Pembahasan
Sebelum melakukan proses pencahayaan pada interior bangunan ada beberapa hal yang harus dipersi-
apkan, antara lain:
(1) Perangkat Keras (Hardware), Perangkat keras yang dimaksud adalah perangkat yang dibutuhkan
dalam proses pencahayaan interior bangunan. Perangkat keras yang digunakan penulis adalah perso-
nal komputer dengan spesifikasi adalah Processor Intel Pentium IV, Memory DDR2 2 GB, Harddisk
80 GB, VGA ATI RADEON 256 MB, Monitor LCD 15 inchi. (2) Perangkat Lunak (Software), Perang-
kat Lunak yang dimaksud adalah menyediakan Software – software yang dibutuhkan dan di install
pada komputer yang akan digunakan. Adapun Software yang penulis gunakan untuk proses pencaha-
yaan interior bangunan adalah:
(a) Operating System (OS) Windows XP SP, (b) 3D Studio Max 6
Adapun gambar diagram perancangan untuk Analisa Pencahayaan pada interior bangunan adalah
sebagai berikut :
Start
Instalasi Program :
1. 3D Studio Max
Cek Spesifikasi
Komputer dan
Software
Sudah Tidak
Dapat di
Run?
Ya
A
Helmi, Analisa Pencahayaan Interior Bangunan... 163
Apakah
perhitungan sesuai Tidak
dengan yang
diinginkan?
Ya
End
Metode Radiosity yang digunakan dalam menganalisa sebuah pencahayaan pada interior ba-
ngunan ini terdapat pada aplikasi 3D Studio Max. yang dimana sebelum penggunaannya maka harus
dipersiapkan terlebih dahulu sepesifikasi komputer yang akan digunakan. Komputer yang digunakan
harus memiliki kapasitas memory yang besar agar proses rendring berjalan dengan lancar. Jalankan
3D Studio Max pada komputer, import desain perumahan yang berekstensi DWG (file AutoCad) atau
3DS (file untuk software yang berbasis 3Dimensi). Kemudian tentukan titik lampu yang akan dipas-
ang berdasarkan arah cahaya yang diinginkan. Selanjutnya tinggal menyusun lampu - lampu yang tel-
ah disesuaikan dengan jenis standard penggunaannya pada titik yang telah ditetapkan sebelumnya.
Langkah selanjutnya adalah melakukan proes radiosity yaitu dengan melakukan perhitungan
intesitas cahaya yang akan disesuaikan dengan lampu yang digunakan. Setelah melakukan perhitung-
an kemudian hasil diuji dengan merendernya. Jika hasil yang didapat belum sesuai dengan jenis lam-
punya maka proses setingan radiosity di cek kembali. Langkah ini terus berlanjut sampai hasilnya se-
suai yang diinginkan. hasil pencahayaan yang didapat kemudian disimpan dalam bentuk Jpeg atau Tiff
pada harddisk komputer atau media penyimpanan yang lainnya.
Start
Ya
End
Sistem kerja dengan ray-tracing dapat menjadi hal yang menyulitkan dalam melakukan pen-
cahayaan. Setelah melakukan penyetingan kemudian melakukan rendering. Jika hasil tidak sesuai ma-
ka harus melakukan penyetingan ulang kembali. Selain bolak-balik melakukan penyetingan, proses
rendering-nya pun membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan menggunakan metode radiosity
dapat terlihat perbedaannya. diketahui ruangan aula ini setara dengan ruang seminar besar. Besar ting-
kat penerangan yang disarankan adalah 500 lux, lihat pada lampiran Tabel 1. Berikut ini langkah – la-
ngkah penyelesaiannya:
(1) Dari hasil desain aula buat sebuah lampu photometric Free Point pada top viewport. (2) Ubah
intesitasnya menjadi betipe lx at. Isikan masing-masing dengan 500 dan 400cm. dimana 500 adalah
besar tingkat penerangan dan 400cm adalah tinggi dari ruangan.
(1) Ubah tipe intensitasnya menjasi lm. Akan didapatkan nilai 100530.9
(2) Tentukan niali Radiosity (Ra) untuk ruangan ini berada dikategori 2a. (3) Tentukan lampu-lampu
yang cocok untuk nilai Ra kategori 2. Lampu yang mungkin adalah Lampu pijar, Flouresent, High
Pressure Sodium, Metal Halide, dan Merkuri.(4) Pertama sekali mencobanya dengan menggunakan
lampu Flourrescent dengan simbol TC-L 55w. Besaran lumen unuk lampu ini adalah 4800 lm. Berarti
diperlukan sebanyak 20,94 buah lampu. Angka ini berasal dari pembagian nilai lumen dari lampu free
Point (100530.9) dengan lampu yang akan dipakai (4800). (5) Didapatkan jumlah lampu yang diper-
lukan sebanyak 21 buah lampu. Ini akan banyak sekali karena kalau dilihat jangkauan lampu Free-
Point belum memenuhi seluruh ruangan. Bila seluruh daerah jangkauan diisi dengan 20 lampu, pla-
found akan penuh titik lampu. Belum lagi daerah-daerah yang belum terjangkau oleh lampu Free-
Point.jumlah lampu bisa mencapai sekitar 60.
(6) Pilihan diatas kurang sesuai sehingga diganti dengan alternatif lain yaitu dengan satu armatur ber-
isi dua buah lampu. Jadi, diperlukan 10 buah titik lampu untuk daerah jangkauan FreePoint. Jumlah
maksimal untuk seluruh ruangan mungkin mencapai 30 titik lampu. Namun biasanya untuk penempat-
an lampu yang tinggi seperti pada kasus ini digunakan lampu dengan kekuatan yang lebih kuat yaitu
High Pressure Sodium, Metal Halide, atau Merkuri. (7) Diantara ketiganya dipilih Metal Halide ka-
rena memiliki nilai Ra terbaik dari ketiganya. Metal Halide memiliki nilai Ra hingga kategori 1, sed-
angkan lampu lainnya maksimum 2. Dari Tabel 2 pada lampiran pilih lampu Metal Halide dengan
symbol CDM-T 150 w dengan lumen 13500. Dari hasil pembagian didapatkan jumlah lampu yang
diperlukan yaitu 7,45 buah lampu yang setara dengan 8 buah lampu. (8) Dari Viewport Top. Diper-
lukan 3 buah lampu FreePoint untuk mengisi seluruh panjang ruangan. Ini disebabkan karena tidak
mungkin 8 buah lampu diisikan keseluruh panjang ruangan. Selain itu jangkauan 500 lux tidak meme-
nuhi panjang ruangan. Sedangkan untuk lebarnya masih memungkinkan bila akan diisi dengan penye-
baran kedelapan buah lampu.
(9) Selanjutnya mengkonversi lampu FreePoint tersebut kelampu yang diinginkan. Ubah parameter
lampu FreePoint sebagai berikut: (a) Shadow On, Pilih tipe Shadow Map. (b) Pada Group Color, tipe-
nya diganti Metal Halide, Intesity tipe lm dan besarnya 13500.
(10) Buat salinan menjadi 24 buah dengan tipe instance dan sebarkan keseluruh ruangan.
Perhitungan Matematis
Tampilan ini merupakan hasil penempatan lampu yang terdiri dari 24 lampu sebagai penera-
ngan dan 6 buah lampu sebagai penghias dinding. 24 lampu tersebut merupakan lampu neon dengan
jenis metal halide yang telah disesuaikan pengaturannya berdasarkan ukuran ruangan aula. Lampu-
lampu tersebut disusun sejajar pada plafond. Sedangkan 6 buah lampu disusun pada dinding bangu-
nan. Dimana lampu ini merupakan lampu penghias dengan jenis halogen. Lampu ini memiliki intesi-
tas cahaya yang berpendar. Proses penempatan 24 titik lampu disebarkan dengan jarak yang sama. Di-
ketahui ukuran aula adalah 12,5m x 20m x 4m, jadi jarak antara titik lampu yang satu dengan yang
lainnya adalan 3,33m. Didalam penyebarannya digunakan teknik dengan memanfaatkan objek plane
sebagai objek bantu dalam menyusun lampu. Objek plane dibuat sesuai dengan ukuran ruangan yaitu
sebesar 1250 x 200 dan memberikan segment sebanyak 5 untuk lebar dan 7 untuk panjang ruangan.
Dari gambar diatas didapat 24 titik segment pada objek plane. Selanjutnya lampu-lampu disusun tepat
pada segment-segment tersebut.
SIMPULAN
Adapun kesimpulan dari hasil Analisa Pencahayaan Interior Bangunan Dengan Metode Radiosity
ini adalah:
(1) Pencahayaan interior bangunan dengan menggunakan metode radiosity merupakan proses pencah-
ayaan yang dilakukan dengan menghitung seluruh intesitas cahaya. (2) Untuk mendapatkan output/
hasil dari proses pencahayaan ini terlebih dahulu harus memulai proses radiosity baru melakukan
rendering dan disimpan kedalam bentuk image. (3) Jenis Penerangan/lampu yang digunakan dalam
pencahayaan interior bangunan disesuaikan dengan besar ruangan bangunan bedasarkan standard
penggunaannya.
DAFTAR RUJUKAN
Ashdown, lan P. Eng, (1998). Parsing The IESNA LM-63 Photometric Data File, www.ledalite.com.
A.Z, Zainal, 2006, Rumah Indah, Gramedia, Jakarta.
Chandra, Handi, (2005)), AutoCAD 3D & 3ds Max Untuk Interior, Maxicom, Palembang.
Discreet, 2003, 3DS Max 6 User Referance, Autodesk, Inc.
Komputer, Wahana, (2007), Panduan Aplikatif 3D Studio Max untuk Pemodelan Interior Bangunan,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Lesmana, Andy, (2007), Merender Dengan Radiosity, Elexmedia Komputindo, Jakarta.
McGriff, Steven J, Instructional System Design (ISD): Using the ADDIE_Model,
http://www.seas.gwu.edu/sbraxton/ISD/general_phases.html, 2008.
Santosa, Adi, (2008) Pencahayaa Pada Interior Rumah Sakit: Studi Kasus Ruang Rawat Inap Utama
Gedung Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih,Yogyakarta,
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT, 02 Juli 2008.