Hartono, G., 2011 PDF
Hartono, G., 2011 PDF
2, Juli 2011
Abstract
Till now Mt. Tenong there viewed as a micro diorite igneous rock
intrusions. Mt. Tenong encircled by pyroclastic rock layer with andesite – dasite
composition, and basaltic andesite – andesite coherent lava forms half moon
topography. Based on volcanic geology, instrusion igneous rock association and
group of rock which its encircling believed as ancient volcano body rest
Gajahmungkur which have experienced advanced erosion. Mt. Tenong
represents central facies, while rock group which its encircling as proximal facies.
Volcanism ages of ancient volcano of Gajahmungkur in area Wonogiri and its
surroundings ranges from End Oligocene to beginning of Middle Miocene.
Ancient volcano Gajahmungkur have experienced volcano phase at least three
times, in the form of twice development phase and once destructive phase.
Abstrak
Hingga saat ini Gunung Tenong dipandang sebagai batuan beku intrusi
yang berkomposisi diorit mikro. Gunung Tenong dikelilingi oleh perlapisan
batuan piroklastika berkomposisi andesit – dasit, dan lava koheren berkomposisi
andesit basal – andesit membentuk bentang alam mirip bentuk bulan sabit.
Berdasarkan geologi gunung api, asosiasi batuan beku intrusi dan kelompok
batuan yang mengelilinginya diyakini sebagai sisa tubuh Gunung api purba
Gajahmungkur yang telah mengalami erosi tingkat lanjut. Gunung Tenong
mewakili fasies pusat, sedangkan kelompok batuan yang mengelilinginya
sebagai fasies proksi. Umur volkanisme Gunung api purba Gajahmungkur di
daerah Wonogiri dan sekitarnya berkisar antara Oligosen Akhir hingga awal
Miosen Tengah. Gunung api purba Gajahmungkur telah mengalami fase gunung
api sedikitnya tiga kali, berupa dua kali fase pembangunan dan sekali fase
penghancuran.
Kata kunci: gunung tenong, gunung api purba, gajahmungkur, wonogiri, jawa.
101
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
Pendahuluan
Tataan Stratigrafi
102
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
103
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
104
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
105
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
Fasies Pusat dicerminkan oleh adanya kubah lava pada gunung api
masa kini, sedangkan pada gunung api purba atau tua umumnya ditunjukkan
oleh adanya batuan yang telah mengalami alterasi dan bahkan telah terbentuk
mineralisasi, dan adanya batuan sebagai sisa cryptodomes. Secara bentang
alam gunung api, fasies ini memperlihatkan daerah cekungan sebagai akibat
perlakuan erosi permukaan, dan sering memperlihatkan bentang alam tonjolan
di bagian dalam suatu bentang alam setengah melingkar atau bentang alam
berbentuk bulan sabit. Di sisi lain, pola struktur geologi yang terbentuk
memperlihatkan pola memencar atau radier. Hal ini cerminan dari adanya proses
inflasi dan deflasi pergerakan magma ke permukaan bumi pada waktu gunung
api aktif. Proses tersebut akan berlanjut pada pembentukan pola radier batuan
intrusi dangkal (sill, retas) di fasies proksi tubuh gunung api.
Fasies Proksi dicerminkan oleh perselingan antara aliran lava dengan
piroklastika berupa tuf maupun lapili tuf, dan kadang diterobos atau diintrusi oleh
sill maupun retas. Secara umum fasies ini dibangun oleh material primer Gunung
Gajahmungkur yang mengendap di sekitar kawah hingga pada bagian
punggung gunung api. Batas Fasies Proksi ini ditandai oleh jarak terjauh
endapan aliran lava dari pusat erupsinya dan umumnya diendapkan secara
sektoral ke arah tertentu mengikuti arah bukaan maupun secara radier atau
memencar, dan sebaran batuannya tergantung tipe letusannya. Material gunung
api yang menyusun fasies ini umumnya resisten dan membentuk tinggian
mengikuti bentuk tubuhnya yang kerucut (cone shapes). Bentuk bentang alam
tersebut sering memperlihatkan bentuk simetri dan di bagian dalam maupun
tengahnya dijumpai adanya bentuk kerucut sisa leher gunung api (volcanic neck)
ataupun berupa retas.
Kedua fasies gunung api, Fasies Pusat dan Fasies Proksi dibangun oleh
Formasi Mandalika yang umumnya dikenal dengan sebutan Formasi Andesit
Tua (van Bemmelen, 1949), sedangkan Formasi Semilir yang mengandung
banyak pumis atau batuapung mewakili tubuh gunung api Fasies Medial.
Kelompok batuan yang terendapkan di atasnya merupakan bagian tubuh gunung
api Fasies Distal atau komponen batuan rombakan yang jaraknya paling jauh
dari pusat erupsi. Keempat fasies gunung api seperti yang ditunjukkan di atas
tidak semuanya dijumpai di Gunung Gajahmungkur. Hal ini kemungkinan
berkaitan dengan hilangnya batuan penyusun karena terbongkar waktu erupsi,
tererosi, dan mungkin tertutup oleh massa batuan yang terbentuk sesudahnya.
Struktur geologi yang membangun daerah Gunung Gajahmungkur
berupa struktur utama yang berarah baratlaut – tenggara, dan beberapa berarah
relatif timurlaut – baratdaya. Struktur geologi ini mempunyai arti penting terhadap
munculnya gunung api Gajahmungkur pada waktu itu karena struktur geologi
tersebut melibatkan batuan dasar (basement). Regim regangan yang terjadi
setelah berlangsungnya regim kompresi dari suatu model tegasan membentuk
jalur atau ruang sehingga cairan magma dapat mencapai permukaan bumi
(Sudarno, 1997; Bronto, 2009; Hartono, 2010). Widagdo (2006) menyebutkan
adanya hubungan yang erat antara struktur geologi dengan endapan mineral
logam yang terbentuk pada urat-urat kuarsa. Pola urat-urat kuarsa tersebut
merupakan manisfestasi dari proses deformasi batuan.
106
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
107
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
108
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
109
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
110
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
Kesimpulan
111
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011
Daftar Pustaka
112