Anda di halaman 1dari 11

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

M4P-08
RE-INTERPRETASI HUBUNGAN LAVA BANTAL WATUADEG
DENGAN BATUAN VULKANIKLASTIK DI DESA WATUADEG,
BERBAH, SLEMAN, D. I. YOGYAKARTA
Agung Harijoko1*, Richa Hidiyawati1, Haryo Edi Wibowo1, Nugroho Iman Setiawan1,
Bambang Budiono1
1
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM, Jalan Grafika No. 2 Kampus UGM, Indonesia,
*Email: aharijoko@ugm.ac.id

Diterima 20 November 2014

Abstrak
Kehadiran lava bantal biasa digunakan untuk menandai vulkanisme bawah air oleh karena itu ia
biasa dijumpai tersingkap bersama dengan batuan sedimen. Akan tetapi, hubungan stratigrafi antara
lava bantal dan batuan sedimen, seperti misalnya vulkaniklastik kaya pumis, yang hadir bersama
mungkin membingungkan karena perbedaan mekanisme pembentukannya. Ada beberapa
singkapan lava bantal di Pegunungan Selatan dan salah satunya terdapat di Watuadeg, Kecamatan
Berbah Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Lava bantal di lokasi ini terdapat bersama dengan batuan
vulkaniklastik bagian dari Formasi Semilir, dimana hubungan stratigrafi yang telah diusulkan oleh
peneliti terdahulu masih kontroversi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menelaah ulang
hubungan strattigrafi antara lava bantal dengan batuan vulkaniklastik kaya pumis yang diyakini
sebagai bagian dari Formasi Semilir di Watuadeg. Untuk itu kami menggunakan premis, jika lava
bantal panas dan sedimen hadir bersamaan maka akan terjadi ubahan hidrotermal. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka kami melakukan pengamatan geologi lapangan dan beberapa analisis
laboratorium seperti pengamatan sayatan tipis, analisis difaksi sinar-X (XRD) dan analisis
paleontologi dengan sampel batuan sedimen yang terjebak di antara bongkah lava bantal dan
batuan sedimen yang menumpangi lava bantal. Pengamatan sayatan tipis dan analisis XRD
menunjukkan bahwa sedimen antar bongkah lava bantal adalah sama dengan batuan vulkaniklastik
yang menumpangi lava bantal. Mineral ubahan seperti smektit, kristobalit dan heulandit (zeolit)
hadir hanya di batuan sedimen yang terjebak di antara bongkah lava bantal dan diinterpretasi
sebagai hasil dari ubahan hidrotermal setempat ketika lava panas bersinggungan dengan air laut.
Analisis paleontologi terhadap batuan sedimen di antara bongkah lava bantal menemukan fosil
foraminifera (Goboquadrina altispira and Globorotalia peripheroronda) yang menandakan umur
Miosen Tengah sedangkan fosil foraminifera bentonik (Amphistegina lessonii) menandakan
lingkungan pengendapan neritik. Kesamaan batuan, umur dan kehadiran mineral ubahan
hidrotermal menunjukkan bahwa lava bantal di Watuadeg dan vulkaniklastik terbentuk bersamaan,
oleh karena itu kami mengusulkan bahwa hubungan stratigrafinya adalah selaras.

Kata Kunci: hubungan stratigrafi, batuan vulkaniklastik, Formasi Semilir, lava bantal Watuadeg

Pendahuluan
Lava bantal terbentuk jika ada aliran lava masuk ke dalam tubuh air seperti laut maupun
danau. Oleh karena itu, lava bantal sering dijadikan indikator lingkungan pengendapan
bawah air. Di banyak tempat lava bantal terbentuk pada lingkungan laut dan dijumpai
bersama dengan batuan vulkaniklastik. Di Pegunungan Selatan Jawa timur, lava bantal
berasosiasi dengan batuan vulkaniklastik berumur Paleogen - Neogen dijumpai di beberapa
tempat seperti di desa Watuadeg, Berbah (Bronto dkk., 2008), Nampurejo, Bayat (Surono,
2008), Sukoharjo (Hartono dkk., 2008). Namun, karena kompleksitas dan kelangkaan data
umur baik umur relatif maupun umur mutlak, hubungan stratigrafi antara lava bantal

886
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

dengan batuan vulkaniklastik yang melingkupinya menjadi sulit ditentukan. Demikian juga
yang terjadi dengan keberadaan lava bantal yang dilingkupi batuan vulkaniklastik bagian
dari Formasi Semilir di daerah Watuadeg, Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman (Gambar
1). Bronto dkk. (2008) menginterpretasi bahwa lava bantal Watuadeg ditumpangi secara
tidak selaras oleh Formasi Semilir berdasarkan perbedaan umur yang sangat mencolok
antara umur lava bantal dan Formasi semilir, yaitu 56 ± 3,8 juta tahun lalu (Ngkoimani
dkk., 2006) dan Miosen Awal – Miosen Tengah (Surono dkk., 1992 dan Rahardjo, 2007),
secara berurutan. Bukti lain yang digunakan oleh Bronto dkk. (2008) adalah keberadaan
fragmen batuan pecahan lava bantal di dalam Formasi Semilir yang diinterpretasikan
sebagai hasil dari erosi karena ada selang pengendapan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian ulang terhadap interpretasi
hubungan stratigrafi antara lava bantal dan batuan vulkaniklastik di Watuadeg. Hal ini
perlu dilakukan mengingat data yang digunakan sebagai dasar interpretasi kurang handal,
yaitu: umur lava bantal yang dilaporkan Ngkoimani dkk. (2006) 56 ± 3,8 juta tahun lalu
bertentangan dengan hasil penelitian sebelumnya seperti: Hall (1995) menjelaskan
pembentukan palung Sunda-Jawa dimulai pada 40 jtl. Lebih lanjut lagi, berdasarkan hasil
penanggalan mutlak batuan menggunakan metode jejak belah zirkon yang terkandung
dalam batuan vulkaniklastik pertama yang muncul pada Pegunungan Selatan, Smyth dkk.
(2011) mengungkapkan bahwa inisiasi busur Pegunungan Selatan dan penunjaman di
bawah Jawa dimulai pada Kala Eosen Tengah (42 jtl). Selain itu pembentukan breksi
dengan fragmen lava bantal bisa diinterpretasikan dengan mekanisme selain proses erosi,
sehingga argumen masuknya pecahan lava bantal ke dalam breksi sebagai bukti
ketidakselarasan menjadi lemah.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode studi petrologi,
paleontologi dan pengamatan geologi lapangan yang dilakukan terhadap batuan
vulkaniklastik yang melingkupi lava bantal Watuadeg. Keterdapatan batuan vulkaniklastik
yang terjebak di antara bongkahan lava bantal memungkinkan untuk menguji apakah
batuan vulkaniklastik tersebut terjebak pada saat aliran lava terjadi atau setelah lava
membeku. Kemudian ciri petrologi dan paleontologi akan memberikan informasi untuk
menguji kesamaan antara batuan vulkaniklastik yang terjebak tersebut dengan batuan
vulkaniklastik Formasi Semilir. Selain itu karena di area kontak antar batuan vulkaniklastik
dan lava bantal ditemukan banyak fragmen batuan beku maka perlu untuk diketahui
apakah fragmen tersebut merupakan hasil erosi atau hasil fragmentasi ketika lava panas
bertemu dengan sedimen lunak berair. Dengan hasil pengamatan dan ciri petrologi maupun
paleontologi yang dihasilkan akan digunakan untuk menginterpretasi hubungan stratigrafi
antara lava bantal dengan batuan vulkaniklastik.

Tatanan Geologi
Pegunungan Selatan tersusun oleh basement berupa batuan malihan, Formasi Wungkal-
Gamping yang tersusun oleh batuan epiklastik karbonatan. Kemudian secara tidak selaras
ditumpangi Formasi Kebo Butak yang menandai awal periode vulkanisme pada mandala
ini dengan ditandai oleh kemunculan Lava Bantal Nampurejo yang berkomposisi basal dan
berselingan dengan batuan vulkanik berwarna hitam pekat (Surono, 2008a). Umur lava
Bantal dari penarikan umur dengan metode K-Ar menunjukkan umur 33,15-31,29 juta
tahun lalu (Oligosen Awal). Kemudian di atasnya secara tidak selaras terdapat Formasi
Kebo dan Butak yang tersusun oleh perselingan batupasir dan batupasir kerikilan, dengan
sisipan batulanau, batulempung, tuf, dan serpih dimana batupasir dan batulempung bersifat
gampingan. ketidakselarasan ini didasarkan atas perbedaan umur, dimana Fomasi Kebo
Butak didapatkan umur Oligosen Akhir-Miosen Awal (Surono, 2008b; Sumarso dan
Ismoyowati, 1975; Rahardjo, 2007; dan Soeria-Atmaja dkk, 1994). Pengendapan Formasi

887
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Kebo berada di laut (Surono, 2009) namun tidak dijelaskan pada bagian laut yang mana,
dengan struktur sedimen pada formasi ini berupa struktur sedimen akibat pengendapan
arus berat.
Periode vulkanisme pada Pegunungan Selatan dilanjutkan secara selaras oleh Formasi
Semilir. Formasi Ini tersusun oleh hasil dari proklastik jatuhan, surge, dan aliran dengan
struktur dune dan antidune, lapisan kristal, laminasi butiran dengan sortasi baik, lapisan
diffuse, breksi (dengan blok pumis yang tebal), tutupan material ukuran debu, dan cukup
fragmen arang (Smyth dkk., 2011). Secara setempat dijumpai Formasi Semilir hasil dari
endapan pada lingkungan lereng marine. Hal ini didasarkan atas struktur scouring, flame,
endapan traksi dan suspensi, dan lipatan slump. Umur formasi ini adalah Miosen Awal
(Smyth dkk., 2011; Surono, 2008b). Lingkungan pengendapan formasi ini pada bagian
bawah berada di laut yang mendangkal ke atas menjadi darat pada Formasi Semilir Bagian
Atas. Perubahan lingkungan ini tidak dijelaskan pada titik mana.
Kemudian Formasi Nglanggran terendapkan menjari dengan Formasi Semilir dan
beberapa tempat selaras. Formasi Nglanggran ini memiliki ketebalan 200 – 500 m berupa
breksi andesit yang masif dan resisten, batupasir kaya akan kristal, dan sedikit lava (Smyth
dkk., 2011). Surono (2009) menjelaskan formasi ini tersusun atas breksi gunung api, tuf,
aglomerat berlapis buruk, lava bantal andesit-basal, breksi autoklastik dan hyaloklastik.
Lalu terjadi penurunan aktivitas vulkanik, sehingga berkembang pembentukan
karbonat. Periode ini diawali oleh pengendapan batuan vulkaniklastik yang berlanjut
menjadi batuan karbonat dari Formasi Sambipitu, kemudian ditindih secara selaras oleh
Formasi Oyo, lalu Wonosari, dan paling atas adalah Formasi Kepek.

Asumsi, Sampel dan Analisa Laboratorium


Hubungan stratigrafi bisa didekati berdasarkan hubungan temporal antar dua batuan. Pada
umumnya hubungan temporal bisa dilakukan berdasarkan umur relatif berdasarkan hukum
potong memotong atau menggunakan kandungan fosil. Namun untuk batuan bukan
sedimen yang tidak mengandung fosil maka penentuan umur dilakukan menggunakan
umur mutlak dari penanggalan radiometrik. Dalam penelitian ini hubungan temporal antara
lava bantal dengan batuan vulkaniklastik tidak dilakukan berdasarkan umur mutlak batuan.
Sebagai pendekatan hubungan temporal dilakukan secara relatif, berdasarkan data ubahan
hidrotermal. Untuk itu ada beberapa asumsi yang kami pergunakan dalam penelitian ini,
yaitu: (1) batuan sedimen yang terjebak di antara bongkah lava bantal adalah sama dengan
Formasi Semilir yang merupakan batuan vulkaniklastik yang menumpang di atas lava
bantal. (2) Jika sedimen lunak terjebak di antara bongkah lava bantal terjadi pada saat lava
bantal masih panas maka sedimen yang tersusun oleh material vulkanik akan mengalami
ubahan hidrotermal, dan sebaliknya jika sedimen terendapakan lama sesudah lava bantal
mendingin maka sedimen tidak mengalami ubahan hidrotermal. (3) Jika lava bantal
bertemu dengan sedimen lunak di bawah air maka lava akan mengalami fragmentasi
termal, sehingga fragmen lava bantal akan menjadi fragmen di dalam batuan sedimen di
sekitar lava bantal.
Untuk membuktikan asumsi tersebut di atas, maka kami melakukan beberapa analisis
laboratorium, yaitu: (1) analisis petrologi dengan melakukan observasi asahan tipis sampel
lava bantal dan fragmen batuan beku di dalam batuan sedimen yang kontak dengan lava
bantal. (2) analisis paleontologi batuan sedimen yang terjebak di antara bongkah lava
bantal untuk mengetahui umur relatif batuan sedimen tersebut untuk dibandingkan dengan
data umur Formasi Semilir. (3) melakukan analisis difraksi sinar-X (XRD) terhadap
sampel batuan sedimen yang terjebak di antara bongkah lava bantal untuk mengetahui
keberadaan mineral ubahan hidrotermal.

888
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Hasil Penelitian
Observasi Lapangan
Lava Bantal Watuadeg tersingkap di badan Sungai Opak sebelah barat bersebelahan
dengan batuan vulkaniklastik yang termasuk dalam Formasi Semilir (Gambar 2). Lava
bantal dan batuan vulkaniklastik ini terpisahkan oleh arus sungai, namun pada bagian barat
sungai, yaitu pada lava bantal terdapat kontak antara lava bantal dan breksi polimik
(Gambar 3). Di sela-sela bongkah lava bantal terisi oleh batuan sedimen vulkaniklastik
berwarna kehijauan (Gambar 4). Breksi polimik berada di bawah lava bantal pada sisi
sebelah barat, dan tidak ditemukan kontak dengan lava bantal pada sisi sebelah timur.
Breksi polimik (Gambar 5) berwarna coklat, struktur masif, fragmen kerikil-kerakal,
ukuran matriks pasir kasar, bentuk fragmen subangular, kemas matriks supported, sortasi
jelek. Komposisi batuan berupa fragmen basal, pumis, batulempung yang tercampur dalam
matriks berupa litik (batuapung, basal), plagioklas, dan gelas. Batuan vulkaniklastik
tersusun oleh breksi batuapung, batupasir kerikil tufan, batupasir tufan, dan batulanau
tufan. Struktur sedimen batuan vulkaniklastik berupa double grading, flame, lensa,
perlapisan, perlapisan laminasi, dan mini slump.

Petrologi
Pengamatan petrologi dan sayatan tipis batuan dilakukan terutama untuk batuan penyusun
lava bantal dan fragmen batuan beku di dalam beksi aneka bahan. Pengamatan secara
megaskopis menunjukkan bahwa fragmen batuan beku dalam batuan breksi adalah sama
dengan batuan lava bantal. Batuan mempunyai ciri-ciri warna hitam keabu-abuan, tekstur
porfiroafanitik, struktur membantal, ukuran butir 0,1 mm-0,5 cm, tersusun oleh fenokris
piroksen, plagioklas,dan gelas dan tertanam pada massa dasar berupa mineral mafik dan
gelas berukuran halus. Secara mikroskopis (Gambar 6), batuan mempunyai tekstur
inequigranular, subofitik, dan intersertal, tingkat kristalinitas hipokristalin, ukuran kristal
< 1mm - 5 mm, komposisi fenokris berupa plagioklas berupa andesine (40-55%),
berukuran 1-3 mm, klinopiroksen (25-30%), berukuran 1mm dan olivin (5%) tertanam
pada massa dasar plagioklas <1mm, piroksen <1mm, dan gelas (22%), dan mineral opak (3
%).

Alterasi hidrotermal
Di sela-sela bongkah lava bantal terdapat batuan sedimen berwarna hijau, secara
megaskopis tekstur berupa ukuran butir lempung, tersusun oleh plagioklas (30-45%),
zeolite (20-25%), gelas (25-30%) dan kuarsa (10%). Analisis difraksi sinar X (XRD)
menunjukkan batuan tersusun atas plagioklas, heulandite (jenis zeolite) dan kristobalit.
Di atas lava basalt terdapat breksi polimik berwarna coklat, struktur batuan masif,
tekstur batuan berupa ukuran fragmen kerikil-kerakal, ukuran matriks berupa pasir sedang,
bentuk sub angular, kemas matriks supported, sortasi buruk. Komposisi batuan berupa litik
(batuapung, basalt) (49-50%), plagioklas (35-40%), piroksen, dan gelas. Ciri-ciri dari
breksi ini mirip dengan ciri-ciri breksi hyaloklastik (peperit) yang dijelaskan McPhie
(1993), yaitu secara megaskopis batuan breksi polimik berwarna coklat kehijauan, struktur
masif, tekstur berupa ukuran fragmen kerikil-kerakal, ukuran matriks pasir kasar, bentuk
fragmen subangular, kemas matriks supported, sortasi jelek. Fragmen batuan berupa basal,
batulempung hijau, plagioklas, pumis, dan litik.

889
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Paleontologi
Analisis paleontologi dilakukan terhadap sampel sedimen antar bongkah lava bantal
dengan tujuan mengetahui kesamaan umur relatif antara batuan sedimen tersebut dengan
stratigrafi regional. Analisis paleontologi dilakukan dengan mengamati keberadaan fosil
foraminifera plantonik maupun bentonik menunjukkan kemunculan fosil Globoquadrina
altispira (CUSHMAN dan JARVIS) dan Globorotalia peripheroronda (BLOW dan
BANNER), sedangkan lingkungan pengendapan diwakili oleh kemunculanforaminifera
bentonik berupa Amphitegina lessonii. Keberadaan fosil (Tabel 1) ini mengindikasikan
bahwa batuan sedimen yang terjebak di antara bongkah lava bantal berumur Miosen Awal-
Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan neritik dalam - neritik tengah (0 - 100 m).

Diskusi
Proses
Keikutsertaan fragmen batuan beku di dalam batuan sedimen bisa melalui dua mekanisme,
yaitu: pertama, proses erosi dan transportasi seperti pada proses pembentukan batuan
sedimen epiklastik pada umumnya; kedua, melalui proses fragmentasi pendinginan yang
terjadi pada saat erupsi lava di bawah air membentuk lava bantal. Salah satu ciri-ciri yang
bisa digunakan untuk membedakan kedua proses tersebut adalah derajat pembundaran dan
derajat pelapukan. Jika fragmen batuan terbawa oleh proses sedimentasi maka akan
mengalami proses pembundaran yang terjadi selama fragmen tersebut ditransport oleh
aliran air, dan sebelum tertransport maka batuan sudah mengalami proses pelapukan,
sehingga masih ada bukti pelapukan pada fragmen batuan beku tersebut. Sedangkan pada
proses fragmentasi karena pendinginan fragmen batuan beku dari lava bantal tidak
mengalami transportasi sehingga fagmen akan mempunyai sudut yang runcing dan tidak
mengalami proses pelapukan.
Lava bantal sering dipakai sebagai indikasi lingkungan pembentukan berada di bawah
air. Oleh karena itu dalam pembentukannya akan diikuti beberapa proses, salah satunya
adalah terjadinya fragmentasi pendinginan yang terjadi karena material panas berupa lava
kontak dengan air atau sedimen kaya air. Kontak antara lava panas dengan material yang
jauh lebih dingin akan menyebabkan adanya respon terhadap gaya termal yag terbentuk
karena pendinginan yang cepat dan gaya yang mengenai bagian luar lava yang sudah
mendingin karena adanya dorongan pergerakan lava bagian dalam yang masih panas
(Pichler, 1965; Kokelaar, 1986 dalam McPhie dkk. 1993). Proses ini akan menyebabkan
fragmentasi lava, framen ini bersama dengan pecahan gelas lava akan masuk ke tubuh
sedimen sehingga terbentuk hyaloklastit. Sebagai hasil, maka sedimen di dekat kontak
dengan lava bantal akan mempunyai fragmen batuan dan material gelasan yang berasal
dari fragmentasi lava bantal. Secara diskriptif batuan sedimen akan dideskripsikan sebagai
breksi aneka bahan.
Hasil pengamatan megaskopis maupun sayatan tipis dengan mikroskop memastikan
bahwa baik tekstur maupun komposisi antara fragmen batuan beku di dalam breksi aneka
bahan sama dengan lava bantal. Hal ini mengindikasikan bahwa fragmen batuan tersebut
berasal dari pecahan lava bantal. Derajat pembundaran fragmen batuan beku relatif rendah,
artinya fragmen masih menyudut karena belum mengalami pengikisan akibat gesekan pada
waktu tertransport. Pengamatan sayatan tipis memperlihatkan bahwa batuan masih segar
tidak terpengaruh oleh proses pelapukan sebelum batuan masuk ke dalam batuan sedimen.
Oleh karena itu berdasarkan pengamatan di lapangan maupun pengamatan sayatan tipis
dapat disimpulkan bahwa breksi aneka bahan yang terdapat di sekitar kontak dengan lava
bantal adalah hyaloklastit yang terbentuk karena proses fragmentasi pendinginan lava
bantal pada saat lava mengalir di bawah air.

890
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Ubahan hidrotermal
Ubahan hidrotermal suhu rendah bisa terbentuk ketika magma erupsi di dasar laut seperti
yang terjadi di komplek ofiolit Toodos, Siprus. Kumpulan mineral alterasi tersusun oleh
zeolit suhu rendah seperti analsim, natrolit, filipsi dan chabazit (Gillis dan Robinson,
1985). Analogi dengan proses tersebut, maka diharapkan terjadi alterasi di sedimen yang
terjebak di antara bongkah lava bantal. Pengamatan di lapangan mendapati bahwa bagian
tepi dari lava bantal tersusun oleh lapisan kulit gelasan (glass rind) yang segar, sedangkan
batuan sedimen vulkaniklastik terlihat masih segar tidak terubah. Akan tetapi, sedimen
yang terjebak di antara bongkah lava bantal berwarna kehijau-hijauan menandakan bahwa
batuan tersebut sudah mengalami ubahan hidrotermal.
Data analisis XRD menunjukkan keterdapatan mineral ubahan di dalam batuan
sedimen yang terjebak di antara bongkah lava bantal. Mineral ubahan tersebut terdiri dari
heulandite dan kristobalit. Kandungan heulandite dan kristobalit menunjukkan adanya
interaksi antara batuan dan air panas pada suhu relatif rendah untuk suatu air hidrotermal.
Panas ini diduga datang dari lava bantal ketika erupsi.

Hubungan stratigrafi lava bantal dan Formasi Semilir


Smyth dkk (2011) menjelaskan bahwa Formasi Semilir terbentuk dari erupsi pada daerah
subaerial yang mungkin saja materialnya terendapkan hingga ke laut. Formasi Semilir
diendapkan di lingkungan pengendapan laut dan berangsur berubah menjadi darat pada
singakapan-singkapan Formasi Semilir di Pegunungan Selatan bagian timur (Surono,
2008b; Smyth dkk., 2011). Formasi Semilir dicirikan oleh endapan vulkaniklastik tebal
kaya akan pumis.
Batuan vulkaniklastik di daerah penelitian berdasarkan ciri fisik batuannya
dikelompokkan sebagai bagian dari Formasi Semilir. Selain itu hasil analisis paleontologi
menunjukkan bahwa umur batuan sedimen yang terjebak di antara bongkah lava bantal
berkisar antara N5 sampai N10, relevan dengan hasil penarikan umur pada Formasi Semilir
oleh metode U-Pb oleh Smyth dkk. (2011) yang didapatkan umur 20,72 ± 0,02 juta tahun
yang lalu yaitu Miosen Awal, sedangkan berdasarkan penentuan umur menggunakan
metode belah jejak zirkon pada Formasi Semilir di Desa Sendang, Wuryantoro, Wonogiri
oleh Surono (2008b) didapatkan umur 17,0 ± 1,1 dan 16,0 ± 1,0 jtl (Akhir Miosen Awal).
Hal ini menunjukkan bahwa batuan ini adalah bagian dari Formasi Semilir. Sedangkan
ditilik dari kedudukan dan kemiringan batuan yaitu sekitar U 315T/18 yang berarti
batuan miring ke arah tenggara dan lokasi penelitian berada di sisi ujung barat laut maka
batuan di Watuadeg merupakan bagian bawah Formasi Semilir.
Hubungan stratigrafi antara lava bantal dengan batuan sedimen vulkaniklastik bagian
dari Formasi Semilir di Watuadeg sulit untuk ditentukan karena kelangkaan fosil. Oleh
karena itu dalam penelitian ini dilakukan pendekatan berdasarkan interaksi antara lava
bantal dengan batuan sedimen yang terjebak di antara bongkahan lava bantal. Lava bantal
terbentuk ketika lava masuk ke tubuh air atau ketika ada pembentukan aliran lava di dasar
tubuh air baik itu di lingkungan danau ataupun laut. Pertemuan lava panas dan air
memungkinkan terbentuk larutan hidrotermal lokal yang bisa mengubah batuan di
sekitarnya sehingga akan terbentuk kumpulan mineral ubahan hidrotermal terutama jika
batuan tersusun oleh material vulkanik. Pendekatan ini mengambil asumsi, jika sedimen
mengisi rekahan di antara bongkahan lava bantal sesudah lava mendingin maka tidak akan
terbentuk mineral hidrotermal di dalam sedimen tersebut, dan sebaiknya jika sedimen
terjebak pada waktu lava masih panas maka akan terbentuk larutan hidrotermal yang akan
membentuk mineral hidrotermal di dalam sedimen tersebut.

891
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Analisis difraksi sinar-X (XRD) yang dilakukan terhadap batuan sedimen


menunjukkan bahwa batuan sedimen telah mengalmi ubahan hidrotermal. Oleh karena itu
bisa diinterpretasikan bahwa batuan vulkaniklastik diendapkan bersamaan dengan erupsi
lava bantal di Watuadeg. Lebih lanjut lagi, analisis paleontologi mendapati fosil
foraminifera bentonik Amphitegina lessonii yang menunjukkan lingkungan pengendapan
neritik dalam – tengah.

Kesimpulan
Dari penelitian ini maka bisa disimpulkan bahwa batuan sedimen yang terjebak di antara
bongkah lava bantal adalah bagian dari Formasi Semilir yang terjebak ketika lava bantal
panas erupsi dan kontak dengan sedimen lepas. Batuan sedimen yang terjebak ini
mengalami ubahan hidrotermal yang ditandai dengan kehadiran mineral ubahan seperti
smektit, kristobalit dan heulandit. Analisis paleontologi menemukan kehadiran fosil
Globoquadrina altispira (Cushman dan Jarvis) dan Globorotalia peripheroronda (Blow
dan Banner) yang menandai batuan berumur N5 – N10. Umur ini sessuai dengan kisaran
umur F. Semilir. Oleh karena itu hubungan stratigrafi antara lava bantal dengan batuan
vulkaniklastik yang menumpangi adalah selaras, atau bisa dikatakan bahwa lava bantal
menyisip di antara F. Semilir. Berdasarkan kandungan fosil foraminifera bentonik di dalam
batuan sedimen yang terjebak, maka lingkungan erupsi lava bantal diperkirakan adalah
neritik dalam – tengah.

Daftar Pustaka
Bronto, S., Partama, Hartono, dan Sayudi. 1994. Penyelidikan Awal Lava Bantal
Watuadeg, Bayat, dan Karangsambung, Jawa Tengah. Proceedings Geologi dan
Geotektonik Pulau Jawa. Hal 143-150.
Bronto, S., S. Mulyanigsih, G. Hartono, dan B. Hastuti, 2008. Gunung api purba
Watuadeg: Sumber erupsi dan posisi stratigrafi. Jurnal Geologi Indonesia, 3 (3)
September 2008. Hal: 117-128
Cas, R.A.F. dan J.V. Wright. 1987. Volcanic Successions Modern and Ancient. London:
Allen & Unwin.
Chen, Pey-Yuan. 1977. Table of Key Lines in X-Ray Powder Diffraction Patterns of
Minerals in Clays and Associated Rocks. Bloomington: Authority of State of Indiana.
Fisher, R.H., 1984. Submarine volcaniclastic rocks. Geological Society, London, Special
Publication 1984, Vol. 16, hal 5-27.
Fisher, R.V. dan Ulrich Schminke.1984. Pyroclastic rocks. New York: Springer-Verlag.
Gillis, K. M. dan Robinson P. T. (1985) Low temperature alteration of the extrusive
sequence, Troodos Ophiolite, Cyprus. Canadian Mineralogist, 23, 431-441
Hartono, G., Sudrajat A dan Syafri, I. 2008. Gumuk gunung api purba bawah laut di
Tawangsari - Jomboran, Sukoharjo - Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Geologi
Indonesia, Vol. 3 No. 1, 37-48.
Houghton, 2000. Explosive Volcanism. Dalam: Sigurdsson, H., Houghton, B.F., McNutt,
S.R., Rymer, H., Stix, J.,(Eds.), Encyclopedia of Volcanoes. San Diego: Academic
Press. Hal: 419
McPhie, J., M. Doyle, R. Allen, 1993. Volcanic Textures A Guide to The Interpretation of
textures in volcanic rocks. Tasmania : Centre for Ore Deposit and Exploration Studies.
Nèmèth, K., dan Ulrike Martin. 2007. Practical Volcanology. Budapest: Geological
Institute of Hungary.

892
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Ngkoimani, La Ode, Satria Bijaksana, Challid I. A., Paleo-magnetic and Geochronological


Constraints On The Cretaceous-Miocene Tectonic Evolution of Java. Proceedings,
Jakarta 2006 Geosciences Conference and Exhibition.
Novian, M.I, P. K. D. Setiawan, S. Husein, dan W. Rahardjo, 2007. Stratigrafi Formasi
Semilir Bagian Atas di Dusun Boyo, Desa Ngalang, Kecamatan Gedang Sari,
Kabupaten Gunung Kidul, DIY : Pertimbangan Untuk Penamaan Anggota Buyutan.
Kumpulan Makalah Workshop Yogya. Hal : 201-214.
Pettijohn, F. J., P. E. Potter dan R.Siever. 1972. Sand and Sandstone. New York: Springer-
Verlag. Pg:
Pulunggono, dan Soejono Martodjojo. 1994. Perubahan Tektonik Paleogene-Neogene
Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Proceedings Geologi dan
Geotektonik Pulau Jawa. Hal 37-50
Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H.M.D.1995. Peta Geologi Lembar
Yogyakarta, Jawa, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan.
Raymond, Loren A., 2002. Petrology: The Study of Igneous Rocks, Sedimentary, and
Metamorphic Rocks. Long Grove, IL: Waveland Press, Inc. Pg: 33-405
Schminke, Ulrich. 2004. Volcanism. London: Springer.
Simkin, Tom dan Lee Siebert. 2000. Earth’s Volcanoes and Eruptions: an overview.
Dalam: Sigurdsson, H., Houghton, B.F., McNutt, S.R., Rymer, H., Stix, J.,(Eds.),
Encyclopedia of Volcanoes. San Diego: Academic Press, hal 249.
Smyth, H.R., R. Hall, R. Hamilton, & P. Kinny, 2005, East Java Cenozoics basins,
volcanoes and ancient basement. Proceedings Indonesian Petroleoum Association, 30
th Annual Convention & Exhibition, pp. 251-266
Smyth, H, R. Hall, J. Hamilton, Pete Kinny, 2011. A-Toba scale eruption in the Early
Miocene: The Semilir eruption, East Java, Indonesia. Elsevier B. V.
Stix, 2000. Effusive Volcanism. Dalam: Sigurdsson, H., Houghton, B.F., McNutt, S.R.,
Rymer, H., Stix, J.,(Eds.), Encyclopedia of Volcanoes. San Diego: Academic Press,
Hal: 280.
Surono, 2009, Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah, J. S. D. Geologi Vol. 19 (3) Juni 2009. hal 1-13
Surono, 2008a, Litostratigrafi dan sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di
Pegunungan Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan, Jurnal Geologi Indonesia
Vol. 3 (4) Desember 2008, hal 15-25.
Surono, 2008b, Sedimentasi Formasi Semilir di Desa Sendang, Wuryantoro, Wonogiri,
Jawa Tengah. J.S.D. Geol. Vol 18 No. 1 Februari 2008, hal 29-41.
Surono, dan Asep Permana. 2011. Lithostratigraphic And Sedimentological Significants of
Deepening Marine Sediments of the Ssambipitu Formation Gunung Kidul Residence,
Yogyakarta. Bull. MGI, vol. 26, hal 15-30.
Toha, R. D. Purtyasti, Sriyono, Soetoto, W. Rahardjo, dan Subagyo P., 1994, Geologi
Daerah Pegunungan Selatan: Suara Kontribusi. Proceedings Geologi dan Geotektonik
Pulau Jawa. Hal 19-36.
Van Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol. 1 A, Government Printing
Office, Nijhoff, The Hague, hal 28-29.
White, J.D.L. dan B. F. Houghton. 2006. Primary volcaniclastic rocks. Geological Society
of America.
Williams, Howel, Francis J. Turner, dan Charles M. Gilbert. 1898. Petrography: An
Introduction to the Study of Rocks in Thin Section. New York: W. H. Freeman and
Company. Hal : 260-362.

893
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Tabel 1. Hasil analisis paleontologi terhadap sampel sedimen antar bongkah lava bantal
dari Watuadeg
LABORATORIUM PALEONTOLOGI DAERAH / LEMBAR PETA
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA Watuadeg

NO.LOKASI NO.SAMPEL
JENIS FOSIL YANG DIPERIKSA : Foraminifera Kecil 3.2 WTA/ RH/ 301013/
batulempung hijau
PREPARASI CONTOH TANGGAL PEMERIKSA
AYAK ASAHAN SMEAR LAIN -LAIN 25/11/13 Agung Harijoko
KELIMPAHAN KESIMPULAN
KOSONG JARANG BEBERAPA MELIMPAH UMUM ZONA/UMUR : PALEOBATIMETRI :
N5-N10 (Miosen Awal- Neritik Dalam – Neritik
PENGAWETAN FOSIL PADA UMUMNYA
Tengah) Tengah (0-100 m)
JELEK SEDANG BAGUS ZONASI
No. Spesies N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12

FORAMINIFERA PLANGTONIK

1. Globoquadrina altispira
(CUSHMAN&JARVIS)
2. Globorotalia peripheroronda (BLOW dan
BANNER)

FORAMINIFERA BENTONIK

1. Amphitegina lessonii
DALAM TENGAH LUAR ATAS Tengah

DARAT TRANSISI Abisal

KETERANGAN NERITIK BATIAL

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

894
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

V
LB B

Gambar 2. Posisi lava bantal dan batuan Gambar 3. Kontak Lava dan breksi
vulkaniklastik, dengan V: batuan hyaloklastit. Dengan B: lava bantal, H:
vulkaniklastik, dan LB: Lava Bantal Breksi Hyaloklastit
Watuadeg

Gambar 4. Sedimen antar bongkah (Inter- Gambar 5. Fragmen basal pada breksi
pillow sediment, merujuk ke terminologi polimik
oleh McPhie, 1994). Dengan L: Lobe Lava
Bantal, S: sedimen antar bongkah, R: Kulit
gelas dari lava bantal.

895
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 6. Sayatan Tipis Fragmen Basal Gambar 7. Sayatan Tipis dari Basal (Lava
dalam Breksi Polimik. Dengan Plg: Bantal Watuadeg). Dengan Plg: Plagioklas,
Plagioklas, px: piroksen, gls: gelas px: piroksen, gls: gelas

896

Anda mungkin juga menyukai