Anda di halaman 1dari 10

MAGMATISME DAN STRATIGRAFI GUNUNG API PEGUNUNGAN SELATAN

JAWA TIMUR

Oleh:
Hill. Gendoet Hartono
Pengajar pada Jurusan Teknik Geologi, STTNAS, Yogyakarta
E-mail: hilghartono@yahoo.co.id

Abstrak

Wilayah Pegunungan Selatan, Jawa Timur umumnya disusun oleh batuan gunung api
berumur Tersier yang membentuk bentang alam berelief kasar-sangat kasar. Di daerah
Pacitan dan sekitarnya, kegiatan gunung apinya diawali oleh pembentukan batuan gunung
api berkomposisi basal berupa lava bantal yang menyusun Formasi Watupatok dan
Formasi Panggang. Kemudian, berkembang pembangunan tubuh gunung api komposit
berkomposisi andesit yang dicirikan oleh perselingan antara breksi, tuf, dan lava sebagai
penyusun Formasi Mandalika dan Formasi Nglanggran. Fase pembangunan tersebut
diikuti oleh fase penghancuran berupa pembentukan kaldera yang menghasilkan breksi
tuf pumis berkomposisi dasit – riolit membentuk Formasi Semilir. Berikutnya,
berkembang fasies klastika gunung api yang membentuk Formasi Jaten, Formasi Wuni,
dan Formasi Nampol yang umumnya disusun oleh material rombakan batuan gunung api,
sisipan batuan sedimen, lignit dan mengandung kayu terkersikkan. Berdasarkan petrologi
dan volkanologi, terdapat tiga fase pembangunan gunung api, dua fase penghancuran
gunung api, dan dua atau tiga formasi batuan sebanding dengan Formasi Jaten yang
terutama disusun oleh batuan klastika gunung api. Analisis tersebut menunjukkan bahwa
pembangunan gunung api purba Pacitan dan sekitar dimulai dengan pembangunan tubuh
di bawah permukaan laut (subaqueus) pada Kala Oligosen yang kemudian berkembang
menjadi subaerial melalui fase transisi litoral pada Kala Miosen Atas.

Kata kunci: pegunungan selatan, pacitan, batuan gunung api, fase pembangunan, fase
perusakan, formasi mandalika, formasi semilir.

PENDAHULUAN

Pegunungan Selatan Jawa umumnya disusun oleh produk gunung api yang
dikenal sebagai “Old Andesite Formation” (van Bemmelen, 1949) dan merupakan bagian
dari pembelajaran busur gunung api berumur Tersier. Di Pegunungan Selatan Jawa Timur
banyak dijumpai batuan gunung api berumur Tersier dan telah banyak dilakukan
penelitian geologi. Sejauh ini, penelitian stratigrafi tentang batuan gunung api berumur
Tersier tersebut telah dilakukan menuju pemenuhan standar Sandi Stratigrafi Indonesia
(SSI), antara lain melalui pendekatan aspek sedimentologi dan paleontologi dengan
penekanan untuk mengetahui umur pembentukan dan lingkungan pengendapan
(Rahardjo, et al., 1977; Martodjojo, 1984; Surono, et al., 1992; Samodra, et al., 1992;
Sampurno & Samodra, 1997). Namun, permasalahan tentang genesis (sumber,
sedimentasi, umur dan lingkungan pengendapan) masih belum jelas, dan di antara para

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur
ahli geologi masih terjadi perbedaan pendapat terhadap stratigrafi yang ada yang semata-
mata berdasarkan litostratigrafi.
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui geologi daerah batuan
gunung api dan intrusi di daerah Pacitan dan sekitarnya, dan mendukung program
penelitian geologi Pegunungan Selatan, dengan memulai verifikasi stratigrafi batuan
gunung api berdasar litostratigrafi yang dilandasi pemahaman volkanologi. Metode
penelitiannya adalah menerapkan prinsip geologi ”The present is the key to the past”,
analisis petrologi dan radiometri, dan analisis stratigrafi batuan gunung api berdasar
landasan teori, data primer dan data sekunder.
Lokasi daerah yang menjadi fokus pembahasan adalah daerah Pacitan dan
sekitarnya, Jawa Timur (Gambar 1). Lokasi ini dipilih karena daerah ini penting untuk
studi magmatisme-volkanisme, stratigrafi gunung api, dan implikasinya terhadap sumber
daya energi.

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.

DASAR TEORI

Macdonald, (1972) mendifinisikan gunung api sebagai tempat atau bukaan yang
menjadi titik awal bagi batuan pijar dan atau gas yang keluar ke permukaan bumi dan
bahan sebagai produk yang menumpuk di sekitar bukaan tersebut membentuk bukit atau
gunung. Tempat atau bukaan tersebut disebut kawah atau kaldera, sedangkan batuan pijar
dan gas adalah magma. Batuan atau endapan gunung api adalah bahan padat berupa
batuan atau endapan yang terbentuk sebagai akibat kegiatan gunung api, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung di sini mempunyai arti sebagai hasil
erupsi gunung api yang membatu secara in situ, sedangkan secara tidak langsung berarti
telah mengalami perombakan atau deformasi. Di pihak lain, Fisher dan Smith (1991)
mendifinisikan batuan klastika gunung api sebagai ”the entire spectrum of clastic
materials composed in part or entirely of volcanic fragments, formed by any particle-
forming mechanism, transported by any mechanism, deposited in any physiographic

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur
environment or mixed with any non volcanic fragment types in any proportion”. Pemerian
tekstur batuan klastika gunung api menyangkut bentuk butir, ukuran butir dan kemas.
Karena efek abrasi selama proses transportasi maka bentuk butir berubah mulai dari
sangat meruncing-meruncing sampai dengan membundar-sangat membundar. Ukuran
butir juga berubah dari fraksi sangat kasar-kasar, sedang sampai dengan halus-sangat
halus. Hubungan antara butir fraksi kasar di daerah dekat sumber pada umumnya
membentuk kemas tertutup, tetapi kemudian berubah menjadi kemas terbuka sejalan
dengan menjauhnya dari daerah sumber. Di samping itu juga membentuk struktur
sedimen, seperti struktur imbrikasi, silangsiur, antidunes dan gores-garis sebagai akibat
terlanda hembusan piroklastika.
Simkin et al., (1981) dan Gill (1981) menyatakan bahwa gunung api masakini
yang berkembang di daerah tumbukan pada umumnya berkomposisi andesit, mempunyai
bentuk kerucut komposit atau strato, tersusun oleh perlapisan batuan beku luar,
aglomerat, breksi gunung api dan tuf, kadang-kadang diintrusi oleh batuan beku
terobosan berbentuk retas, sill, kubah bawah permukaan (cryptodome) dan leher gunung
api. Batuan beku luar merupakan magma yang keluar ke permukaan bumi membentuk
aliran lava atau kubah lava. Aglomerat merupakan batuan piroklastika (Fisher &
Schmincke, 1984; Cas & Wright, 1986; Lorenz & Haneke, 2004), sedangkan breksi
gunung api dan tuf sebagai batuan piroklastika (primer) atau batuan sedimen epiklastika
(sekunder). Secara petrologi batuan beku, intrusi dangkal (subvolcanic intrusions)
mempunyai banyak persamaan dengan batuan beku luar dan batuan klastika gunung api
di sekitarnya, antara lain bertekstur kaca, afanit dan hipokristalin porfir, mengandung
kaca gunung api, serta dalam banyak hal mempunyai afinitas dan komposisi yang sama.
Dengan demikian pengertian batuan gunung api meliputi batuan beku intrusi dangkal,
batuan beku luar (aliran lava dan kubah lava), breksi gunung api, aglomerat dan tuf
(Gambar 2).

Gambar 2. Diagram pembentukan batuan gunung api.

Pembangunan suatu kerucut gunung api melibatkan fase konstruktif dan fase
destruktif atau dikenal sebagai siklus volkanisme. Pembentukan batuan beku luar yang
berselingan dengan breksi andesit piroklastika dan tuf andesit mengindikasikan tahap
kegiatan volkanisme yang bersifat membangun (konstruktif) kerucut gunung api strato,
sedangkan tahap kegiatan volkanisme bersifat merusak (destruktif) ditandai oleh
melimpahnya breksi pumis, lapili pumis dan tuf berkomposisi andesit – dasit.

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur
TATAAN GEOLOGI

Pegunungan Selatan Jawa Timur merupakan wilayah yang terpengaruh oleh


kegiatan volkanisme, yang ditunjukkan oleh keterdapatan banyak batuan hasil kegiatan
gunung api. Soeria-Atmadja, et al,. (1994) melakukan penelitian batuan gunung api
Tersier di Pulau Jawa dan menyimpulkan keberadaan dua buah busur magma berumur
Eosen-Miosen Awal dan Miosen Akhir-Pliosen. Sementara itu, kegiatan volkanisme
secara jelas dapat diamati sejak Kala Oligosen, yaitu saat pembentukan Formasi
Watupatok hingga Kala Miosen dan pembentukan Formasi Oyo. Pentarikhan umur
radiometri (K-Ar) dari beberapa penelitian (Soeria-Atmadja, et al., 1994; Hartono, 2000;
Bronto, et al., 2005; Ngkoimani, 2005; Priadi & Mubandi, 2005; Akmaluddin, et al.,
2005) menunjukkan umur absolut batuan gunung api yang dikelompokkan ke dalam
Formasi Andesit Tua berkisar antara 59,00  1,94 m.a. hingga 11,88  0,71 m.a. dan
secara khusus di daerah Pacitan menunjukkan kisaran antara 33,56  9,69 m.a. hingga
8,94  0,40 m.a. Hal ini menunjukkan adanya volkanisme yang terjadi secara menerus
dan berulang kali. Di sisi lain, Hartono & Bronto (2008) menyatakan bahwa batuan
klastika gunung api merupakan anggota Formasi Mandalika bagian bawah dan
merupakan formasi batuan gunung api produk periode pembangunan ke dua dari suatu
kegiatan gunung api Gajahdangak muda di daerah Wonogiri, Jawa Tengah.
Hartono (2000) menyatakan bahwa batuan gunung api yang menyusun Zona
Pegunungan Selatan Yogyakarta dan sekitar paling sedikit dihasilkan oleh lima pusat
erupsi purba. Di pihak lain, Bronto (2007) membagi keberadaan fosil gunung api menjadi
empat kelompok yaitu (1) Kelompok gunung api purba Parangtritis-Sudimoro, (2)
Kelompok gunung api purba Baturagung – Bayat, (3) Kelompok gunung api purba
Wonogiri – Wediombo, dan (4) Kelompok gunung api purba Karangtengah – Pacitan.
Surono et al., (1992), Samodra et al., (1992), dan Sampurno & Samodra, (1997) telah
melakukan pemetaan geologi dan melakukan pengelompokan batuan gunung api ke
dalam Formasi Watupatok, Formasi Panggang, Formasi Mandalika, Formasi Semilir,
Formasi Nglanggran, dan formasi batuan klastika gunung api. Formasi Watupatok dan
Formasi Panggang umumnya disusun batuan beku basal berstruktur bantal, Formasi
Mandalika umumnya tersusun oleh material masif berupa lava dasit – andesit, tuf dasit
dan batuan intrusi dasit, andesit, dan diorit. Formasi Semilir tersusun oleh material
fragmental berupa tuf berukuran pasir dan lempung, dan breksi pumis dasit. Hubungan
stratigrafi antara formasi batuan yang ada menunjukkan hubungan selaras, menjari dan
hubungan tidak selaras. Namun, di beberapa tempat menunjukkan hubungan stratigrafi
yang menerus, dan di lain tempat menunjukkan hubungan stratigrafi yang tidak menerus.
Struktur geologi yang berkembang pada formasi batuan gunung api ditunjukkan oleh
sesar mendatar berarah tenggara – baratlaut (ST-UB), dan utara timurlaut – selatan
baratdaya. Pada formasi batuan bukan asal gunung api berkembang struktur geologi
berupa sinklin yang terletak di sebelah barat dan selatan formasi batuan gunung api.

HASIL PENELITIAN

Bentang alam

Bentang alam daerah Pacitan, Jawa Timur merupakan perbukitan bergelombang


kuat – sangat kuat yang berelief kasar – sangat kasar. Daerah dengan elevasi tertinggi
diwakili oleh G. Rohtawu (+1064m dpl), G. Bedoyo (+709 m dpl) di bagian barat, G.

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur
Megalama (+1231m dpl), G. Gembes (+1053m dpl), G. Manggi (+702m dpl), G. Beruk
(+653m dpl), dan G. Jaran (+721m dpl) di sisi utara, G. Sepang (+ 729m dpl), G. Timang
(+675 mdpl) di sisi selatan, dan G. Puncak (+946m dpl), G. Badud (+1057m dpl), G.
Watuputih (+794m dpl) di sisi timur. Bentang alam tersebut semata-mata merupakan
cerminan dari resistensi batuan penyusun yaitu batuan intrusi, aliran lava, breksi, dan
kelompok batuan klastika gunung api. Secara umum, daerah tinggian tersebut disusun
oleh batuan terobosan dengan kelerengan lebih dari 35º, selain itu di bagian luar dari
tubuh intrusi tersebut umumnya dibangun oleh perselingan batuan produk lelehan dan
produk letusan gunung api. Namun, banyak pula daerah tinggian dan lembah disusun
oleh batuan gunung api yang telah mengalami pelapukan hidrotermal, secara fisik lunak
sehingga mudah tererosi. Bentuk bukit-bukit intrusi umumnya melingkar seperti kubah,
dan memanjang pendek (elipsoidal), sementara puncak maupun tebing-tebing bagian luar
banyak mengalami ubahan sehingga mudah longsor.
Pola pengaliran berupa sungai-sungai kecil yang berhulu di Pegunungan Wonogiri
dan Pegunungan Baturagung yang terletak di sebelah selatannya. Disamping itu, terdapat
sedikitnya tiga sungai besar yang memotong berarah relatif utara – selatan, dan barat –
timur. Ketiga sungai besar tersebut adalah Sungai Grindulu, Sungai Pacitan, Sungai
Lanang, Bengawan Solo dan Sungai Tirtomoyo. Umumnya sungai-sungai kecil bersistem
subdendritik dan akhirnya bermuara di beberapa sungai utamanya tersebut. Aliran sungai
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga daerah aliran sungai yaitu daerah aliran
sungai yang terletak di bagian barat, bagian tengah, dan bagian selatan.

Stratigrafi gunung api

Secara umum, stratigrafi daerah Pacitan disusun oleh batuan gunung api baik yang
terdiri dari lava koheren (intrusi dangkal & batuan beku luar) maupun batuan klastika
gunung api, dan sebagian disusun oleh batuan sedimen. Formasi yang disusun oleh lava
koheren (Formasi Mandalika, Formasi Watupatok) tersebar di bagian utara dan sebagian
kecil di bagian selatan, sedangkan formasi yang disusun oleh batuan klastika gunung api
umumnya tersebar di bagian selatan yang membentang barat hingga timur. Batuan beku
terobosan, sebagian kecil tersingkap di bagian utara dan baratlaut, namun sebagian besar
tersingkap di bagian selatan menerobos formasi batuan yang disusun oleh batuan klastika
gunung api (Formasi Arjosari, Formasi Jaten, Formasi Wuni, dan Formasi Nampol).
Batuan beku terobosan tersebut berkomposisi basal hingga dasit, sama dengan komposisi
lava dan komposisi batuan klastika gunung apinya.
Umur radiometri yang didasarkan pada penelitian Soeria-Atmadja et al., (1994)
terhadap batuan kelompok lava koheren menunjukkan umur umum Oligosen – Miosen
atau dikelompokkan ke dalam tiga fase kegiatan gunung api yaitu fase pertama (33,56 ±
9.69 m.a. – 42,73 ± 9,87 m.a.), fase kedua (18,20 ± 0,37 m.a. - 18,99 ± 0,54 m.a.), dan
fase ketiga (15,03 ± 0,88 m.a. - 15,80 ± 0,54 m.a.). Sementara itu, umur fosil yang
terdapat dalam batuan klastika gunung api menunjukkan umur Miosen Bawah – Miosen
Atas (zona N4 – N9).
Data stratigrafi umum dan pentarikhan umur radiometri tersebut menunjukkan
bahwa batuan klastika gunung api (Formasi Arjosari, kemungkinan ekivalen dengan
Formasi Kebo-Butak di Bayat) merupakan kelompok batuan berumur paling tua yang
dihasilkan oleh pra-gunung api Pacitan (?). Selanjutnya, berkembang batuan yang
menyusun Formasi Mandalika dan Formasi Watupatok, yang posisi stratigrafinya terletak
di bawah Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran. Kemudian berkembang formasi

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur
batuan sebagai produk pengerjaan ulang batuan gunung api sebelumnya yaitu Formasi
Jaten, Formasi Wuni, dan Formasi Nampol. Tampak di sini, adanya kelompok batuan
gunung api produk fase pembangunan, dan kelompok batuan gunung api produk fase
perusakan.

Petrologi

Data petrologi-geokimia menunjukkan bahwa batuan gunung api daerah Pacitan


pada umumnya berkomposisi basal – andesit (52 – 56 % SiO2) dengan kandungan kalium
rendah (Seri Toleiit) sampai menengah (Seri Kapur Alkali). Seluruh batuan tersebut
mempunyai kandungan titanium rendah (TiO2  1,50 %). Kandungan alumina,
sebaliknya, sangat tinggi (16 – 18 % Al2O3), kecuali beberapa contoh yang hanya
berkisar antara 14 – 15 % Al2O3.
Rendahnya kandungan kalium dalam batuan, bersama-sama dengan Rb, Sr, dan
Ba menjadi ciri Seri Toleiit busur gunung api (Soeria-Atmadja et al., 1994). Demikian
pula, tingginya kandungan Al2O3 dan banyaknya fenokris plagioklas, tetapi titanium
rendah di dalam Seri Kapur Alkali juga khas pada batuan gunung api yang terbentuk di
zona penunjaman. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pembentukan batuan
gunung api daerah Pacitan, Jawa Timur berhubungan dengan tataan tektonika
penunjaman kerak Samodra India di bawah kerak Benua Asia.

DISKUSI

Umumnya, data bentang alam memberikan indikasi bentukan-bentukan atau


struktur setengah melingkar atau lengkungan bulan sabit. Bentukan bentang alam terbesar
meliputi seluruh wilayah Kabupaten Pacitan, kemungkinan merupakan tubuh gunung api
yang sangat besar. Di bagian lain, memperlihakan bentukan tubuh gunung api yang lebih
kecil yaitu lengkungan bulan sabit melingkungi intrusi G. Rohtawu (+1064m dpl), dan
lengkungan bulan sabit yang membuka ke arah Kabupaten Ponorogo yang menempati
dataran. Secara keseluruhan, kenampakan yang mengindikasikan bahwa daerah Pacitan
merupakan bekas atau sisa gunung api purba sudah tidak tampak lagi, hal ini karena
bentang alam gunung apinya sudah rusak atau lapuk lanjut. Namun, ciri-ciri fisik batuan
gunung api sebagai penyusun utama tubuh gunung api yang mengindikasikan fasies pusat
dan fasies proksimal masih dapat dikenali. Seperti yang tertera pada peta geologi lembar
Pacitan dan lembar Ponorogo menunjukkan bahwa batuan intrusi yang tersingkap
umumnya dilingkupi oleh tubuh batuan yang disusun oleh perselingan antara lava, breksi
dan tuf. Batuan intrusi yang cukup luas yang terletak di bagian dalam struktur setengah
melingkar dapat diinterpretasikan sebagai fasies pusat (kawah purbanya?), sedangkan
bangunan batuan gunung api yang melingkupinya merupakan fasies proksimalnya.
Batuan intrusi banyak dijumpai di bagian selatan Pacitan dengan sebaran timur –
barat dan berdimensi cukup luas, banyak batuan yang diterobos (Formasi Arjosari) dan
tubuh intrusinya sendiri telah mengalami ubahan hidrotermal, seperti yang dipaparkan
Subandrio (2007). Hal ini mengindikasikan adanya kegiatan gunung api di Pacitan bagian
selatan. Komposisi batuan intrusinya umumnya andesit, dan sebagian kecil berkomposisi
basal. Berbeda dengan batuan intrusi di Pacitan bagian barat yang hanya diwakili batuan
intrusi G. Rohtawu yang berkomposisi dasit. Begitupun juga untuk batuan intrusi di
Pacitan bagian utara yang diwakili oleh batuan intrusi G. Gembes berarah baratdaya –

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur
timurlaut, berkomposisi dasit. Secara petrologi dan volkanologi menunjukkan adanya
perubahan komposisi dari selatan ke utara yaitu dari batuan gunung api berkomposisi
andesit – basal berubah ke batuan gunung api berkomposisi dasit. Hal ini kemungkinan
berkaitan dengan magma di wilayah ini telah mengalami diferensiasi atau terdapat dua
magma yang berkomposisi berbeda. Bila dihubungkan dengan pola-pola struktur yang
kemungkinan berperan dalam membangun tubuh-tubuh gunung api di daerah Pacitan ini
adalah bentuk-bentuk tubuh intrusi ada yang mengikuti pola-pola struktur tersebut.
Data stratigrafi daerah Pacitan, diawali oleh material gunung api yang membentuk
perselang-selingan dengan ketebalan bervariasi, sehingga mencerminkan adanya proses
sedimentasi pada lingkungan arus yang tenang. Batuan tersebut sebagai penyusun utama
Formasi Arjosari, formasi ini ekivalensi atau sebanding dengan Kebo-Butak di daerah
Bayat, Klaten yang menunjukkan umur Oligosen-Miosen Bawah. Hal berbeda bila
dihubungkan dengan kelompok batuan yang secara stratigrafi menutupi selaras menjari di
atasnya, yaitu Formasi Mandalika yang disusun oleh perulangan breksi, tuf dan lava
andesit, dan Formasi Watupatok yang umumnya disusun oleh lava basal berstruktur
bantal. Sementara itu, di Pacitan bagian utara Formasi Watupatok dikenal dengan
Formasi Panggang yang disusun oleh batuan dengan ciri-ciri yang sama. Kelompok
batuan yang menyusun Formasi Mandalika memberikan arti, fragmen kasar dan besar
sudah tentu dapat terangkut hanya dengan arus kuat, atau dengan mekanisme sedimentasi
yang dikaitkan dengan proses erupsi letusan dan lelehan suatu gunung api. Di sisi lain,
secara volkanologi Formasi Mandalika menunjukkan ciri-ciri fase pembangunan suatu
tubuh gunung api komposit, hal ini ditunjukkan adanya perulangan pengendapan produk
erupsi lelehan dengan produk erupsi letusan. Selanjutnya, berkembang fasies yang
mengindikasikan akhir volkanisme yaitu pembentukan batuan karena proses pengerjaan
ulang terhadap batuan gunung api sebelumnya. Kelompok batuan ini membentuk Formasi
Jaten, Formasi Wuni, dan Formasi Nampol, formasi-formasi ini umumnya berkembang di
Pacitan bagian selatan. Batuan intrusi di daerah ini menerobos hingga formasi-formasi
yang disusun oleh batuan klastika gunung api tersebut. Hal ini memberikan pengertian
tentang adanya kesatuan genesis antara batuan intrusi dan batuan klastikanya. Terlebih
bila dihubungkan dengan keterdapatan fosil dan pentarikhan umur radiometri yang
memberikan angka ataupun umur yang kemungkinan terjadi pada periode yang sama.
Secara umur dan litostratigrafi, terdapat kelompok batuan yang menunjukkan
umur dalam kisaran umur yang sama tetapi secara posisi stratigrafi memperlihatkan
perbedaan (dapat lebih mudah atau lebih tua). Hal ini memberikan kesan bahwa di lokasi
lain dari suatu kerucut gunung api terus berjalan proses sedimentasinya, sedangkan di
lokasi lain relatif berhenti. Di lokasi yang proses sedimentasinya berhenti ini
kemungkinan dapat berkembang batuan sedimen karbonat. Hal lain juga dapat dijelaskan
yaitu berkaitan dengan periode kegiatan volkanismenya, terkait dengan batuan gunung
api produk pembangunan kerucut gunung api atau terkait dengan batuan gunung api
produk perusakan kerucut gunung api. Periode pembangunan dan perusakan kerucut
gunung api tersebut berkaitan langsung dengan siklus hidupnya suatu gunung api.
Formasi Mandalika, Formasi Watupatok, dan Formasi Panggang yang berkembang di
daerah Pacitan ini menunjukkan produk fase pembangunan, sedangkan Formasi Semilir
yang secara khusus dicirikan oleh kaya pumis merupakan produk fase perusakan tubuh
kerucut gunung api yang dibangun sebelumnya. Batu pumis merupakan ciri batuan
produk letusan kuat yang diikuti oleh pembentukan kaldera, dan menunjukkan magmanya
telah mengalami diferensiasi lanjut. Dijumpainya Formasi Semilir di daerah Pacitan,
maka daerah Pacitan merupakan kaldera (?), hal ini kemungkinan tidak secara langsung

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur
berkaitan karena material penyusun Formasi Semilir dapat berasal dari kegiatan gunung
api di tempat lain. Terlebih material produk letusan berukuran halus, ringan, sehingga
sangat tergantung dengan cuaca atau iklim pada saat itu dan terendapkan di tempat yang
jauh.
Berdasarkan petrologi dan volkanologi, lava basal bantal (Formasi Watupatok
dan Formasi Panggang) merupakan produk volkanisme awal (Fase Konstruktif 1; FK-1)
dan pentarikhan radiometri menunjukkan angka 33,56 ± 9.69 m.a. – 42,73 ± 9,87
m.a.(PC-6A & PC-6B, Soeria-Atmadja et al., 1994), hal ini dapat disebandingkan dengan
lava basal bantal Watuadeg, Tawangsari, Bayat yang sering dimasukkan dalam Formasi
Kebo-Butak. Di sisi lain Formasi Mandalika (FK-1?) belum diketahui karena secara
komposisi lebih asam dan disusun oleh perselang-selingan lava, breksi dan tuf, atau
merupakan fase kontruksi lain, dan berumur Oligosen-Miosen?. Sementara itu, Formasi
Semilir (Fase Destruktif 1; FD-1) diketahui berumur Oligosen – Miosen (N4-N9). Fase
Konstruktif ke dua (FK-2) diwakili oleh Formasi Nglanggran (18,99 ± 0,54 m.a. - 28,00 ±
1,53 m.a.) dan Formasi Jaten (Oligosen – Miosen?). Kemudian diikuti oleh Fase
Destruktif ke dua (FD-2) yang diwakili oleh Formasi Semilir yang di daerah Pacitan
belum diketahui, sedangkan di daerah Bayat, periode ini diwakili oleh produk yang
tersingkap di daerah Sambeng (N9-N10). Dan diikuti oleh Fase Konstruksi ke tiga (FK-3)
yang diikuti oleh kelompok batuan gunung api yang menunjukkan umur absolut 8,94 ±
0,40 m.a. – 15,80 ± 0,44 m.a. Secara volkanologi fase konstruktif dan fase destruktif
terjadi secara berulang tergantung waktu hidup gunung apinya, hal mana juga
ditunjukkan oleh material gunung api yang dihasilkannya. Analisis tersebut menunjukkan
bahwa pembangunan gunung api purba daerah Pacitan dimulai dengan pembangunan
tubuh (FK-1) di bawah permukaan laut (subaqueus) pada Kala Oligosen - Miosen Bawah
yang kemudian berkembang menjadi subaerial melalui fase transisi litoral pada Kala
Miosen Atas. Di pihak lain, magmatisme-volkanisme yang membentuk batuan gunung
api daerah Pacitan berafinitas Toleiit (kalium rendah) sampai Kapur Alkali (kalium
menengah). Magma tersebut merupakan ciri busur kepulauan yang berhubungan dengan
penunjaman.
Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah meningkatkan penelitian stratigrafi
batuan gunung api dan pemetaan geologinya, dan memperbanyak studi perbandingan
terhadap pentarikhan umur dengan metoda K-Ar dibanding dengan metoda radiometri
yang lain, seperti Ar-Ar, U-Pb dan lain sebagainya dengan menggunakan contoh batuan
yang sama.

KESIMPULAN

 Stratigrafi gunung api daerah Pacitan disusun oleh tiga fase pembangunan (Fase
Konstruktif) yang diwakili oleh Formasi Watupatok atau Formasi Panggang,
Formasi Mandalika dan Formasi Nglanggran, dan dua fase perusakan (Fase
Destruktif) yang diwakili Formasi Semilir. Selain itu, di dalamnya berkembang
fasies klastika gunung api yang menunjukkan fase istirahat, diwakili oleh Formasi
Jaten.
 Magma yang membangun daerah Pacitan berafinitas Tholeiit – Kapur Alkali, dan
batuan gunung apinya berkomposisi basal – dasit.

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada panitia penyelenggara ANTAM


sehingga makalah ini dapat dipresentasikan dan dipublikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Akmaluddin, Setijadji, D.L., Watanabe, K., & Itaya, T., 2005, New Interpretation on
Magmatic Belts Evolution During the Neogene – Quartenary Periods as Revealed
from Newly Collected K-Ar Ages from Central-East Java, Indonesia, Prosiding
JCS, HAGI XXX-IAGI XXXIV-PERHAPI XIV, Surabaya.
Bronto, S., 2007, Fosil Gunung Api di Pegunungan Selatan Jawa Tengah, Seminar dan
Workshop, Potensi Geologi Pegunungan Selatan Dalam Pengembangan Wilayah,
PSG, Badan Geologi, Bandung, di Yogyakarta.
Bronto, S., Bijaksana, S., Sanyoto, P., Ngkoimani, L.O., Hartono, G., & Mulyaningsih,
S., 2005, Tinjauan Volkanisme Paleogene Jawa, Majalah Geologi Indonesia, v. 20,
n. 4, pp 195-204.
Cas, R.A.F. & J.V. Wright, 1987, Volcanic Successions, Modern and Ancient, Allen &
Unwin, London, 528 p
Fisher, R. V., and Schmincke, H. M., 1984, Pyroclastic Rocks, Springer-Verlag, Berlin,
472 p.
Gill, J.B., 1981, Orogenic Andesites and Plate Tectonics, Springer – Verlag, 390 p.
Hartono, G. & Bronto, S., 2008, Analisis Stratigrafi Awal Kegiatan Gunung Api
Gajahdangak di Daerah Bulu, Sukoharjo, dan Implikasinya Terhadap Stratigrafi
Batuan Gunung Api di Pegunungan Selatan, Jawa Tengah, Prosiding Seminar
Nasional, Jur. Tek. Geologi, UGM, Yogyakarta.
Hartono, G., 2000. Studi Gunung api Tersier: Sebaran Pusat erupsi dan Petrologi di
Pegunungan Selatan Yogyakarta. Tesis S2, ITB, 168 p, tidak diterbitkan.
Lorenz, V. & Haneke, J., 2004, Relationship between diatremes, dykes, sills, laccoliths,
intrusive-extrusive domes, lavas flows, and tephra deposits with unconsolidated
water-saturated sediments in the late Variscan intermontane Saar-Nahe Basin, SW
Germany, in Breitkreuz, C. & Petford, N., (Eds.), Physical Geology of High-Level
Magmatic Systems, Geological Soc. London, pp 75-124.
Macdonald, A.G., 1972, Volcanoes, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey,
510 p.
Martodjojo, S., 1984, Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat, Disertasi Doktor, Fakultas
Pasca Sarjana, ITB, Indonesia.
Ngkoimani, L., 2005, Magnetisasi Pada Batuan Andesit di Pulau Jawa serta Implikasinya
Terhadap Paleomagnetisme dan Evolusi Tektonik, Disertasi Doktor, Fakultas Pasca
Sarjana, ITB, Indonesia, 110 p. Tidak diterbitkan.
Priadi, B., & Mubandi, ASS., 2005, The Occurrence of Plagiogranite in East Java,
Indonesia, Prosiding JCS, HAGI XXX-IAGI XXXIV-PERHAPI XIV, Surabaya.
Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H. M. D., 1977, Peta Geologi Lembar
Yogyakarta, Jawa, skala 1 : 100.000, Direktorat Geologi, Bandung.
Samodra, H., Gafoer, S., & Tjokrosapoetro, S., 1992, Peta Geologi Lembar Pacitan,
Jawa, skala 1:100.000, Puslitbang Geologi, Bandung.
Sampurno & Samodra, H., 1997, Peta Geologi Lembar Ponorogo, Jawa, skala 1:100.000,
Puslitbang Geologi, Bandung.

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur
Simkin, T., Siebert, L., McClelland, L., Bridge, D., Newhall, C., Latter, J.H., 1981,
Volcanoes of the World: A Regional Directory, Gazetteer, and Chronology of
Volcanism During the Last 10,000 Years. Stroudsburg, Penn: Hutchinson Ross. 240
p.
Soeria-Atmadja, R., Maury, R. C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polve, M. & Priadi,
B., 1994, The Tertiary Magmatic Belts in Java, Journal of SE-Asian Earth Sci.,
vol.9, no.1/2, pp 13-27.
Sopaheluwakan, J., 1977, Ringkasan Peristiwa-Peristiwa Tektonik Pada Batuan Andesit
Tua di Selatan Jawa, Majalah Ilmiah Riset, Lembaga Geologi & Pertambangan
Nasional, Vol. 1, No. 1, h. 34-41.
Subandrio, J., 2007, Karakteristik Geokimia dan Mineralogi batuan Vulkanik di Daerah
Pacitan dan Sekitarnya, Thesis Magister, MIPA-Geologi, UNPAD, tidak
diterbitkan.
Surono, Sudarno, I. dan Toha, B., 1992, Peta Geologi Lembar Surakarta – Giritontro,
Jawa, skala 1:100.000, Puslitbang Geologi, Bandung.
van Bemmelen, RW., 1949, The Geology of Indonesia, Vol IA, Government Printing
Office, 732 h.

This paper will be presented at Pacitan, 12-13 Mar 2008 in Pacitan, Jawa Timur

Anda mungkin juga menyukai