Anda di halaman 1dari 99

KARYA TULIS ILMIAH AKHIR

MANFAAT METODE LATIHAN CLOSED KINETIC


DAN KINESIOTAPING UNTUK MENINGKATKAN
KESTABILAN LUTUT PASCA CEDERA ANTERIOR
CRUCIATUM LIGAMENT

MUHAMMAD IQBAL

AKADEMI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2012
MANFAAT METODE LATIHAN CLOSED KINETIC
DAN KINESIOTAPING UNTUK MENINGKATKAN
KESTABILAN LUTUT PASCA CEDERA ANTERIOR
CRUCIATUM LIGAMENT

Karya Tulis Ilmiah Akhir Diajukan untuk


Memenuhi Persyaratan Ujian Akhir
Program DIII Fisioterapi

MUHAMMAD IQBAL
NIM: 0962030029

AKADEMI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2012

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis ini telah memenuhi syarat untuk diuji di hadapan Panitia

Ujian Sidang dalam mencapai gelar Ahli Madya Fisioterapi (AMd.FT).

Jakarta, Juli 2012

Direktur Pembimbing

Dr. med. Abraham Simatupang, dr, M. Kes Novlinda S. A. Manurung, S.Ft

iii
LEMBAR PENGUJI

Panitia Ujian Karya Tulis Ilmiah Program Diploma Tiga (DIII) Fisioterapi

Universitas Kristen Indonesia (UKI) telah meneliti dan mengetahui cara

pembuatannya yang telah dipertanggungjawabkan oleh calon bersangkutan, maka

atas nama Panitia Ujian DIII Fisioterapi UKI mengesahkan Karya Tulis Ilmiah

Akhir ini.

Hari : Senin

Tanggal : 6 Agustus 2012

PENGUJI

Nama Penguji Tanda Tangan

1. Maksimus Bisa, SSt.FT, SKM, M.Fis 1. …………………………………

2. Beriman Rahmansyah, SSt.FT 2. …………………………………

3. Novlinda S. A. Manurung, S.Ft 3. …………………………………


Catatan Penguji:

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………
LEMBAR REVISI

iv
Karya Tulis Ilmiah Akhir ini telah diperbaiki sesuai kesepakatan presentan

dan dosen penguji dan telah diteliti oleh dosen penguji, sesuai yang

dipertanggungjawabkan presentan pada ujian tanggal 6 Agustus 2012.

PENGUJI

Nama Penguji Tanda Tangan

1. Maksimus Bisa, SSt.FT, SKM, M.Fis 1. ……………………..........

2. Beriman Rahmansyah, SSt.FT 2. ………………………………

3. Novlinda S. A. Manurung, S.Ft 3. ………………………………

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

v
Nama : Muhammad Iqbal

NIM : 0962030029

Program Studi : Diploma III Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia

Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah Akhir berjudul:

“MANFAAT METODE LATIHAN CLOSED KINETIC DAN

KINESIOTAPING UNTUK MENINGKATKAN KESTABILAN LUTUT

PASCA CEDERA ANTERIOR CRUCIATUM LIGAMENT” merupakan Hasil

Karya Saya Sendiri dan Bukan Hasil Plagiat karya orang lain. Bila di kemudian hari

Karya Tulis Ilmiah Akhir saya dengan judul di atas terbukti merupakan hasil

plagiat, maka Rektor Universitas Kristen Indonesia berhak membatalkan Gelar Ahli

Madya Fisioterapi yang telah saya terima.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan

dari pihak manapun.

Jakarta, Agustus 2012

Muhammad Iqbal

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kesehatan dan

kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Akhir, yang

merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh penulis untk memenuhi syarat
vi
kelulusan dalam menempuh Ujian Akhir Program Diploma III Akademi Fisioterapi

Universitas Kristen Indonesia Jakarta. Adapun Judul Karya

Tulis Ilmiah Akhir ini adalah “MANFAAT METODE LATIHAN CLOSED

KINETIC DAN KINESIOTAPING UNTUK MENINGKATKAN

KESTABILAN LUTUT PASCA CEDERA ANTERIOR CRUCIATUM

LIGAMENT”

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah Akhir ini tidak dapat terselesaikan

dengan baik tanpa adanya dorongan baik moril, spiritual, ,aupun materil dari

berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada

1. Dr. Med , Abraham Simatupang, dr, Mkes, selaku Direktur Akademi

Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia.

2. Ibu Novlinda. SSt.FT selaku Pembimbing yang selalu memberikan arahan

serta dukungan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Akhir ini dengan

sabar.

3. Seluruh staf dan dosen Akademi Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia

yang telah memberikan pengertahuan selama belajar di Akademi Fisioterapi

Universitas Kristen Indonesia dengan penuh kesabaran dan kerendahan hati

mau memberikan ilmu yang sangat berguna bagi penulis.

4. Kedua orangtua (Papap dan mama) yang telah memberikan dukungannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Akhir ini.

vii
5. Kepada kakak saya Asep Azis SSt.FT yang banyak memberikan dukungan

moril maupun materil serta motivasinya kepada penulis dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Akhir.

6. Mas Bimo, Mas Ridwan, Riyad Amaludin, Fortunella Levyana yang telah

memberikan semangat, doa, motivasi, serta bantuannya kepada penulis

dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Akhir ini.

7. Kepada Tn. MN dan Nn. BM yang telah bersedia meluangkan waktunya

sebagai subyek dalam penulisan laporan kasus ini, semoga karier kalian

sebagai atlet profesional terus meningkat dan membanggakan tanpa adanya

resiko cedera yang berarti.

8. Serta teman-teman seperjuangan angkatan 2009 yang telah memberikan

semangat.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu

baik secara moril dan spritual.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan Karya Tulis

Ilmiah Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun

sehingga penulus dapat melakukan yang lebih baik pada masa yang akan

datang. Semoga Karya Tulis Ilmiah Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita

semua, Amin ya Rabb.

viii
Jakarta, Agustus 2012

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL………………………………………………………… i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii
LEMBAR PENGUJI ............................................................................................iv
LEMBAR REVISI ................................................................................................iv
SURAT PERNYATAAN ....................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...........................................................................................vi
DAFTAR ISI .........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................ xiii
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………. 1
B. Identifikasi Masalah…………………………………... 3
C. Pembatasan Masalah…………………………………... 3
D. Rumusan Masalah…………………………………….. 3
E. Tujuan Penulisan……………………………………… 3
F. Terminologi Istilah……....……………………………. 4

BAB II KAJIAN TEORI


A. ANATOMI, FISIOLOGI DAN BIOMEKANIK SENDI
LUTUT………………………………………………… 6
1. Struktur Tulang………………………………... 8
2. Artikulasio…………………………………….. 10
3. Ligamen………………………………………. 11
4. Otot-otot Sendi Lutut………………………….. 12
5. Biomekanik Sendi Lutut………………………. 18

B. CEDERA ANTERIOR CRUCIATUM LIGAMENT (ACL)


1. Definisi………………………………………… 23
2. Klasifikasi……………………………………... 25
3. Patofisiologi…………………………………… 25
4. Etiologi………………………………………… 26
5. Epidemiologi………………………………….. 27
6. Manifestasi Klinis…………………………….. 28
7. Gejala Klinis…………………………………… 28
8. Petolongan Pertama pada Cedera ACL………... 29
9. Penegakan Diagnosis………………………….. 30
10. Mekanisme Proses Penyembuhan Luka………. 35
11. Intervensi Fisioterapi
a. Metode Closed Kinetik
1) Definisi…………………………………. 37
2) Prinsip Latihan…………………………. 40
b. Kinesiotaping
1) Definisi………………………………… 40
2) Fungsi………………………………….. 41 3)
Mekanisme Kerja……………………… 42
4) Cara Pemakaian………………………... 43

x
C. PROSES FISIOTERAPI PADA CEDERA ANTERIOR
CRUCIATUM LIGAMENT
1. Assesment…………………………………….. 44
2. Diagnosa Fisioterapi………………………….. 50
3. Perencanaan Program Fisioterapi (planning)… 51
4. Pelaksanaan Program Fisoterapi (intervensi)… 53
5. Evaluasi/Re-evaluasi/Re-assesment………….. 54

BAB III LAPORAN KASUS


LAPORAN KASUS I…………………………………........ 56
LAPORAN KASUS II……………………………………... 70

BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………... 84

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………….. 87
B. Saran………………………………………………….... 87

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Lutut……………………………………………. 7


Gambar 2.2 MRI……………………………………………………….. 31
Gambar 2.3 Anterior Drawer Test…………………………………….. 32
Gambar 2.4 Test Lachman…………………………………………….. 33
Gambar 2.5 Ballotement Test………………………………………….. 34
Gambar 2.6 One leg stance…………………………………………….. 38
Gambar 2.7 One Leg Stance Combination Hyper Extensi Trunk….... 39
Gambar 2.8 One Leg Stance Combination Rotation Trunk………….. 40

xi
Gambar 3.1 One Leg Stance(I)………………………………………… 63
Gambar 3.2 One Leg Stance Combination Hyperextensi Trunk(I)…. 64
Gambar 3.3 One Leg Stance Combination Rotation Trunk(I)………... 65
Gambar 3.4 Kinesiotaping(I)…………………………………………... 66
Gambar 3.5 One Leg Stance(II)………………………………………... 77
Gambar 3.6 One Leg Stance Combination Hyperextensi Trunk(II)…... 78
Gambar 3.7 One Leg Stance Combination Rotation Trunk(II)………... 79
Gambar 3.8 Kinesiotaping(II)…………………………………………... 80

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelompok Otot Ekstensor Lutut………………………… 13


Tabel 2.2 Kelompok Otot Fleksor Lutut…………………………… 14
Tabel 3.1 Lingkup Gerak Sendi Aktif Kasus I……………………... 58
Tabel 3.2 Kekuatan Otot Kasus I…………………………………… 58
Tabel 3.3 Derajat Nyeri Gerak Aktif Kasus I………………………. 59
Tabel 3.4 Lingkup Gerak Sendi Pasif Kasus I……………………... 59
Tabel 3.5 End Feel Kasus I…………………………………………. 59
Tabel 3.6 Derajat Nyeri Gerak Pasif Kasus I………………………. 59
Tabel 3.7 Evaluasi Kestabilan Lutut Kasus I……………………… 68
Tabel 3.8 Evaluasi Derajat Nyeri Gerak Aktif Kasus I……………. 69
Tabel 3.9 Evaluasi Derajat Nyeri Gerak Pasif Kasus I……………. 69
Tabel 3.10 Evaluasi Lingkup Gerak Sendi Aktif Kasus I………….. 69
Tabel 3.11 Evaluasi Lingkup Gerak Sendi Pasif Kasus I…………… 69
Tabel 3.12 Lingkup Gerak Sendi Aktif Kasus II……………………. 72
Tabel 3.13 Kekuatan Otot Kasus II………………………………….. 72
Tabel 3.14 Derajat Nyeri Gerak Aktif Kasus II……………………… 73
Tabel 3.15 Lingkup Gerak Sendi Pasif Kasus II…………………….. 73

xii
Tabel 3.16 End Feel Kasus II………………………………………… 73
Tabel 3.17 Derajat Nyeri Gerak Pasif Kasus II……………………… 73
Tabel 3.18 Evaluasi Kestabilan Lutut Kasus II……………………… 82
Tabel 3.19 Evaluasi Derajat Nyeri Gerak Aktif Kasus II……………. 82
Tabel 3.20 Evaluasi Derajat Nyeri Gerak Pasif Kasus II……………. 83
Tabel 3.21 Evaluasi Lingkup Gerak Sendi Aktif Kasus II………….. 83
Tabel 3.22 Evaluasi Lingkup Gerak Sendi Pasif Kasus II………….. 83
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Peningkatan kestabilan lutut tiap kali melakukan terapi pada cedera

ACL Kasus I…………………………………………………… 85

Grafik 4.2 Peningkatan kestabilan lutut tiap kali melakukan terapi pada cedera

ACL Kasus II…………………………………………………… 86

xiii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini banyak atlet yang mengalami penurunan prestasi olahraga akibat

cedera saat olahraga. Cedera pada anterior cruciatum ligament (ACL) adalah

cedera ligamen yang paling banyak ditemui di lapangan. Kebanyakan diderita oleh

para atlet pada banyak cabang olahraga high-impact. Pada umumnya cedera ACL

dapat terjadi ketika sedang lari kemudian mendadak berhenti lalu berputar arah

sehingga menyebabkan lutut terputar atau melompat dan mendarat dengan posisi

lutut terputar. Dengan cedera ACL pasien akan sulit sekali untuk dapat kembali

melakukan aktifitas olahraga high impact, seperti main bola, futsal, basket, atau

bulu tangkis. (Andre, 2007)

ACL berukuran panjang rata-rata 31 mm dengan lebar 10 mm dan dapat

menahan beban sebesar kurang lebih 226 kg. Cedera yang terjadi pada ACL akan

mengakibatkan kondisi instabil. Atlet yang paling banyak berisiko mengelami

cedera ACL adalah pemain basket, karena kegiatannya banyak menggunakan lutut

sebagai tumpuan. Atlet basket yang terkena cedera ACL harus mendapatkan

tindakan atau penangan yang tepat agar tidak mengalami kesulitan untuk kembali

bermain basket karena instabil pada lutut. Fisioterapi memiliki peran dalam

melakukan tindakan penangan mulai dari memelihara, mengembalikan, dan

mengembangkan gerak serta fungsi sehingga dapat kembali berolahraga dengan

1
optimal. Untuk meningkatkan stabilisasi maka diperlukan metode-metode yang

mengembangkan stabilisasi aktif maupun pasif. (Johnson, 2003)

Salah satu metode untuk mengembalikan stabilisasi yang digunakan oleh

Fisioterapi adalah dengan memberikan latihan dengan metode closed kinetic, yaitu

gerakan lengan, tangan atau tungkai dan kaki berada dalam posisi menumpu berat

badan selama latihan. Latihan jenis ini sangat penting pada tahap permulaan dari

penyembuhan cedera ligamen selama rehabilitasi ataupun setelah program

rekontruksi. Latihan closed kinetic sangat berperan dalam perbaikan struktur

ligamen cruciatum anterior yang mengalami cedera, latihan ini menguatkan

stabilisator aktif sehingga beban yang diterima ACL tidak terlalu berat, sekaligus

memberikan penguatan pada ACL. (Kibler, 2006)

Selain pemberian latihan maka Fisioterapi juga dapat memberikan tindakan

Kinesiotaping yang merupakan teknik untuk memfasilitasi proses penyembuhan

luka dan membantu memberikan stabiliasi aktif maupun pasif dengan memberikan

stimulasi pada otot agar otot tetap bekerja secara optimal.

(Kase, 2005)

Dengan menggabungkan metode closed kinetic dan kinesiotaping dapat

meningkatkan stabilisasi pada lutut. Atas dasar inilah penulis membuat tugas

akhir berjudul “Manfaat Metode Latihan Closed Kinetic dan Kinesiotaping untuk

Meningkatkan Kestabilan Lutut Pasca Cedera Anterior Cruciatum Ligament”.

2
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka pada penderita cedera ACL sering

dijumpai keluhan berupa: ketidakstabilan sendi lutut, nyeri, keterbatasan lingkup

gerak sendi lutut, serta spasme otot sekitar lutut. Dari problematik-problematik di

atas, intervensi fisioterapi yang dapat dilakukan adalah: metode closed kinetic dan

penggunaan kinesiotaping.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang ada, penulisan karya tulis ilmiah akhir

(KTIA) ini, dibatasi pada manfaat metode closed kinetic dan penggunaan

kinesiotaping untuk meningkatkan kestabilan lutut pada kasus cedera ligamen

cruciatum anterior.

D. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah tersebut maka, rumusan masalah pada penulisan KTIA ini

adalah apakah metode closed kinetic dan kinesiotaping dapat meningkatkan

kestabilansendi lutut pasca cedera ACL?

E. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui manfaat metode closed kinetic dan penggunaan

kinesiotaping untuk meningkatkan kestabilan lutut pasca cedera ACL.

2. Tujuan khusus

a. Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan tentang

pelaksanaan fisioterapi dengan metode closed kinetic dan

3
penggunaan kinesiotaping untuk meningkatkan kestabilan lutut

pasca cedera ACL.

b. Untuk mengetahui mekanisme peningkatan kestabilan lutut pasca

cedera ACL dengan metode closed kinetic dan penggunaan

kinesiotaping.

F. Terminologi Istilah

1. Cedera

Cedera adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh yang

dikarenakan suatu paksaan atau tekanan fisik maupun kimiawi.

2. Closed Kinetic

Latihan yang dimana bertujuan untuk menguatkan otot agonis dan

antagonis secara bersamaan dan merupakan latihan yang lebih fisiologis dan

fungsional untuk persendian anggota distal. (Kibler, 2006)

3. Kinesiotaping

Kinesiotaping adalah metode rehabilitasi untuk menstabilkan otot dan

sendi yang terluka dan melancarkan peredaran darah serta aliran limfe

sehingga mengurangi nyeri pada proses penyembuhan tanpa membatasi

gerakan tubuh. (Kase, 2005)

4
BAB II KAJIAN TEORI

A. Anatomi, Fisiologi, dan Biomekanik

Lutut adalah sendi engsel, terletak di ujung tulang paha (femur) memenuhi

bagian atas tulang kering (tibia). Empat ligamen utama yang menghubungkan dua

tulang: (Netter, 2003)

1. Medial Colateral Ligament (MCL) - berjalan di sepanjang bagian dalam

(sisi) dari lutut dan mencegah lutut dari menekuk ke medial.

2. Lateral Colateral Ligament (LCL) - berjalan sepanjang bagian luar

(samping) dari lutut dan mencegah lutut dari membungkuk ke luar.

3. Anterior Cruciatum Ligament (ACL) - terletak di tengah-tengah lutut.

Ini mencegah tibia tergelincir di depan tulang paha, dan memberikan

stabilitas rotasi lutut

4. Posterior Cruciatum Ligament (PCL) - bekerja dengan ACL. Ini

mencegah tibia dari geser mundur bawah tulang paha.

6
Gambar 2.1. Anatomi lutut

A. Ligamenum cruciatum posterius.

B. Ligamenum collaterale mediale/tibiale

C. Meniscus medialis

D. Insertio anterior menisci medialis

E. Ligamenum transversum genus

F. Tibiae

G. Fibulae

H. Ligamenum cruciatum anterius

I. Ligamenum collaterale laterale/fibulare

7
Sendi lutut atau Articulatio Genu merupakan sendi yang terbesar pada tubuh

manusia, sendi ini merupakan sendi engsel, dibentuk oleh beberapa tulang yaitu

tulang femur, tibia, fibula dan patella serta dibentuk oleh tiga persendian yakni

tibiofemoral joint, patellofemoral joint dan tibiofibular joint proximal di mana pada

setiap permukaan sendi dilapisi oleh hyalin cartilage. Aktivitas sendisendi ini

dipengaruhi oleh tenaga lokal dan sendi diatasnya (sendi panggul) dan sendi

dibawahnya yaitu sendi kaki (ankle joint). Sendi lutut ditutup oleh kapsul sendi

yang berfungsi sebagai pertahanan yang penting terhadap kerusakan sendi.

(Netter, 2003)

Perkiraan tekanan selama berjalan 3 kali berat badan diteruskan melalui

lutut. Bagian terbesar dari beban ini adalah pada sisi medial tulang lutut disamping

sisi yang lain. Tekanan aktivitas naik turun tangga 4-5 kali berat badan dan

berjingkat adalah 6-7 kali berat badan. Waktu lari, tekanan ini menjadi 6 kali lipat.

Stres sendi patello femoral besarnya tergantung pada tekanan per unit area kontak.

Tekanan yang besar dengan distribusi pada area yang luas akan menghasilkan

derajat stres sendi yang relative kecil. Tekanan yang besar pada area kontak yang

sempit akan menghasilkan stres sendi yang besar sehingga akan meningkatkan

perubahan degenerasi rawan sendi. Beberapa area kontak patello femoral berubah

dengan fleksi lutut.

1. Struktur tulang (Osteologi)

Sendi Lutut dibentuk oleh bagian distal tulang femur, patella dan bagian

proksimal tulang tibia.

8
Tulang Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh

yang bertugas meneruskan berat tubuh dari tulang coxae ke tibia sewaktu kita

berdiri. Bagian proximal dari tulang ini terdiri dari kaput femoris yang bersendi

dengan acetabulum, kolum femoris dan dua trokhantert major. Ujung distal

tulang femur berakhir menjadi dua condilus yaitu epicondylus medialis dan

epycondylus lateralis yang bersendi dengan tibia.

Tulang Tibia yang terbesar merupakan tulang kuat satu-satunya yang

menghubungkan antara femur dan pergelangan kaki dan tulang-tulang kaki,

serta merupakan tulang penyangga beban. Bagian proximal tulang ini bersendi

dengan kondilus femur dan bagian distal bersendi dengan talus.

Patela merupakan tulang sesamoid terbesar pada tubuh manusia. Tulang

ini berbentuk segitiga yang basisnya menghadap ke proksimal dan apex atau

puncaknya menghadap ke distal. Tulang ini mempunyai dua permukaan, yang

pertama menghadap ke sendi fasies artikularis dengan femur dan yang kedua

menghadap ke depan fasies anterior. Fasies anterior dapat dibagi menjadi tiga

bagian dan bergabung dengan tendon quadriceps. Pada sepertiga atas

merupakan tempat pelekatan tendon quadriceps, pada sepertiga tengah

merupakan tempat beradanya saluran vaskuler dan pada sepertiga bawah.

2. Artikulasio

9
Sendi lutut dibentuk oleh tiga persendian yaitu; tibiofemoraljoint,

patellofemoral joint, dan proksimal tibiofibular joint yang ditutupi oleh kapsul

sendi.

a. Tibio Femoral Joint

Merupakan sendi dengan jenis sinovial hinge joint/sendi

engsel yang mempunyai dua derajat kebebasan gerakGerak

flexiextensi terjadi pada bidang sagital disekitar axis medio-lateral,

dan gerak rotasi terjadi pada bidang tranversal disekitar axis vertical

(longitudinal).

b. Patello Femoral Joint

Merupakan sendi dengan jenis modified plane joint dan

terletak diantara tulang femur dan patela. Sendi ini berfungsi

membantu mekanisme kerja dan mengurangi friksion quadriseps.

gliding patella pada femur yang meningkatkan efisiensi kerja otot

quadriceps. Gerak geser patella terhadap femur mengikuti pola ulur

gerak lurus melengkung ke medial lurus. Gerak geser patella ke

proksimal dan ke distal saat ekstensi dan fleksi. Saat ekstensi disertai

gerak geser patella ke medial hingga kembali lurus.

c. Proksimal Tibiofibular Joint

Merupakan sendi dengan jenis plane sinovial joint yang

terbentuk antara kaput fibula dengan tibia. Dilihat dari segi

fungsional sendi ini lebih cenderung termasuk ke dalam persendian

ankle karena pergerakan yang terjadi dilutut merupakan pengaruh

10
gerak ankle ke arah kranial dorsal. Arthrokinematik dari sendi ini

terdiri atas gerak geser ke cranial dan dorsal saat ankle joint pada

saat melakukan dorsi fleksi.

3. Ligamen

Ligamen merupakan stabilisasi pasif pada struktur tulang itu sendiri.

Ligamen berdiri sendiri dan merupakan penebalan dari tunica fibrosus.

Stabilisator pasif sendi lutut terdiri dari beberapa ligamen yaitu ligamen

collateral, ligamen cruciatum, ligamen transversum genu yang berkelompok

dalam satu group disebut ligamen ekstra kapsular, sedangkan ligamen obliqum,

ligamen poplitea arkuatum dan ligamen patella disebut ligamen

kapsular.

Ligamen cruciatum memegang peranan sebagai stabilitas utama sendi

lutut dimana ligamen cruciatum anterior membentang dari bagian anterior tibia

melekat pada bagian lateral kondilus lateralis femur yang berfungsi sebagai

penahan gerak translasi os tibia terhadap os femur kearah anterior mencegah

hyperekstensi lutut dan membantu saat rolling dan gliding sendi lutut.

Sedangkan ligamen cruciatum posterior merupakan ligamen terkuat

dari sendi lutut. Ligamen ini berbentuk kipas membentang dari bagian posterior

tibia kebagian depan atas dan melekat pada kondilus medialis femur, ligamen

ini berfungsi sebagai penahan gerak translasi os tibia terhadap os femur kearah

posterior.

Ligamen collateral berfungsi sebagai penahan berat badan baik dari

medial maupun lateral. Arah ligamen collateral lateral dan medial akan

11
memberikan gaya yang bersilang sehingga akan memperkuat stabilitas sendi

lutut terutama pada posisi ekstensi. Ligamen collateral medial terletak lebih

posterior dipermukaan medial sendi tibiofemoral, seluruh ligamen collateral

medial menegang pada gerakan full ROM ekstensi lutut. Ligamen collateral

lateral membentang dari permukaan luar kondilus lateralis femoris kearah

caput fibula, dalam gerakan fleksi lutut ligamen ini melindungi sisi lateral lutut.

Ligamen transversum genu terletak dibagian ventral dan

menghubungkan kedua insertio dari kedua meniscus lateral dan medial.

Ligamen poplitea arkuatum berasal dari bagian dorsal kapitulum fibula pada

bagian lateral yang kemudian melengkung kemedio kranial berbentuk arkus

dan terletak dibagian cranial tendon m. Popliteus.

Ligamen patella membentuk dinding pada bagian depan kapsul

artikularis dan melekat erat pada kapsul artikularis, sehingga disebut ligamen

kapsular.

4. Otot-Otot Sendi Lutut

Bagian lain dari struktur sendi lutut yang perlu dipahami adalah otot.

Ada banyak otot yang terdapat disekitar sendi lutut. Meskipun ada di antara

otot-otot itu yang tidak berperan langsung sebagai penggerak sendi lutut namun

otot-otot itu berfungsi sebagai stabilisasi dinamik. Sesuai dengan

osteokinematiknya, otot penggerak sendi lutut dibagi dalam kelompok fleksor

dan kelompok ekstensor.

1) Otot ekstensor lutut

12
m. quadriceps terdiri atas 4 otot, yaitu :

m. rectus femoris,m. vastus medialis,m. vastus lateralis,m. vastus

intermedius

Tabel 2.1 Kelompok otot ekstensor lutut


Nama Otot Perlekatan Persarafan

m. rectus femoris Origo : Anterior inferior iliac Saraf tepi : N.

spine, terletak di atas posterior Femoralis

brim acetabulum. Akar saraf : L2

Insersio : Base of patella dan – L4

melewati lig. Patellae sampai ke

tuberositas tibiae.

m. vastus lateralis Origo : Trochanter mayor Saraf tepi : N.


femur, intertrochanter line,
linea aspira, tuberositas gluteal. Femoralis
Insersio : Batas lateral patella
dan melewati lig. Patellae Akar saraf : L2
sampai ke tuberositas tibia.
– L4

13
m. vastus medialis Origo : intertrochanter line, Saraf tepi : N.
linea aspira, medial
supracondylair line femur Femoral
Insersio : atas medial patella
dan melalui lig. Patellae sampai Akar saraf : L2
ke tuberositas tibiae
– L4

m. vastus intermedius Origo : Permukaan anterior dan Saraf tepi : N.


lateral 2/3 atas femur Insersio :
Base of Patella dan melalui lig. Femoral
Patellae sampai ke tuberositas
tibiae Akar saraf : L2

– L4

23

2) Kelompok Fleksor

Terdiri dari 3 otot yang disebut dengan m. hamstring.

Ketiga otot tersebut adalah :

Tabel 2.2 Kelompok otot fleksor lutut.


Nama Otot Perlekatan Persarafan

m. biceps femoris Origo : Saraf Tepi : Tibial

Long Head : Tuberositas Ischial portion nerveus

Short head : Lateral lip linea aspira sciatic


femur dan lateral intermuskular
septum Akar saraf : L5, S1,

S2

14
Insersio : Aspek lateral head of

Fibula

m. semitendinosus Origo : Tuberositas Ischial Saraf Tepi : Tibial

Insersio : Aspek proksimal portion nerveus

permukaan medial tibiae sciatic

Akar saraf : L5, S1,

S2

m. semimembranosus Origo : Tuberositas ischial Saraf Tepi : Tibial

Insersio : Condylus medialis tibia Portion nerveus

sciatic

Akar saraf : L5, S1,

S2

3) Kelompok Otot Pes Anserinus

Pes anserinus merupakan otot yang sangat penting untuk stabilisasi aktif lutut

bagian medial. Pes anserinus terdiri atas :

a) m. sartorius

Berasal dari spina illiaca anterior dan berjalan miring melewati paha

dalam fascianya menuju ke pes anserinus superficial dan diletakan pada fascia

cruralis dan medialis terhadap tuberositas tibia. M.Sartorius bekerja pada dua

15
sendi, sebagai fleksor pada sendi lutut dan bila bila lutut fleksi, bersama-sama

dengan otot lain pes anserinus berfungsi sebagai rotator medialis tungkai

bawah. Selain itu juga sebagai flexor pada sendi panggul. Berdasarkan

jalanya otot tersebut juga berfungsi sebagai rotator lateralis pada sendi

panggul. M Sartorius dipersarafi oleh N.Femoralis (L2-L3).

b) m. gracillis

Berasal dari shympysis dari ramus inferior ossis pubis dan hanya

kelompok otot-otot adduktor bekerja pada dua sendi, otot ini membentang

sampai sejauh fascies medialis tibiae yang berinsertio bersama dengan M

Semitendinosus dan M Sartorius sebagai pes anserinus superficialis otot ini

terletak paling medialis langsung dibawah permukaan dan bila paha adduksi

tampak jelas gambaran lengkunganya dibawah kulit.

Bila lutut dilakukan ekstensi M Gracillis bekerja sebagai adduktor

paha dan pleksor sendi panggul begitu juga dapat melakukan fleksi sendi

lutut. Pada daerah pes anserinus diantara tiga tendo insertio otot tersebut dan

tibia selalu terdapat bursa yaitu bursa anserina, M gracillis dipersarafi oleh

N.Obturatorius r.Anterior (L2-L4).

c) m. semitendinosus

Berasal dari tuber ischiadicum dan berjalan ke fascies medialis tibiae

bersama-sama dengan M Gracilis dan M Sartorius untuk bergabung dengan

pes anserinus superficialis.

Disini juga terdapat bursa anserina diantara permukaan tibia dan

terdapat perlekatan pada pes anserinus. Otot ini bekerja pada dua sendi,

16
ekstensi pada sendi panggul dan fleksi pada sendi lutut dari rotasi medialis

tungkai bawah.

d) m. tensor fascia lata

Berasal dari daerah spina illiaca anterior superior dan membentang

kedistal sampai trochanter major terus ke tractus illiotibialis, berinsertio

pada condylus lateralis tibiae. Otot menekan caput femoralis ke

acetabulum. Otot ini juga sebagai fleksor, rotator medialis dan

abduktor,serta membantu berkasberkas anterior M Gluteus medius dan M

Gluteus minimus.Mtensor fascia lata dipersarafi oleh N.Gluteus Superior

(L4-L5).

e) m. gastrocnemius

Berasal dari bagian proksimal condylus medialis femoris dengan caput

medial dan caput lateral disebelah proksimalis condylus lateralis femoris.

Beberapa serabut dari caput medial dan caput lateral juga berasal dari

capsula articularis sendi lutut. Kedua caput tersebut berjalan kedistalis,

memebentuk batas inferior fossa poplitea dan bergabung dengan tendo m.

soleus Otot-otot tersebut berinsertio pada tuber calcanei. Pada saat lutut

fleksi m. gastrocnemius memendek. Oleh karena itu m. gastocnemius

sangat penting pada proses berjalan yang tidak hanya berperan

mengangkat tumit juga pada fleksi sendi lutut.

5. Biomekanik Sendi Lutut

a. Osteokinematika sendi lutut

17
Osteokinematika merupakan gerak sendi yang dipandang dari

gerakan tulangnya dan merupakan gerakan fisiologis sendi. Lutut termasuk

dalam sendi ginglimus (hinge joint) dan mempunyai dua derajat kebebasan

gerak. Gerakan fleksi ekstensi terjadi pada bidang sagital disekitar axis

medio-lateral dan rotasi terjadi pada bidang transversal disekitar axis

vertical (longitudinal). (Sugijanto, 2010)

Osteokinematik yang memungkinkan terjadi dalam gerakan fleksi

dan ekstensi pada bidang sagital dan lingkup gerak sendi untuk gerakan

fleksi umumnya sekitar 130º-140º dengan soft end feel. Dengan posisi

hiperekstensi berkisar antara 5º-10º dalam batas normalnya dengan hard end

feel.Gerakan rotasi terbesar terjadi pada posisi lutut fleksi 90º dimana

gerakan memutar kedalam (medial rotasi) 15º-30º dengan elastic end feel

sedangkan putaran keluar (lateral rotasi) 40º-45º pada posisi awal, mid

posisi dengan elastic end feel.Incongruence dan asymetris dari sendi

tibiofemoral dikombinasikan dengan aktivitas otot dan penguluran ligamen

akan menghasilkan gerakan rotasi secara otomatis. Gerak rotasi yang terjadi

secara otomatis ini terdapat secara primer pada gerak ekstensi penuh sebagai

gerak perhentian dari kondilus lateral yang lebih panjang. Selama akhir dari

ROM gerak ekstensi aktif, rotasi yang terjadi seperti penguncian dari lutut.

(Sugijanto, 2010)

b. Arthrokinematik Sendi Lutut

Arthrokinematika adalah gerakan pada permukaan sendi yang

disebut juga joint play movement. Pada kedua permukaan sendi lutut

18
pergerakan yang terjadi meliputi gerakan sliding dan rolling, maka di sini

berlakulah hokum konkaf-konveks. Hukum ini menyatakan bahwa “jika

permukaan sendi cembung (konveks) bergerak pada permukaan sendi yang

cekung (konkaf) maka pergerakan sliding dan rolling berlawanan dan jika

permukaan sendi cekung bergerak pada permukaan sendi cembung maka

gerakan sliding dan rolling searah”. Pada permukaan femur cembung

(konveks) bergerak, maka gerakan sliding dan rolling berlawanan kedepan,

untuk gerakan ekstensi, kondilus femoralis rollingnya ke anterior dan

sliding ke arah posterior, sedangkan gerakan fleksi dengan weight bearing

kondilus femoralis rolling kearah posterior dan sliding kearah anterior.

Meniscus mengikuti gerakan rolling tersebut dengan bergerak kearah

posterior saat fleksi. Pada permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, fleksi

ataupun ekstensi menuju kedepan (ventral).

(Sugijanto, 2010)

Patella bergeser kearah superior saat ekstensi dan bergeser ke

inferior saat fleksi. Beberapa gerak rotasi patella dan tilting terjadi yang

berhubungan dengan gerak sliding saat fleksi dan ekstensi.

c. Alignment patella

Alignment normal dari patela adalah dengan sudut Q 150. Sudut Q

adalah sudut yang dibentuk oleh 2 buah garis, yang pertama dari SIAS

(Spina Iliaca Anterior Superior) sampai pertengahan patella, garis kedua

berasal dari tubercle tibial sampai pertengahan tibia.Sudut Q

menggambarkan alur lateral. Patella bergerak pada suatu lintasan yang

19
dangkal (atau jalur) diantara kondilus femoral, kalau lintasan ini terlalu

dangkal patella akan mudah berdislokasi dan kalau jalurnya salah kartilago

artikularis patela mengalami kehausan.

Salah satu fungsi patella yang penting adalah meningkatkan daya

ekstensi. Tendon patela berinsersio kedalam kutub atas patela. Tendon ini

sejajar dengan batang femur, sementara ligamen patella sejajar dengan

batang tibia. Karena sudut diantara keduanya (sudut Q), kontraksi

quadriceps akan menarik patella ke lateral seandainya tidak ada m. vastus

medialis yang melintang. Sehingga keseimbangan tarikan dari masing-

masing otot sangat penting dalam menjaga alur patela.

Perubahan sudut Q, dimana sudut normalnya adalah 130 sampai 180

. Sudut Q normal untuk pria adalah 130 dan untuk wanita 180 dalam posisi

lutut lurus. Sudut yang kurang dari 130 dapat mengindikasikan adanya

patella alta. Sudut Q yang lebih besar dari 180 dapat mengindikasikan

adanya chondromalacia patella, subluksasi patella, atau genu valgum

dimana dapat dikategorikan keadaan abnormal pada alur

patella.Malalignment dan problem penjajaran patella bisa disebabkan

oleh: (Knudson, 2007)

1) Peningkatan sudut Q. Hal ini bisa saja terjadi dari genu valgum,

patela alta, pronasi kaki, labar pelvis, peningkatan anteversion

femoral, atau torsi eksternal tibia.

2) Tightness/ tegang otot dan fascia. Ketegangan iliotibial band dan

retinaculum lateral menghambat gerak luncur patela ke medial.

Ketegangan plantar fleksor ankle

20
3) Kelemahan capsul retinaculum medial atau otot vastus medial

obliqus. Kelemahan otot VMO mungkin disebabkan oleh disus

karena sendi bengkak atau nyeri, mempermudah penurunan

stabilitas medial.

4) Kompresi permukaan posterior patela terhadap femur lebih

meningkat setelah 300 fleksi lutut. Mendekati 300; mendekati

berat tubuh, tekanan meningkat lebih 3 kali berat badan tubuh

selama climbing dan 8 kali berat tubuh selama berjongkok

danaktivitas yang menekuk lutut.

d. Analisis Gerak Sendi Lutut

1) Gerak pasif fleksi

Posisi terlentang hip fleksi 90º, dengan ROM 0º-160º dengan soft end

feel oleh penekanan jaringan lunak, dapat ditambah valgus dan rotasi

pada fleksi penuh, traksi tibia ke distal searah as longitudinal dan

translasi tibia ke posterior

2) Gerak pasif hyperekstensi

Posisi terlentang, ROM 0º-10º hard end feel oleh pembatas tulang,

penguncian dengan rotasi eksternal, terjadi gerak valgus, translasi tibia

ke anterior.

3) Gerak pasif rotasi medial tibia dalam fleksi

21
ROM 30º-35º dengan elastic end feel dengan ketegangan ligamen,

posisi telungkup 90 knee fleksi, posisi duduk pinggir bed 90 knee fleksi.

4) Gerak pasif rotasi lateral tibia dalam fleksi

ROM 45-50 dengan elastic end feel, posisi telungkup 90 knee fleksi,

posisi duduk pinggir bed 90 knee fleksi.

5) Isometrik knee fleksi

Posisi terlentang 60 knee fleksi, gerak lutut menekuk, oleh m. hamstring

dan m.gracilis, m. sartorius, m. popliteusdan m. gastroknimeus.

6) Isometrik knee ekstensi

Posisi terlentang knee semi fleksi gerak lutut lurus oleh m. Quadriceps.

7) Isometrik rotasi external

Posisi terlentang 90 knee fleksi, posisi duduk pinggir bed 90 knee fleksi,

gerak rotasi tibia ke lateral oleh m. sartorius, m. semitendinosus, m.

semimembranosus, m. gracilis dan m. popliteus.

8) Isometrik rotasi internal

Posisi terlentang 90 knee fleksi, posisi duduk pinggir bed 90 knee fleksi,

gerak rotasi tibia ke medial m. bicepas femoris dan m. tensor fascia

latae.

B. Cedera Anterior Cruciate Ligamen (ACL)

1. Definisi Cedera Anterior Cruciate Ligamen

22
Anterior Cruciate Ligamen (ACL) adalah ligamen yang menempel

pada sendi lutut bagian anterior memberikan sokongan yang kuat yang

mencegah tulang tibia meleset ke depan melawan tulang femur. ACL

(Anterior Cruciate Ligamen) berasal dari kata crux yang artinya (menyilang)

dan crucial (sangat penting). Cruciate ligamen saling bersilangan satu sama

yang lain menyerupai huruf X. Ligamen ini longgar ketika knee join flexi dan

tegang ketika ekstensi penuh. ACL adalah stabilisator untuk knee joint pada

aktivitas pivot. ACL berukuran besar sebesar jari kita dan panjangnya rata-rata

38mm dan lebar rata-rata 10mm, dan dapat menahan tekanan seberat 500 pon

atau sekitar 226kg. (Johnson, 2003)

ACL adalah ligamen paling sering mengalami cidera pada lutut.

Penyebab utamanya terjadinya ACL adalah aktivitas olahraga. Olahraga yang

sering menyebabkan cedera adalah olahraga dengan posisi foot terfiksir dan

badan berubah arah dengan cepat, misalnya pada pemain sepak bola atau

basket.Cedera anterior cruciatum ligamen adalah over-stretch atau robeknya

ligamen anterior (ACL) di lutut. Robekan mungkin parsial atau lengkap.

Cedera ACL sering terjadi dengan cedera lainnya. Contoh klasik

adalah ketika ACL robek bersamaan dengan cedera baik MCL maupun

meniskus medial (salah satu shock-absorber kartilago di lutut). ini adalah jenis

cedera yang sering terjadi pada pemain sepak bola dan pemain ski.

Pada orang dewasa biasanya terjadi cedera ACL di tengah ligamen atau

karena tertariknya ligamenum dari tulang femur. Cedera ini tidak sembuh

dengan sendirinya. Sedangkan pada anak lebih mungkin terjadinya tarikan

pada ACL dengan kondisi ligamen yang masih menempel. Cedera ini dapat

23
sembuh dengan sendirinya, ataupun memerlukan operasi untuk memperbaiki

tulang pada kasus tertentu.

Beberapa orang dapat hidup dan berfungsi secara normal dengan ACL

yang robek. Namun, kebanyakan orang mengeluh bahwa lutut mereka tidak

stabil, gampang ‘goyang’ dan kesulitan dalam aktivitas fisik. Cedera ACL

yang tidak ditangani dapat menyebabkan awal dari arthritis knee.

Anterior Cruciate Ligament (ACL) merupakan salah satu ligamen

internal pada lutut sebagai stabilisator sendi tibio femoral. Memiliki panjang

sekitar 20mm dan lebar sekitar 10mm. Memiliki origo di Condylus lateralis

femur dan insersionya di tibial pleteau. ACL adalah ligamen kedua yang

paling sering mengalami cedera setelah ligamen Medial Colateral. Fungsi

utama ACL adalah untuk membatasi pergerakan tibia ke arah anterior. Terdiri

dari bundel Anteromedial dan Posterolateral. Bagian posterior akan kontraksi

(tight) saat ekstensi dan bagian anterior akan tight saat fleksi. Jika terjadi

cedera, pasien akan merasakan ketidakstabilan pada lutut saat melekukan

gerakan ekstensi.

2. Klasifikasi Cedera ACL

Cedera pada ACL dapat berupa cedera dari ligamen tersebut

diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan: (Johnson, 2003)

a. Tingkat I / mild Cedera : Yaitu cedera yang paling ringan, dimana

cedera yang terjadi hanya mengenai beberapa serabut otot/tendo,

atau ligamen yang robek dan tidak memerlukan pengobatan, disertai

sedikit pembengkakan.

24
b. Tingkat II / moderate cedera : Cedera yang terjadi adalah robeknya

sebagian besar serabut otot/tendo serta ligamen, dapat sampai

setengah jumlah serabut otot yang robek.

c. Tingkat III / severe cedera : Kadang disebut Complete Rupture

(robek total), yaitu cedera yang terjadi dimana serabut otot/tendon

ataupun ligamen sudah putus.

3. Patofisiologi

Seperti semua ligamen, anterior cruciatum ligamen (ACL) adalah

terdiri dari kolagen tipe I. Ultrastruktur ligamenum adalah dekat dengan

tendon, tapi serat ligamenum lebih bervariasi dan memiliki kandungan

elastin yang lebih tinggi. Ligamen menerima suplai darah mereka dari situs

penyisipan mereka. Para vaskularitas dalam ligamenum adalah seragam,

dan ligamen masing-masing berisi mekanoreceptors dan ujung saraf bebas

yang dihipotesiskan untuk membantu dalam menstabilkan sendi. Avulsi

ligamen umumnya terjadi antara lapisan fibrokartilago unmineralized dan

mineralisasi. Cedera ACL yang umum adalah cedera pada midsubstance.

Jenis cedera ini terjadi terutama karena ligamen transeksi oleh Kondilus

femoralis lateralis berputar. (Rolf, 2007)

4. Etiologi

Cedera ACL mungkin karena cedera langsung atau tidak langsung.

Sebuah pukulan di sisi lutut yang dapat terjadi selama bermain sepak bola,

25
misalnya, dapat menyebabkan cedera ACL. Pada umumnya cedera ACL

dapat terjadi pada saat atlet sedang berlari tiba-tiba mendadak berhenti

kemudian berputar arah sehingga menyebabkan lutut terputar atau lompat

dan mendarat dengan posisi lutut terputar. (Rolf, 2007)

Gerakan berhenti cepat yang dihentakan, dikombinasikan dengan

perubahan arah saat berlari, berputar, pendaratan dari melompat, atau

overextending sendi lutut (disebut hiperekstensi lutut), juga dapat

menyebabkan cedera pada ACL. Adapun jenis olahraga yang dapat

menyebabkan cedera ACL adalah High-impact sports seperti Basket,

sepak bola, dan bermain ski adalah penyebab umum cedera ACL.

Faktor etiologi mencakup fitur anatomis, seperti sudut Q tinggi,

stenosis takik, seorang dengan ACL lebih kecil dari ukuran normal, dan

faktor neuromuskuler (mendarat dengan lengkungan lutut menurun dan

meningkat valgus lutut).

Sekitar 50% cedera ACL seringkali disertai dengan cedera struktur

lainnya dalam sendi lutut seperti kerusakan meniskus (bantalan tulang),

tulang rawan dan ligamen lainnya, hal tersebut dapat terlihat dari hasil

magnetic resonance imaging (MRI). Sebesar 70% cedera ACL terjadi

melalui mekanisme non-kontak dan 30% terjadi karena mekanisme kontak

langsung (terbentur) dengan orang atau benda. (Comfort, Earle, 2010)

Cedera ACL hasil dari cedera noncontact terjadi ketika melambat,

mengubah arah, atau arahan dari melompat. Kontak langsung ke lutut

dengan beban valgus dan rotasi eksternal tibia, seperti cedera kliping,

merupakan mekanisme umum.

26
5. Epidemiologi

Insiden cedera ACL berdasarkan AFL injury report: season 2006

adalah 0.9 cedera baru pada tim permusim dan cidera ini menyebabkan

para pemain sepakbola melewatkan 15.3 permainan/tim/musim. Wanita

lebih cenderung terkena sobek ACL dibanding pria. Penyebab ini tidak

sepenuhnya dipahami, tetapi diperkirakan karena perbedaan dalam

anatomi dan fungsi otot.

ACL adalah ligamen yang paling sering mengalami kerusakan pada

knee joint. Setiap tahun di Amerika Serikat terjadi 250.000 cedera ACL,

atau sekitar 1 dari 3000 populasi. Sekitar sepertiga dari pasien yang

mengalami cedera ACL memerlukan pembedahan,dengan biaya 17.000

dollar amerika serikat per rekonstruksi sehingga diperkiran biaya pertahun

sekitar 1,5 Milyar dollar Amerika serikat.Dengan demikian biaya yang di

keluarkan sangat besar sekali. Sekitar 95.000 pecah ACL. Sekitar 100.000

ACL rekonstruksi dilakukan setiap tahun. Insiden cedera ACL lebih tinggi

pada orang yang aktiv dalam olahraga berisiko tinggi seperti sepak bola,

hoki, basket, lacrosse, senam, gulat, dan voli. Prevalensi lebih tinggi pada

wanita dibanding laki-laki, pada tingkat 2,49,7 kali lebih besar untuk

wanita. (Physioroom, 2011)

6. Manifestasi Klinis

a. Instabil lutut

b. Osteoarthritis lutut

27
c. Meniscus tear

d. Patella dislokasi

7. Gejala Klinis

a. Gejala awal:

b. Pada saat cedera biasanya pasien akan mendengar suara seperti ada

yang patah dalam sendi

c. Terjadi pembengkakan lutut dalam waktu 6 jam dari cedera.

Namun sering, setelah cedera 1-2 hari, pasien dapat jalan seperti

biasa. Keadaan ini bukan berarti ACL sudah sembuh.

d. Pasien sulit mengketensikan lutut (posisi pasien semi fleksi lutut)

hal ini terkait dengan fungsi ACL sebagai stabilisasi lutut dan

mempertahankan posisi ektstensi

e. Nyeri, terutama ketika Anda mencoba untuk meletakkan berat

badan pada kaki yang terluka

Mereka yang hanya memiliki cedera ringan mungkin memperhatikan

bahwa lutut terasa tidak stabil

8. Pertolongan Pertama pada Cedera ACL

a. R : Rest, jaringan yang terkena cidera harus diistirahatkan dalam

kurun waktu tertentu agar mendapat kesempatan untuk sembuh.

Rest atau immobilisasi dapat diberikan dengan elastic bandage,

Soft cast, gips, brace, splinting dll.

28
b. I: Ice, yaitu diberikannya pengobatan dengan es dengen tujuan

untuk menahan vasodilatasi dan agar terjadi vasokonstriksi.

Pemberian kompress es ini lebih baik diberikan dalam waktu 10

menit dengan interval dari pada terus menerus. Seperti telah

diketahui bahwa terapi es yang lama akan menyebabkan

vasokonstriksi setelah itu justru akan terjadi vasodilatasi.

c. C: Compression, yaitu pemberian tekanan yang rata dengan tujuan

untuk mencegah pembengkakan yang berlebih. Compression

diberikan dengan elastic bandage, atau dengan bahan elastis

lainnya misalnya ankle dekker, knee dekker dll.

d. E: Elevation, yaitu menaikkan anggota tubuh yang cidera agar

dapat membantu pengembalian darah ke jantung (venous return).

(Comfort, Earle, 2010)

9. Penegakan Diagnosis

Mendiagnosis robekan ACL dapat dilakukan saat mendengar suara

seperti ada yang patah dalam sendi dan sangat jelas terdengar, seketika itu juga

orang tersebut akan limbung dan terjatuh, namun setelah beberapa saat

kemudian dapat berjalan kembali walaupun dalam keadaan tidak seimbang,

nyeri yang dirasakan membuat sendi lutut sulit digerakkan dan menimbulkan

bengkak. (Rolf, 2007)

Robekan pada ACL mengakibatkan pembengkakan pada lutut dan rasa

sakit yang teramat sangat, pada saat penyelidikan dokter anda akan mencari

tanda-tanda ketidakstabilan pada lutut. Spesial test tersebut adalah dengan

29
memberikan tekanan pada ACL dan akan mendeteksi robekan ligamen. MRI

juga digunakan untuk memastikan robeknya ligamen dan juga untuk melihat

apakah ada bagian lain yang rusak. Banyak pasien dengan robekan ACL mulai

merasa baikan dalam masa beberapa minggu dari tanggal kejadian, mereka

akan merasakan lututnya kembali seperti normal tetapi masalah dengan

ketidakstabilan mungkin masih terasa.

MRI adalah modalitas yang sangat penting guna tercapainya diagnosis

yang tepat. Karena dengan pemeriksaan MRI ligamen di knee joint dapat

terlihat denga jelas sekali. Berdasarkan pengalaman mengerjakan tingkat

keberhasilan sangat tinggi.

Gambar 2.2 MRI (Rolf, 2007)

30
Diagnosis dari ACL robek adalah sangat menantang dalam tahap awal

pasca-cedera ketika masih terdapat nyeri, pembengkakan akut dan muscle

guarding membuat kesan penurunan dalam kelemahan otot (translasi anterior)

terdeteksi. Dengan tidak adanya trauma tulang, suatu efusi langsung

diperkirakan memiliki 72% korelasi dengan beberapa derajat kerusakan ACL.

Selain pemeriksaan lutut standar dan penilaian status neurovaskular, tes

yang dapat membantu diagnosis, jika ditoleransi, adalah tes laci sorong (anterior

drawer test), Lachman dan Ballotement.

a. Anterior Drawer Test

Merupakan tes yang digunakan untuk menegakkan diagnosis adaya

cidera pada ligamen cruciatum pada lutut. Posisi pasien berbaring telentang

dengan hip fleksi 45°, lutut fleksi 90°, dan telapak kaki menempel pada bed.

Terapis duduk di bagian dorsal kaki, handling di tibia, dan memberikan

tarikan ke arah depan (anterior). Tes laci sorong positif jika tibia bergerak

ke depan lebih dari normal. (Gambar 3).

Gambar 2.3. Anterior Drawer Test (Rolf, 2007)

31
b. Test Lachman

Lutut ditempatkan pada 20-30 derajat fleksi. Femur distabilkan

dengan tangan non-dominan. Kekuatan anterior ditempatkan diterapkan

pada tibia proksimal dengan tangan yang dominan. Jumlah translasi tibia

pada tulang paha, dan ketegasan dari ‘end-feel’ harus dibandingkan dengan

lutut kontralateral (Gambar 4).

Gambar 2.4. Test Lachman (Rolf, 2007)

c. Ballotement Test

Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan cairan

di sekitar knee joint. Posisi pasien berbaring telentang dengan lutut

ekastensi. Tangan terapis berada di bagian distal dan proksimal patella.

Lakukan gerakan “Milking” ke arah patella sambil menekannya. Tes

ballotement positif jika patella terasa “mengambang” seperti di dalam air

(Gambar 5).

32
Gambar 2.5. Ballotement Test (Rolf, 2007)

Tes Lachman negatif (sensitivitas 93% dan spesifisitas 99%) adalah yang

terbaik untuk mengesampingkan suatu ruptur ACL. Dia juga menyimpulkan

bahwa, hanya menggunakan nilai-nilai sensitivitas dan spesifisitas, tes Lachman

adalah tes yang lebih baik secara keseluruhan untuk berkuasa baik dalam dan

mengesampingkan ACL ruptur. Tes laci anterior adalah meyakinkan untuk

menyimpulkan kesimpulan yang kuat. Sebuah review sistematis mengidentifikasi

35 penelitian yang menggunakan hasil dari operasi arthroscopic sebagai standar

referensi dan berperan pada keakuratan relatif dari manuver yang paling banyak

digunakan. Sebuah pergeseran Lachman tes atau poros positif bukti kuat dari cedera

33
ACL, dan tes Lachman negatif merupakan bukti yang cukup baik untuk menolak

cedera ini. (Rolf, 2007)

Dalam prakteknya, mengingat keterlambatan dalam presentasi, sebagian

besar masyarakat umum dengan cedera lutut bengkak akut tidak mungkin dapat

digunakan untuk tes provokatif di atas. Oleh karena itu, pemanfaatan tes diagnostik

ini menjadi lebih praktis dalam pengaturan sebuah klinik yang ditinjau setelah

pembengkakan akut telah menetap, biasanya paling tidak 10 hari kemudian.

10. Mekanisme Proses Penyembuhan Luka (Wound Healing Process)

Pada dasarnya, proses penyembuhan luka dibagi menjadi 3 tahap yaitu

fase inflamasi, fase poliferasi dan fase remodeling. Mengerti akan proses

penyembuhan luka mengarahkan fisioterapis untuk membuat perencanaan

fisioterapi dan pemberian treatmen serta exercise pada pada pasien. (Frontera,

2003)

a. Fase Inflamasi

Saat terjadi cedera pada jaringan proses penyembuhan sudah

mulai berlasung. Kerusakan pada jaringan akan menimbulkan respon

awal inflamasi, yakni dengan gejala tampak merah, bengkak,

peningkatan suhu (panas), nyeri, dan tidak menutup kemungkinan

terjadinya penurunan fungsi. Fase inflamasi dibagi menjadi beberapa

tahap yaitu

1) Inflamasi Awal

34
Inflamasi awal dimulai dengan respon celluler yang

mengeluarkan leukosit dan fagositosit ke daerah luka. Respon

vaskluer terjadi spasme vasokontriksi) pada pembuluh darah yang

tidak mengalami cedera dan mengalami vasodiltasi pada

pembuluh darah yang tekena cedera. Hal ini akan terjadi antara

24-36 jam setelah cedera.

Munculnya beberapa zat algogen berupa histamine,

serotonin dan bradikinin setelah cedera. Histamine muncul

akibat dari vasodiltasi vaskuler dan peningkatan

permiabelitas sel. Histmain memberikan sinyal ke otak

bahwa terjadi kerusakan jaringan. Otak merespon histamin

dengan mengeluarkan platelet, proses pembentukan platelet

tersebut dapat memakan waktu 12- 48 jam. Proses inflamasi

awal terjadi sekitar hari ke 2- 4.

2) Inflamasi Kronis

Tak banyak yang dapat dijelaskan saat inflamasi ini,

yang jelas leukosit yang berada diarea cedera digantikan

fungsinya oleh makrofag, limfosit, dan plasma sel. Inflamsi

kronis biasa terjadi terjadi pada hari ke 2-6.

b. Fase Poliferasi

Pada fase ini mulai terjadi rekonstruksi jaringan, resurfacing dan

strength pada luka. Pembetukan jaringan baru yang terdiri dari jar

35
penghubung seperti fibroblast, collagen dan kapiler. Fibroblast akan

membentuk serabut collagen yang nantinya akan menjadi jaringan baru.

Proses poliferasi ini berlangsung pada minggu ke 4-6.

c. Fase remodeling

Pada fase ini terjadi Pembentukan scar formation, regenerasi pembuluh

darah, saraf dan jaringan kulit, regerasi kulit, dan regenrasi

serabutserabut saraf yang pernah rusak. Kekuatan akan pulih sekitar

80% dari total kempampuan. Peningkatan kualitas dan kuantitas semua

jaringan yang telah dikembangkan saat poliferasi juga terjadi pada fase

ini, dengan kata lain, fase ini adalah fase persiapan menuju normal.

Biasanya fase ini memerlukan waktu 3 – 12 minggu untuk

mempersiapkan jaringan yang pernah rusak kembali normal.

11. Intervensi Fisioterapi

a. Metode Closed Kinetic

1) Definisi Closed Kinetic

Latihan yang dimana bertujuan untuk menguatkan otot agonis dan

antagonis secara bersamaan dan merupakan latihan yang lebih

fisiologis dan fungsional untuk persendian anggota distal.

Jenis latihan metode closed kinetic. (Kibler, 2006)

a) One leg stance

One leg stance adalah salah satu metode latihan closed

kinetic, dimana posisi tubuh berdiri dengan menggunakan salah

36
satu tungkai sebagai tumpuan berat badannya. Latihan ini

bertujuan untuk mempertahankan agar tetap seimbang dengan

salah satu kaki tidak menyentuh lantai.

Latihan ini dilakukan selama 20 detik dengan 4 kali

pengulangan setiap sesi latihan.

Gambar 2.6. One leg Stance (Kibler, 2006)

b) One leg stance combination hyper extensi trunk

One leg stance combination hyper extensi trunk adalah salah

satu metode latihan closed kinetic dengan kombinasi latihan

keseimbangan dimana posisi tubuh berdiri dengan menggunakan

satu kaki sebagai tumpuan berat badannya ditambah dengan ada

hiper ekstensi dari vertebra ke arah lateral. Latihan ini dengan

tujuan untuk mempertahankan agar posisi tetap seimbang

dengan kaki tidak menyentuh lantai ditambah dengan adanya

hiperekstensi vertebra.

37
Latihan ini dilakukan selama 20 detik dengan 4 kali

pengulangan setiap sesi latihan.

Gambar 2.7 One leg stance combination hyper extensi trunk

(Kibler 2006)

c) One leg stance combination rotation trunk

One leg stance combination rotation trunk adalah salah satu

metode latihan closed kinetic dengan kombinasi latihan

keseimbangan dimana posisi tubuh berdiri dengan menggunakan

satu kaki sebagai tumpuan berat badannya ditambah dengan ada

gerakan rotasi dari vertebra.

Latihan ini dengan tujuan untuk mempertahankan agar posisi

tetap seimbang dengan kaki tidak menyentuh lantai ditambah

dengan adanya rotasi vertebra.

38
Gambar 2.8 One Leg Stance Combination Rotation Trunk

(Kibler, 2006)

2) Prinsip latihan

Suatu jenis latihan dengan adanya penumpuan pada persendian

khususnya bagian distal.

b. Kinesiotaping

1. Definisi kinesiotaping

Kinesiotaping ditemukan pertama kali pada akhir tahun

1970an oleh seorang chiropractor asal Jepang Dr Kenzo Kase.

Kinesiotaping adalah metode rehabilitasi untuk menstabilkan otot

dan sendi yang terluka dan melancarkan peredaran darah serta aliran

limfe sehingga mengurangi nyeri pada proses penyembuhan tanpa

membatasi gerakan tubuh. Metode ini telah terbukti sukses

menangani berbagai masalah-masalah kesehatan yang berhubungan

dengan otot, sendi, dan dan jaringan ikat lainnya.

39
Kinesiotaping adalah modalitas terapi yang berdasar pada

proses penyembuhan alami.Kemanjuran metode kinesiotaping

terlihat dengan cara mengaktifasi sistem neurologi dan sistem

sirkulasi. (Kase, 2005)

Dasar keilmuan kinesiotaping berasal dari ilmu kinesiologi

yang berfokus pada pentingnya tubuh dan gerakan otot. Dari sinilah

istilah “KINESIO” dipakai. Kinesio disini tidak terbatas pada body

movement akan tetapi juga pada control circulation of venous dan

lymph flows serta body temperature. Perhatian utama ditujukan pada

fungsi otot yang akan teraktifasi sehingga healing proses bisa terjadi.

Dengan menggunakan elastictape yang akan menstimulasi

penyembuhan dari luar. Awalnya taping hanya digunakan untuk

gangguan sirkulasi. Namun dalam 10 tahun terakhir digunakan

untuk kepentingan yang lebih luas.

2. Fungsi Kinesiotaping

Ada 4 fungsi utama kinesiotaping yang telah dilakukan

penelitian tentang efektifitasnya yaitu:

1) Penyokong otot/ membenarkan fungsi otot, seperti:

(a). Meningkatkan kontraksi otot pada otot yang lemah

(b). Mengurangi kelelahan otot

(c). Mengurangi pemanjangan dan kontaksi berlebih pada otot

(d). Mengurangi kram otot dan mencegah cedera pada otot


(e). Meningkatkan ROM

(f). Mengurangi nyeri

40
2) Menghilangkan penyumbatan aliran cairan tubuh

(a). Meningkatkan sirkulasi darah limfa

(b). Mengurangi kelebihan panas dan subtansi kimia pada

jaringan

(c). Mengurangi inflamasi

(d). Mengurangi rasa tidak nyaman dan nyeri pada kulit dan otot

3) Aktivasi sistem analgesik endogeneus

(a). Memungkinkan aktivasi sistem spinal inhibtor

(b). Memungkinkan aktivasi sistem descending inhibitor

4) Mengatasi masalah sendi

(a). Memperbaiki masalah ketidaksimetrisan karena spasme

dan pemendekan otot

(b). Menormalkan tonus otot dan abnormalitas fasia

(c). Meningkatkan ROM

(d). Mengurangi nyeri

3. Mekanisme kerja

Fungsi terutama dari kinesiotaping ini adalah:

a. Memperbaiki sirkulasi di dalam tubuh

Contoh: bengkak, sistem limbic.


b. Mengurangi rasa sakit

Secara singkat efek kinesiotaping di sini dapat dijelaskan dalam 2 hal:

41
a. Stimulasi secara langsung dari rasa sakit ke interneuros

(interneuron) di spinal level ini sesusai dengan Gate control theory

dari

Melzack and wall

b. Di Supra spinal level: inhibitie secara langsung dari efferent

neurones (neuron efferent) dari raticular foramation yang secara

langsung dipengaruhi atau dikontrol oleh fibre-fibre yang tebal – A

beta Fibres.

4. Cara pemakaian

a. Potong dan bentuk kinesiotaping sesuai kebutuhan

b. Buka ujung kinesiotaping, pasang pada daerah yang akan di

pasang. Perhatikan pada saat pemasangan hindari dari over

stretch pada kinesiotaping.

c. Setelah terpasang, kinesiotaping harus tetap di usap dengan

tujuan agar plester melekat dengan benar di kulit.

d. Kinesiotaping ini dapat digunakan dalam jangka waktu

antara 2 hingga 4 hari.

C. Proses Fisioterapi Cedera ACL

42
Dalam melakukan praktek fisioterapi, seorang fisioterapis harus

melakukan asuhan atau proses fisioterapi yang terdiri dari 5 bagian utama, yaitu

sebagai berikut (SK Menkes no. 1363/Menkes/XII/2001):

1. Assesment

a. Anamnesis

1) Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama,

alamat, pekerjaan, hoby, dan diagnosa medis.

2) Riwayat penyakit, meliputi :

(a) Keluhan utama

Merupakan satu atau lebih gejala dominan yang

mendorong penderita untuk mencari pertolongan atau

pengobatan.

(b) Riwayat penyakit sekarang (RPS)

Merinci keluhan dan menggambarkan riwayat penyakit

secara lengkap. Mencakup lokasi, kualitas, waktu, sifat,

faktor-faktor yang memperberat atau memperingan

keluhan, pertolongan sebelumnya, pemeriksaan lain

sebelumnya, pemeriksaan lain sebelumnya, pengaruh

terhadap aktivitas pasien.

(c) Riwayat penyakit dahulu (RPD)

43
Penyakit yang dialami oleh pasien sebelumnya yang

berhubungan dengan keluhan utama pasien.

(d) Riwayat Pribadi

Faktor atau kebiasaan pasien yang berhubungan dengan

penyakit sekarang.

b. Pemeriksaan Fisik

Merupakan pemeriksaan yang terdiri dari:

1) Vital sign

a) Tekanan darah (mm/Hg)

Normal : 100/80 – 120/90 mm/Hg

b) Denyut nadi (x/menit)

Normal : 80-100x/menit

c) Pernapasan (x/menit)

Normal : orang dewasa, 16-20 x/menit

d) Temperatur (oC)

Normal : 36,5 + 0.3oC

e) Tinggi badan (cm)

f) Berat badan (Kg)

g) Tingkat kesadaran

2) Inspeksi

44
Merupakan pemeriksaan dengan cara melihat dan

mengamati, seperti keadaan umum, sikap tubuh, deformitas

daerah lutut, ekspresi wajah, warna kulit, terbagi menjadi

dua :

a) Inspeksi statis, yaitu melakukan inspeksi dimana pasien

dalam keadaan diam.

b) Inspeksi dianamis, yaitu melakukan inspeksi dimana

pasien dalam keadaan bergerak.

3) Palpasi

Adalah cara pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan

memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui adanya

spasme otot, nyeri tekan, suhu local.

4) Pemeriksaan fungsi gerak dasar (PFGD)

a) Pemeriksaan gerak aktif

Merupakan cara pemeriksaan gerak, dengan jalan pasien

diminta untuk menggerakkan lutut secara aktif tanpa

dibantu. Informasi yang diperoleh adalah nyeri gerak

dengan skala VAS, dengan keterangan :nilai 0 : Tidak

nyeri, 1-3 :Nyeri ringan : Secara obyektif klien dapat

berkomunikasi dengan baik, 4-6 : Nyeri sedang.

45
Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,

dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat

: Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi. 10 : Nyeri sangat

berat: Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,

memukul. Lingkup gerak sendi aktif diukur dengan

goniometer dengan metode penulisan ISOM

(Internasional Standard Operatif Measurement),

kekuatan otot diukur dengan MMT (Manual Muscle

Test).

b) Pemeriksaan Gerak Pasif

Merupakan pemeriksaan gerak tanpa usaha dari klien

untuk menggerakan anggota geraknya atua bersifat pasif,

melainkan gerakan dilakukan oleh terapis pada

penderita. Informasi yang diperoleh adalah end feel,

lingkup gerak sendi pasif, provokasi nyeri. End feel

normal/fisiologis dan patologis adalah, hard, soft, elastis,

springy, firm, boogy soft, (oedema), bony block.

46
c) Pemeriksaan Gerak Isometrik melawan tahanan Suatu

cara pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh penderita

secara aktif sementara terapis memberikan tahanan yang

berlawanan, arah dari gerakan yang dilakukan oleh

penderita. Informasi yang didapat dari pemeriksaan

adalah kekuatan otot provokasi nyeri

muskulotendinogen.

5) Pemeriksaan kognitif , intrapersonal dan interpersonal :

a) Kognitif :

Berupa ungatan/memori pasien mengenai riwayat

panyakitnya

b) Intrapersonal :

Berupa kemampuan pasien untuk mengikuti intruksi dari

terapis

c) Interpersonal :

Kemampuan diri pasien untuk berinteraksi dan

berkomunikasi dengan terapis dan lingkungan sekitar.

6) Pemeriksaan fungsional dan lingkungan aktifitas:

a) Fungsional dasar

Meliputi aktifitas fungsional dasar dalam aktifitas sehari

– hari, yaitu : mandi, berpakaian, makan, toileting, dan

transfer.

47
b) Fungsional aktifitas

Meliputi aktifitas fungsional yang melibatkan sendi

leher, yaitu : menengadah (melihat ke atas), menunduk,

menengok ke kiri atau ke kanan, membaca dalam posisi

menunduk serta menulis.

c) Lingkungan aktifitas

Lingkungan sekitar pasien yang dapat mempengaruhi

keadaa pasien, yaitu dirumah, atau lingkungan kerja

pasien.

7) Pemeriksaan Tambahan / Penunjangan

Dapat berupa hasil laboratorium, pemeriksaan roentgen

MRI, CT-Scan, dan lain – lain.

8) Pemeriksaan khusus (specific test)

Adapun pemeriksaan spesifik pada cedera Anterior

Cruciatum Ligamen, yaitu:

a) Anterior Drawer Test

Merupakan tes yang digunakan untuk menegakkan

diagnosis adaya cidera pada ligamen cruciatum pada

lutut. Posisi pasien berbaring telentang dengan hip

fleksi 45°, lutut fleksi 90°, dan telapak kaki

menempel pada bed. Terapis duduk di bagian dorsal

kaki, handling di tibia, dan memberikan tarikan ke

48
arah depan (anterior). Tes laci sorong positif jika tibia

bergerak ke depan lebih dari normal.

b) Tes Lachman

Lutut ditempatkan pada 20-30 derajat fleksi. Femur

distabilkan dengan tangan non-dominan. Kekuatan

anterior ditempatkan diterapkan pada tibia proksimal

dengan tangan yang dominan. Jumlah translasi tibia

pada tulang paha, dan ketegasan dari ‘end-feel’ harus

dibandingkan dengan lutut kontralateral.

2. Problematik Fisioterapi

Problematik fisioterapi berisikan tentang keluhan pasien yang

berhubungan dengan kondisi penyakitnya, yang mencakup impairment

(gangguan/kelemahan). Functional limitation (keterbatasan fungsional),

disability (ketidak mampuan), dan syndrome yang ditemui saat

pemeriksaan.

3. Diagnosa Fisioterapi

Merupakan suatu pernyataan yang berisikan problematik pasien

hubungannya dengan sistem terkait, dapat pula disebutkan nama penyakit

atau kondisi medisnya. Diagnosa fisioterapi berupa pernyataan disfungsi

gerak yang mencakup impairment (gangguan/kelemahan). Functional

49
limitation (keterbatasan fungsional) disability (ketidak mampuan), dan

syndrome.

4. Perencanaan Program Fisioterapi (Planning)

a. Tujuan terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Tujuan jangka pendek

Berkaitan dengan keluhan utama pasien atau hal – hal yang

bersifat penting yang merupakan prioritas masalah.

2) Tujuan jangka panjang

Merupakan hasil akhir yang diharapkan dalam gangguan

gerak dan fungsi yang terjadi pada pasien.

b. Menentukan rencana intervensi modalitas fisioterapi

Rencana intervensi merupakan berbagai pelayanan fisioterapi

yang direncanakan untuk dilaksanakan dalam mengatasi problematik

fisioterapi yang muncul, yaitu meliputi :

1) Modalitas alternatif

Merupakan semua modalitas yang dapat diaplikasikan atau

diterapkan untuk mengatasi problematik yang ada.

2) Modalitas terpilih

Yaitu modalitas yang sangat tepat, efektif dan efesien dalam

mengatasi problematik pasien untuk mencapai tujuan terapi.

3) Modalitas yang dilaksanakan

50
Intervensi yang karena situasi dan kondisi yag tidak

memungkinkan atau ketidaktersediakannya metodologi/modalitas

yang diharapkan.

c. Rencana Evaluasi

1. Evaluasi rutin / sesaat :

Objek yang dievaluasi adalah vital sign meliputi BP dengan standar

ukur sphigmomanometer (mmHg), HR dengan standar ukur per

menit (60 - 80 x / menit), RR dengan standar ukur per menit (16 - 20

x / menit), suhu dengan standar ukur termometer (36,5º C-37º C). Di

evaluasi sebelum dan setelah melakukan terapi.

2. Evaluasi periodik :

Objek yang dievaluasi adalah nyeri dengan standar ukur skala nyeri

VAS, spasme otot dengan palpasi, kekuatan otot diukur dengan

MMT, lingkup gerak sendi dengan menggunakan goniometri.

Dilakukan evaluasi periodik setelah 3x terapi.

3. Evaluasi kumulatif :

Objek yang dievaluasi adalah Vital sign, nyeri dengan standar ukur

skala nyeri VAS, spasme otot cervical dengan palpasi, kekuatan otot

diukur dengan MMT, lingkup gerak sendi dengan menggunakan

goniometri. Di lakukan evaluasi kumulatif setelah 5x terapi.

c. Prognosis

51
1. Quo et Vitam

Suatu ramalan yang memprediksikan apakah dengan

penyakit yang diderita dapat menimbulkan kematian atau tidak

bagi pasien.

2. Quo et Sanam

Suatu ramalan yang memprediksikan apakah dengan

penyakit yang dideritanya pasien dapat sembuh atau tidak.

3. Quo et Fungsionam

Suatu ramalan yang memprediksikan dari segi fungsional

gerak, apakah dengan penyakit yang dimilikinya pasien

nantinya dapat mandiri atau tidak.

4. Quo et Cosmeticam

Suatu ramalan yang memprediksikan dari segi estetika,

apakah dengan penyakit yang dimilikinya pasien baik atau tidak

5. Pelaksanaan Program Fisioterapi (intervensi)

Pelaksanaan program fisioterapi berdasarkan rencana yang sudah

disusun, yang meliputi :

a. Implementasi program

Menerapkan/melaksanakan apa yang sudah direncanakan dalam

tahap planning (perencanaan). Dapat juga diberikan berupa program

fisioterapi yang dapat dilakukan oleh pasien dirumah sebagai home

program, selain itu nasehat atau anjuran dan larangan sebagai edukasi

52
kepada pasien dapat diberikan untuk membantu mempercepat proses

penyembuhan pasien.

b. Modifikasi program

Adalah suatu upaya yang dilakukan apabila tujuan yang

diharapkan pada tahap planning tidak tercapai dengan baik setelah

program fisioterapi dilaksanakan. Modifikasi ini dapat berupa

modifikasi terhadap jenis intervensi fisioterapi, dosis, dan tata urutan /

prosedur.

6. Evaluasi / Re-evaluasi / Re-assesment

Dilakukan sejauh mana keberhasilan program dan intervensi

fisioterapi.

a. Kriteria pemberhentian tindakan terapi, yaitu :

1) Discharge

Merupakan proses pengakhiran pelayanan fisioterapi yang telah

diberikan selama satu episode, bila tujuan telah tercapai.

2) Discontinuation

Merupakan proses pengakhiran pelayanan fisioterapi yang telah

diberikan selama satu episode, oleh kehendak pasien. Pasien tidak

dapat melanjutkan terapi karena komplikasi penyakit, keuangan, dan

lain-lain. Selain itu dapat pula diterapkan sistem rujukan.

b. Dokumentasi

53
Semua proses fisioterapi yang dilakukan pada pasien/klien harus

didokumentasikan untuk tujuan administratif dan perlindungan hukum

(hak tanggung gugat pasien).

54
BAB III

LAPORAN KASUS

Kasus I Nomor MR :

Tanggal Pembuatan Laporan : 14 Maret 2012

Tempat Praktek : Aspac Junior Basketball Jakarta Kondisi


Kasus : FT Musculoskeletal

A. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT

1. Diagnosa Medis : 2. Catatan Klinis :

B. SEGI FISIOTERAPI

1. ASSESMENT FISIOTERAPI

a. Anamnesis / Auto anamnesis

1. Identitas Pasien :
Nama : Tn. MN

Umum : 17 Tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Hobi : Basket

Alamat : Jakarta Timur

2. Riwayat Penyakit :

a) Keluhan Utama : Nyeri lutut sebelah kanan.

55
b) Riwayat Penyakit Sekarang :

Februari 2012 pada saat os latihan basket merasakan timbul

nyeri di bagian lutut kanan, setelah os melakukan gerakan loncat

tiba-tiba saat kaki kanan mendarat tanpa di sadari lutut os

terputar ke arah dalam dengan posisi pergelangan kaki tetap

lurus. Setelah kejadian itu os berlatih / bermain basket

menggunakan knee deker. Os tetap merasakan nyeri pada

lututnya setelah jangka waktu 2 minggu, akhirnya os datang ke

klinik fisioterapi.

Riwayat Pribadi :

Tidak ada

c) Riwayat Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

dengan pasien.

3) Pemeriksaan Fisik :

a) Vital Sign :
(1) Tekanan Darah : 120/80 mmHg

(2) Denyut Nadi : 82 x/menit

(3) Pernapasan : 20 x/menit


(4) Temperatur : 36o c

(5) Tinggi badan : 180 cm

(6) Berat badan : 70 Kg

(7) Tingkat kesadaran : Compos Mentis

56
b) Inspeksi :

(1) Statis : Os tidak tampak pucat, posisi knee valgus.

(2) Dinamis : os datang secara mandiri dan tidak

menggunakan alat bantu. Os datang dengan kaki

sedikit pincang.

c) Palpasi :

(1) Suhu lokal : normal

(2) Tighness pada m. Quadriceps kanan

d) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD) :

(1) Gerak Aktif :

adanya keterbatasan gerak aktif pada sendi lutut kanan dan

terjadi sedikit hiperekstensi pada lutut kanan.

(a) Lingkup Gerak Sendi

Tabel 3.1
Bidang Kanan Kiri Normal
S 5⁰-0⁰-110⁰ 0⁰-0⁰-135⁰ 0⁰-0⁰-135⁰

(b) Kekuatan Otot

Tabel 3.2
Regio Group otot Kanan Kiri
Flexor 5 5
Knee
Extensor 5 5

(c) Derajat Nyeri gerak aktif knee ( VAS )

Tabel 3.3
Derajat Nyeri
Gerak
Kanan Kiri

57
Flexi 4 cm 0

Ekstensi 2 cm 0

(2) Gerak Pasif

(a) Lingkup Gerak Sendi

Tabel 3.4
Bidang Kanan Kiri Normal
S 5⁰-0⁰-120⁰ 0⁰-0⁰-135⁰ 0⁰-0⁰-135⁰

(b) End Feel gerakan Knee.

Tabel 3.5
Endfeel
Sendi Gerakan
Kanan Kiri

Fleksi Springy Soft


Knee
Ekstensi Hard Hard

(c) Derajat Nyeri gerak


pasif knee ( VAS )

Tabel 3.6
Derajat Nyeri
Gerak
Kanan Kiri

Flexi 3 cm 0

Ekstensi 2 cm 0

(3) Gerak Isometrik Melawan Tahanan

58
Pasien mampu melawan tahanan minimal yang diberikan

terapis ke arah gerakan flexi dan ekstensi knee kiri dan kanan

di sertai nyeri terutama pada daerah lutut bagian kanan.

g) Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal :

(1) Kognitif

Os dapat mengingat dan menceritakan kembali awal terjadinya

kejadian dengan baik.

(2) Intrapersonal

Pasien dapat mengikuti instruksi dari terapis dengan baik.

(3) Interpersonal

Pasien dapat berkomunikasi dan berinteraksi baik dengan

terapis dan pasien lainnya.

h) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional dan Lingkungan

Aktivitas :

(1) Fungsional Dasar :

(a) Toileting : mandiri

(b) Dressing : mandiri

(c) Eating : mandiri

(d) Transfering : mandiri

(2) Fungsional Aktivitas :

59
Pasien mengalami gangguan pada waktu melakukan aktivitas

berjalan, berlari dan loncat.

(3) Lingkungan Aktivitas :

Lingkungan di sekitar os mendukung kesembuhan os.

i) Pemeriksaan Khusus ( Spesifik Test )

(1) Test Lachman

Hasil : (+) pada posisi lutut 20-30⁰ fleksi, terjadi hipermobile

ke arah anterior.

(2) Anterior Drawer Test

Hasil : (+) pada posisi lutut 90⁰ fleksi, terjadi hipermobile ke

arah anterior.

j) Pemeriksaan Tambahan

Tidak dilakukan pemeriksaan tambahan.

k) Problematik Fisioterapi

(1) Adanya nyeri gerak fleksi dan ekstensi knee dextra

(2) Adanya tightness pada m. quadriceps dextra

(3) Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi knee dextra

(4) Adanya gangguan fungsional knee dextra

(5) hipermobilitas knee dextra

2. DIAGNOSA FISIOTERAPI

60
Adanya gangguan gerak fungsional tungkai karena adanya hipermobilitas sendi

lutut sehubungan dengan sprain Anterior Cruciatum Ligament.

3. RENCANA PROGRAM FISIOTERAPI (PLANNING)

a. Tujuan

1) Tujuan jangka pendek :

a) Mengurangi nyeri

b) Meningkatkan stabilitas sendi lutut 2) Tujuan jangka

panjang :

Mengembalikan fungsional lutut seoptimal mungkin

b. Modalitas Fisioterapi

1) Modalitas Alternatif

a) Dhiathermy : SWD, MWD dan IRR

b) TENS

c) Massage

d) US

e) Kinesiotaping

f) Close kinetic exercise

2) Modalitas Terpilih

a) Close kinetic exercise

Tujuan : meningkatkan stabilisasi sendi lutut.

Dosis: Frekuensi : 3 kali seminggu

Intensitas : Tahanan maksimal (berat badan os)

61
Time : 10 menit

Repetisi :masing- masing

gerakan 10x pengulangan

One Leg Stance

Gambar 3.1

Persiapan pasien sebelum latihan closed kinetic, pasien

diminta untuk mengangkat tungkai bawah bagian sebelah

kiri ke arah fleksi lutut, sedangkan tungkai bawah bagian

kanan untuk menumpu berat badannya. Pasien diminta untuk

mempertahankan posisinya tersebut selama 20 detik, dengan

10 kali pengulangan dengan di ikuti fase rest selama 5 detik

di sela waktu setiap selesai latihan tersebut.

One Leg Stance Combination Hyperextensi Trunk

62
Gambar 3.2

Persiapan pasien sebelum latihan closed kinetic, pasien

diminta untuk mengangkat tungkai bawah bagian sebelah

kiri ke arah fleksi lutut ditambah atau di kombinasikan

dengan gerakan hiperekstensi trunk, sedangkan tungkai

bawah bagian kanan untuk menumpu berat badannya. Pasien

diminta untuk mempertahankan posisinya tersebut selama 20

detik, dengan 10 kali pengulangan dengan di ikuti fase rest

selama 5 detik di sela waktu setiap selesai latihan tersebut.

One Leg Stance Combination Rotation Trunk

63
Gambar 3.3

Persiapan pasien sebelum latihan closed kinetic, pasien

diminta untuk mengangkat tungkai bawah bagian sebelah

kiri ke arah fleksi lutut, ditambah atau dikombinasikan

dengan melakukan gerakan rotation trunk ke arah lateral dan

medial secara bergantian, sedangkan tungkai bawah bagian

kanan untuk menumpu berat badannya. Pasien diminta untuk

mempertahankan posisinya tersebut selama 20 detik, dengan

10 kali pengulangan dengan di ikuti fase rest selama 5 detik

di sela waktu setiap selesai latihan tersebut.

b) Kinesiotaping

Tujuan: memberikan stabilisasi pada ligament dan otot.

Dosis: Frekuensi: 3 kali seminggu

64
Time: 2-3 hari

Tindakan: Persiapan pasien sebelum latihan untuk

menggunakan kinesiotaping, posisi pasien dengan kaki semi

fleksi 20⁰. Potong kinesiotaping sesuai kebutuhan, bersihkan

bagian lutut yang akan di pasang kinesiotaping agar tetap

merekat dengan baik. Pasangkan kinesiotaping pada bagian

lutut dengan pola atau bentuk huruf U , dari bagian bawah

lutut sampai ke arah paha sisi medial dan sisi lateral.

Gambar 3.4

c. Rencana Evaluasi

1) Evaluasi rutin

a) Setiap kali terapi

b) Obyek : keadaan umum dan vital sign

2) Evalusi periodik

65
a) Setiap 3 kali terapi

b) Obyek : kestabilan lutut, nyeri, tightness, LGS.

3) Evaluasi kumulatif

a) Setelah 5 kali terapi

b) Obyek : kestabilan lutut, nyeri, tightness, LGS.

d. Prognosis:

1) Quo et Vitam : baik


2) Quo et Sanam : baik
3) Quo et Fungsionan. : baik

4. PELAKSANAAN PROGRAM FISIOTERAPI (INTERVENSI)

a. Implementasi

1) Close kinetic exercise

Tujuan: meningkatkan stabilitas sendi lutut.

Dosis : Frekuensi: 3 kali seminggu

Intensitas: Tahanan maksimal.

Time: 10 menit

Repetisi: 10 kali tiap gerakan

2) Kinesiotaping

Tujuan: memberikan stabilisasi pada ligament dan otot.

Dosis: Frekuensi: 3 kali seminggu

Time: 2-3 hari

b. Edukasi dan Home Program

66
1) Pasien di sarankan untuk melakukan latihan yang telah di ajarkan

di rumah. 2) Berenang

3) Static cycle

5. EVALUASI/RE-EVALUASI/RE-ASSESMENT

a. Kestabilan lutut

Tabel 3.7
Jenis Latihan Terapi I Terapi II Terapi III Terapi IV Terapi V

One Leg Stance 20 detik 20 detik 30 detik 40 detik 40 detik

One Leg Stance Combination 20 detik 20 detik 20 detik 30 detik 30 detik


hiperekstensi Trunk

One Leg Stance Combination 20 detik 20 detik 30 detik 30 detik 40 detik

Rotasi Trunk

a. Derajat Nyeri gerak lutut (VAS)

Tabel 3.8
Gerak Aktif Sebelum Terapi Sesudah Terapi
Kanan Kiri Kanan Kiri
Flexi 4 cm 0 2 cm 0
Ekstensi 2 cm 0 1 cm 0
Ket : Setelah dilakukan 5x terapi

Tabel 3.9

67
Gerak Pasif Sebelum Terapi Sesudah Terapi
Kanan Kiri Kanan Kiri
Flexi 4 cm 0 2 cm 0
Ekstensi 2 cm 0 1 cm 0
Ket : Setelah dilakukan 5x terapi

b. LGS Lutut

1) LGS Lutut Aktif

Tabel 3.10
Regio Sebelum terapi Sesudah terapi
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lutut
5⁰-0⁰-110⁰ 0⁰-0⁰-135⁰ 0⁰-0⁰-135⁰ 0⁰-0⁰-135⁰
Ket: setelah dilakukan 5x terapi 2)

LGS Lutut Pasif

Tabel 3.11
Regio Sebelum terapi Sesudah terapi
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lutut
5⁰-0⁰-120⁰ 0⁰-0⁰-135⁰ 0⁰-0⁰-135⁰ 0⁰-0⁰-135⁰
Ket: setelah dilakukan 5x terapi

Kasus II Nomor MR :

Tanggal Pembuatan Laporan : 14 April 2012

Tempat Praktek : Jakarta Electric PLN Volleyball Kondisi


Kasus : FT Musculoskeletal

A. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT

1. Diagnosa Medis : 2. Catatan Klinis :

B. SEGI FISIOTERAPI

1. ASSESMENT FISIOTERAPI

a. Anamnesis / Auto anamnesis

68
1. Identitas Pasien :
Nama : Nn. BM

Umum : 22 Tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Atlet

Hobi : Volly

Alamat : Jakarta Selatan


2. Riwayat Penyakit :

a) Keluhan Utama :

Nyeri lutut sebelah kiri

b) Riwayat Penyakit Sekarang :

Maret 2012 pada saat os pertandingan volly, os merasakan nyeri

di bagian lutut kiri setelah melakukan jumping smash, setelah

kejadian itu os tidak mengikuti latihan maupun pertandingan

volly selama 1 minggu. Os masih merasakan nyeri pada lututnya

setelah 2 minggu kejadian dan os memutuskan untuk melakukan

pemeriksaan fisioterapi.

Riwayat Pribadi:

Tidak ada

c) Riwayat Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

dengan pasien.

69
3) Pemeriksaan Fisik :

a) Vital Sign :
(1) Tekanan Darah : 130/70 mmHg

(2) Denyut Nadi : 74 x/menit

(3) Pernapasan : 19 x/menit

(4) Temperatur : 36o c

(5) Tinggi badan : 175 cm

(6) Berat badan : 50 Kg

(7) Tingkat kesadaran : Compos Mentis

b) Inspeksi :

(1) Statis : Os tidak tampak pucat.

(2) Dinamis : os datang secara mandiri dan tidak

menggunakan alat bantu. Os datang dengan kaki sedikit

pincang.

c) Palpasi :

(1) Suhu lokal : normal

(2) Tighness pada m. Quadriceps kiri

d) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD) :

(1) Gerak Aktif :

adanya keterbatasan gerak aktif pada sendi lutut kiri dan

terjadi sedikit hiperekstensi pada lutut kiri.

(a) Lingkup Gerak Sendi

Tabel 3.12

70
Bidang Kanan Kiri Normal
S 0⁰-0⁰-110⁰ 10⁰-0⁰-135⁰ 0⁰-0⁰-135⁰

(b) Kekuatan Otot

Tabel 3.13
Regio Group otot Kanan Kiri
Flexor 5 5
Knee
Extensor 5 5

(c) Derajat Nyeri gerak aktif knee ( VAS )

Tabel 3.14
Derajat Nyeri
Gerak
Kanan Kiri

Flexi 0 cm 5 cm

Ekstensi 0 cm 3 cm

(2) Gerak Pasif

(a) Lingkup Gerak Sendi

Tabel 3.15
Bidang Kanan Kiri Normal
S 0⁰-0⁰-135⁰ 10⁰-0⁰-120⁰ 0⁰-0⁰-135⁰

(b) End Feel gerakan Knee.

Tabel 3.16

71
Endfeel
Sendi Gerakan
Kanan Kiri

Fleksi Soft Springy


Knee
Ekstensi Hard Hard

(c) Derajat Nyeri Gerak Pasif Knee ( VAS


)

Tabel 3.17
Derajat Nyeri
Gerak
Kanan Kiri

Flexi 0 cm 4 cm

Ekstensi 0 cm 2 cm

(3) Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Pasien mampu melawan tahanan minimal yang diberikan

terapis kearah gerakan flexi dan ekstensi knee kiri dan kanan

di sertai nyeri terutama pada daerah lutut bagian kiri.

h) Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal :

(1) Kognitif

Os dapat mengingat dan menceritakan kembali awal terjadinya

kejadian dengan baik.

(2) Intrapersonal

Pasien dapat mengikuti instruksi dari terapis dengan baik.

(3) Interpersonal

72
Pasien dapat berkomunikasi dan berinteraksi baik dengan terapis

dan pasien lainnya.

i) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional dan Lingkungan

Aktivitas :

(1) Fungsional Dasar :

(a) Toileting : mandiri

(b) Dressing : mandiri

(c) Eating : mandiri

(d) Transfering : mandiri

(2) Fungsional Aktivitas :

Pasien mengalami gangguan pada waktu melakukan aktivitas

berjalan, berlari dan loncat.

(3) Lingkungan Aktivitas :

Lingkungan di sekitar os mendukung kesembuhan os.

j) Pemeriksaan Khusus ( Spesifik Test )

(1) Test Lachman

Hasil : (+) pada posisi lutut 20-30⁰ fleksi, terjadi hipermobile

ke arah anterior.

(2) Anterior Drawer Test

Hasil : (+) pada posisi lutut 90⁰ fleksi, terjadi hipermobile ke arah

anterior.

73
k) Pemeriksaan Tambahan

Tidak dilakukan pemeriksaan tambahan.

l) Problematik Fisioterapi

(1) Adanya nyeri gerak fleksi dan ekstensi knee sinistra

(2) Adanya tightness pada m. quadriceps sinistra (3) Adanya

keterbatasan lingkup gerak sendi knee sinistra

(4) Adanya gangguan fungsional knee sinistra.

(5) Hipermobilitas knee sinstra

2. DIAGNOSA FISIOTERAPI

Adanya gangguan gerak fungsional tungkai karena hipermobilitas sendi lutut

sehubungan dengan sprain Anterior Cruciatum Ligament.

3. RENCANA PROGRAM FISIOTERAPI (PLANNING)

a. Tujuan

1) Tujuan jangka pendek :

a) Mengurangi nyeri

b) Meningkatkan stabilitas sendi lutut 2) Tujuan jangka

panjang :

Mengembalikan fungsional lutut seoptimal mungkin

b. Modalitas Fisioterapi

1) Modalitas Alternatif

a) Dhiathermy : SWD, MWD dan IRR

b) TENS

c) Massage

74
d) US

e) Kinesiotaping

f) Close kinetic exercise

2) Modalitas Terpilih

a) Close kinetic exercise

Tujuan : meningkatkan stabilisasi sendi lutut Dosis

Frekuensi: 3 kali seminggu

Intensitas: Tahanan maksimal (berat badan os)

Time: 10 menit

Repetisi: masing- masing gerakan 10x pengulangan


One Leg Stance

Persiapan pasien sebelum latihan closed kinetic, pasien

diminta untuk mengangkat tungkai bawah bagian sebelah

kiri ke arah fleksi lutut, sedangkan tungkai bawah bagian

kanan untuk menumpu berat badannya. Pasien diminta untuk

mempertahankan posisinya tersebut selama 20 detik, dengan

10 kali pengulangan dengan di ikuti fase rest selama 5 detik

di sela waktu setiap selesai latihan tersebut.

75
Gambar 3.5

One Leg Stance Combination Hyper Extensi Trunk

Persiapan pasien sebelum latihan closed kinetic, pasien

diminta untuk mengangkat tungkai bawah bagian sebelah

kanan ke arah fleksi lutut ditambah atau di kombinasikan

dengan gerakan hiperekstensi trunk, sedangkan tungkai

bawah bagian kiri untuk menumpu berat badannya. Pasien

diminta untuk mempertahankan posisinya tersebut selama 20

detik, dengan 10 kali pengulangan dengan di ikuti fase rest

selama 5 detik di sela waktu setiap selesai latihan tersebut.

76
Gambar 3.6

One Leg Stance Combination Rotation Trunk Persiapan

pasien sebelum latihan closed kinetic, pasien diminta untuk

mengangkat tungkai bawah bagian sebelah kanan ke arah

fleksi lutut, ditambah atau dikombinasikan dengan

melakukan gerakan rotation trunk ke arah lateral dan medial

secara bergantian, sedangkan tungkai bawah bagian kiri

untuk menumpu berat badannya. Pasien diminta untuk

mempertahankan posisinya tersebut selama 20 detik, dengan

10 kali pengulangan dengan di ikuti fase rest selama 5 detik

di sela waktu setiap selesai latihan tersebut.

77
Gambar 3.7

b) Kinesiotaping

Tujuan: memberikan stabilisasi pada ligament dan otot.

Dosis: Frekuensi: 3 kali seminggu

Time: 2-3 hari

78
Gambar 3.8

Tindakan: Persiapan pasien sebelum latihan untuk

menggunakan kinesiotaping, posisi pasien dengan kaki semi

fleksi 20⁰. Potong kinesiotaping sesuai kebutuhan, bersihkan

bagian lutut yang akan di pasang kinesiotaping agar tetap

merekat dengan baik. Pasangkan kinesiotaping pada bagian

lutut dengan pola atau bentuk huruf U , dari bagian bawah

lutut sampai ke arah paha sisi medial dan sisi lateral.

c. Rencana Evaluasi

1) Evaluasi rutin

a) Setiap kali terapi

b) Obyek : keadaan umum dan vital sign


2) Evalusi periodik

a) Setiap 3 kali terapi

b) Obyek :kestabilan lutut, nyeri, tightness, LGS.

3) Evaluasi kumulatif

a) Setelah 5 kali terapi

b) Obyek : kestabilan lutut, nyeri, tightness, LGS.

d. Prognosis:

1) Quo et Vitam : baik


2) Quo et Sanam : baik
3) Quo et Fungsionan. : baik

79
4. PELAKSANAAN PROGRAM FISIOTERAPI (INTERVENSI)

a. Implementasi

1) Close kinetic exercise

Tujuan: meningkatkan stabilitas sendi lutut.

Dosis : Frekuensi : 3 kali seminggu

Intensitas: Tahanan maksimal. Time:

10 menit

Repetisi : 10 kali tiap gerakan

2) Kinesiotaping

Tujuan: memberikan stabilisasi pada ligament dan otot.

Dosis: Frekuensi: 3 kali seminggu

Time: 2-3 hari

b. Edukasi dan Home Program

1) Pasien di sarankan untuk melakukan latihan yang telah di

ajarkan di rumah.

2) Berenang

3) Static cycle

5. EVALUASI/RE-EVALUASI/RE-ASSESMENT

a. Kestabilan lutut

Tabel 3.18
Jenis Latihan Terapi I Terapi II Terapi III Terapi IV Terapi V

One Leg Stance 20 detik 20 detik 20 detik 30 detik 30 detik

80
One Leg Stance Combination 20 detik 20 detik 20 detik 20 detik 30 detik
hiperekstensi Trunk

One Leg Stance Combination 20 detik 20 detik 20 detik 30 detik 30 detik

Rotasi Trunk

b. Derajat Nyeri Gerak Lutut (VAS)

Tabel 3.19
Gerak Aktif Sebelum Terapi Sesudah Terapi
Kanan Kiri Kanan Kiri
Flexi 0 cm 5 cm 0 cm 3 cm
Ekstensi 0 cm 3 cm 0 cm 2 cm
Ket : Setelah dilakukan 5x terapi

Tabel 3.20
Gerak Pasif Sebelum Terapi Sesudah Terapi
Kanan Kiri Kanan Kiri
Flexi 0 cm 4 cm 0 cm 2 cm
Ekstensi 0 cm 2 cm 0 cm 1 cm
Ket : Setelah dilakukan 5x terapi

c. LGS Lutut

1) LGS Lutut Aktif

Tabel 3.21
Regio Sebelum terapi Sesudah terapi
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lutut
0⁰-0⁰-135⁰ 10⁰-0⁰-110⁰ 0⁰-0⁰-135⁰ 5⁰-0⁰-130⁰
Ket: setelah dilakukan 5x terapi 2)

LGS Lutut Pasif

81
Tabel 3.22
Regio Sebelum terapi Sesudah terapi
Kanan Kiri Kanan Kiri
Lutut
0⁰-0⁰-135⁰ 10⁰-0⁰-120⁰ 0⁰-0⁰-135⁰ 5⁰-0⁰-130⁰
Ket: setelah dilakukan 5x terapi

82
BAB IV PEMBAHASAN

Anterior Cruciatum Ligament (ACL) adalah ligament yang menempel pada

sendi lutut bagian anterior memberikan sokongan yang kuat yang mencegah tulang

tibia meleset ke depan melawan tulang femur.

ACL adalah ligament paling sering mengalami cedera pada lutut. Penyebab

utamanya terjadinya ACL adalah aktivitas olahraga.

Cedera ACL adalah over-stretch atau robeknya ligamen anterior (ACL) di

lutut. Robekan mungkin parsial atau lengkap.

Cedera ACL mungkin karena cedera langsung atau tidak langsung. Sebuah

pukulan di sisi lutut yang dapat terjadi selama bermain sepak bola, misalnya, dapat

menyebabkan cedera ACL. Pada umumnya ACL dapat cedera pada keadaan ketika

sedang lari mendadak berhenti kemudian berputar arah sehingga menyebabkan

lutut terputar atau lompat dan mendarat dengan posisi lutut terputar.

Intervensi Fisioterapi berupa metode closed kinetic dan kinesiotaping dapat

meningkatkan stabilitas sendi lutut pada kondisi cedera Anterior Cruciatum

Ligament, dimana dari laporan kasus setelah dilakukan terapi sebanyak 5 kali

diperoleh adanya peningkatan stabilisasi sendi lutut dan mengurangi hiperekstensi

sendi lutut seperti terlihat pada laporan di bawah ini, dimana pada kedua pasien

terdapat peningkatan daya tahan (lamanya waktu) melakukan latihan latihan closed

kinetic ( terjadi peningkatan stabilitas).

83
Tabel 4.1 Peningkatan kestabilan lutut tiap kali melakukan terapi pada cedera
ACL Kasus I
Jenis Latihan Terapi I Terapi II Terapi III Terapi IV Terapi V

One Leg Stance 20 detik 20 detik 30 detik 40 detik 40 detik

One Leg Stance Combination 20 detik 20 detik 20 detik 30 detik 30 detik


hiperekstensi Trunk

One Leg Stance Combination 20 detik 20 detik 30 detik 30 detik 40 detik

Rotasi Trunk

Grafik 4.1 Peningkatan kestabilan lutut tiap kali melakukan terapi pada
cedera ACL Kasus I
45

40

35

30

25
Terapi I
20
Terapi II
15 Terapi
III
10
Terapi
5 IV
Terapi V
0
One Leg Stance One Leg Stance One Leg Stance
Combination Combination Rotasi
Hiperekstensi Trunk Trunk

Tabel 4.2 Peningkatan kestabilan lutut tiap kali melakukan terapi pada cedera
ACL Kasus II
Jenis Latihan Terapi I Terapi II Terapi III Terapi IV Terapi V

One Leg Stance 20 detik 20 detik 20 detik 30 detik 30 detik

84
One Leg Stance Combination 20 detik 20 detik 20 detik 20 detik 30 detik
hiperekstensi Trunk

One Leg Stance Combination 20 detik 20 detik 20 detik 30 detik 30 detik

Rotasi Trunk

Grafik 4.2 Peningkatan kestabilan lutut tiap kali melakukan terapi pada

cedera ACL Kasus II

35

30

25 Terapi I
Terapi II
20
Terapi III
15 Terapi IV
10 Terapi V

0
One Leg Stance One Leg Stance One Leg Stance
Combination Combination
Hiperekstensi Rotasi Trunk
Trunk

85
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil laporan kasus dan pembahasan di dapat kesimpulan bahwa

pemberian latihan dengan metode Closed Kinetic yang tepat serta pemakaian

Kinesiotaping dapat meningkatkan stabilisasi lutut pada kondisi cedera

Anterior Cruciatum Ligament (ACL).

B. Saran

1. Perlu pemahaman yang baik dan benar tentang anatomi, fisiologi,

patofisiologi kondisi, spesifikasi jenis intervens dan proses Fisioterapi

terhadap kasus cedera ACL.

2. Kerjasama antar tim pemberi pelayanan kesehatan dan partisipasi dari

keluarga sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi.

3. Pelaksanaan home program dan edukasi terhadap pasien sangat

diperlukan.

4. Perlu pengkajian lebih lanjut tentang efektifitas modalitas Fisioterapi

yang digunakan dalam KTIA ini dengan jumlah pasien yang lebih

banyak.

87
DAFTAR PUSTAKA

Andre. 2007. Cedera Ligament ACL. Jakarta: dalam website


www.jakartaknee-center.com

Comfort, Paul dan Earle Abrahamson. 2010. Sports Rehabilitation and Injury
Prevention. UK: Blackwell Company.

Frontera, Walter R. 2003. Rehabilitation of Sports Injuries: Scientific Basis.


UK: Blackwell Company.

Johnson, Don. 2003. ACL Made Simple. Canada: Spanto

Kase, Kenzo. 2005. Illustrated Kinesiotaping Fourth Edition.

Kenyon, Karen dan Jonathan Kenyon Kisner. “The Physiotherapist's


Pocketbook: Essential Facts at Your Fingertips (Physiotherapy
Pocketbooks)”. Dalam google book.

Kibler. 2006. The Role of Core Stability in Athletic Function.

Knudson ,Duane. 2007. Fundamentals of Biomechanics Second Edition. USA:


Springer.

Netter, Frank H. 2003. Atlas of Human Anatomy. Philadelpia: Elvesier Pontoh.


Physioroom 2011. “ACL injury” . Dalam website
http://www.physioroom.com.

Rolf, Christer. 2007. The Sports Injuries Handbook Diagnosis and


Management. London: A&C Black.

Anda mungkin juga menyukai