Anda di halaman 1dari 3

Biografi Prof. Ir. R.M.

Sedyatmo (Kyra Adiavira XI IPA 4)

Prof. Ir. R.M. Sedyatmo lahir di Karanganyar, Jawa Tengah pada tahun
1909 beliau adalah seorang insinyur Indonesia. Sedyatmo yang sering dijuluki
"Si Kancil" karena terkenal karena banyak akalnya menempuh pendidikan di
Technische Hogescholl (THS) (sekarang ITB) Bandung. Selesai dari THS
pada 1934, Sedyatmo bekerja sebagai insinyur perencanaan di berbagai
instansi pemerintah. Sedyatmo dikenal sebagai penemu "Pondasi Cakar
Ayam" pada tahun 1962.

Prof. Ir. R.M. Sedyatmo ialah seorang insinyur ternama indonesia,


pernah sebelumnya nama Prof. Ir. R.M. Sedyatmo dengan nama R.M.
Sarwanto di masa kecilnya, akan tetapi nama tersebut menjadikan sedyatmo
sering sakit sakitan, maka dari itu di gantilah dengan nama Sedyatmo yang
artinya sebagai anak yang kelak akan menadi anak yang baik dan berguna
baik masyarakat, bangsa, dan negaranya.Sedyatmo merupakan putra
Mangkunegaran yang besar dalam lingkungan aristodemokrasi, artinya
keluarga aristokrat yang menganut paham demokrasi dalam kehidupan harian
mereka. Dalam lingkungan seperti ini ia bertumbuh dan belajar untuk
menciptakan peluang. Sedyatmo mempunyai arti sebagai anak yang kelak
akan menjadi anak yang baik dan berguna bagi masyarakat, bangsa, dan
negaranya. Sejak kecil beliau adalah anak yang kreatif dengan menciptakan
penemuan-penemuan kecilnya seperti membuat benang gelasan yang
berbobot, bahkan hingga menciptakan “pabrik” dari kotoran kerbau yang
menjadi bahan permainannya bersama anak-anak desa sehari-hari.

Pendidikan dasar dilaluinya di HIS Solo (1916-1923), dilanjutkan ke


MULO Solo (1923-1927), dan AMS B di Yogyakarta (1927-1930). Sedyatmo
yang sering dijuluki "Si Kancil" karena terkenal karena banyak akalnya
menempuh pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS)
(sekarang ITB) Bandung (1930-1934).

Pak Sedyatmo merupakan orang yang sangat kritis dan berani, di


masa sekolahnya beliau pernah menentang pendapat gurunya bahwa bumi
ini bulat seperti bola. Namun setelah guru tersebut mencoba menjelaskan
sejelas-jelasnya beliau mengakui kesalahan pemikirannya. Kemudian berkat
dukungan dari guru di sekolahnya, Pak Sedyatmo dapat melanjutkan kuliah di
THS dengan beasiswa. Dengan jaminan dari gurunya bahwa beliau mampu
mengikuti perkuliahan disana pada rektor THS. Walaupun saat itu nilai rata-
rata tes yang didapatnya tidak tinggi.

Keterbukaannya kepada pendidik mengembangkan beliau menjadi


orang yang kreatif. Pengalaman beliau ketika menanyakan fungsi teori
bilangan khayal kepada dosennya yang kemudian dijawab dosennya dengan
jujur bahwa dosennya tidak dapat menjawab pertanyannya, namun jika tidak
memahami benar mengenai teori bilangan khayal maka ia tidak akan menjadi
insinyur yang baik. Jawaban tersebut membuat beliau berpikir lebih dalam
dan akhirnya mengakui kekuatan imajinasi sebagai salah satu pilar
kesuksesan dalam penemuan baru. Pengagum tokoh pewayangan Bima dan
Gatotkaca ini juga mengoptimalkan istilah “aji-aji pancasona” atau senjata
lima serangkai yang sudah diberikan Tuhan kepada manusia yaitu imajinasi,
intelektual, intuisi, inspirasi, serta insting yang bekerja diluar kesadaran
manusia.

Setelah lulus ujian tahap persiapan (propaedeutisch-examen - ujian


kenaikan tingkat 1) pada bulan Juli 1931, ujian kenaikan tingkat 2 pada bulan
Juli 1932, ujian tahap kandidat (candidaats-examen - ujian kenaikan tingkat 3)
pada bulan Mei 1933, dan ujian akhir keinsinyuran (ingenieurs-examen - ujian
akhir tingkat 4) pada bulan Mei 1934, maka secara resmi Sedyatmo menjadi
seorang insinyur sipil lulusan Bandung (Bandoengsche civiel ingenieur).

Selesai dari THS pada 1934 dengan masa studi tepat empat tahun,
Sedyatmo bekerja sebagai insinyur perencanaan di berbagai instansi
pemerintah. Karya pertama dari Pak Sedyatmo adalah jembatan air Wiroko
yang selesai dibangun pada tahun 1937. Berkat dukungan penuh dari
Mangkunegoro VII, maka tentangan dari Belanda, bahkan dari almamaternya
sendiri (THS) tidak menjadi batu sandungan baginya. Karya pertama tersebut
membangun kepercayaan dirinya sebagai seorang insinyur sehingga menjadi
pembuka jalan bagi karya-karya berikutnya.

Sedyatmo dikenal karena menemukan "Konstruksi Cakar Ayam" pada


tahun 1962. Temuan Sedyatmo awalnya digunakan dalam pembuatan apron
Pelabuhan Udara Angkatan Laut Juanda, Surabaya, landasan bandara
Polonia, Medan, dan landasan bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Hasil
temuannya tersebut telah dipatenkan dan dipakai di luar negeri.

Pondasi cakar ayam terdiri adalah plat beton bertulang dengan


ketebalan 10-15 cm, tergantung dari jenis konstruksi dan keadaan tanah di
bawahnya. Di bawah plat beton dibuat sumuran pipa-pipa dengan jarak
sumbu antara 2-3 m. Diameter pipa 1,20 m, tebal 8 cm, dan panjangnya
tergantung dari beban di atas plat serta kondisi tanahnya. Untuk pipa dipakai
tulangan tunggal, sedangkan untuk plat dipakai tulangan ganda

Sistem pondasi cakar ayam sangat sederhana, hingga cocok sekali


diterapkan di daerah dimana peralatan modern dan tenaga ahli sukar didapat.
Sampai batas-batas tertentu, sistern ini dapat menggantikan pondasi tiang
pancang. Untuk gedung berlantai 3-4 misalnya, sistem cakar ayam biayanya
akan sama dengan pondasi tiang pancang 12 meter.

Namun, Sedyatmo bukanlah ilmuwan yang haus akan penghargaan.


Sikap rendah hati dan dedikasinya yang tinggi terhadap bangsa menjadi spirit
bagi ciptaannya. Dan uniknya, Sedyatmo selalu menekankan pentingnya
intuisi dan pengamatan terhadap alam semesta. Karya cakar ayamnya
merupakan bukti bagaimana ciptaannya terilhami oleh akar pohon kelapa.

Beberapa karya Sedyatmo lainnya yang terkenal adalah pompa


hidrolis, bendungan Jatiluhur, dan bahkan jembatan Suramadu dibangun
berdasarkan konsep awal Sedyatmo. Tak heran, kontribusinya yang luar
biasa bagi pengetahuan teknik, menobatkan Sedyatmo meraih sejumlah
penghargaan internasional.
Karier di dunia akademik dimulai sejak 1 Oktober 1950 dengan
pengangkatannya sebagai lektor luar biasa untuk vak Waterkracht (bidang
pembangkit tenaga air) pada bagian Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Indonesia Bandung (kemudian menjadi ITB). Pada tanggal 1 Agustus 1951 ia
resmi diangkat menjadi guru besar luar biasa bidang pembangkit tenaga air.
Ia merupakan profesor pribumi kedua di jurusan teknik sipil ITB setelah Prof.
Ir. Roosseno.

Pada Lustrum ketiga (Dies Natalis ke-15) Institut Teknologi Bandung


tanggal 2 Maret 1974 Sedijatmo menerima penghormatan berupa Doctor
Honoris Causa dalam Ilmu pengetahuan Teknik dari Senat ITB, atas dasar
penilaian terhadap jasa-jasanya sebagai Insinyur, dengan promotor Prof. Ir.
Soetedjo

Sedyatmo berpandangan kehidupan sebagai peluang dari


Tuhan,segala kemampuan yang dimiliki bersumber dari kuasa Tuhan.
Manusia hanya sebagai pelaksana dari senjata yang di berikan Tuhan,senjata
lima serangkai yang sudah diberikan Tuhan kepada manusia yaitu imajinasi,
intelektual, intuisi, inspirasi, serta insting yang bekerja di luar kesadaran
manusia dan satu hal yang sangat menonjol dari karakter Sedyatmo adalah
kesabarannya dan kepasrahannya kepada kehendak Yang Kuasa.
Setelah 14 tahun menduda dengan 5 orang putrinya, Sedyatmo menikah
dengan Hj. R. Ay. Sumarpeni

Nama Sedyatmo kemudian diabadikan sebagai nama jalan bebas hambatan


dari Jakarta menuju bandara Soekarno-Hatta. Profesor Sedyatmo meninggal
dunia di usia 74 tahun pada 1984 dan dimakamkan di Karanganyar.
Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra Kelas I kepada
Sedyatmo atas jasa-jasanya.

Anda mungkin juga menyukai