Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik yang
ditandai dengan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang beracun/ berbahaya. Hal ini disebabkan karena terjadinya inflamasi
kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang
cukup lama. Asap rokok merupakan penyebab terpentong terjadinya PPOK, sehingga
merokok menadi faktor resiko utama. (C.A, 2010) PPOK terdiri dari emfisema, bronkitis
kronis dan penyempitan saluran napas kecil. Secara anatomis terjadi kerusakan dan
pelebaran alveoli yang disebut emfisema. Batuk dan dahak yang kronis secara klinis
disebut sebagai bronkitis kronis. Disebut sebagai PPOK bila terdapat obstruksi saluran
napas namun kondisi bronkitis kronis tanpa adanya obstruksi saluran napas tidak disebut
sebagai PPOK.

PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular terkait rokok yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat. PPOK merupakan penyebab kematian ke tiga didunia,
setelah penyakit jantung iskemik dan stroke. WHO menyebutkan prevalensi PPOK dunia
sebesar 9,34/1.000 (laki-laki) dan 7,33/1.000 (wanita) serta menempati urutan keenam
penyebab kematian di dunia. Pada tahun 2002, PPOK menjadi penyebab kematian ketiga
di dunia setelah penyakit kardivaskular dan kanker. Di Amerika tercatat 16 juta kasus
PPOK dengan lebih 100 ribu kematian. Pada tahun 2006, PPOK di Asia mencapai 56,6
juta dengan prevalensi 6,3%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta kasus PPOK
dengan prevalensi 5,6%. (WHO 2007 )

Prevelensi PPOK di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, salah satunya


disebabkan oleh banyaknya jumlah perokok di Indonesia. Secara nasional konsumsi
tembakau di Indonesia cenderung meningkat dari 27% pada tahun 1995 menjadi 36,3 %
pada tahun 2013 (Kementerian et al. 2015)
Besaran masalah PPOK di Indonesia sementara ini masih lebih banyak didapatkan
dari data fasilitas kesehatan, sementara basaran masalah pada populasi masih terbatas
didapatkan dari studi berskala subnational atau hanya populasi kecil di wilayah tertentu.
Kementrian Kesehatan telah berupaya untuk mendapatkan data dasar terkait besaran
masalah PPOK melalui Riset Kesehatn Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013, meskipun
masih terbatas menggunakan instrumen kuesioner tanpa ada pemeriksaan klinik untuk
penetapan diagnosa PPOK. Prevelensi PPOK dari hasil RISKESDAS 2013 adalah sebesar
3.7 persen (Kementrian et al. 2013 (Kusumawardani, Rahajeng, Mubasyiroh, & Suhardi,
2016))
Penyebab utama PPOK adalah keterpajanan rokok, baik perokok aktif maupun
perokok pasif (WHO 2016). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rima, sampel
diambil dari cairan kurasan bronkoalveolar perokok menunjukkan bahwa rokok adalah
penyebab PPOK yang sangat berkontribusi terhadap morbidity dan mortalitydimana
ditemukannya peningkatan jumlah makrofag dan neutrofil lebih tinggi pada perokok
dibanding bukan perokok. Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK. Pada
perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik,
abnormalitas fungsi paru yang dapat menyebabkan batuk, hipersekresi mukus, sumbatan
saluran pernapasan dan berisiko tinggi untuk menderita PPOK. Risiko ini tergantung pada
jumlah rokok yang dihisap perhari, umur mulai merokok dan berapa lama orang tersebut
merokok. Merokok sangat mempengaruhi terjadinya PPOK. Di Indonesia, 70% kematian
karena penyakit paru kronik dan emfisema adalah akibat penggunaan tembakau. Lebih
daripada setengah juta penduduk Indonesia pada tahun 2001 menderita penyakit saluran
pernafasan yang disebabkan oleh penggunaan tembakau. Hal ini dikarenakan zat iritatif
dan zat beracun yang terkandung dalam sebatang rokok seperti nikotin, karbon monoksida
dan tar. Terdapat beberapa alasan yang mendasari pernyataan ini. Pertama, salah satu efek
dari penggunaan nikotin akan menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru, yang
meningkatkan resistensi aliran udara ke dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap
rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-cabang bronkus serta
pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat melumpuhkan silia pada permukaan
sel epitel pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk memindahkan kelebihan
cairan dan partikel asing dari saluran pernafasan. Akibatnya lebih banyak debris
berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin bertambah.
(Salawati, 2016)
Perencanaan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku cenderung
beresiko pada pasien PPOK dan dapat diukur dengan Nursing Outcomes Clasification
(NOC) Health Education (Moorhead S., Johnson,Maas & Swanson, Nursing Outcomes
Clasificaton (NOC), 2013). Dan untuk mencapai hasil yang optimal dapat menggunakan
Nursing Intervensi Clasification (NIC) Pengalihan Aktivitas Diversional/ pengalihan
Bulchek, Butcher, Dochterman,&Wanger, Nursing Interventions Clasification (NIC)
2013).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik menulis studi kasus tentang
Asuhan Keperawatan Pasien PPOK dengan perilaku cenderung beresiko Di

B. Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Klien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah Keperawatan Perilaku cenderung beresiko Di

C. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) dengan masalah Keperawatan perilaku cenderung beresiko Di

D. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Tuhuan umum dari studi kasus ini adalah melaksanakan Asuhan Keperawatan
pada klien yang mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan masalah
keperawatan perilaku cenderung beresiko Di
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami PPOK dengan
masalah keperawatan Perilaku cenderung beresiko Di
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami PPOK dengan
masalah keperawatan perilaku cenderung beresiko Di
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami PPOK dengan
masalah keperawatan Perilaku Cenderung Beresiko Di
d. Melakukan Tindakan keperawatan Pada Klien Yang mengalami PPOK Dengan
masalah Keperawatan Perilaku Cenderung Bersiko Di
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien yang megalami PPOK dengan
masalah keperawatan Perilaku cenderung beresiko Di
E. Manfaat Penulisan
1. Bagi pasien
Manfaat bagi pasien adalah mendapatkan asuhan keperawatan yang efektif,
efisien dan sesuai dengan standart asuhan keperawatan yaitu dengan menganjurkan
pasien mengalihkan perilaku yang cenderung bersiko(merokok) menyebabkan PPOK
atau mengurangi terjadinya keparahan pada penyakit PPOK.

2. Bagi keluarga
Memberikan Health Education kepada pasien untuk menghindari perilaku yang
cenderung beresiko (merokok)
3. Bagi Rumah Sakit
Memberikan masukan yang positif dalam memberikan intervensi asuhan
keperawatan untuk PPOK supaya dapat mengindari perilaku yang cenderung beresiko
keparahan PPOK

4. Bagi Profesi Keperawatan


Manfaat bagi profesi adalah untuk mendapatkan pengetahuan dan keterambilan
dalam melaksanakan intervensi yang berfokus pada melatih klien dengan mengalikan
kebiasan merokok dengan metode lain. Misalnya setelah makan, makan permen

5. Bagi Institusi Pendidikan


Untuk menambah referensi sebagai saran untuk memperkaya ilmu pengetahuan
khususnya tentang intervensi yang berfokus pada melatih klien dengan mengalikan
kebiasan merokok dengan metode lain. Misalnya setelah makan, makan permen, serta
memberi gambaran informasi bagi penulis studi kasus selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai