Anda di halaman 1dari 5

I.

Kelainan Organ Genetalia Wanita

1. Kelainan Epitel Non-Neopastik

Terminologi kelinan epitel non neoplastic, diberikan pada sekelompok kelainan vulva dengan
etiologi yang belum jelas, yang mengenai semua umur, walaupun predominannya pada wanita
peri-menopause dan post-menopouse. Pada waktu lampau kelinan ini telah memberikan berbagai
kelainan klinis yang membingungkan. Sering timbul secara klinis sebagai leukoplakia, suatu
terminologi yang merujuk pada kulit yang berwarna putih dan sebagainya tidak digunakan pada
konteks patologi. Paparan klinis leukoplakia merupakan akibat dari hyperkeratosis. Sekitar 5%
kasus mempunyai risiko terjadinya perubahan neoplastic, sehingga ada atau tidak adanya
gambaran sitologis atipik (neoplasma vulva intraepitel) pada biopsy harus selalu dilaporkan. Ada
2 tipe dasar dari kelinan epitel non-neoplastik vulva, yaitu hyperplasia skuamosa dan liken
sklerosus, yang keduannya sering ditemukan bersama-sama.

a. Hiperplasia Skuamosa
Hiperplasia skuamosa vulva ditandai oleh hiper keratosis, penebalan yang tidak teratur
daru rete ridge epidermis, dan radang kronis pada dermis superfisial.
b. Liken Sklerosus
Liken Sklerosus, seperti hyperplasia, menunjukkan hyperkeratosis disertai penipisan
epidermoid dengan rete ridge yang mendatar. Bentuk yang paling karakteristik ialah
terdapannya edema dan hialinisasi jaringan ikat pada dermis superfisial. Liken
Sklerosus mempunyai potensi neoplastic yang lebih rendah dibandingkan dengan
hyperplasia skuamosa.
2. Kelainan Epitel Neoplastik
a. Neoplasia Intraepitel
Terminology neoplasia intraepitel menunjuk kepada spectrum pertambahan neoplastic
pre-invasif yang mengenai vulva. Klasifikasi ini sam dengan lesi yang serupa pada
servik uteri, walaupun mungkin tidak benar untuk terlalu dekat menganalogikan
dengan servik uteri sepanjang berpegas pada riwayat alami. Ini merupakan suatu
kondisi yang mengenai, terutama wanita muda, dan mungkin dikaitkan dengan infeksi
HPV. Pada kasus yang berat, perineum secara ekstensif akan terkena, termasuk juga
pada daerah perianal. Insiden perubahan ganas yang terjadi pada kelainan ini lebih
rendah dibandingkan denga servik uteri. Ada kecenderungan neoplasma intra epitel
terjadi multifocal yang melibatkan vulva, vagina dan servik uteri.
b. Karsinoma Skuamosa
Karsinoma Epidermoid merupakan tumor yang terutama menyerah wanita lanjut usia.
Sering sulit menemukan bukti yang berkaitan dengan neoplasia epitel, yang sugestif
bahwa etiologi dan riwayatnya berbeda dengan neoplasia vulva pada wanita berusia
muda. Gambarannya seperti karsinoma epidermoid dimana pun, jadi tumor dapat
berdiferensiasi baik, sedang, atau buruk. Prognosisnya ditentukan berdasarkan ukuran,
kedalaman invasinya dan derajat diferensiasi histologis tumor serta ada dan luasnya
,etastatis pada kelenjar limfe, yang biasa terkena adalah kelenjar limfe inguinal.
Kriteria patologis untuk menjelaskan penyakit invasive awal pada vulva belum jelas.
Ini berbeda dengan karsinoma epidermoid serviks arteri, meskipun penyakit invasive
yang minimal pada vulva dikaitkan dengan risiko terjadinya metastatis ke kelenjar
limfe yang local,bahkan resiko kelihatannya di acuhkan untuk karsinoma yang telah
menembus kurang adri 1 mm. apabila ketebalan tumor lebih besar dari 5 mm dan ada
metastatis ke kelenjar limfe, penderita mempunyai prognosis yang buruk.
c. Penyakit Paget
Terdapatnya sel adenokarsioma yang mengandung musin di dalam epitel skuamosa
vulva dapat disamakan dengan penyakit Paget payudara. Penyakit Paget vulva
cenderung menjadi kronis, denagn kekambuhan berkali-kali. Ini mengindikasikan
adanya adenokarsinoma invasiv yang melatarbelakanginya (pada sekitas 25% kasus)
Biasanya berasal dari adneksa kulit walaupun, tidak sepert lesi payudara yang
ekuivalen, ini tidak umum. Diferensiasi adeno-karsinomatosa di dalam epitel skuamosa
diajukan sebagai penjelasan yang memungkinkan.
d. Tumor Ganas Lainnya
Tumor ganas vulva yang lain jarang ditemukan. Paling penting diantaranya ialah
Karsinoma sel basal, dimana eksisi local mempunyai hasil yang baik dan melanoma
maligna, seperti juga di tempat yang lain, umumnya mempunyai prognosis yang buruk.
3. Kelainan Kongenital
Atresia dan aplasia traktus genitalis sangat jarang ditemukan, kecuali pada himen
imperforate. Sebagian besar kelainan kongenital berasal dari kegagalan sebagian atau
seluruh ductus paramesonefrik (mullerian) untuk mengadakan fusi . masalah utama yang
berhubungan dengan anomaly ini berhubungan dengan proses kehamilan, terutama abortus
dan komplikasi obsterik.
4. Endometrium Normal dan Siklus Menstruasi
Pada waktu mencapai pubertas, tanda pertama dari stimulasi ekstrigen pada endometrium
terjadi dan langsung diikuti dengan siklus menstruasi yang pertama kali yang sebagian
besar anovulatori.
Pembahasan selanjutnya berkaitan dengan silkus menstruasi yang normal dengan waktu
siklus 28 hari. Respons normal endometrium terhadap produksi hormone ovarium dan
siklus menstruasi sebagai berikut. Sepanjang fase folikuler atau proliferasi, terjadi
peningakatn jumlah pituitary folikel stimulating hormone (FSH) yang merangsang
ovarium untuk memproduksi esterogen. Hormone ini akan merangsang endometrium
untuk berprolifersi. Pada kadaan ini ditemukan tumbuhnya kelenjar stroma endometrium,
keduanya menunjukkan aktifitas motisis dan pembuluh darah bertambah serta berkelok-
kelok. Selanjutnya terjadi ovulasi sekitas hari ke-14 dari siklus (diperantarai oleh pituitary
luteinising hormone (LH) dan output SSH selajutnya) dimana folikel berubah menjadi
korpus luteum, yang terus mengeluarkan esterogen dan juga progenteron dalam jumlah
yang banyak. Fase post-ovulatori (setelah ovulasi) atau fase luteal ini berhubaungan
dengan perubahan sekresi endometrium yang dapat dikenal denga 3 stadium yaitu:
Sekresi awal (hari ke 2-5 setelah ovulasi), ditandai dengan vakuolasi sub-nuklear yang
menonjol.
Sekresi pertengahan (hari 5-9 setelah ovulasi), ditandai dengan edema stroma dan
sekresi kelenjar lumen.
Sekresi akhir (hari ke 10-14 setelah ovulasi), ditandai dengan perubahan stroma sebagai
pembentukan perdesidualisasi yeng ditemukan terutama disekitar pembuluh darah,
pembuluh darah bertambah berkelok (yang diperlihatkan pembuluh darah seperti
spiral) dan banyak ditemukan stromal granulosit.

Perubagan ini menyiapkan endometrium untuk menerima inplantasi blastosit setelah


terjadi pembuahan. Apabila implantasi ini tidak terjadi, fungsnya akan menurun karena
korpus luteum menjadi atrofi, dengan turunnya kadar estrogen dan progesteron. Keadaan
ini mengakibatkan terjadinya pendarahan stroma dan perusakan endometrium pada fase
menstruasi, yang lamnya sangat berbeda-beda. selanjutnya aktifitas proliferasi dimulai
dengan pertumbuhan folikel yang baru.

5. Kelainan Endometrium
Gangguan siklus menstruasi yang menyebabkan terjadinya paparan endometrium yang
abnormal, diikuti dengan perubahan iatrogenic, polip, hyperplasia endometrium dan
neoplasia. Perlu diingat bahwa banyak kasus pendarahan abnormal uterus meperlihatkan
bentuk uterus yang normal. Cacat pada hemostatis local dan disfungsi hormone merupakan
penyebab penting terjadinya pendarahan dalam lingkup ini.
a. Insufisiensi Fase Luteal
Pada beberapa kasus infertilitas primer atau sekunder , endometrium yang diperiksa
dalam fase sekresi atau fase luteal dari siklus menunjukkan maturase sekresi yang tidak
cukup untuk memperkirakan secara tepat hari atau waktu setelah ovulasi. Maturase
kelenjar dan stroma juga terlihat tidak sesuai dengan fase ( yang juga disebut irregular
ripening). Perubahan ini diakibatkan hilangnya produksi progesterone dari korpus
luteum.
b. Pelepasan Tidak Teratur
Pelepasan tidak teratur terpaparkan sebagai pendarahan uterus yang abnormal. Pada
hasil kuretase ditemukan gambaran campuran yang membingungkan dari perubahan
sekresi, menstruasi dan poliferasi. Kelainan ini akibat dari korpus luteum yang
persisten.
c. Fenomena Arias-Stella
Fenomena arias-stella merupakan respons hipersekresi dari endometrium terhadap
tingginya kadar progesteron yang beredar. Kelainan ini ditandai dengan vakuolasi
sitoplasma dan sitology yang atipik. Adanya fenomena ini yang tidak disertai tanda-
tanda kehamilan intra-uterin menimbulkan kecurigaan adanya kemungkinan kehamilan
ekstra-uterin, tetapi perlu ditekankan bahwa fenomena ini tidak patognomonik untuk
kehamilan. Kelainan ini juga terjadi pada keadaan tidak adanya kehamilandan jarang,
pada tempat lain, seperti mukosa endoserviks atau tuba falopi.
d. Endometritis
Endometritis merupakan suatu keadaan yang tidak biasanya dari endometrium sebagai
tempat terjadinya radang. Keadaan yang paling sering, radang terjadi setelah kehamilan
intra-uterin baik kronis maupun akut non-spesifik. Hal ini juga ditemukan setelah
penggunaan alan ginekologi atau sisa hasil konsepsi. Radang juga dapat timbul akibat
pemakaian IUD.
Dua jenis infeksi spesifik yang penting pada endometrium ialah infeksi Klamidia dan
tuberculosis.
e. Perubahan Latrogenik pada Endometrium
Perubahan dapat dirangsang terjadi pada endometrium sebagai hasil dari:
Hormone eksogen, seperti pil kontraspsi per-oral dan pengobatan pengganian
hormone.
Penggunaan IUD.
Pemberian tamoksifen pada penderita kanker payudara.
f. Polip Endometrium
Polip endometrium sering ditemukan pada peru-menopouse dan post-menopouse, dan
dapat satu atau multiple. Polip ini merupakan hasil dari reaksi endometrium yang tidak
tepat terhadap rangsangan estrogen. Polip ini tersusun atas kelenjar dengan berbagai
ukuran, yang sering berbentuk kistik disertai stroma yang mengandung pembuluh
darah berdinding tebal. Epitel yang membatasi kelenjar dapat mengalami metaplasia
dan ditemukan pula reaksi radang seknder perubahan ganas jarang terjadi.
g. Hyperplasia Endometrium
Endometrium tumbuh menjadi hyperplasia sebagai respons terhadap rangsang estrogen
tanpa diimbangi progesterone. Estrogen dapat berasa; dari endogen, seperti tumor
ovarium. Obesutas merupakan faktor penyebab yang penting dari kondisi
hiperestrogenik, karena adanya konversi perifer dari androntenedion ke estron oleh
enzim, aromatase, dalam sel lemak.
h.

Anda mungkin juga menyukai