Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orangtua tentu menginginkan anaknya lahir dengan sempurna, memperoleh


pendidikan dan pekerjaan yang layak. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, tak jarang
di antara mereka yang kecewa bahkan tidak ingin menyekolahkan anaknya yang
berkebutuhan khusus. Sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan
khusus, karena anak-anak yang dianggap cacat itu sebenarnya sama saja dengan
anak-anak pada umumnya, punya kelebihan dan kekurangan. Untuk itu perlu
dipahami sebuah pendekatan kepada masyarakat bahwa mereka yang mempunyai
keterbatasan ada dalam lingkungan mereka, sama-sama mempunyai hak yang sama
dengan anak yang normal pada umumnya.

Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-
anak. Di Klinik Tumbuh Kembang RSUD Dr.Soetomo pada periode 1988-
1991,sekitar 16,8% adalah dengan cerebral palsy.

William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843,
menyebutnya dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau
asfiksia neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little.
Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah “Infantil Cerebral Paralysis”.
Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah
“cerebral palsy”. Nama lainnya adalah “Static encephalopathies of childhood”.

Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita.
Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering
mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada
bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Paralisis serebral merupakan kelompok disabilitas akibat cedera atau serangan pada
otak sebelum atau selama kelahiran, atau pada masa awal bayi. Paralisis serebral
merupakan disabilitas permanen pada anak-anak yang paling banyak ditemukan
(Muscari, 2005).

Paralisis serebral (cerebral palsy, CP) adalah istilah tidak spesifik yang digunakan
untuk memberi ciri khas pada ketidaknormalan tonus otot, postur, dan koordinasi
yang diakibatkan oleh suatu lesi tidak progresif atau cedera yang mempengaruhi otak
yang tidak matur (Betz & Sowden, 2009).

Cerebral palsy merupakan brain injury yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi
pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak, atau suatu penyakit
neuromuskuer yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau kerusakan
sebagaian dari otak yag berhubungan dengan pengendalian fungsi motorik (Somantri,
2007).

Cerebral palsy merupakan kelainan diakibatkan adanya kesulitan gerak berasal dari
disfungsi otak, maka penyandang cerebral palsy mempunyai kelainan dalam bahasa,
bicara, menulis, emosi, belajar, dan gangguan psikologis. Menurut Effendi (2006)
cerebral palsy digambarkan sebagai kondisi semenjak kanak-kanak dengan kondisi
nyata seperti lumpuh, lemah, tidak adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi
gerak yang disebabkan oeh patologi pusat kontrol gerak.

B. Klasifikasi

Serebral palsi sering diklasifikasikan sesuai dengan kategori fungsional yang


teramati untuk menggambarkan ketidaknormalan neuromuskular. Terdapat 4 kategori
dalam pengklasifikasian CP yaitu sebagai berikut:

1. CP spastik adalah bentuk yang paling sering (80% dari kasus CP). Cp
spastik dikarakteristikkan dengan hipertonik dan buruknya kendali postur,
keseimbangan, dan koordinasi. Keterampilan motorik kasar dan halus
terganggu. CP spastik diklasifikasikan jumlah ekstremitas yang terkena,
yaitu:
a. Monoplegiaàhanya meliputi satu ekstremitas
b. Dipelgiaàmeliputi tungkai dan paling sering terjadi pada bayi prematur
dan yang mengalami hemoragi intraventrikular atau leukomalasia
iskemik. Tidak adanya koordinasi ekstremitas atas pada lengan derajat
ringan dapat juga terlihat.
c. Triplegiaà mengenao 3 ektremitas yang sering adalah menenai 2
lengan dan 1 kaki.
d. Quadriplegiaàmeliputi semua ekstremitas, dengan derajat yang sama
e. Hemiplegiaàbiasanya lebih sering mengenai lengan daripada tungkai
2. CP diskinetik/atetoid

Bentuk CP ini mempunyai arakteristi gerakan menulis yang tidak


terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki,
lengan, atau tungkai, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak
menyeringai dan selalu mngeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat
selama periode stress dan hiang pada saat tidur. Penderita juga mengalami
masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria).

a. Atetosisàgerakan menggeliat perlahan yang meliputi wajah dan


ekstremitas
b. Diskinetik mulut (mengiler)
c. Distonia (gangguan tonus otot)---distorsi kedutan ritmik yang meliputi
badan dan ekstremitas proksimal
d. Koreaàgerakan wajah dan ekstremitas tidak beraturan yang cepat
e. Balismusàgerakan menjatuhkan ekstremitas
3. CP Ataksia

Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk,


berjalan yang tidak stabil dengan gaya berjalan kakai terbuka lebar,
meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan
dalam melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis atau
mengancingkan baju. Mereka juga sering megalami tremor, dimulai
dengan gerakan volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan
gerakan seperti menggigil pada bagian tubh yang baru digunakan dan
tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju objek yang
dikehendaki.

4. CP campuran

Penderita mengalami lebih dari satu bentuk CP yag ada. Bentuk


CP yang sering dijumpai adalah spastik dengan gerakan atetoid tetapi
kombinasi lain juga mungkin dijumpai.

C. Epidemiologi

CP merupakan cacat fisik permanen yang paling sering pada masa


kanak-kanak. Insidennya 2 sampai 3 kasus dari setiap 1000 kelahiran hidup.
Prevalensi CP telah meningkat dengan peningkatan kelangsungan hidup bayi
baru lahir dengan berat badan sangat rendah. CP spastik merupakan jenis yang
paling sering terjadi. Serebral palsi merupakan suatu kelainan yang lazim
dengan perkiraan prevalensi 2/1000 populasi. Collaborative Perinata Project,
dimana sekitar 45000 anak secara teratur dipantau sejak dalam kandungan
hingga umur 7 tahun, melaporkan angka prevalensi CP sekitar 4/1000 bayi
lahir hidup.

D. Etiologi

Sekitar 24% kasus paralisis serebral tidak dapat diketahui


penyebabnya. Penyebab cerebral palsy secara umum dapat terjadi pada tahap
prenatal (75%), perinatal (15%) dan post natal (15%). Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing penyebabnya, yaitu:

1. Tahap Prenatal

Pada dasarnya, kerusakan pada otak saat prenatal terjadi saat bayi
masih dalam kandungan. Kerusakan yang dapat terjadi dapat disebabkan
oleh:

a. Ibu menderita infeksi atau penyakit saat kehamilan, sehingga


menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya. Infeksi ini
merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan kelainan pada
janin. Misalnya infeksi sypilis, rubella, typhus abdominalis dan
penyakit inklusi sitomegalik.
b. Pelaku ibu, ibu yang mengkonsumsi obat-obatan, merokok, munum-
minuman keras, ibu yang mengalami depresi dan tekanan darah tinggi,
hal tersebut dapat merusak janin baik fisik maupun mental.
c. Masalah gizi, ibu yang menderita kekurangan gizi akan berpengaruh
pada pembentukan dan perkembangan otak janinnya (dapat
menyebaban kerusakan jaringan di otak).
d. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran darah bayi
terganggu yang biasa disebut dengan anoksia. Contohnya yaitu tali
pusat tertekan sehingga merusak pembentukan saraf-saraf dalam otak
dan anemia.
e. Bayi dalam kandungan terkena radiasi, dimana radiasi langsung dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga struktur dan fungsi
terganggu. Contohnya adalah radiasi sinar-X.
f. Rh bayi tidak sama dengan ibunya, dimana Rh (Rhesus) ibu dengan
bayi harus sama agar proses metabolisme berfungsi normal. Jika
berbeda, maka mengakibatkan adanya penolakan yang menyebabkan
kelainan metabolisme ibu dan bayi.
g. Ibu mengalami trauma (kecelakaan atau benturan) yang dapat
mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem saraf pusat. Selain
itu, keracunan pada ibu juga berpotensi terkena gangguan ini.
2. Tahap Perinatal

Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat


menimbulkan cerebral palsy, antara lain:

a. Hipoksis iskemik ensefalopati

Saat lahir, bayi dalam keadaan tidak sadar, bahkan tidak


menangis dan justru mengalami kejang hingga kekurangan oksigen ke
otak, akibatnya jaringan otak rusak.

b. Perdarahan otak

Perdarahan dibagian otak dapat mengakibatkan penyumbatan


sehingga anak menderita hidrocepaus ataupun microcepalus. Perdarahan
yang terjadi dapat menekan jaringan otak sehingga dapat terjadi
kelumpuhan.
c. Terkena infeksi jalan lahir

Jalan lahir yang kotr dan banyak kuman akan menyebabkan


ketidaknormalan bayi akibat gangguan proses persalinan misal ibu
mempunyi infeksi TORCH.

d. Ikterus atau bayi kuning

Merupakan keadaan bayi mengalami kuning yang berbahaya


misalnya karena kelahiran inkompatibilitas golongan darah yaitu ibu
bergolongan darah O sedangkan anaknya bergolongan darah A atau B,
hal tersebut akan menyebabkan bayi mengalami hiperbilirubenimia yang
dapat merusak sel otak secara permanen.

e. Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak


tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral
palsy.

f. Prematuritas

Pada cerebral palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada kasus


kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan anoksia berat pada saat
kelahiran. Bayi lahir sebelum waktunya (premature), dimana secara
organis tubuhnya belum matang sehingga fisiologisnya mengalami
kelainan dan rentannya bayi dalam terkena infeksi atau penyakit yang
dapat merusak sistem persarafan pusat bayi.

g. Kelahiran dipaksa dengan menggunakan tang (forcep)

Tekanan yang cukup kuat pada kepala bayi dapat mengakibatkan


rusaknya jaringan saraf otak.

h. Anestesi yang melebihi ketentuan

Anestesi yang melebihi ketentuan yang diberikan pada saat ibu


dioperasi dapat mempengaruhi sistem persarafan otak bayi sehingga
otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
3. Tahap Post natal

Kerusakan pada otak saat postnatal terjadi pada masa mulai bayi
dilahirkan sampai anak berusia 5 tahun. Usia 5 tahun dijadikan patokan
karena perkembangan otak dianggap telah selesai. Kerusakannya dapat
terjadi disebabkan oleh:

a. Kecelakaan yang dapat secara langsung merusak otak bayi. misalnya


pukulan atau benturan pada kepala yang cukup keras
b. Infeksi penyakit yang menyerang otak, misalnya terinfeksi penyakit
meningitis, encephalitis, influenza yang akut
c. Penyakit typoid atau diphteri yang memungkinkan dapat
mengakibatkan kekurangan oksigen (anoksia)
d. Keracunan karbonmonoksida
e. Tercekik
f. Tumor otak
g. Penyebab lainnya adalah pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis
dan luka parut pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan
lahir rendah.
E. Tanda dan Gejala

Tanda awal cerebral palsi biasanya tampak pada usia kurang dari 3
tahun, dan orang tua sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan
motorik tidak normal. Bayi dengan CP sering kelambatan perkembangan,
misalnya tengkurap, duduk, merangkak, atau berjalan. Sebagian mengalami
abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus otot/hipotonia dapat menyebabkan
bayi tampak lemah dan lemas serta bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus,
bayi pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang
menjadihipertonia setelah 2-3 bulan pertama. Anak-anak CP mungkin
menunjukkan postur abnormal pada salah satu sisi tubuh. Tanda dan gejala
yang dapat dilihat dari anak yang mengalami cerebral palsi yaitu sebagai
berikut:

1. Keterlambatan dalam mencapai tahap perkembangan motorik;


2. Penampilan motorik yang tidak normal dan kehilangan kendali motorik
selektif misalnya menggunakan tangan dominan lebih awal, berguling
secara abnormal dan asimetris, cardan lain-lain.
3. Perubahan tonus otot (misalnya peningkatan atau penurunan resistensi
terhadap gerakan pasif, anak merasa kaku ketika memegang atau
berpakaian, kesulitan menggunakan popok);
4. Postur yang tidak normal (misalnya tangan seperti gunting);
5. Ketidaknormalan refleks (misalnya reflek primitif persisten, seperti
hertonik atau hiperrefleksia);
6. Kecerdasan di bawah normal;
7. Keterbelakangan mental;
8. Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik);
9. Gangguan menghisap atau makan;
10. Pernafasan yang tidak teratur;
11. Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya, menggapai
sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan);
12. Gangguan berbicara (disartria);
13. Gangguan penglihatan;
14. Gangguan pendengaran.
F. Patofisiologi

Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi,


hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan berat otak
rendah, Anoxia merupakan penyebab yang berarti dengan kerusakan otak.
Type athetoid/dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia dan
beberapa saraf nuclei cranial. Secara umun cortical dan antropy cerebral
menyebabkan beratnya kuadriparesis dengan retardasi mental ( Wong’s, 2010)

G. Komplikasi

Anak yang menderita serebral palsi yang biasanya mengalami


komplikasi seperti:

1. Kontraktur, yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot
memendek;
2. Skoliosis, yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan
karena kelumpuhan hemiplegia;
3. Dekubitus, yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami
kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur;
4. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur;
5. Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka
ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang
berada di atas rata-rata;
6. Gangguan komunikasi;
7. Ketidakmampuan belajar;
8. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan
secara tidak wajar.
H. PATHWAY

I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Redukasi dan rehabilitasi.

Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang


penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya.
Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan
yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili
penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat
perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di
lingkungan hidupnya sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan
berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara
independen untuk aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai
secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi
penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan
untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan
sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu dididik
sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila
mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di
Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational
therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya
diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan
bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana
normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk
itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.

b. Psiko terapi untuk anak dan keluarganya.

Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering


menyertai CP, maka psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita
maupun terhadap keluarganya.

c. Koreksi operasi.

Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan


otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas.
Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe
lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding
dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan
dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik,
tendon, otot atau pada tulang.

d. Obat-obatan.

Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki


gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan
kejang. Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang
memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe
spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat
muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe
spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance
anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya
luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan,
obat golongan benzodiazepine, misalnya: valium, librium atau mogadon
dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil
(imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang
hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5-10 mg pada pagi hari dan
2,5-5 mg pada waktu tengah hari.

2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi ketidaknormalan tonus,
seringnya terjadi hipotonik yang diikuti dengan hipertonik,
ketidaknormalan postur dan keterlambatan perkembangan motorik.
b. Ultrasonografi kranial untuk mendeteksi hemoragi dan iskemik hipoksik.
c. CT scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat
d. Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi emisi foton
tunggal untuk melihat metabolisme dan perfusi otak.
e. MRI untuk mendeteksi lesi-lesi kecil.
f. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP
ditegakkan.
g. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses
degeneratif. Pada CP likuor serebrospinalis normal.
h. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau
pada golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.
i. Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.
j. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan
yang diperlukan.
k. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi
mental.

Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan


arteriografi dan pneumoensefalografi individu. Untuk memperoleh hasil yang
maksimal, penderita CP perlu ditangani oleh suatu tim yang terdiri dari:
dokter anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli bedah tulang, ahli fisioterapi,
occupational therapist,guru luar biasa, orang tua penderita dan bila perlu
ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak dan lain-lain.
3. Pencegahan

Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan


jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa
prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan,
tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal
care" yang baik dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan
"haemolytic disease of the new born" dapat dicegah dengan transfusi tukar
yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian
"hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus
negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera
pada keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain. Beberapa
pencegahan yang bisa dilakukan yaitu:

a. Cegah bayi dari berat badan lahir rendah atau lahir prematur dengan
mengikuti pola hidup sehat selama kehamilan, termasuk gizi yang baik,
istirahat, dan olahraga yang cukup. Selain itu, hindari alkohol, rokok, dan
penggunaan narkoba. Hal ini dikarenakan apabila bayi lahir dengan berat
badan rendah, kemungkinan bayi menderita serebral palsi akan meningkat.
b. Membuat jadwal kunjungan dengan dokter kandungan di awal kehamilan
yang berfokus pada apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
kemungkinan melahirkan secara prematur. Hal ini dikarenakan hampir
setengah dari semua anak yang menderita serebral palsi lahir dengan
prematur.
c. Ambil tindakan pencegahan apapun yang diperlukan untuk memastikan
tidak termasuk ke dalam kelompok dengan faktor risiko melahirkan
prematur seperti terpapar karbon monoksida, radang, atau infeksi lainnya.
Hindari bekerja sambil berdiri selama berjam-jam, penyakit menular
seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga. Dokter kandungan mungkin
akan merekomendasikan istirahat total di tempat tidur atau intervensi
lainnya jika faktor risiko tersebut telah ada.
d. Bertanya pada dokter kandungan tentang kemungkinan pengobatan
menggunakan progesteron, yoghurt, pemakaian Clindamycin untuk
perawatan pH vagina tinggi, atau mengonsumsi suplemen minyak ikan.
Masing-masing pendekatan ini telah terbukti cukup efektif dalam
mengurangi faktor risiko kelahiran prematur dan jangan lupa ketika hamil
mengkonsumsi sari kurma.
e. Konsultasikan dengan dokter kandungan mengenai apakah harus mendapat
pengobatan untuk mengurangi faktor-faktor yang memperkuat faktor risiko
kelahiran prematur seperti tekanan darah tinggi, infeksi saluran kencing,
kecemasan, atau diabetes.
f. Hindari infeksi yang dapat mengakibatkan pelepasan cytokinin beracun ke
otak janin selama kehamilan. Infeksi pada ibu hamil memiliki risiko tiga
kali lebih besar kemungkinannya menyebabkan anak berkembang menjadi
serebral palsi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Umum

Mencakup identitas pasien dan penanggung jawab pasien

No registrasi :

Nama pasien :

Usia :

Nama ibu :

Nama ayah :

Riwayat kesehatan keluarga :

2. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal


dan post natal serta keadaan sekitar kelahiran.

3. Keluhan dan manifestasi klinik

Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang


berhubungan dengan pencapaian perkembangan :

a. Perlambatan perkembangan motorik kasar

Manifestasi umum, keterlambatan pada semua pencapaian


motorik, namun meningkat sejalan dengan pertumbuhan.

b. Tampilan motorik abnormal

Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkak


asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak
terkoordinasi, buruk menghisap, kesulitan makan, sariawan lidah yang
menetap.
c. Perubahan tonus otot

Peningkatan atau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur


opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku saat
memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok,
kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke
posisi duduk (tanda awal).

d. Posture abnormal

Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada


posisi telungkup, menyilangkan atau mengekstensikan kaki dengan
telapak kaki plantar fleksi pada posisi telentang, lengan abduksi pada
bahu, siku fleksi, tangan mengepal.

e. Abnormalitas refleks

Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada


usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro,
plantar, dan menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia,
klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak
kelompok otot pada gerakan pasif cepat.

f. Kelainan penyerta (bisa ada, bisa juga tidak).

Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada


kira-kira dua pertiga individu). Kerusakan perilaku dan hubungan
interpersonal. Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada cerebral palsy
adalah:

1) Kecerdasan di bawah normal


2) Keterbelakangan mental
3) Gangguan menghisap atau makan
4) Pernafasan yang tidak teratur
5) Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya
menggapai sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan)
6) Gangguan berbicara (disartria)
7) Gangguan penglihatan
8) Gangguan pendengaran
9) Kontraktur persendian
10) Gerakan terbatas
4. Pemeriksaan Fisik
a. Muskuluskeletal: spastisitas, ataksia
b. Neurosensory:
1) gangguan menangkap suara tinggi
2) Gangguan bicara
3) Anak berliur
4) Bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya
c. Nutrisi: intake yang kurang
1) Pemeriksaan penunjang
2) Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi ketidaknormalan tonus,
seringnya terjadi hipotonik yang diikuti dengan hipertonik,
ketidaknormalan postur dan keterlambatan perkembangan motorik.
3) CT scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat
4) Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi emisi foton
tunggal untuk melihat metabolisme dan perfusi otak.
5) MRI untuk mendeteksi lesi-lesi kecil.
6) Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah
diagnosis CP ditegakkan.
7) Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang
atau pada golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang
tidak.
8) Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.
9) Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat
pendidikan yang diperlukan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Paralisis serebral (cerebral palsy, CP) adalah istilah tidak spesifik yang
digunakan untuk memberi ciri khas pada ketidaknormalan tonus otot, postur, dan
koordinasi yang diakibatkan oleh suatu lesi tidak progresif atau cedera yang
mempengaruhi otak yang tidak matur. Cerebral palsy bukan merupakan satu
penyakit dengan satu penyebab. Cerebral palsy merupakan group penyakit
dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab yang
berbeda. Manifestasi klinik Cerebral palsy bergantung pada lokalisasi dan
luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri,
ganglia basalis atau serebelum. Cerebral palsy bisa disebabkan oleh 3 bagian:
Pranatal, Perinatal dan Postnatal. Berdasarkan tanda dan gejala, Cerebral palsy
diklasifikasikan dalam dua kelompok: berdasarkan tipe dan berdasarkan derajat
kemampuan fungsional.

Untuk pengobatan pada anak dengan Cerebral palsy dapat dilakukan


melalui banyak terapi, tergantung gejalanya. Cerebral Palsy dapat dicegah
dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa
prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan,
tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. “Prenatal dan perinatal care”
yang baik dapat menurunkan insidens Cerebral Palsy. Asuahan keperawatan
cerebral palsy meliputi pangkajian, penegakkan diagnosa dan intervensi
keperawatan.

B. Saran

Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit Cerebral palsy harus


difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga.
Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama
yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya
dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai