Disusun oleh :
Melvia Tamara D 361541333010
Susilo Hendri P 361541333014
Ahmad Zaini 361541333021
Siti Robiah 361541333024
Lusi Riska M 361541333026
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Laporan
praktikum ini ni yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Dengan menyusun laporan ini, kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal
tentang proses pembuatan telur asin yang kami sajikan dengan berbagai poin-poin
penting mulai pendahuluan, tinjauan pustaka, dan hasil pembahasan yang kami
dapatkan dari berbagai sumber yang kompeten dan sesuai isi laporan.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran
penulisan laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah
yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan laporan dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Amin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. latar belakang .............................................................................................. 4
1.2. Rumusan masalah ........................................................................................ 5
1.3. Tujuan .......................................................................................................... 5
1.4. manfaat ........................................................................................................ 5
BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 32
5.2. saran ............................................................................................................. 32
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
beraneka rasa dengan penambahan suatu zat atau perlu inovasi baru yang dapat
menjadikan telur tersebut sebagai pangan fungsional.
1.3 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui cara membuat telur asin.
Mahasiswa dapat menentukan motode pembuatan telur asin.
Mahasiswa bisa memahami konsep aplikasi dalam pembuatan telur asin.
1.4 Manfaat
Untuk mengetahui cara membuat telur asin dengan penambahan teh
Untuk memahami konsep aplikasi pembuatan telur asin penambahan teh.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Kandungan gizi per 100 gram telur puyuh, telur ayam, dan telur itik Zat gizi
6
Asam Panthothenat (Mg) 1,44 1,44 1,86
Vitamin B6 (Mg) 0,14 0,14 0,25
Vitamin E (Mg) 1,08 0,97 1,34
Kolesterol (Mg) 844,00 423,00 884,00
Vitamin B12 (Mkg) 1,58 1,29 5,40
Selenium/Se (Mkg) 32,00 31,70 36,40
Vitamin K (Mkg) 0,30 0,30 0,40
Sumber: USDA (2007)
Pemanfaatan telur itik sebagai bahan pangan tidak hanya dikonsumsi langsung
tetapi juga digunakan dalam berbagai produk olahan, misalnya kue dan telur asin.
Umumnya telur itik memiliki sifat daya dan kestabilan buih yang lebih rendah
dibandingkan dengan telur ayam ras, sehingga pemanfaatan telur itik masih sangat
kurang dibandingkan dengan telur ayam ras dalam berbagai produk olahan pangan
(Hamidah, 2007).
Struktur dan komposisi telur itik tidak berbeda dengan telur lainnya. Telur
segar secara umum mengandung bahan utama yang terdiri dari air, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Telur terdiri dari kerabang telur, putih telur, dan
kuning telur. Berdasarkan bobot telur, perbandingan antara ketiga komposisi
tersebut adalah 12,0 % kerabang telur ; 52,6 % putih telur ; dan 35,4 % kuning telur
(Campbell dan Lasley, 1977). Perbedaan komposisi kimia antar spesies terutama
terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya yang dipengaruhi oleh
keturunan, makanan, dan lingkungan. Komposisi telur itik dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Komposisi gizi per 100 gram telur itik
Komposisi Telur utuh Putih telur Kuning telur
Air (%) 70,8 88,0 47,0
Protein (g) 13,1 11,0 17,0
Lemak (g) 14,3 0,0 35,0
Karbohidrat (g) 0,8 0,8 0,8
Energi (Kkal) 189,0 54,0 398,0
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. (2004)
7
Komposisi telur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa, umur, suhu
lingkungan, penyakit, dan kualitas serta kuantitas makanan (Abbas, 1989). Komposisi
telur secara fisik terdiri dari 10% kerabang telur, 60% putih telur dan 30% kuning
telur (Rasyaf, 1993).
Sarwono (1997) menyatakan bahwa telur umumnya akan mengalami
kerusakan setelah disimpan lebih dari 14 hari di ruang terbuka. Hasil penelitian
Priyadi (2002) menunjukkan bahwa lama penyimpanan telur selama 14 hari
memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan persentase penurunan berat telur,
besar kantung udara, pH putih dan kuning telur, indeks putih dan kuning telur, serta
nilai HU.
Kualitas telur segar yang baik hanya bertahan hingga 5--7 hari pada suhu
ruang dan akan mengalami penurunan kesegaran selama penyimpanan terutama
disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroba dari luar, masuk melalui pori-pori
kerabang (Hadiwiyoto, 1983). Kontaminasi mikroba dapat terjadi sejak telur masih
berada disaluran telur dan setelah ditelurkan (Peclzar dan Chan, 1988).
Penyimpanan telur selama 5--10 hari juga dapat menyebabkan penurunan berat telur
dan tinggi putih telur, serta meningkatkan pH putih telur (Silversides dan Budgell,
2004).
Peningkatan nilai pH disebabkan oleh lepasnya CO2 dari telur melalui pori-
pori kerabang. Telur unggas yang berumur 1 hari mempunyai pH putih telur sekitar
7,6--7,9. Suhu dan lama penyimpanan dapat meningkatkan pH putih telur sampai
maksimal 9,7 (Hintono, 1997).
Hasil penelitian Kurniawan (1991) menunjukkan bahwa pH putih telur itik
pada umur satu hari berkisar antara 7,1--7,7 dan pada putih telur itik yang telah
disimpan selama 14 hari pada suhu ruang meningkat hingga 8,3--9,1. Menurut
Seideman, dkk. (1963), telur itik tegal segar mempunyai pH optimal karena
memiliki pH 8,05.
Bertambahnya umur simpan telur mengakibatkan tinggi lapisan kental putih
telur menjadi turun. Hal ini terjadi karena perubahan struktur gelnya sehingga
permukaan putih telur semakin meluas akibat pengenceran yang terjadi dalam putih
telur karena perubahan pH dari asam menjadi basa dan penguapan CO2 (Dini,
1996).
8
Kenaikan pH pada putih telur akibat hilangnya CO2 yang lebih lanjut
mengakibatkan serabut-serabut ovomucin berbentuk jala akan rusak dan pecah
sehingga bagian cair dari putih telur menjadi encer dan tinggi putih telur menjadi
berkurang (Hintono, 1997).
Kuning telur mempunyai nilai pH 6,0 pada telur yang baru ditelurkan. Selama
penyimpanan pH kuning telur meningkat sampai nilai maksimal 6,4--6,9 tergantung
dari temperatur dan lama penyimpanan (Kurtini, dkk., 2011).
9
ovomucin yang membentuk jala pada protein putih telur (Stadelman dan Cotteril,
1995).
Telur segar memiliki HU rata-rata 86,63 ± 9,67 setelah disimpan selama 7
hari memiliki nilai HU 41,59 ± 19,69 dan telur dengan lama penyimpanan 14
hari hanya telur dengan warna kerabang gelap yang masih dapat dihitung nilai
HUnya, karena pada telur dengan warna kerabang sedang dan terang putih telur
telah mengencer (Jazil, dkk., 2012) dan hasil penelitian Sari (2010), nilai HU
pada telur yang disimpan selama 14 hari sebesar 53,77.
Hasil penelitian Dini (1996) menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
umur simpan telur, tinggi lapisan kental putih telur akan menurun. Hal ini terjadi
karena perubahan struktur gelnya sehingga permukaan putih telur semakin
meluas akibat pengenceran yang terjadi dalam putih telur karena penguapan
CO2 dan perubahan pH dari asam menjadi basa sehingga akan menyebabkan
penurunan kekentalan putih telur sehingga mempengaruhi HU telur.
10
Perubahan pH putih telur ini disebabkan hilangnya CO2 dari telur.
Penggantian CO2 yang hilang ini dengan cara pemecahan bikarbonat.
Bikarbonat terdiri dari sodium dan potasium sebagai buffer. Bikarbonat yang
semakin menurun menyebabkan sistem buffer menjadi menurun. Selama putih
telur kehilangan CO2 dan terjadi perubahan pH, ovomucin kehilangan
kemampuan dalam mempertahankan kekentalan sehingga putih telur berubah
encer (Mountney, 1976).
Telur itik tegal segar mempunyai pH mendekati pH optimal karena
memiliki pH 8,05. Telur yang disimpan selama 7 hari dan 14 hari memiliki
rataan pH diatas 9,0. Pada pH yang lebih dari 9,0 akan mengakibatkan encernya
putih telur (Seideman, dkk., 1963).
11
serta memberi cita rasa khas dari telur (Harlina et al., 2012). Selain itu juga
pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara lain mudah untuk dilakukan,
biayanya murah, praktis, serta dapat meningkatkan kesukaan konsumen.
Berdasarkan metode pengolahanya, ada dua metode yang digunakan yaitu
perendaman dengan larutan garam jenuh dan pemeraman dengan mencampurkan
garam, serbuk batu bata. (Wibawanti et al., 2003).
Telur asin merupakan produk dari telur yang diberi perlakuan dengan cara
penggaraman (Kaewmanee et al., 2011). Pembuatan telur asin umumnya
menggunakan telur itik karena telur itik memiliki pori pori yang lebih besar
dibandingkan dengan telur unggas lainnya, sehingga memudahkan penyerapan
garam untuk masuk keseluruh bagian telur saat diasinkan (Simanjuntak dkk., 2016).
Pembuatan telur asin dengan cara basah sangat mudah dilakukan. Namun,
tingkat kesukaan organoleptik dan warna belum diketahui secara pasti sehingga
perlu dilakukan penelitian pembuatan telur asin dengan tujuan mengetahui tingkat
kesukaan dan warna pada telur asin yang dihasilkan.
Telur asin merupakan salah satu produk yang disukai masyarakat. Prinsip dari
pembuatan telur asin adalah terjadinya proses ionisasi garam NaCl yang kemudian
berdifusi ke dalam telur melalui pori-pori kerabang (Wulandari et al. 2014). Tujuan
dari pembuatan telur asin adalah sebagai upaya untuk pengawetan, selain itu juga
untuk meningkatkan cita rasa dari telur.
Metode pengasinan telur yang selama ini dikenal adalah dengan pengasinan
tradisional, yaitu perendaman dalam larutan garam dan pembalutan telur dalam
adonan garam dengan bubuk bata merah atau dengan abu gosok. Penetrasi garam
secara difusi pada pengasinan tradisional berlangsung secara lambat. Kecepatan
penetrasi garam ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kadar NaCl dalam larutan
perendam. Selain hal tersebut, agar penetrasi garam ke dalam telur dapat
berlangsung lebih cepat, maka pengasinan telur juga bisa dilakukan dengan metode
tekanan (Sujinem 2006).
Metode tekanan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas telur asin, dan
diharapkan mampu mempercepat proses pembuatan telur asin. Prinsip pemberian
tekanan adalah meningkatkan perbedaan tekanan osmotik antara tekanan di luar
12
dengan tekanan di dalam telur. Semakin tinggi perbedaan tekanan osmotik tersebut,
maka semakin tinggi laju difusi NaCl ke dalam telur.
Telur asin yang beredar di masyarakat memiliki variasi rasa asin dan tingkat
kemasiran kuning yang sangat tinggi, dari yang kurang asin hingga yang sangat
asin, dan dari yang kurang masir hingga yang sangat masir dan berminyak. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan konsentrasi garam yang digunakan dalam proses
pengasinan.Sejauh ini belum diketahui tampilan umum maupun rasa telur asin yang
diminati masayarakat.
Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak dilakukan
oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk mencegah
kerusakan dan kebusukan telur serta memberi cita rasa khas dari telur (Harlina et al.,
2012). Selain itu juga pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara lain
mudah untuk dilakukan, biayanya murah, praktis, serta dapat meningkatkan
kesukaan konsumen.
Berdasarkan metode pengolahannya, ada dua metode yang digunakan yaitu
perendaman dengan menggunakan larutan garam jenuh dan pembalutan dengan
mencampur garam, serbuk bata merah atau abu gosok, dan kadang-kadang
menggunakan kapur (Wibawanti et al., 2003).
Pembuatan telur asin dengan menggunakan metode perendaman dalam larutan
garam jenuh sangat mudah dan praktis. Keunggulan pembuatan telur asin dengan
perendaman adalah prosesnya singkat, sedangkan dengan cara pembalutan
prosesnya rumit. Garam dapur mengandung 91,62% NaCl, dan sisanya adalah Ca,
Mg, dan Fe dalarn bentuk garam klorida (Wibawanti et al., 2003).
Garam mempunyai sifat higroskopis sehingga dapat menyebabkan plasmolisis
dan dehidrasi pada sel bakteri, menghambat kerja enzim proteolitik, mengurangi
daya larut oksigen serta menurunkan daya aktivitas air (Wijnker et al., 2006;
Wongvilairat, 2007). Garam yang digunakan dalam proses pengawetan telur
membutuhkan konsentrasi lebih besar dari 15%.
2.4 Teh
Teh merupakan salah satu jenis tanaman yang populer sebagai minuman. Jenis
tanaman ini mengandung potensi antioksidan dari flavo-noid yang berasal dari
13
senyawa polifenol. Tu-juan dari penelitian ini adalah untuk mengeva-luasi aktivitas
antioksidan serta menetapkan kadar fenol total dan flavonoid total sepuluh jenis
mutu teh hitam Indonesia yang dibuat da-lam seduhan. Aktivitas antioksidan diukur
de-ngan metode penangkapan radikal bebas de-ngan DPPH, kadar fenol total diukur
dengan metode Follin-Ciocalteu, dan kadar flavonoid total diukur dengan metode
AlCl3.
Komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam teh sangat kompleks, terdiri
atas polifenol (katekin dan turunannya), senyawa-senyawa ksantin (kafein, teofilin,
dan teobromin), asam amino, karbohidrat, protein, klorofil, senyawa-senyawa
volatil, fluor, mineral, dan senyawa-senyawa kelumit. Turunan polifenol terdapat
dalam jumlah yang paling banyak dan memiliki potensi aktivitas antioksidan, baik
in vitro maupun in vivo (Wu dan Wei, 2002).
Berbagai macam manfaat dapat kita rasakan dari teh yang dikonsumsi. Teh
dapat memberikan rasa segar, memulihkan kesehatan badan, dan terbukti tidak
menim-bulkan dampak negatif (Setyamidjaja, 2000; Rohdiana dan Widiantara,
2004). Kunci manfaat teh bagi kesehatan terletak pada komponen bioaktifnya, yaitu
polifenol yang secara optimal terkandung dalam daun teh. Secara umum, polifenol
terbagi atas dua bagian besar, yaitu flavonoid dan asam fenolat. Flavonoid
merupakan golongan ter-besar dari senyawa polifenol. Senyawa fla-vonoid dapat
mencegah penyakit kardio-vaskuler dengan cara menurunkan laju oksi-dasi lemak.
Beberapa penelitian juga me-nyatakan bahwa flavonoid dapat menurun-kan
hiperlipidemia pada manusia.
Pada pe-nyakit jantung, penghambatan oksidasi LDL oleh flavonoid dapat
mencegah oksi-dasi partikel lipid dan menurunkan risiko terjadinya aterosklerosis
(Astawan dan Kasih, 2008). Selain itu, efek yang dihasil-kan dari senyawa fenol
adalah efek kardio-protektif, yaitu antioksidan yang sangat kuat. Antioksidan
merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau re-duktan. Senyawa ini
memiliki berat mole-kul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi
oksidan, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksi-dan juga merupakan
senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan meng-ikat radikal bebas
dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Winarsi,
2007).
14
BAB III
METODOLOGI
15
3.4 Skema Kerja
Gambar 1
pemeraman
Hasil pengamatan
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Minggu ke 1
Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Telur asin Minggu ke 1
Telur Asin Tekstur Putih Telur Rasa Putih Telur Warna Kuning Telur Kemasiran Kesukaan Keseluruhan Rendemen
Kontrol 2.266666667 2.533333333 2.6 2 3 95.50%
+ Teh 2% 1.533333333 3 2.733333333 1.33333333 1.333333333 96.90%
+ Teh 3% 1.933333333 2.933333333 3 1.8 1.8 95.00%
+ Teh 4% 1.733333333 3 2.666666667 2 3 115.45%
2
Rendemen Rasa Putih Telur
1
telur asin kontrol
0
Telur Asin + Teh 2%
Telur Asin + Teh 3%
Kesukaan Warna Kuning
Keseluruhan Telur Telur Asin + Teh 4%
Kemasiran
17
Tabel 4 . Hasil Uji Rancangan Percobaan Parameter Tekstur Putih Telur Minggu Ke 1
Tests of Between-Subjects Effects
a
Corrected Model 8,333 17 ,490 1,942 ,041
Total 228,000 60
Tabel 5. Hasil Uji Rancangan Percobaan Parameter Rasa Putih Telur Minggu Ke 1
Tests of Between-Subjects Effects
a
Corrected Model 4,700 17 ,276 2,743 ,004
Total 502,000 60
18
Tabel 6. Hasil Uji Rancangan Percobaan Parameter Warna Kuning Telur Minggu Ke 1
Tests of Between-Subjects Effects
a
Corrected Model 2,883 17 ,170 ,851 ,629
Total 465,000 60
a
Corrected Model 5,383 17 ,317 2,771 ,004
Total 201,000 60
19
Tabel 8. Hasil Uji Rancangan Percobaan Parameter Kesukaan Keseluruhan Minggu Ke
1
Tests of Between-Subjects Effects
a
Corrected Model 2,083 17 ,123 2,059 ,029
Total 515,000 60
4.2.Pembahasan Minggu ke 1
1. Grafik Spider Uji Organoleptik Telur asin Minggu ke 1
Pada hasil keseluruhan penilaian organoleptik dari semua parameter yang
diolah dalam grafik spider menuntukkan data sebagai berikut tekstur putih telur
(telur asin kontrol), rasa putih telur (telur asin + teh 2% dan 4%), warna kuning
telur (telur asin + teh 2%), kemasisran (telur asin kontrol dan + teh 4%) dan
kesukaan (telur asin kontrol dan + teh 4%).
Penilaian diatas telah berdasarkan uji panelis yang dilakukan oleh 15 panelis
yang berbeda dan dengan hasil yang berbeda pada tiap parameter yang
dihhasilkan. Dan hasil yang disukai telah telihat dari grafik spider diatas yang
mana adalah hasil dari tingkat kesukan panelis terhadap telur asin yang
dihasilkan.
Dari praktikum yang dilakukan dengan menggunakan penambahan teh
dengan konsentrasi 2%, 3% dan 4% menunjukkan data yang berbeda yang
berarti sitiap perlakuan yang diberikan menghasilkan hasil yang berbeda yang
didapatkan oleh panelis.
20
2. Parameter Tekstur Putih Telur
Pada parameter tekstur putih telur di uji menggunakan Rancangan acak
Kelompok (RAK) pada perlakuan di dapat sig ,002 yang menandakan perlakuan
berpengaruh nyata terhadap hasil akhir penilaian tekstur putih telur berdasarkan
konsentrasi % teh yang ditambahkan.
Perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang
timbul. Nilai yang semakin tinggi menunjukkan tekstur yang semakin keras dan
nilai yang semakin rendah menunjukkan tekstur yang semakin lunak (Winarno,
2003). Tekstur putih telur semakin padat karena tinggi rendahnya konsentrasi
garam, tingginya garam menyebabkan denaturasi protein yang mengakibatkan
penjendalan atau tingginya kekenyalan pada putih telur asin (Kastaman dkk,
2005).
Penurunan nilai tekstur putih telur asin dikarenakan penambahan larutan teh
dan larutan garam jenuh yang berbeda pada setiap sampel perlakuan. Perubahan
tekstur telur asin terjadi karena semakin meningkat kandungan air dalam telur
asin, sehingga tekstur telur akan semakin lembek. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kastaman dkk. (2005), bahwa tekstur putih telur asin yang kenyal
dipengaruhi oleh kadar air, dimana berkurangnya kadar air menimbulkan tekstur
telur asin semakin keras.
21
sedangkan air yang terkandung dalam telur keluar, sehingga rasa asin
mendominasi cita rasa telur asin.
5. Parameter Kemasiran
Pada parameter kemasiran yang di uji menggunakan Rancangan acak
Kelompok (RAK) pada perlakuan di dapat sig ,000 yang menandakan perlakuan
berpengaruh sangat nyata terhadap hasil akhir penilaian kemasiran berdasarkan
konsentrasi % teh yang ditambahkan.
Kemasiran merupakan salah satu kriteria mutu telur asin. Semakin tinggi
kemasiran, maka mutu telur asin yang dihasilkan akan semakin bagus (Windy,
2008). Chi dan Tseng (1998) juga menyatakan bahwa tekstur masir disebabkan
oleh membesarnya granula yang ada dalam kuning telur. Membesarnya granula
pada kuning telur dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kadar garam dan kadar air.
Garam akan masuk ke dalam kuning telur dan akan merusak ikatan-ikatan yang
22
terdapat dalam granula sehingga dapat memperbesar diameter granula.
Masuknya air akan semakin memperbesar diameter granula. Semakin banyak air
dan garam yang masuk menyebabkan semakin banyak granula yang membesar,
sehingga persentase kemasiran semakin besar.
23
Minggu ke 2
Tabel 9. Hasil Uji Organoleptik Telur asin Minggu ke 2
Telur Asin Tekstur Putih Telur Rasa Putih Telur Warna Kuning Telur Kemasiran Kesukaan Keseluruhan Rendemen
Kontrol 2.733333333 2.733333333 2.6 2.6666667 2.066666667 94.57%
+ Teh 2% 1.8 3 2.066666667 2.8666667 2.133333333 99.59%
+ Teh 3% 1.6 3 2.933333333 2.1333333 2.2 98%
+ Teh 4% 1.733333333 3 2.6 2.7333333 2.533333333 100.44%
Kemasiran
24
Tabel 10. Hasil Uji Rancangan Percobaan Parameter Tekstur Putih Telur Minggu Ke 2
Tests of Between-Subjects Effects
a
Corrected Model 14,000 17 ,824 3,482 ,001
Total 256,000 60
Tabel 11. Hasil Uji Rancangan Percobaan Parameter Rasa Putih Telur Minggu Ke 2
Tests of Between-Subjects Effects
a
Corrected Model 1,533 17 ,090 1,722 ,077
Total 520,000 60
25
Tabel 12. Hasil Uji Rancangan Percobaan Parameter Warna Kuning Telur Minggu Ke 2
Tests of Between-Subjects Effects
a
Corrected Model 7,883 17 ,464 2,796 ,003
Total 405,000 60
a
Corrected Model 6,567 17 ,386 1,173 ,326
Total 426,000 60
26
Tabel 14. Hasil Uji Rancangan Percobaan Parameter Kesukaan keseluruhan Minggu Ke
2
Tests of Between-Subjects Effects
a
Corrected Model 4,167 17 ,245 1,568 ,118
Total 310,000 60
4.3.Pembahasan Minggu ke 2
1. Grafik Spider Uji Organoleptik Telur asin Minggu ke 2
Pada hasil keseluruhan penilaian organoleptik dari semua parameter yang
diolah dalam grafik spider menuntukkan data sebagai berikut tekstur putih telur
(Telur asin kontrol), rasa putih telur (telur asin + teh 2%, 3%, 4%), warna
kuning telur (telur asin + teh 3%), kemasisran (telur asin + teh 2%) dan
kesukaan (telur asin + teh 4%).
Data dalam grafik spider yang dilakukan dengan menggunakan penambahan
teh dengan konsentrasi 2%, 3% dan 4% menunjukkan data yang berbeda yang
berarti sitiap perlakuan yang diberikan menghasilkan hasil yang berbeda yang
didapatkan oleh panelis.
Uji yang dilakukan oleh panelis adalah dengan melakukan uji organoleptik
yang meliputi tekstur putih telur, rasa putih telur, warna kuning telur, kemasiran
serta kesukaan keseluruhan dari telur asin yang di ujikan dan didapatkan hasil
yang mewakili dari keseluruhan data yang didapatkan sehingga dengan melihat
gambar dari grafik spider kita dapat menyimpulkan atau bahkan mengetahui
bagaimana gambaran dari telur asin yag didapatkan dan konsentrasi penambahan
teh mana yang telah memiliki kualitas yang diinginkan.
27
2. Parameter Tekstur Putih Telur
Pada parameter tekstur putih telur di uji menggunakan Rancangan acak
Kelompok (RAK) pada perlakuan di dapat sig ,000 yang menandakan perlakuan
berpengaruh sangat nyata terhadap hasil akhir penilaian tekstur putih telur
berdasarkan konsentrasi pesen (%) teh yang ditambahkan.
Perubahan tekstur telur asin terjadi karena semakin meningkat kandungan
air dalam telur asin, sehingga tekstur telur akan semakin lembek. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kastaman dkk. (2005), bahwa tekstur putih telur asin yang
kenyal dipengaruhi oleh kadar air, dimana berkurangnya kadar air menimbulkan
tekstur telur asin semakin keras.
Wulandari (2004) menyatakan selama proses pengasinan akan terjadi
penurunan kadar air putih telur karena ada proses osmosis. Kastaman,
Sudaryanto dan Nopianto (2005), aplikasi osmosis dalam proses pengasinan,
terlihat dengan keluarnya air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya
larutan garam kedalam telur.
Perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang
timbul. Nilai yang semakin tinggi menunjukkan tekstur yang semakin keras dan
nilai yang semakin rendah menunjukkan tekstur yang semakin lunak (Winarno,
2003). Tekstur putih telur semakin padat karena tinggi rendahnya konsentrasi
garam, tingginya garam menyebabkan denaturasi protein yang mengakibatkan
penjendalan atau tingginya kekenyalan pada putih telur asin (Kastaman dkk,
2005).
Menurut Fajarika, Radiati dan Awwaly (2002), perubahan nilai pH yang
terjadi disebabkan oleh hilangnya CO2 dan aktivitas enzim proteolitik yang
merusak membran vitellin, sehingga menjadi lemah dan pecah lalu
menyebabkan putih telur menjadi cair dan tipis. Menurut Damayanti, Ma’aruf
dan Wijayanti (2014),
28
berpengaruh nyata terhadap hasil akhir penilaian rasa putih telur berdasarkan
konsentrasi pesen (%) teh yang ditambahkan.
Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk mencegah kerusakan dan
kebusukan telur serta memberi cita rasa khas dari telur (Harlina et al., 2012).
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada
beberapa faktor diantaranya warna, tekstur, cita rasa dan nilai gizinya,
Tekanan osmotik pada larutan garam atau adonan lebih tinggi daripada
tekanan osmotik di dalam telur, sehingga larutan garam yang memiliki tekanan
osmosis lebih tinggi dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori telur
(Kastaman et al., 2005; Novia et al., 2009). Pada proses tesebut, terjadi
pertukaran cairan antara telur dengan media pengasinan, larutan garam masuk
sedangkan air yang terkandung dalam telur keluar, sehingga rasa asin
mendominasi cita rasa telur asin.
29
dalam air dengan kandungan bahan kering sekitar 50% yang terdiri dari 2/3
lemak dan 1/3 protein (Oktaviani dkk, 2012:110). Nursiwi dkk (2013:87)
menjelaskan bahwa kenampakan pada kuning telur asin berminyak dengan
warna yang sangat orange berhubungan dengan hilangnya air dari kuning telur
dan digantikannya oleh garam. Butir-butir garam dalam kuning telur berikatan
dengan lipoprotein sehingga ikatan lipoprotein rusak dan lemak keluar.
5. Parameter Kemasiran
Pada parameter kemasiran di uji menggunakan Rancangan acak Kelompok
(RAK) pada perlakuan di dapat sig ,006 yang menandakan perlakuan
berpengaruh nyata terhadap hasil akhir penilaian kemasiran berdasarkan
konsentrasi pesen (%) teh yang ditambahkan.
kemasiran telur asin merupakan persentase tekstur kuning telur yang
berminyak dibandingkan dengan total kuning telur dan diukur pada telur asin
yang sudah matang. Menurut Dang (2014), kedua parameter tersebut merupakan
faktor utama penerimaan konsumen terhadap telur asin dan dijadikan indeks
untuk kelengkapan proses pengasinan.
Rasio kekerasan diukur dari kuning telur yang mengeras berbentuk gel.
Pembentukan gel ini berasal dari garam yang masuk ke kuning telur yang
menyebabkan dehidrasi air dan denaturasi protein dari dalam telur sehingga
kuning telur mengeras (Chi dan Tseng, 1998). Protein dalam kuning telur terdiri
dari protein plasma dan protein gra
nular. Protein granular adalah protein yang berbentuk butiran, yang terdiri
dari protein tanpa lemak dan protein dengan lemak (lipoprotein) (Winamo dan
Koswara, 2002). Garam yang masuk ke dalam kuning telur akan melepas ikatan
lipoprotein, sehingga lemaknya terpisah dari protein. Lemak yang terpisah dari
protein pada granul akan menyebabkan protein-protein tersebut saling menyatu,
sehingga menimbulkan pengerasan kuning telur dan muncul tekstur masir pada
telur asin (Chi dan Tseng, 1998). Selama pengasinan terjadi proses difusi,
semakin lama telur diasinkan akan semakin banyak garam yang masuk di kuning
telur. Jika banyak garam yang masuk ke dalam kuning telur maka semakin
banyak air yang keluar ke putih telur (Windy, 2008).
30
Kuning telur dilindungi oleh membran yang disebut membran vitellin yang
mempunyai sifat untuk menarik ion garam ke dalam kuning telur dan
mengeluarkan air dari kuning telur ke dalam putih telur. Faktor yang sangat
berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar
air dalam produk (Wulandari, 2004).
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perubahan tekstur telur asin terjadi karena semakin meningkat kandungan air
dalam telur asin, sehingga tekstur telur akan semakin lembek. tekstur putih telur
asin yang kenyal dipengaruhi oleh kadar air, dimana berkurangnya kadar air
menimbulkan tekstur telur asin semakin keras. Pada proses tesebut, terjadi
pertukaran cairan antara telur dengan media pengasinan, larutan garam masuk
sedangkan air yang terkandung dalam telur keluar, sehingga rasa asin
mendominasi cita rasa telur asin. warna kuning telur sebelum mengalami proses
pengasinan adalah kuning, warna akan berubah menjadi kuning kecoklatan,
cokelat tua, orange atau kuning cerah setelah melalui proses pengasinan.
Dengan demikian pengasinan menyebabkan kadar air telur menurun sehingga
warna orange pada kuning telur semakin pekat. kemasiran telur asin merupakan
persentase tekstur kuning telur yang berminyak dibandingkan dengan total kuning
telur dan diukur pada telur asin yang sudah matang.
5.2 Saran
Dari praktikum yang telah dilaksanakan hendaknya data yang di ambil dalam
pengukuran haruslah secara sempurna. Selain itu sebelum melakukan praktikum
para praktikan sebaiknya sudah menguasai bahan-bahan materi yang akan
dipraktikumkan sehingga memudahkan untuk pemahamannya. Bimbingan dari
asisten juga sangat diperlukan. Terima kasih.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
Kastaman, R., Sudaryanto Dan B. H. Nopianto. 2005. Kajian Proses Pengasinan Telur
Metode Reverse Osmosis Pada Berbagai Perendaman. Jurusan Teknik Dan
Manajemen Industri Pertanian. 19 (1): 30-39.
Lukman, H. 2008. Pengaruh Metode Pengasinan Dan Konsentrasi Sodium Nitrit
Terhadap Karakteristik Telur Itik Asin. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 9
(1): 9-17.
Octarisa, R. 2013. Pengaruh Perbandingan Tepung Tapioka Dengan Telur Asin Dan
Lama Pengukusan Pada Pembuatan Kerupuk Telur Terhadap Kadar Garam Dan
Kesukaan Rasa. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (1): 157–162.
Putri, S. I. 2011. Pengaruh Penambahan Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale Roseoe)
Terhadap Aktivitas Antioksidan, Total Fenol Dan Karakteristik Sensoris Pada
Telur Asin. Skripsi. Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Simanjuntak, O. E., S. Wasito Dan K. Widayaka. 2013. Pengaruh Lama Pengasapan
Telur Asin Dengan Menggunakan Serabut Kelapa Terhadap Kadar Air Dan
Jumlah Bakteri Telur Asin Asap. Jurnal Imiah Peternakan. 1 (1): 195-200.
Surainiwati, K. Suada Dan M. D. Rudyanto. 2013. Mutu Telur Asin Desa Kelayu
Selong Lombok Timur Yang Dibungkus Dalam Abu Gosok Dan Tanah Liat.
Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 2 (3): 282-295.
Suryatno, H. Basito Dan E. Widowati. 2012. Kajian Organoleptik, Aktivitas
Antioksidan, Total Fenol Pada Variasi Lama Pemeraman Pembuatan Telur Asin
Yang Ditambah Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale Roscoe). Jurnal Teknosains
Pangan. 1(1): 2302 0733.
Susrini, I. 2003. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Peternakan Ub.
Malang.
Winarno, F. G. Dan Koswara. 2002. Penanganan Telur Dan Pengolahannya. M-Brio
Press: Bogor.
Winarno, F. G. 2003. Pangan Gizi Teknologi Dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Wulandari, Z. 2004. Sifat Fisikokimia Dan Total Mikroba Telur Itik Asin Hasil Teknik
Penggaraman Dan Lama Penyimpanan Yang Berbeda. Jurnal Media Peternakan.
27 (2): 38-45.
34
LAMPIRAN
35
Lampiran 2. Hasil Uji Rancangan percobaan Organoleptik Minggu ke 1
Comments
Filter <none>
Weight <none>
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Between-Subjects Factors
Value Label N
36
2,00 Telur Asin + Teh
15
2%
panelis 1,00 4
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
7,00 4
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
a
Corrected Model 8,333 17 ,490 1,942 ,041
37
Error 10,600 42 ,252
Total 228,000 60
Subset
perlakuan N 1 2 3
b. Alpha = 0,05.
38
Univariate Analysis of Variance
Notes
Comments
Filter <none>
Weight <none>
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Between-Subjects Factors
Value Label N
Panelis 1,00 4
39
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
7,00 4
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
a
Corrected Model 4,700 17 ,276 2,743 ,004
Total 502,000 60
40
Post Hoc Tests
perlakuan
Homogeneous Subsets
rasa_putih_telur
a,b
Duncan
Subset
perlakuan N 1 2
b. Alpha = 0,05.
Comments
Filter <none>
Weight <none>
41
N of Rows in Working Data
65
File
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Between-Subjects Factors
Value Label N
Panelis 1,00 4
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
7,00 4
42
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
a
Corrected Model 2,883 17 ,170 ,851 ,629
Total 465,000 60
Subset
perlakuan N 1 2
43
Telur Asin + Teh 2% 15 2,7333 2,7333
b. Alpha = 0,05.
Comments
Filter <none>
Weight <none>
44
Syntax UNIANOVA kemasiran BY perlakuan
panelis
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Between-Subjects Factors
Value Label N
panelis 1,00 4
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
7,00 4
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
45
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
a
Corrected Model 5,383 17 ,317 2,771 ,004
Total 201,000 60
Subset
perlakuan N 1 2
46
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
b. Alpha = 0,05.
Comments
Filter <none>
Weight <none>
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
47
Between-Subjects Factors
Value Label N
panelis 1,00 4
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
7,00 4
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
48
a
Corrected Model 2,083 17 ,123 2,059 ,029
Total 515,000 60
Subset
perlakuan N 1 2
b. Alpha = 0,05.
49
Lampiran 2. Hasil Uji Rancangan percobaan Organoleptik Minggu ke 2
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Notes
Comments
Filter <none>
Weight <none>
50
Syntax UNIANOVA tekstur_putih_telur BY
perlakuan panelis
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Between-Subjects Factors
Value Label N
panelis 1,00 4
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
51
7,00 4
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
a
Corrected Model 14,000 17 ,824 3,482 ,001
Total 256,000 60
perlakuan
Homogeneous Subsets
52
tekstur_putih_telur
a,b
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
b. Alpha = 0,05.
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Notes
53
Comments
Filter <none>
Weight <none>
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Between-Subjects Factors
Value Label N
54
4,00 Telur Asin + Teh
15
4%
Panelis 1,00 4
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
7,00 4
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
a
Corrected Model 1,533 17 ,090 1,722 ,077
55
Error 2,200 42 ,052
Total 520,000 60
perlakuan
Homogeneous Subsets
rasa_putih_telur
a,b
Duncan
Subset
Perlakuan N 1 2
b. Alpha = 0,05.
/METHOD=SSTYPE(3)
56
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Notes
Comments
Filter <none>
Weight <none>
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
57
Between-Subjects Factors
Value Label N
panelis 1,00 4
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
7,00 4
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
58
Tests of Between-Subjects Effects
a
Corrected Model 7,883 17 ,464 2,796 ,003
Total 405,000 60
perlakuan
Homogeneous Subsets
warna_kuning_telur
a,b
Duncan
Subset
perlakuan N 1 2 3
59
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
b. Alpha = 0,05.
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Notes
Comments
Filter <none>
Weight <none>
60
Syntax UNIANOVA kemasiran BY perlakuan
panelis
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Between-Subjects Factors
Value Label N
panelis 1,00 4
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
7,00 4
61
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
a
Corrected Model 6,567 17 ,386 1,173 ,326
Total 426,000 60
perlakuan
Homogeneous Subsets
kemasiran
62
a,b
Duncan
Subset
perlakuan N 1 2
b. Alpha = 0,05.
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Notes
Comments
63
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
/METHOD=SSTYPE(3)
/INTERCEPT=INCLUDE
/POSTHOC=perlakuan(DUNCAN)
/CRITERIA=ALPHA(0.05)
/DESIGN=perlakuan panelis.
Between-Subjects Factors
Value Label N
64
4,00 Telur Asin + Teh
15
4%
panelis 1,00 4
2,00 4
3,00 4
4,00 4
5,00 4
6,00 4
7,00 4
8,00 4
9,00 4
10,00 4
11,00 4
12,00 4
13,00 4
14,00 4
15,00 4
a
Corrected Model 4,167 17 ,245 1,568 ,118
65
Error 6,567 42 ,156
Total 310,000 60
perlakuan
Homogeneous Subsets
kesukaan_keselurahan
a,b
Duncan
Subset
perlakuan N 1 2
b. Alpha = 0,05.
66