Anda di halaman 1dari 55

PROSES PENCELUPAN PADA KAIN CDP (CATIONIC DYEABLE

POLYESTER) DENGAN ZAT WARNA KATIONIK (SANDOCRYL RED BRLN


200) DAN ZAT WARNA DISPERSI (TERASIL RED SD 01 TIPE C) CARA
EXHAUST ATAU PERENDAMAN JENIS ZAT WARNA, pH dan
KONSENTRASI BUFFER CH3COONa

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1 MAKSUD
Maksud dari praktikum ini adalah agar dapat mengetahui dan memahami
cara melakukan proses pencelupan pada kain CDP (Cationic Dyeable
Polyester) dengan zat warna kationik (Sandocryl Red BRLN 200) dan zat
warna dispersi (Terasil Red SD 01 Tipe C)metoda exhaust atau
perendaman dengan baik dan benar.

1.2 TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat melakukan proses
pencelupan pada kain CDP (Cationic Dyeable Polyester) dengan zat warna
kationik (Sandocryl Red BRLN 200) dan zat warna dispersi (Terasil Red SD
01 Tipe C)metoda exhaust atau perendaman dengan jenis zat warna
(kationik – dispersi), pH (3 – 4 - 6) dan konsentrasi buffer CH3COONa (0 - 1
g/L)sehingga dapat mengetahui pengaruh dari variasi tersebut terhadap
ketuaan warna dan kerataan warna secara visual.

II. TEORI DASAR


2.1 CDP (Cationic Dyeable Poliester)[1]
Serat CDP (Cationic Dyeable Poliester) adalah serat poliester yang
dimodifikasi, yang dapat dicelup dengan zat warna kationik. Serat CDP
merupakan serat kopoliester yang dihasilkan dari kopolimerisasi komponen
ketiga yang dapat mengikat zat warna kationik. Komponen ketiga ini
ditambahkan pada asam tereftalat dan etilena glikol sebagai komponen
utamanya, dan dapat direaksikan ke dalam rantai poliester. Komponen
ketiga yang biasa ditambahkan ini adalah asam sulfolsoftalat, yang mulai
dikenalkan pada tahun 1960 oleh Du Pont.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 1


Gambar 2.1 Pembuatan CDP
Sumber : Dede Karyana. PPT Pencelupan Serat CDP (Cationic Dyeable Polyester).
Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

Oleh karena itu CDP dapat dicelup dengan zat warna disperse dan atau
dengan zat warna kationik.Pencelupan pada umumnya terdiri dari
melarutkanatau mendispersikan zat warna dalam air atau medium
lain, kemudian memasukkanbahan bahan tekstil kedalam larutan
tersebut sehingga terjadi penyerapan zw kedalamserat. Penyerapan
zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi endotermik dan
reaksikeseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam,
alkali, atau lainnyaditambahkan ke dalam larutan celup dan kemudian
pencelupan diteruskan hinggadiperoleh warna yang dikehendaki.

Pada pencelupan serat CDP dengan menggunakan zw dispersi-


kationik ini, tentunyaada beberapa hal yang perlu kita bahas dari proses
pencelupan ini. Serat CDP merupakansuatu serat yang terbuat dari
komponen asam tereftalat dengan etilenna glikol danditambahkan
gugus samping asam sulfoisoptalat. Dimana serat CDP ini sebetulnya
merupakan modifikasi serat polyester yang tentunya sifat dan karakteristik
dari serat initentunya berbeda dari serat polyester biasa. Serat CDP
dapat dicelup denganmenggunakan zat warna dispersi maupun basa.
Adapun dapat dicelup dengan zw dispersi tidakperlu menggunakan carier
maupun termosol karena serat CDP ini memiliki titek lelehyang
rendah, sehingga pada suhu yang tidak terlalu tinggi serat CDP sudah

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 2


mengembangdan dengan sangat mudah zat warna dispersi akan masuk
kedalam serat CDP.

Selain dapat dicelup dengan menggunakan zat warna dispersi, serat CDP
ini jugadapat dicelup dengan menggunakan zat warna kationik yang
tergolong kedalamjenis zat warna yang kelarutannya dalam air besar.
Serat CDP dapat dicelup denganmenggunakan zat warna kationik
karena pada serat CDP terdapat/mengandung gugus - gugus sulfonat
yang berasal dari penambahan asam sulfoisoptalat sebagai gugus
sampingdari serat polyester. Adapun gugus sulfonat (SO 3Na) ini akan
terionkan dalam airmenjadi bermuatan negatif, sehingga mempunyai
daya untuk menarik elektron yangbermuatan positif (elektropositif).
Serat CDP (bermuatan negatif) akan berikatandengan zat warna
kationik (bermuatan positif) secara ionik dalam sistem
pencelupannya.Komponen ketiga yang sering digunakan untuk pembuatan
serat CDP adalah asam sulfoisoftalat:

Struktur Asam Sulfo Isoftalat:

Gambar 2.2 Struktur Molekul Komponen Ketiga (Asam Sulfoisoftalat)


Sumber : Dede Karyana. PPT Pencelupan Serat CDP (Cationic Dyeable Polyester).
Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 3


O O
HO C CO (CH2)2 O H
n

O O
HO C CO (CH2)2 O H rantai polimer serat poliester
n tidak bercabang
: ikatan dipol antar rantai polimer serat poliester

O O O O
HO C CO C C O(CH2)2O H
n

SO 3Na
O O O O
HO C CO C C O(CH2)2O H
n

SO 3Na
rantai polimer CDP bercabang
: ikatan dipol antar rantai polimer serat CDP

Gambar 2.3 Perbedaan Struktur CDP dan Poliester


Sumber : Dede Karyana. PPT Pencelupan Serat CDP (Cationic Dyeable Polyester).
Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

Adanya gugus samping menyebabkan struktur Kristal menjadi rusak

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 4


2.2 Sifat Serat CDP [1]
2.2.1 Bentuk Mikroskopis
Jika dilihat dengan menggunakan mikroskop, maka bentuk penampang
melintang yang didapat adalah bulat, trilobal.

2.2.2 Sifat Fisika[1]


1. Pengaruh panas
Akibat dari adanya komponen ketiga, maka derajat orientasi dan
derajat kristalinitasnya menjadi menurun. Jenis-jenis komponen ketiga
ini yang terdapat pada kopolimer akan menurunkan keteraturan
susunan kristalinitasnya. Keadaan ini akan menurunkan kekuatan dan
titik leleh. Oleh sebab itu proses persiapannya harus hati-hati dalam
mengontrol temperatur.
2. Pilling
Memiliki sifat pilling yang baik jika dibandingkan dengan poliester
biasa. Karena kekuatan gesekan filamen CDP relatif lebih rendah
dibanding dengan poliester biasa. Serat yang putus karena gesekan
tidak akan membentuk pilling, karena kekuatan seratnya yang rendah,
sehingga serat tidak mudah terlepas.
3. Daya mulur serat
Daya mulurnya lebih rendah dibanding dengan poliester biasa, tetapi
lebih tinggi jika dibanding dengan wool.

2.3 Sifat Kimia[1]


1. Ketahanan terhadap asam
Ketahanan cukup baik terhadap asam lemah, tetapi mudah terhidrolisa
oleh asam kuat. Ketahanan CDP terhadap asam berbeda-beda,
tergantung kepada jenis dan konsentrasi asamnya, temperatur dan
waktu pengerjaannya.
2. Ketahanan terhadap alkali
Ketahanan terhadap alkali lemah pada temperatur yang rendah, tetapi
jika temperatur diatas 100oC atau lebih dalam waktu yang lama akan
menurunkan kekuatan serat. Jika serat CDP dididihkan dalam alkali
dibawah tekanan, maka kerusakan akan semakin cepat jika serat CDP

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 5


dioksidasi dalam alkali kuat seperti NaOH, akan terjadi hidrolisa pada
permukaan serat.
3. Ketahanan terhadap reduktor dan oksidator
Serat CDP kurang tahan terhadap reduktor, kekuatan akan cepat
menurun, jika dikerjakan pada waktu yang lama. Tetapi tahan terhadap
oksidator.
Tabel 2.1 Keunggulan CDP
Dyeing Methode
Specal Quality
Exhaustion Printing

Anti pilling √

Brilliancy √
√ √
Wet fastness
√ √
Dyeing Costing
√ √
Energy Saving

Dyeing problem

Effluent
√ √
Dischargeable
√ √
No Stain (CDP/C)
No Stain (CDP/W) √

Sumber : Dede Karyana. PPT Pencelupan Serat CDP (Cationic Dyeable Polyester).
Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Kekurangan
• Fibre costing : mahal
• Hidrolisis : pada suhu tinggi lebih mudah rusak terhidrolisis
• Light fastness : kurang baik

2.4 Zat Warna Basa[2], [3]


[2]
Zat warna basa dikenal juga sebagai zat warna Mauvin, terutama dipakai
untuk mencelup serat protein seperti wol dan sutera.

Nama dagang zat warna basa, adalah :


 Azatrazon (Bayer)

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 6


 Rhodamine (I.C.I)
 Sandocryl (Sandoz)
 Basacryl (BASF)
 Cationic (Mitsui)

Zat warna basa termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Sifat
utama dari zat warna basa adalah ketahanan sinarnya yang jelek.
Ketahanan cuci pada umumnya juga kurang baik. Beberapa di
antaranya mempunyai ketahanan cuci sedang.

Warnanya sangat cerah dan intensitas warnanya sangat tinggi. Zat warna
basa di dalam larutan celup akan terionisasi dan bagian yang berwarna
bermuatan positif. Oleh karena itu zat warna basa disebut juga zat warna
kationik.

2.2.1 Sifat Zat Warna Basa[3]


1. Kelarutan Zat Warna
Zat warna basa terdapat dalam bentuk basa dan bentuk garam. Dalam
bentuk basa, zat warna basa sukar larut, tetapi dalam suasana asam zat
warna basa akan berubah menjadi bentuk garam yang mudah larut. Oleh
karena itu kelarutan zat warna basa sangat tergantung pada pH larutan
celup (pH makin rendah kelarutan makin tinggi).
2. Kecerahan Warna
Dibanding struktur molekul zat warna organic lainnya, ukuran molekul zat
warna basa relative paling kecil, sehingga bila dibanding zat warna organic
lainnya zat warna basa merupakan zat warna yang paling cerah (nomor 2
setelah zat warna pigmen jenis metalik).
3. Daya Celup Zat Warna Basa
Daya celup zat warna basa sangat tergantung pada banyaknya gugus amin
yang bermuatan positif yang terkandung dalam tiap molekul zat warna.
Mengingat terbatasnya tempat-tempat yang bermuatan negative (gugus
karboksil atau sulfonat) dalam serat maka untuk zat warna basa yang tiap
molekulnya mengandung gugus amin (muatan positif) lebih banyak akan
lebih sedikit jumlah maksimum zatt warna basa yang dapat diikat serat dan
sebaliknya. Guna memudahkan pemakai, maka tiap zat warna basa diberi

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 7


nilai f yang berkisar antara 0,6 hingga 1,5, makin kecil nilai f makin sedikit
muatan positif pada zat warna sehingga lebih dapat digunakan untuk
mencelup warna tua (dengan persentase pemakaian yang lebih besar),
karena persentase maksimum zat warna basa yang dapat terserap serat
adalah:

% maks ZW =

A = nilai kejenuhan serat

Pemakaian zat warna basa diatas presentase maksimum tidak akan


menambah ketuaan hasil celup lebih lanjut, sebab semua tempat negative
(gugus karbonat atau karboksilat) pada serat sudah terisi/berikatan dengan
kation zat warna basa. Harga factor f zat warna, juga tergantung pada
kemurnian zat warna.
4. Laju Penyerapan Zat Warna Basa
Meskipun secara umum ukuran molekul zat warna relative kecil, namun
ukuran molekul zat warna basa yang satu dengan yang lainnya juga
bervariasi. Zat warna yang mempunyai ukuran molekul lebih besar akan
mempunyai substantifitas yang lebih besar, sehingga cenderung sukar
rata. Sedang untuk zat warna yang lebih kecil ukuran molekulnya,
substantifitasnya lebih kecil sehingga relatif lebih mudah rata. Berkait
dengan hal tersebut, maka untuk memudahkan pemakai, tiap zat warna
basa diberi nilai CV (Compability Value) yang berkisar antara 1-5. Harga
CV yang besar menunjukkan laju penyerapan zat warna basa yang harga
CV-nya kecil bersifat sebaliknya (laju penyerapan cepat dan sukar rata).

2.2.2. Efek pH Larutan Celup


Untuk menjamin terbentuknya kation zat warna basa (seluruh zat warna
basa larut sempurna) maka pencelupan perlu dilakukan dalam suasana
asam.

Dalam hal ini pH larutan celup yang optimal adalah 4,5 dan perlu dikontrol
dengan ketat, sebab untuk kebanyakan zat warna konvesional yang
muatan positifnya berpindah-pindah melalui kromogen, bila pH lebih besar

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 8


dari 4,5 maka kelarutan zat warna akan agak berkurang dan lambda
optimum zat warna akan berubah kearah ynag lebih pendek (corak
berubah, contoh dari merah kearah orange), hasil celup lebih muda dan
kurang rata.

Dilain pihak bila pH larutan celup lebih rendah dari 4,5 maka terbentuknya
muatan negative pada gugus karboksilat pada serat akan lebih sulit,
sehingga laju pencelupan akan lebih lambat, dalam hal ini hasil celup akan
lebih rata namun ketuaan warna akan lebih muda dan ada kemungkinan
terjadi penurunan kekuatan bahan yang dicelup.

2.2.3 Efek Suhu Pencelupan


Berkait dengan penetapan suhu pencelupan, dalam membuat skema
proses pencelupan dengan zat warna basa ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu ketika pencelupan dinaikkan dan mulai memasuki suhu
titik gelas kedua serat, sehingga biila kenaikan suhu terlalu cepat maka
akan menimbulkan hasil celup yang belang.

Untuk pencelupan dengan zat warna basa yang sukar rata, pada suhu
tersebut sebaiknya dilakukan penahanan suhu selama 10 hingga 30 menit
(arrest temperature system) sebelum selanjutnya suhu dinaikkan dengan
laju kenaikan suhu 1-1,5 .

Pada pencelupan sutra dan wol dengan zat warna basa suhu pencelupan
sebaiknya tidak melebihi suhu 80 agar tidak terjadi kerusakan bahan.

2.2.4 Pelarutan Zat Warna Basa


Zat warna basa didispersikan dengan sedikit air dan pendispersi non ionik,
lalu dilarutkan dengan penambahan air panas dan sejumlah asam asetat
sesuai resep pencelupan, lalu diaduk hingga larut sempurna (tampak
jernih).
Zat warna basa dalam penggunaannya digolongkan sebagai beriukut
seauai dengan sifat dan karakteristik jenis dari golongan zat warnanya :

 Golongan 1.
Yaitu merupakan devirat Tri fenil Metan, Misalnya Melachite Green

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 9


Gambar 2.4 Struktur Molekul Melachite Green

Sumber: Rasjid Djufri, dkk. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.


Hal 109.

 Golongan 2
Yaitu merupakan devirat Thiasin, misalnya:

Gambar 2.5 Struktur Molekul Methylen blue


Sumber: Rasjid Djufri, dkk. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.
Hal 110.

 Golongan 3
Yaitu merupakan devirat Oxazin, misalnya meldola blue

Gambar 2.6 Struktur Molekul Meldola Blue

Sumber: Rasjid Djufri, dkk. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.


Hal 110.

 Golongan 4
Yaitu merupakan devirat azin, misalnya Neutral red

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 10


Gambar 2.7 Struktur Molekul Neutral Red

Sumber: Rasjid Djufri, dkk. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.


Hal 110.

 Golongan 5
Yaitu merupakan devirat xanten, misalnya rhodamine b

Gambar 2.8 Struktur Molekul Rhodamine B

Sumber: Rasjid Djufri, dkk. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.


Hal 110.

 Golongan 6
Yaitu merupakan devirat azo, misalnya Bismarck brown.

Gambar 2.9 Struktur Molekul Bismarck brown

Sumber: Rasjid Djufri, dkk. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan.


Hal 110.

2.2.5 Sifat Zat Warna Basa


Sifat utama zat warna basa adalah mempunyai kecerahan dan intensitas
warna yang tinggi. Zat warna basa segera larut dalam alkohol tetapi pada

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 11


umumnya tidak larut dalam air sehingga sering kali terbentuk gumpalan.
Demikian pula pada zat warna basa misalnya Anramine akan mengurai
dengan pendidihan sehingga pemakaiannya hanya pada temperatur 60 -
65oC. Dan pada umumnya pada pendidihan yang lama akan terjadi
penguraian sebagian yang menghasilkan penurunan intensitas warna. Bila
kedalam larutan zat warna basa ditambahkan alkali kuat maka akan
terbentuk basa zat warna basa yang tidak berwarna. Tetapi dengan
penambahan suatu asam akan terbentuk lagi bentuk garamnya yang
berwarna. Basa tersebut akan larut dalam eter.

Zat warna basa memiliki ketahanan sinar yang jelek dan ketahanan cuci
yang kurang. Asam tanin akan memberikan senyawa yang tidak larut
dalam air dengan zat warna basa terutama bila tidak ada asam mineral.
Sifat tersebut berguna dalam pencelupan serat - serat sellulosa. Dengan
istilah back tanning tetapi kerja iring tersebut berguna akan menyuramkan
kilap zat warna basa.

Beberapa senyawa reduktor akan mengubah zat warna basa menjadi


basanya yang tidak berwarna Basa tersebut teroksidasi menjadi bentuk
semula.

2.2.6 Afinitas Zat Warna Basa


Serat - serat selulosa tidak mempunyai afinitas terhadap zat warna basa.
Apabila beberapa zat warna basa dapat mencelup serat–serat tersebut
maka ketahanan cucinya akan rendah sekali. Tetapi serat –serat protein
afinitas terhadap zat warna basa adalah besar karena terbentuk ikatan
garam yang dapat digambar sebagai berikut :

W - COO - + ( Kation - Zat warna ) + W - COO (Kation - Zat warna)

Zat warna tersebut akan terserap pada tempat - tempat yang bermuatan
negatif sehingga apabila tempat tersebut telah terisi maka penyerapan zat
warna akan terhenti.

2.2.7 Mekanisme Pencelupan Serat CDP dengan Zat Warna Basa


Secara umum, pencelupan CDP bertujuan memindahkan zat warna basa
dari mediumpencelupan ke dalam serat melalui distribusi yang

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 12


merata disertai dengan sifat-sifatketahanan warna yang optimum dari
hasil celupannya, juga memelihara akibat sampinganyang minimum
terhadap kekuatan serat itu sendiri.
1. Kecepatan pencelupan
Pengontrolan temperatur dan waktu dilakukan untuk mengatur kecepatan
celup dalampencelupan CDP dengan zat warna basa. Energi
aktivitas difusi zat warna basa pada CDPsekitar 25 kcal/mol yang kira-
kira sebanding dengan dengan 30-34 kcal/mol untuk zat warnadispersi
pada serat poliester biasa.Berdasarkan evaluasi ini diketahui kenaikan
kecepatan celup CDP hanya 7% setiap1oC. Karena itu pengontrolan
temperatur adalah cara yang paling efektif untuk mengaturkecepatan
celup ini.
2. Mekanisme pencelupan
Setelah pelarutan zat warna, molekul-molekul zat warna akan
bergerak mendekatibahan dan terserap pada permukaan bahan
(serat). Selanjutnya terjadi difusi zat warna ke dalam serat sehingga
terjadi ikatan. Kuat tidaknya ikatan ini tergantung pada jenis zat warna
dan jenis serat yang dipakai.
Adapun bentuk mekanisme pencelupan serat CDP didasarkan pada
sifat keduakomponen ada 2 macam yaitu :
a. Mekanisme dengan bantuan zat pengemban
Jenis pengemban yang biasa dipakai untuk pencelupan CDP
dengan zat warna basaadalah pengemban nonionik untuk
mengurangi migrasi zat warna yang berlebihan.
Mekanismenya :
 Zat pengemban, zat warna, dan air berada dalam satu
kesetimbangan pada permukaanserat.
 Zat pengemban, zat warna, dan air berdifusi ke dalam serat.
Zat pengemban bertindak sebagai pelunak dengan
menghilangkan gaya-gaya di antara rantai-rantai molekul
polimer.
 Serat terplastiskan akibat perusakan tersebut dan zat warna
masuk ke dalam seratsehingga terjadilah pencelupan.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 13


 Setelah pengemban keluar, serat akan kembali ke bentuk semula
(sulit dicelup) sehinggazat warna yang sudah ada di dalam serat
tidak keluar lagi dan terjadi ikatan antara seratdan zat warna.
b. Mekanisme dengan suhu dan tekanan tinggi
Energi panas menyebabkan terjadinya gerakan-gerakan makromolekuler
yang cepatsehingga terbentuk ruang-ruang antar molekul (pori-pori
serat) yang memungkinkan zatwarna masuk ke dalam serat. Adanya
tekanan akan membantu perpindahan molekul zatwarna dari larutan
celup ke dalam serat. Setelah pencelupan, serat kembali ke bentuk
semuladengan zat warna yang membentuk ikatan di dalamnya.

Pada pencelupan kain CDP dengan zat warna basa akan terbentuk ikatan
ionic antara gugus anion pada CDP dan gugus kation pada zat warna
basa. Banyaknya zat warna yang terserap oleh CDP tergantung dari
banyaknya gugus anion yang terdapat pada serat,oleh karena itu kapasitas
penyerapannya dibatasi oleh banyaknya gugus anion dalam serat CDP.

Metode pencelupan suhu tinggi adalah pencelupan larutan dengan


menggunakan suhu tinggi dibawah tekanan. Energi panas yang dihasilkan
karena adanya perlakuan suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya
gerakan-gerakan makromolekuler yang cepat sehingga terbentuk ruang-
ruang antara molekul yang memungkinkan zat warna berdifusi ke dalam
serat.

Tahapan mekanisme pencelupan tersebut sebagai berikut:


 Didalam larutan pencelupan akan terjadi reaksi ionisasi dari zat warna basa
menghasilkan kation dan anion dari zat warna.
 Kenaikan suhu selama proses pencelupan menyebabkan zat warna basa
akan mudah masuk ke dalam serat CDP, hal ini dikarenakan adanya energi
panas yang dihasilkan karena adanya perlakuan suhu tinggi dapat
menyebabkan terjadinya gerakan-gerakan makro molekuler yang cepat
sehingga terbentuk ruang-ruang antara molekul yang memungkinkan zat
warna berdifusi ke dalam serat.
 Kation zat warna basa yang berada didalam serat akan mengadakan ikatan
ion dengan gugus reaksi pada serat CDP.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 14


F(SO3)- Na+  F(SO3)- + Na
Serat CDP Gugus sulfonat dari serat CDP

 Setelah proses pencelupan maka serat akan kembali ke bentuk semula


dengan zat warna basa membentuk ikatan ion didalamnya.

Penggunaan Garam Glauber Pada Pencelupan


Pencelupan CDP dengan zat warna basa dan dispersi pada temperatur
dan tekanan tinggi serta pH rendah perlu menggunakan garam glauber.
Garam ini mencegah penurunan kekuatan serat (akibat hidrolisa gugus
tambahannya yaitu asam sulfoisoftalat), mempengaruhi migrasi dan daya
absorpsi zat warna, serta kecepatan pencelupan.

Penggunaan pH dan Pengaruhnya Terhadap Kekuatan Serat CDP


Pencelupan pada pH rendah dapat menurunkan kekuatan serat CDP
melalui hidrolisa gugus tambahannya. Disamping mempengaruhi kekuatan
serat, pH juga memberikan efek terhadap hasil celupan yaitu ketahanan
warnanya, corak dan kesempurnaan.

Bila pH pencelupan makin besar, zat warna basa menjadi tidak stabil pada
temperatur tinggi sehingga dapat terurai. Maka hasil pencelupan akan
berwarna muda dan menurunkan ketahanan serat terhadap sinar.

Bila pencelupan dengan temperatur tinggi dan pH yang rendah, maka CDP
akan terhidrolisa. Walaupun kestabilan larutan celup pada temperatur tinggi
dan pH rendah akan bertambah, tetapi penurunan kekuatan serat akan
terjadi dengan cepat.

Berikut adalah pengaruh dari pH larutan celup terhadap hasil pencelupan :


Tabel 2.2 Pengaruh dari pH Larutan Celup Terhadap Hasil Pencelupan

pH<4 pH 4 pH>4
 Ketuaan 
+ Corak warna ++
 Sisa 
 Ketahanan cahaya 
 Penodaan terhadap serat lain 

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 15


 Kekuatan serat 

Keterangan :  : turun + : berubah sedikit

 : naik ++ : berubah

Sumber : M.Ichwan, Rr Wiwiek. 2013. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2.


Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Hal 103

Pengaruh Suhu dan Pengaruhnya Terhadap Migrasi Zat Warna Basa


Kenaikan temperatur pada pencelupan CDP dengan zat warna basa tidak
mempengaruhi migrasi zat warna, tidak seperti pada pencelupan poliakrilat.
Yang mempengaruhi adalah garam glauber yang dapat menambah migrasi
tersebut. Sebaliknya kecepatan penyerapan menjadi lambat karena adanya
penambahan ion-ion. Migrasi akibat garam glauber lebih besar dari pada
migrasi dengan penambahan zat pengemban.

2.3 Zat Warna Kationik[5], [6]


Zat warna kationik merupakan zat warna sintetik yang pertama kali
ditemukan oleh W.H Perkin pada tahun 1856, sebagai zat warna Mauvein,
yakni Magenta dan Malachite Green. Zat warna kationik terionkan di dalam
mediumnya dengan gugus kromofor yang bersifat kation, sehingga sering
disebut sebagai zat warna kation, yang dapat mencelup serat protein,
poliamida dan poliakrilat berdasarkan ikatan elektovalen.

2.3.1 Struktur Kimia Zat Warna Kationik[5]


Zat warna kationik sebagian besar molekulnya tersusun oleh senyawa
alkilol fenilamina yang dapat membentuk garam dengan asam sebagai
berikut :

Struktur Molekul Zat Warna kationik

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 16


Zat warna kation yang diperdagangkan dapat berbentuk garam dengan
asam hidro-klorida sebagai asamnya dan mungkin pula berbentuk garam
rangkap dengan seng klorida.

2.3.2 Sifat-Sifat Umum Zat Warna Kationik[6]


Sifat-sifat zat warna kationik meliputi :
 Mempunyai kecerahan dan intensitas warna yang tinggi.
 Zat warna kation larut dalam alkohol dan asam asetat 30%, tetapi pada
umumnya tidak mudah larut dalam air sehingga seringkali terjadi
penggumpalan.
 Pendidihan yang lama akan mengakibatkan sebagian zat warna terurai
yang menghasilkan penurunan intensitas warna.
 Zat warna kation dapat diendapkan dengan zat warna direk dan zat
warna asam, terutama dalam larutan yang tidak encer.
 Ketahanan terhadap sinar tergantung pada gugus yang dikandung oleh
serat, yang mengandung gugus sulfonat ketahanan sinarnya lebih baik
daripada mengandung gugus karboksilat.
 Ketahanan terhadap pencucian sangat baik.

[6]
Zat warna kationik adalah sekelompok zat warna yang larut air dengan
warna-warna cerah. Zat warna ini mengionisasi menjadi ion kation dalam
larutan air dan serat dengan membentuk hubungan ion dengan gugus
asam pada serat melalui fungsi muatan listrik. Zat warna kationik terutama
digunakan dalam pencelupan dan pencetakan kain polypropylene dan
pencelupan dimodifikasi polyester dan polyacrylics serat.
Zat warna kationik diklasifikasikan ke dalam enam kelompok yaitu umum,
X, M, SD, L dan D menurut pencelupan dan sifatnya:

 Kelompok Umum
Zat warna kationik jenis umum memiliki tahan luntur warna pencucian baik
dan tahan luntur cahaya, cocok untuk pencelupan menengah dan gelap
untuk kain rajut, campuran serat polyacrylonitrile non-woven, kain bulked
dengan warna sedang atau gelap, danselimut dari polyacrylonitrile.
Kelompok ini mencakup Red 2GL, Light Yellow 7GL, Brilliant Blue RL, Pink
FG, Turquoise Biru GB, Hitam WHL, dll.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 17


 Grup X
Zat warna kationik jenis ini memiliki sifat kerataan yang baik untuk
pencelupan benang polyacrylonitrile yang bulky dan campuran dengan wol.
Kelompok ini mencakup kuning X-8GL, Golden Yellow X-GL, Red X-GRL,
Biru X-GRL, Biru-X-grrl, Black X-2RL, dll.
 Grup M
Zat warna kationik jenis ini memiliki kemampuan migrasi dan kerataan yang
baik, cocok untuk pencelupan benang polyacrylonitrile yang bulky. Jenis ini
mencakup Red M-RL, Kuning M-RL, Biru M-RL atau Black M-RL, dll.
 Grup SD
Zat warna kationik jenis SD memiliki perilaku yang sangat baik dan tahan
suhu tinggi saat pencelupan, cocok untuk pencelupan polyacrylonitrile,
Cationik Dyeable Polyester, dan pencelupan polyacrylonitrile / wol dengan
campuran zat warna asam dan poliester asam-dimodifikasi / polyester
dengan zat warna disperse. Jenis ini mencakup Brilliant Red SD-GRL, Red
SD-5GL, Yellow SD-5GL, Biru SD-GSL, Biru SD-RL, Black SD-RL dan
Black SD-O, dll.
 Grup L
Zat warna kationik jenis L pewarna kationik berbentuk cair dan mampu
dicampur dengan air dalam rasio apapun, cocok untuk pencelupan benang
polyacrlonitrile basah. Jenis ini mencakup Brilliant Red L-5GN, Red LX-
GRL, Golden Yellow LX-GL, Yellow LX-GRL, Biru LX-BL, Biru LX-GRL dan
Black LX-RL, dll.
 Grup D
Zat warna kationik jenis D adalah zat warna dischargeable, cocok untuk
pencapan rusak sebagai landasan. Kelompok ini mencakup Red D-TL,
Yellow D-2RL, Orange D-BRL, Biru D-2GL dan Black D-HO, dll.

2.3.3 Ikatan Antara Zat Warna Kationik dan CDP


Pelarutan zat warna kationik dengan CH3COOH:

CH3COOH  CH3COO- + H+

ZW – NH2 + H+ ZW – NH3+


Tidak larut Larut

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 18


Pembentukan ikatan ionik antara zat warna kationik yang larut dengan
serat CDP yang telah mengion dalam air :

SO3-

ZW – NH3+
Zat Warna Kationik
2.4 Zat Warna Dispersi [2]
Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang terbuat secara sintetik.
Kelarutannnya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan
dispersi atau partikel-partikel yang hanya melayang dalam air. Zat warna
dispersi mula-mula digunakan untuk mewarnai serat asetat. Kemudian
dikembangkan lagi, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat
buatan lainnya yang lebih hidrofob dari serat asetat, seperti serat poliester,
poliamida, dan poliakrilat. Zat warna dispersi merupakan zat warna yang
terdispersi dalam air dengan bantuan zat pendispersi. Adapun sifat-sifat
umum zat warna dispersi adalah sebagai berikut :
1. Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel 0,5-
2µ).
2. Bersifat non-ionik terdapat gugus-gugus fungsional seperti -NH2, -NHR,
dan-OH. Gugus-gugus tersebut bersifat agak polar sehingga menyebabkan
zat warna sedikit larut dalam air.
3. Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/L pada suhu 800C.
4. Tidak megalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung.

2.4.1 Penggolongan Zat Warna Dispersi


Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna dispersi dapat
digolongkan menjadi:

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 19


1. Zat warna dispersi golongan A
Zat warna ini mempunyai berat molekul yang terkecil, tingkat ketahanan
sublimasinya rendah, tersublimasi penuh ( 90 - 100% ) pada suhu sekitar
1300C dan mempunyai sifat kerataannya yang baik sekali. Zat warna
golongan ini umumnya digunakan pada pencelupan dengan menggunakan
zat pengembang (carrier).
2. Zat warna dispersi golongan B
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang sedang,
tersublimasi penuh pada suhu sekitar 1500C - 1700C, dan mempunyai sifat
kerataan yang baik. Zat warna ini dapat digunakan untuk pencelupan
menggunakan bantuan zat pengembang dan pada pencelupan suhu tinggi
dan pemberian tekanan.
3. Zat warna dispersi golongan C
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang tinggi, tersublimasi
penuh pada suhu sekitar 1900C. zat warna ini biasanya digunakan untuk
pencelupan dengan menggunakan metode suhu tinggi dan pemberian
tekanan dan metode termosol.
4. Zat warna dispersi golongan D
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang tinggi, tersublimasi
penuh pada suhu 2200 C. zat warna ini biasanya digunakan untuk
pencelupan dengan menggunakan metode pada suhu tinggi dan metode
termosol.

Dalam proses pencelupan, partikel zat warna masuk kedalam serat dalam
keadaan terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna dispersi
dapat dibuat dari beberapa struktur kimia yang berbeda.

Struktur kimia yang umum di gunakan dalam zat warna dispersi dan
persentasi penggunaannya adalah sebagai berikut:

 Azo (N=N) : 55%


 Diazo (N=N-N=N) : 10%
 Antrakwinon : 20%
 Lain - lain : 15%

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 20


1. Zat Warna Dispersi Jenis Azo
Zat warna dispersi jenis azo adalah zat warna jenis ini umumnya
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Daya pewarnaan yang tinggi
b. Pemakaian ekonomis
c. Sifat kerataan celupan bervariasi, ada yang mudah rata ada juga yang
sulit tetapi secara umum lebih sulit dari jenis antrakwinon
d. Termomigrasi relatif lebih baik dari pada antrakwinon
e. Daya punutup ketidak rataan benang kurang lebih sebanding dengan
antrakwinon

Zat warna dispersi jenis diazo adalah zat warna dispersi yang umumnya
mempunyai sifat yang sama dengan jenis azo tetapi mempunyai daya
sublimasi yang tinggi. Zat warna ini banyak di gunakan untuk warna-warna
tua. Karena makin sulit dan mahalnya bahan baku antrakwinon maka
dewasa ini terdapat kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan
dengan zat warna jenis azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk
membuat zat warna azo yang menyerupai antrakwinon dalam hal
kemurnian kecerahan warna dan sifat yang baik.

2. Zat Warna Dispersi Jenis Antrakuinon


Zat warna dispersi jenis antrakuinon merupakan satu-satunya golongan
yang terpenting kedua setelah jenis azo dan sebagian besar dalam rentang
warna merah, violet, biru, dan hijau-biru.

Manufaktur untuk sintesa zat warna dispersi jenis antrakuinon ini juga
relatif mahal, sehingga saat ini penggunaannya mulai banyak digantikan
oleh golongan lain yang lebih ekonomis seperti golongan azo heterosiklik
dan zat warna dengan jenis-jenis kromofor yang baru. Namun demikian,
sifat ketahanan terhadap cahaya serta stabilitas kimia yang tinggi yang
dimiliki oleh zat warna antrakuinon sulit untuk dicapai oleh zat warna
golongan lainnya.

Serat selulosa asetat kurang tahan terhadap panas jika dibandingkan


dengan serat poliester, sehingga proses pencelupannya harus dikerjakan
pada suhu yang lebih rendah. Oleh karena itu zat warna ini memiliki

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 21


molekul yang relatif sederhana, misalnya C.I. Disperse Red 15, C.I.
Disperse Violet 4, dan C.I. Disperse Blue 3.

O NH2 O NHCH3

O X O NHCH2CH2OH
C.I.Disperse Red 15 (X=OH)
C.I.Disperse Violet 4 (X=NHCH3) C.I.Disperse Blue 3

Gambar 2.16. Zat Warna Dispersi untuk Selulosa Asetat (Golongan A)


Sumber : M. Ichwan, Rr Wiwiek. 2013. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2.
Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Zat antrakwinon adalah zat warna yang umumnya mempunyai sifat - sifat
sebagai berikut:
a. Warna lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah.
b. Relatif lebih mahal.
c. Sifat kecerahan dan migrasi relatif lebih baik dari azo.
d. Termomigrasi lebih jelek, bila di bandingkan dengan azo.
e. Daya penutupan ketidakrataan benang yang baik.
f. Daya tahan reduksi / hidrolisa yang baik.
g. Daya tahan sinar umumnya sangat tinggi

3. Turunan Senyawa Difenilamin

Gambar 2.17 C.I Disperse Yellow 42

2.4.2 Pencelupan CDP dengan Zat Warna Dispersi


Pencelupan CDP dengan zat warna dispersi sama dengan pencelupan
poliester biasa menggunakan zat warna dispersi karena pada serat CDP
masih memiliki sifat sifat yang mirip poliester biasa. Mekanisme
pencelupan zat warna dispersi adalah solid solution dimana suatu zat

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 22


padat akan larut dalam zat padat lain. Dalam hal ini, zat warna merupakan
zat padat yang larut dalam serat.

Mekanisme lain menjelaskan demikian : zat warna dispersi berpindah dari


keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk
molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali,
tetapi bagian zat warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh
bahan. Sedangkan bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat warna
yang sewaktu-waktu akan larut mempertahankan kesetimbangan.

Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah
menjadi terdispersi monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini
akan masuk ke dalam serat melalui pori-pori serat.

Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat,


selanjutnya terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat.
Adsorpsi dan difusi zat warna ke dalam serat dapat dipercepat dengan
menaikkan temperatur proses.

Dalam air, serat CDP akan memiliki gaya dipol antar serat. Gaya ini terjadi
karena atom karbon bermuatan parsial positif (+)dan atom oksigen
bermuatan parsial negatif (-). Gaya dipol akan renggang pada saat
pemanasan di atas 80oC sehingga zat warna bisa masuk ke dalam
serat.Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf
mempunyai mobilitas tinggi dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan
suhu menyebabkan adsorpsi dan difusi zat warna bertambah. Energi rantai
molekul serat bertambah sehingga mudah bergeser satu sama lain dan
molekul zat warna dapat masuk ke dalam serat dengan cepat. Masuknya
zat warna ke dalam serat dibantu pula dengan adanya tekanan tinggi.

Zat warna akan menempati bagian amorf dan terorientasi dari serat CDP.
Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih bergerak
sehingga zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul
dengan adanya ikatan antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi
antara serat dengan zat warna mungkin merupakan ikatan fisika, tetapi

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 23


dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang terbentuk dari gugusan amina
primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada molekul serat.

Demikian pula gaya-gaya Dispersi London (Van der Waals) yang dapat
terjadi dalam pencelupan tersebut, seperti diilustrasikan dalam gambar
berikut.

I II
Tolakan
Tarikan
Tolakan
+ Tarikan
+
A B

Dalam gambar di atas dimisalkan atom A adalah atom zat warna,


sedangkan atom B adalah serat poliester. Pada saat atom A mulai
berdekatan dengan atom B, maka salah satu atom cenderung untuk
mendekati atom tetangganya. Sampai pada jarak tertentu maka pada
kedua atom akan terjadi antaraksi, dimana awan elektron I pada atom A
akan tertarik pada inti atom B, awan elektron II pada atom B akan tertarik
pada inti atom A, awan elektron I dan awan elektron II saling tolak, dan inti
atom A akan menolak inti atom B. Antaraksi tersebut akan menghasilkan
energi tarik-menarik.

Tahap-tahap pencelupannya dapat dijelaskan sebagai beikut :

 Energi panas menimbulkan gerakan-gerakan makro molekul pada serat


sehingga terbentuk pori-pori serat.
 Zat warna kation yang terdapat pada larutan celup mengalami gerakan
yang cepat akibat energi panas tersebut.
 Adanya tekanan yang besar mendesak, molekul zat warna akan masuk
ke dalam serat.
 Setelah pencelupan, serat kembali ke bentuk semula dengan zat warna
membentuk ikatan didalamnya.

Kemudian ikatan ionic yang terbentuk dengan kesetimbangan dapat ditulis


sebagai berikut :

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 24


P – A (M,H) ↔ PA- + (M,H)+

D – X ↔ D+ + X-

PA(M,H) + D – X ↔ PA-D+ + (M,H+)X-

Keterangan : D = Zat warna

PA = Serat CDP

M = Kation logam

X = Anion zat warna

H = Ion hidrogen

Sedangkan efek celup dari campuran poliester dan CDP dengan memakai
variasi zat warna dispersi dan zat warna kation ada 3 macam, yaitu :

▫ Reserve colour
Kain campuran poliester dan CDP dicelup dengan zat warna kation,
sehingga kain yang tercelup hanya kain CDPnya.

▫ Tone in tone
Pencelupan dengan zat warna dispersi, sehingga kain CDP tercelup lebih
tua dibanding kain poliester.

▫ Solid colour
Kain poliester / CDP dicelup dengan ketuaan warna yang sama.

▫ Contrass colour
Kain poliester / CDP dicelup dengan zat warna dispersi dan kation,
sehingga kain CDP tercelup oleh zat warna dispersi dan zat warna kation,
sedangkan kain poliester hanya tercelup oleh zat warna dispersi.

2.4.3 Cara Kerja Zat Pendispersi


Pencelupan dengan zat warna dispersi yang tidak larut dalam air tidak
akan terjadi bila zat warna belum didispersikan dalam air. Karena itu perlu
penambahan zat pendispersi. Mekanisme pendispersian zat warna dispersi
oleh zat pendispersi adalah sebagai berikut :

Pendispersi
A 25
laporan Praktikum Teknologi Zat warna
Pencelupan 2 – 3K2
I
R
Gambar a Gambar b
Gambar 2.18 Pendispersian Zat Warna Dispersi
Kiri (A) Ketika Zat Pendispersi dimasukan ke dalam air, Kanan (B)
Ketika zat warna dispersi dimasukan dalam air dan pendispersi

Zat pendispersi memiliki bagian hidrofob dan bagian hidrofil. Bagian hidrofil
merupakan kepala dan bagian hidrofob adalah ekor, seperti gambar di
samping. Pada saat dimasukkan ke air, bagian hidrofob zat pendispersi ini
akan ditolak, sedangkan bagian hidrofil akan tertarik ke air (gambar a).
Namun ketika ke dalam air tersebut dimasukkan zat warna dispersi yang
bersifat hidrofob, maka bagian hidrofob zat pendispersi akan tertarik ke zat
warna tersebut (gambar b). Keadaan demikian akan mengakibatkan zat
warna dispersi yang tidak larut dalam air, akan lebih stabil karena
didispersikan oleh pendispersi sehingga tidak terjadi pengendapan zat
warna.

Zat pendispersi mempunyai sifat khas, yaitu mempunyai kecenderungan


untuk berpusat pada antarmuka dan mempunyai kemampuan menurunkan
atau menaikan tegangan permukaan.

Sifat-sifat zat pendispersi dapat digolongkan menjadi :

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 26


a. Sifat-Sifat Umum
1. Zat pendispersi sebagai larutan koloid
Larutan zat pendispersi merupakan larutan koloid. Molekul-molekulnya
terdiri dari gugus hidrofil dan hidrofob.

Bagian yang hidrofil menghadap ke air, sedangkan yang hidrofob


menghadap ke zat warna. Pada konsentrasi tinggipartikel koloid ini saling
menggumpal, gumpalan ini disebut misel dan ada dalam kesetimbangan
bolak balik dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan).

2. Adsorpsi
Karena sifatnya yang khas, maka zat pendispersi biasanya teradsorpsi
pada permukaan atau antarmuka. Apabila larutan mempunyai tegangan
permukaan lebih kecil dari pelarut murni, maka zat terlarut akan
terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpso positif. Sebaliknya
adsorpsi negatif menunjukan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih
banyak terdapat dalam rongga larutan dari pada di permukaan.

b. Sifat-Sifat Khusus
1. Pembasahan
Bila setetes cairan diteteskan pada permukaan zat padat, maka cairan
tersebut dapat menutupi permukaan zat padat. Gejala ini disebut
pembasahan.

2. Daya Busa
Busa adalah dispersi gas dalam cairan dan zat pendispersi memperkecil
tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil. Jadi dapat disimpulkan
bahwa zat pendispersi mempunyai daya busa

3. Daya Emulsi
Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan lain yang tidak
saling melarutkan. Sama halnya dengan pembusaan, maka zat
pendispersi akan menurunkan tegangan antar muka, sehingga terjadi
emulsi yang stabil.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 27


2.4.4. Mekanisme Kerja Pencucian Reduksi
Proses cuci reduksi (ReductionClearing) menggunakan kaustik soda dan
natrium hidrosulfit yang akan menghasilkan gas hidrogen untuk mereduksi
sisa zat warna yang tidak mewarnai serat. Pemakaian kaustik soda ini
hanya untuk mengaktifkan natrium hidrosulfit agar menghasilkan gas
hidrogen. Reaksinya sebagai berikut :

2NaOH + Na2S2O4 +2H2O 2Na2SO4 + 6Hn

Penghilangan sisa zat warna tersebut dengan hidrogen melalui reaksi


reduksi akan mengubah resonansi zat warna sehingga tidak berwarna lagi.
Contoh reaksi tersebut adalah sebagai berikut :

CN
R1
H2 N N N N
R2
reduksi lemah
CN
R1
O 2N N N N
R2

reduksi kuat CN
R1
H2 N NH2 + H2 N N
R2
(resonansi kecil sehingga warna hilang)

2.4.5 Mekanisme Kerja Sabun Dalam Proses Pencucian


Setelah cuci reduksi, bahan selanjutnya dicuci bersih dengan
sabun/deterjen. Pencucian dengan sabun untuk melepaskan sisa zat
warna yang tidak berfiksasi dan sisa zat proses memiliki mekanisme
hampir sama dengan pendispersi zat warna oleh zat pendispersi.

Suatu molekul sabun atau deterjen tersusun dari bagian muka yang berupa
gugus -COONa atau -SO3Na yang bersifat polar, dan bagian ekor berupa
rantai alkail yang non polar. Ketika sabun atau deterjen dimasukkan ke
dalam larutan/air maka sabun atau deterjen akan mengalami ionisasi. Ion
natrium akan dilepaskan sehingga sabun bermuatan negatif dan akan
membentuk struktur unisel (buih) dimana bagian COO- atau SO3- mengarah
ke air sedangkan bagian lainnya mengarah kepada sisa zat warna dispersi.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 28


Teepol yang digunakan sebagai zat pencuci atau sabun memiliki bagian
hidrofil dan hidrofob. Zat warna yang tidak berfiksasi dengan serat akan
menempel pada permukaan bahan. Pada saat sabun dimasukkan, maka
bagian hidrofob sabun dan zat warna tersebut akan bergabung. Sementara
bagian hidrofil sabun akan menarik gabungan bagian hidrofob tersebut ke
air (mendispersikannya ke air).

2.5 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Proses Pencelupan


 Suhu
Suhu perlu diperhatikan, kenaikan suhu tidak berpengaruh banyak
terhadap penyerapan zat warna sampai suhu transisi gelas kedua yaitu
800C.Diatas suhu transisi, penyerapan zat warna akan meningkat sampai
suhu 120oC, tetapi kenaikan suhu perlu diperhatikan agar penyerapan serat
CDP lebih efektif sehingga kerataan pencelupan akan tercapai.
 pH larutan
pH larutan pencelupan sering berpengaruh terhadap hasil celupan, seperti
kecerahan warna, ketahanan warna dan sifat fisika serat. pH > 4 zat warna
kation menjadi tidak stabil dan akan terjadi penguraian zat warna sehingga
hasil celupan muda, pH < 4 zat warna kation akan terhidrolisa.
 Konsentrasi natrium sulfat
Pada proses dengan HT/HP, penggunaan zat ini tidak bisa ditinggalkan,
hal ini disebabkan oleh karena selain dapat menghambat terjadinya
hidrolisa, pemakaian zat ini juga mempengaruhi hasil celupannya. Sangat
potensial sekali mendapatkan hasil celupan dengan zat warna kation. Maka
fungsi dari natrium sulfat ini adalah untuk mencegah penurunan kekuatan
kain, migrasi zat warna dan penodaan pada serat lain yang berbatasan
pada pencelupan campuran dan daya absorpsi zat warna.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 29


III. PERCOBAAN
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 ALAT
 Gelas piala 100 mL, 500 mL
 Gelas ukur 100 mL
 Pipet volume 1 mL, 10 mL
 Bulp piller
 Mesin HT dyeing
 Tabung HT dyeing
 Pengaduk kaca
 Mesin stenter
 Gunting
 Neraca digital
 Kasa dan bunsen

3.1.2 BAHAN
 Bahan CDP
 Zat warna dispersi (Terasil Red SD-01 Tipe C)
 Zat warna kationik (Sandocryl Red BRLN 200)
 Pendispersi stamol
 CH3COOH 30%
 CH3COONa
 Na2SO4

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 30


3.2 RESEP
3.2.1 Resep Proses Pencelupan Kain CDP Dengan Zat Warna Kationik
(Sandocryl Red BRLN 200) dan Dispersi (Terasil Red SD 01) Metoda
Exhaust

Resep Proses Pencelupan

Zat Warna Kationik (% OWF) 1 1 1 1 0

Zat Warna Dispersi (% OWF) 0 0 0 0 1

Asam Asetat 30% (pH) 3 4 4 6 4

Pendispersi (mL/L) 0 0 0 0 1

CH3COONa (g/L) 1 1 0 1 1

Na2SO4 (g/L) 3

Suhu (0C) 120

Waktu (menit) 30

Vlot (1:X) 1:20

Tabel 4.1 Resep Proses Pencelupan Kain CDP Dengan Zat Warna
Kationik (Sandocryl Red BRLN 200) dan Dispersi (Terasil Red SD 01)
Metoda Exhaust

 Resep Pencucian :
Sabun netral : 1 g/L
Vlot : 1 : 20
Suhu : 600C
Waktu : 15 menit

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 31


3.3 PERHITUNGAN ZAT (PURI ISIIIII)

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 32


3.4 FUNGSI ZAT

 ZW kationik berfungsi untuk memberikan warna pada kain CDP secara


merata dan permanen dengan ikatan ionik.
 zat warna dispersi berfungsi untuk memberikan warna pada kain CDP
secara merata dan permanen dengan ikatan hidrogen dan hidrofobik.
 Pendispersi berfungsi untuk mendispersikan zat warna dispersi dan
untuk menjaga agar partikel zat warna dispersi tetap stabil dan tidak
mengendap (mencegah penggabungan kembali partikel zat warna
dispersi teraglomerasi menjadi partikel yang lebih besar).
 CH3COOH 30% berfungsi untuk mengatur pH larutan dan memberikan
suasana asam pada larutan pencelupan dengan zat warna kationik
dan zat warna dispersi.
 CH3COONa berfungsi sebagai buffer agar pH larutan celup tetap
stabil.
 Na2SO4 berfungsi untuk meningkatkan afinitas zat warna dan
mencegah CDP terhidrolisis pada suhu tinggi.
 Sabun netral berfungsi untuk proses pencucian setelah proses
pencelupan guna menghilangkan zat warna yang menempel
dipermukaan serat.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 33


3.5 LANGKAH KERJA
3.5.1 Proses Pencelupan
 Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
 Membuat diagarm alir proses, menentukan skema proses, menentukan
zat pembantu yang digunakan dan membuat resep pencelupan.
 Menimbang massa kain CDP menggunakan timbangan digital.
 Membuat perhitungan kebutuhan zat warna, zat pembantu dan kebutuhan
air sesuai dengan resep yang sudah dibuat.
 Menimbang zat warna dispersi merah (Terasil Red SD-01) dan zat warna
kationik (Sandocryl Red BRLN 200) sebanyak 0,5 gramlalu
mengencerkannya 50 mL dengan air hangat sebagai larutan induk zat
warna 1%.
 Membuat larutan pencelupan dengan mencampurkan air, CH3COOH 30%
sesuai dengan pH, CH3COONa dan zat warna kationik serta pendispersi
dan untuk pencelupan zat warna dispersi sesuai dengan perhitungan zat.
 Memasukan kain CDP dan melakukan proses pencelupan dan menaikan
suhu selama 30 menit dari 300C menuju 1200C dengan kecepatan
kenaikan suhu 30C/menit, lalu pencelupan suhu konstan pada suhu 1200C
selama 30 menit.
 Menurunkan suhu hingga 600C selama 15 menit atau dengan kecepatan
penurunan suhu 40C/menit.
 Melakukan proses penyabunan dengan sabun netral selama 10 menit
dengan suhu 600C.
 Mengeringkan kain dengan mesin stenter selama 2 menit dengan suhu
1000C.
 Melakukan evaluasi terhadap kain CDP hasil pencelupan dengan
evaluasi ketuaan warna secara visual dan kerataan warna secara visual.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 34


3.5.2 Pengujian Kerataan Warna dan Ketuaan Warna Secara Visual
 Mensejajarkan kain CDP hasil pencelupan diatas lantai berwarna putih
atau kertas putih.
 Membandingkan kerataan dan ketuaan warna kelima kain CDP hasil
pencelupan.
 Memberikan rangking 1 untuk kain CDP yang paling rata dan paling tua.

3.6 SKEMA PROSES


3.6.1 Skema Proses Pencelupan Kain CDP Dengan Zat Warna Kationik
(Sandocryl Red BRLN 200) Metoda Exhaust

Skema Proses Pencelupan Kain CDP Dengan Zat Warna Kationik


(Sandocryl Red BRLN 200) Metoda Exhaust

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 35


3.6.2 Skema Proses Pencelupan Kain CDP Dengan Zat Warna Dispersi
(Terasil Red SD 01) Metoda Exhaust

Skema Proses Pencelupan Kain CDP Dengan Zat Warna Dispersi


(Terasil Red SD 01) Metoda Exhaust

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 36


3.7 DIAGRAM ALIR

Pembuatan Larutan
Induk Zat Warna Dispersi Proses Pencucian Proses Pengeringan
dan Kationik 1% (0,5 (600C, 15') (1000C, 2')
gram >> 50 mL)

Persiapan Lart. (zw


dispersi/kationik, Penurunan Suhu Evaluasi (Ketuaan Warna
pendispersi, CH3COOH (40C/menit) dan Kerataan Warna
30%, CH3COONa, 1200C >> 600C Secara Visual)
Na2SO4)

Menaikan suhu
(30C/menit) Proses Pencelupan
(1200C, 30')
300C >> 1200C

Diagram Alir Proses Pencelupan Kain CDP Dengan Zat Warna Kationik
(Sandocryl Red BRLN 200) dan Dispersi (Terasil Red SD 01) Metoda
Exhaust

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 37


IV. PEMBAHASAN
Pencelupan kain CDP dapat dilakukan dengan menggunakan 2 jenis zat
warna yaitu zat warna dispersi dan zat warna kationik. Zat warna dispersi
digunakan karena serat CDP pada dasarnya adalah modifikasi dari serat
poliester sehingga sifat dasarnya hampir mirip dengan serat poliester,
namun perbedaannya adalah pada struktur molekulnya dimana CDP lebih
longgar dan lebih poros karena menambahkan suatu zat yang bernama
asam sulfoisoftalat dalam proses polimerisasinya. Asam sulfoisoftalat
mengganti sebagian asam tereftalat yang digunakan dalam proses
polimerisasi sehingga serat lebih menyerap air karena terbentuk cabang
yang lebih longgar, keteraturan susunan kristal dalam serat rusak dan
derajat kristalinitasnya lebih rendah dibandingkan poliester. MR yang
didapat menjadi >2% dari semula poliester hanya 0,5%.

O O
HO C CO (CH2)2 O H
n

O O
HO C CO (CH2)2 O H rantai polimer serat poliester
n tidak bercabang
: ikatan dipol antar rantai polimer serat poliester

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 38


O O O O
HO C CO C C O(CH2)2O H
n

SO 3Na
O O O O
HO C CO C C O(CH2)2O H
n

SO 3Na
rantai polimer CDP bercabang
: ikatan dipol antar rantai polimer serat CDP

Gambar 4.1 Perbedaan Struktur CDP dan Poliester

Gambar diatas menunjukan perbedaan struktur dari CDP dengan poliester


dimana struktur CDP yang lebih longgar dan bercabang menyebabkan
serat ini sedikit polar dibandingkan poliester yang tidak polar karena tidak
memiliki gugus pelarut yang salah satunya adalah gugus SO3Na. Jarak
antar partikel pada serat CDP lebih longgar sehingga derajat
kristalinitasnya rendah dan tidak rapat dan serta lebih menyerap air.

Pencelupan CDP dengan Zat Warna Dispersi

Kain CDP dapat dicelup dengan zat warna dispersi, sama halnya dengan
pencelupan poliester biasa menggunakan zat warna dispersi. Hal ini
disebabkan karena adanya kandungan asam tereftalat dan etilena glikol
sebagai komponen utamanya sehingga masih bersifat seperti poliester
meskipun lebih amorf. Bagian poliester tersebut dapat dicelup oleh zat
warna dispersi dengan mekanisme pencelupanberupasolid solution
sehingga penggunaan vlot tidak berpengaruh pada hasil pencelupan
karena zat warna dispersi tidak larut dalam air, begitupun bagian poliester
pada CDP yang sifatnya sama hidrofob. Penambahan vlot tidak akan
mempengaruhi pendispersian zat warn, begitupun dengan vlot yang rendah
tidak akan mempengaruhi agregasi zat warna karena yang dibutuhkan
adalah pendispersi untuk mendispersikan zat warna dispersi dimana gugus
hidrofob menghadap zat warna dan gugus hidrofil menghadap air sehingga
zat warna tertarik pada fasa air.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 39


Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna dispersi pada permukaan
kain CDP, selanjutnya terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam
serat CDP yang lebih mudah terbuka pori porinya. Adsorpsi dan difusi zat
warna ke dalam serat dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur
proses. Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat CDPmenjadi
renggang dimana antar molekulnya bergerak karena adanya getaran
akiabat suhu yang naik sehingga pori-pori serat mengembung. Kenaikan
suhu menyebabkan adsorpsi dan difusi zat warna bertambah terutama
pada bagian poliester yang telah terbuka pori porinya meskipun lebih
sedikit dibandingkan bagian komponen ketiganya. Energi kinetik pada zat
warna dispersi bertambah sehingga dapat bermigrasi dan berdifusi ke
dalam inti serat.

Kekuatan terhadap suhu tinggi serat CDP lebih rendah dibandingkan serat
poliester, sehingga pencelupan dengan zat warna dispersi suhunya sedikit
diturunkan. Misalnya seperti dalam resep pencelupan ini dimana metoda
yang digunakan adakah HTHP yang suhunya 1200C, berbeda dengan
poliester yang suhunya 1300C. Titik gelas kedua serat CDP pun lebih
rendah sehingga dapat mengembang lebih cepat dibandingkan poliester
dan hasil pencelupannya pun lebih tua karena strukturnya lebih poros
sehingga zat warna dispersi mudah masuk.

Adanya komponen ketiga pada kain CDP dan strukturnya yang lebih
bercabang dan longgar menyebabkan CDP mudah terhidrolisis akibat suhu
tinggi yang merusah stukturnya sehingga mudah rusak. Hal ini dapat
diatasi dengan menambahkan garam berupa garam glauber yaitu Na2SO4
dalam larutan celup sehingga dapat mencegah terjadinya hidrolisis pada
CDP.

Pencelupan CDP dengan Zat Warna Kationik

Zat warna kationik adalah modifikasi zat warna basa dimana zat warna
basa memiliki ukuran molekul kecil sehingga tidak tahan suhu tinggi.
Sedangkan CDP adalah modifikasi poliester dengan penambahan
komponen ketiga dalam proses polimerisasinya sehingga strukturnya lebih
poros namun tetap membutuhkan suhu tinggi untuk proses pencelupannya.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 40


Zat warna kationik dimodifikasi dari zat warna basa sehingga memiliki
ukuran molekul yang besar dan tahan panas sehingga dapat berdifusi pada
serat CDP setelah melewati suhu transisi gelas keduanya.

Selain itu, adanya komponen ketiga ini juga membuat serat CDP menjadi
memiliki gugus sulfonat sehingga serat ini dapat dicelup dengan
menggunakan zat warna kationik. Gugus sulfonat (SO3Na) ini akan
terionkan dalam air menjadi bermuatan negatif, sehingga mempunyai
daya untuk menarik elektron yangbermuatan positif (elektropositif).
Serat CDP (bermuatan negatif) akan berikatandengan zat warna
kationik (bermuatan positif) secara ionik dalam sistem pencelupannya.

Kation zat warna kation yang berada didalam serat akan mengadakan
ikatan ion dengan gugus reaksi pada serat CDP:
F(SO3)- Na+  F(SO3)- + Na
Serat CDP Gugus sulfonat dari serat CDP

CH3COOH  CH3COO- + H+

ZW – NH2 + H+ ZW – NH3+


ZW Kation Tidak larut ZW Kation yang larut

SO3-

ZW – NH3+
Zat Warna Kationik

Komponen ketiga dari serat CDP dapat mengion dalam air dengan
suasana asam sehingga gugus sulfonat berubah menjadi anion yang dapat
berikatan dengan zat warna kation yang telah menyerap ion H+ sehingga
menjadi larut dalam air.

SO3Na  Na+ + SO3-

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 41


Ikatan yang terbentuk antara zat warna kationik dengan serat CDP
khususnya pada komponen ketiganya dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah faktor A. Faktor A menyatakan kejenuhan serat CDP
dimana nilai A ini menyatakan banyaknya muatan negatif atau anion pada
serat CDP. Banyaknya faktor A ini tergantung banyaknya komponen ketiga
yang ditambahkan untuk mengganti asam tereftalat. Semakin tinggi nilai A
maka semakin banyak komposisi komponen ketiga dan semakin banyak
muatan negatif pada serat CDP sehingga dapat berikatan dengan kation
zat warna kationik karena zat warna kationik mengandung gugus amina
yaitu NH3+ dari donor asam serta gugus amorf semakin banyak dan derajat
kristalinitas makin rendah. Sebab, nilai A yang tinggi menyebabkan zat
warna banyak yang terserap pada bahan. Namun nilai A untuk setiap serat
berbeda beda tergantung dari pabrik yang memproduksinya yang
disesuaikan juga dengan penggunaannya.

Adapun nilai f yang menyatakan banyaknya muatan positif pada zat warna
kationik. Semakin besar nilai f maka semakin banyak muatan positif pada
zat warna kationik. Oleh karena itu, dengan mengetahui nilai A dan f maka
dapat diketahui banyaknya zat warna yang terserap pada bahan yang
dinyatakan dalam bentuk persentase. Semakin besar persentasenya maka
dapat disesuaikan konsentrasi zat warnanya agar penggunaannya menjadi
hemat yang dinyatakan dengan nilai CV atau Compability Value. Nilai ini
berkisar pada nilai 1 – 5 dimana nilai 5 menyatakan bahwa zat warna
mudah rata dengan berat molekul yang rendah dan afinitas yang rendah
serta warna yang cerah. Begitupun sebaliknya untuk nilai 1 yang
afinitasnya tinggi namun sukar rata dengan berat molekul yang tinggi.
Dengan mengetahui nilai CV maka dapat disesuaikan penggunaannya
untuk keperluan colour matching agar dapat menggunakan zat warna
dengan nilai CV yang sama sehingga reproduksibilitasnya atau
kemampuan untuk dicelup ulang dengan hasil yang sama menjadi tinggi
karena afinitasnya sama serta kompatibel.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 42


Ketuaan Warna Secara Visual Kerataan Warna Secara Visual
No Variasi
Rangking Predikat Rangking Predikat

Zat Warna Kationik


1 pH 3 Rangking 4 Muda Rangking 2 Rata

CH3COONa 1 g/L

Zat Warna Kationik


2 pH 4 Rangking 3 Sedang Rangking 3 Sedang

CH3COONa 1 g/L

Zat Warna Kationik


Sangat Tidak
3 pH 4 Rangking 5 Sangat Muda Rangking 5
Rata
CH3COONa 0 g/L

Zat Warna Kationik


4 pH 6 Rangking 2 Tua Rangking 4 Tidak Rata
CH3COONa 1 g/L

Zat Warna Dispersi


5 pH 4 Rangking 1 Sangat Tua Rangking 1 Sangat Rata
CH3COONa 1 g/L

Tabel 6.1 Data Hasil Pencelupan Kain CDP yang Dicelup dengan Zat Warna
Kationik (Sandocryl Red BRLN 200) dan Zat Warna Dispersi Tipe C (Terasil
Red SD-01 – Terasil Yellow SD) Metoda Exhaust atau Perendaman
Terhadap Ketuaan Warna dan Kerataan Warna Secara Visual

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 43


Pengaruh Variasi Konsentrasi Buffer, Jenis Zat Warna dan pH
Terhadap Ketuaan Warna dan Kerataan Warna Secara Visual
Pada Hasil Pencelupan Kain CDP yang Dicelup dengan Zat Warna
Kationik (Sandocryl Red BRLN 200) dan Zat Warna Dispersi Tipe C
(Terasil Red S

5 5
Nilai Ketuaan dan Kerataan Warna

4 4

3 3

2 2

1 1

ZW KATIONIK, ZW KATIONIK, ZW KATIONIK, ZW KATIONIK, ZW DISPERSI,


CH3COONA 1 G/L, PH 3 CH3COONA 1 G/L, PH 4 CH3COONA 0 G/L, PH 4 CH3COONA 1 G/L, PH 6 CH3COONA 1 G/L, PH 4

Ketuaan Warna Kerataan Warna

Grafik 6.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Buffer, Jenis Zat Warna dan pH
Terhadap Ketuaan Warna dan Kerataan Warna Secara Visual pada Hasil
Pencelupan Kain CDP yang Dicelup dengan Zat Warna Kationik
(Sandocryl Red BRLN 200) dan Zat Warna Dispersi Tipe C (Terasil Red
SD-01 – Terasil Yellow SD) Metoda Exhaust

Keterangan Grafik :

1. Rangking 5 (Nilai 1)
2. Rangking 4 (Nilai 2)
3. Rangking 3 (Nilai 3)
4. Rangking 2 (Nilai 4)
5. Rangking 5 (Nilai 5)

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 44


 Perbandingan Resep 1 dan Resep 2
Ketuaan Warna:
Kain CDP yang dicelup dengan zat warna kationik pada kain 1 dan 2
memiliki hasil yang berbeda dimana kain 1 menggunakan pH larutan 3 dan
kain 2 menggunakan pH 4 menghasilkan kain 2 yang lebih tua
dibandingkan kain 1. Pencelupan zat warna kationikdipengaruhi oleh pH
dimana semakin rendah pH maka kelarutan zat warna meningkat secara
monomolekuler dan proses difusi menjadi terhambat. Sedangkan semakin
tinggi pH maka kelarutan zat warna kationik berkurang dan zat warna
beragregasi. Hal ini pun sesuai dengan hasil praktikum dimana kain 2
menghasilkan kain yang lebih tua karena kelarutan zat warna kation dalam
air lebih rendah sehingga zat warna lebih mudah berdifusi pada kain CDP
setelah suhu transisi gelas kedua terbuka dan mengembung. Berbeda
dengan kain 1 yang kelarutannya lebih tinggi sehingga zat warna kation
stabil dalam air dan sulit untuk berdifusi karena serat CDP sifatnya kurang
polar meskipun kemampuan menyerap airnya lebih baik dibandingkan
poliester yang nonpolar. Oleh karena itu, zat warna yang berdifusi lebih
rendah dan ketuaan warnanya pun lebih rendah. CH3COOH 30% yang
digunakan dalam praktikum ini dapat mengion dalam air menghasilkan:
CH3COOH  CH3COO- + H+
ZW – NH2 + H+ ZW + NH3+
Ion hidrogen yang terlepas dapat diserap oleh zat warna kationik sehingga
dalam strukturnya menjadi kelebihan muatan karena dalam strukturnya
hanya dapat mengikat 3 elektron lain.Banyaknya gugus amina dalam zat
warna kationik jumlahnya tidak menentu dan berbeda beda, ada yang
dibuat lebih polar maupun kurang polar sehingga dapat menimbulkan
ketidakseimbangan konsentrasi zat warna dan asam. Dimana banyaknya
gugus amina tidak seimbang dengan ion hidrogen yang dilepaskan asam
asetat yang akibatnya gugus amina lebih banyak menerima elektron bebas
meskipun ia telah mengikat 3 elektron lain sehingga zat warna semakin
larut dan sulit untuk masuk ke dalam inti serat terutama komponen ketiga
CDP. Oleh karena itu kain 1 menghasilkan kain yang lebih muda
dibandingkan kain 2 dan absorbansi kain 2 pun lebih tinggi dibandingkan
transmitasinya.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 45


Kerataan Warna:
Berdasarkan hasil praktikum, dapat dilihat bahwa kerataan warna kain 1
dan kain 2 hampir sama namun berbeda dimana kain 1 lebih rata
dibandingkan kain 2. Hal ini diakibatkan karena kain 1 menggunakan pH 3
dalam larutan pencelupannya sehingga kelarutannya lebih tinggi
dibandingkan kain 2 yang pH larutannya 4. Dengan kelarutan yang tinggi
maka zat warna kationik lebih stabil dalam air dan proses difusi menjadi
lebih lambat. Berbeda dengan kain 2 yang pHnya lebih tinggi maka
kelarutannya lebih rendah dan zat warna cenderung membentuk agregasi
dan permukaan kain menjadi kasar dengan adanya kelompok zat warna
tersebut. Oleh karena itu. ketika sinar datang pada kain 2 maka sinar
tersebut diteruskan namun tidak searah dengan arah sinar datang dan
sebagian dihamburkan.

Gambar 4.1 Peristiwa Terbentuknya Warna (kiri) dan Interaksi Cahaya pada
Permukaan Berwarna (kanan)
Sumber: Ida Nuramdhani, Ika Natalia Mauliza. Bahan Ajar Praktikum Pengukuran
Warna. Hal10.

 Perbandingan Resep 2 dan Resep 3


Ketuaan Warna:
Berdasarkan hasil praktikum kain CDP dengan zat warna kationik, dapat
diketahui bahwa pengguaan buffer CH3COONa berpengaruh terhadap
ketuaan warna hasil pencelupan. Hal ini terlihat pada hasil pencelupan kain
2 yang menggunakan CH3COONa dan menghasilkan kain yang lebih tua
dibandingkan kain 1 tanpa menggunakan CH3COONa. Pada dasarnya zat

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 46


warna kationik konvensional sifatnya sangat rentan terhadap pH sehingga
pH dapat berubah ubah selama pencelupan baik meningkat maupun
menurun. Oleh karena itu, diperlukan sistem buffer agar pH tetap stabil.
Pada kain 2 dengan adanya CH3COONa maka pH larutan tetap stabil
dalam pH 4, tanpa kenaikan maupun penurunan. Hal ini disebabkan karena
CH3COONa mampu mensupply H+ketika pH meningkat dan mampu
menetralkan H+ ketika pH menurun sehingga ion tersebut tetap stabil dan
kelarutan zat warna kationik pun stabil dalam air sehingga penyerapannya
lebih baik dan proses difusi berjalan lancar karena zat warna telah larut
dalam air. Dengan penambahan suhu maka zat warna kationik pun
memiliki energi kinetik untuk dapat bermigrasi pada inti serat CDP terutama
pada komponen ketiga dengan mudah.

Kerataan Warna:
Kerataan warna yang dihasilan dari hasil pencelupan pada kain 2 dan 3
berbeda dimana kerataan kain 2 lebih baik dibandingkan kain 3. Hal ini pun
dipengaruhi oleh kelarutan zat warna kationik di dalam air. Dengan adanya
sistem buffer maka kelarutan zat warna menjadi stabil karena ion H+dalam
air stabil. Berbeda dengan kain 3 yang tidak menggunakan buffer sehingga
pH berubah ubah dan kelarutan zat warna tidak stabil. Sebagian berdifusi
dengan monomolekuler sedangkan sebagian lainnya berdifusi dalam
bentuk agregat karena pH meningkat sehingga ion positif tersebut
berkurang. Timbulnya agregasi tersebut menyebabkan arah sinar datang
tidak diteruskan dengan arah yang sama dan sebagian pun dihamburkan
karena permukaannya menjadi lebih kasar.

 Perbandingan Resep 2 dan Resep 4


Ketuaan Warna:
Ketuaan warna yang dihasilkan dari hasil pencelupan kain CDP dengan zat
warna kationik pada kain 2 dan 4 menghasilkan kain 4 yang lebih tua. Hal
ini disebabkan karena pH larutan lebih tinggi sehingga kelarutan lebih
rendah. Hal ini pun menyebabkan timbulnya agregasi ketika proses difusi
berlangsung dan difusi ini dipermudah dengan adanya suhu tinggi
sehingga tidak hanya mewarnai komponen ketiga, tetapi juga agregat

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 47


tersebut menodai asam tereflatat dan etilena glikol pada bagian
poliesternya sehingga ketuaan warna kain 4 tampak lebih tua. Berbeda
dengan kain 2yang pHnya lebih rendah sehingga kelarutan dalam air
semakin tinggi secara monomolekuler sehingga daya difusinya lebih
rendah.

Kerataan Warna:
Kerataan warna yang dihasilkan dari resep 2 dan 4 menghasilkan kain 2
yang lebih rata dibandingkan kain 4 yang pHnya lebih tinggi. Hal ini sesuai
dengan literatur dimana semakin larut zat warna kationik dalam air dengan
penambahan CH3COOH yang lebih banyak dengan adanya donor asam
maka kelarutan makin tinggi dan warna yang dihasilkan semakin rata
karena difusi zat warna menjadi lebih lambat dan kerataan warna dapat
dikontrol dan dijaga dengan penambahan CH3COOH sehingga larutan
semakin asam dan kelarutan semakin tinggi dalam air.Berbeda dengan
kain 4 yang pHnya lebih tinggi sehingga timbul agregasi zat warna pada
bahan yang terserap dan menodai serat poliesternya selain mewarnai
komponen ketiga.

 Perbandingan Resep 2 dan Resep 5


Kain CDP dapat dicelup dengan zat warna dispersi, selain dicelup dengan
zat warna kationik. Suhu pencelupannya pun lebih rendah dibandingkan
pencelupan dengan poliester untuk metoda HTHP dimana suhunya lebih
rendah yaitu 1200C dari 1300C. Hal ini disebabkan karena struktur
molekulnya yang lebih bercabang dan longgar dan antar molekul saling
terikat dengan ikatan hidrogen sehingga tidak tahan suhu tinggi dan rantai
molekulnya lebih cepat mengembang daripada poliester karena strukturnya
lebih amorf. Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan CDP menjadi
terhidrolisis terutama pada komponen ketiganya berupa asam sulfoisiftalat
sehingga harus dijaga suhunya.

Serat CDP terdiri dari asam tereftalat dan etilena glikol yang merupakan
bahan baku poliester namun ditambah komponen ketiga berupa asam
sulfoisoftalat. Oleh karena itu, dalam serat CDP masih terkandung serat
poliester sehingga pencelupan dengan zat warna dispersi dapat

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 48


menimbulkan perbedaan warna pada sebagian tempat yaitu pada tempat
poliester. Dimana bagian CDP berwarna lebih tua sedangkan bagian
poliester lebih mudah karena penyerapan CDP lebih baik dibandingkan
poliester.

Ketuaan Warna:

Berdasarkan hasil yang didapat ternyata kain CDP yang dicelup dengan
zat warna dispersi lebih tua dibandingkan dengan zat warna kationik. Hal
ini disebabkan karena pada struktur CDP terdapat gugus oksida atau O-
dan SO3- dimana gugus oksida lebih banyak dibandingkan gugus sulfonat.
Gugus oksida membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil dari zat
warna dispersi dimana ikatan ini lebih banyak dibandingkan ikatan ionik
antara gugus sulfonat dari CDP dengan gugus NH3+ dari zat warna kationik
sehingga pencelupan dengan zat warna dispersi lebih tua. Oleh karena itu,
bagian poliester yang kristalin lebih tinggi dibandingkan bagian amorf
sehingga zat warna yang banyak berikatan adalah zat warna yang
berikatan dengan gugus oksida pada CDP yaitu zat warna dispersi.
Sedangkan gugus pelarut dalam CDP hanya ada 1 sehingga ikatan ionik
yang terbentuk lebih rendah dan ketuaan warnanya lebih rendah.

Pada resep 2 yang ketuaan warnanya lebih rendah, zat warna kationik
berikatan dengan komponen ketiga serat CDP yang komposisinya lebih
rendah dibandingkan komposisi serat poliester. Komposisi komponen
ketiga lebih rendah karena hanya mengganti sebagian komposisi asam
tereftalat agar lebih amorf. Sedangkan bagian serat poliesternya tidak
berikatan dengan zat warna kationik.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 49


ZW O H H O Zw
ikatan hidrogen
O O serat CDP dengan
zat warna dispersi
HO C CO OC CO O(CH2)2O H

H O Zw - + n
SO 3 D

ikatan ionik
serat CDP dan
zat warna basa

Kerataan Warna:
Berdasarkan hasil praktikum, dapat diketahui bahwa kerataan antara kain 5
dengan kain 3 menghasilkan kerataan warna yang lebih baik pada kain 5.
Hal berdasarkan pada sifat zat warna dispersi yang mudah rata
dibandingkan zat warna kationik. Ikatan antara zat warna dispersi dengan
CDP adalah ikatan hidrogen dan ikatan hidrofob dengan gaya antar aksi
jangka pendek sehingga zat warna yang telah berdifusi mudah untuk
bermigrasi. Berbeda dengan zat warna kationik yang berikatan dengan
ikatan ionik dengan gaya antar aksi jangka panjang sehingga sukar
migrasi. Zat warna yang berdifusi dengan cepat dan kenaikan suhunya
30C/menit menyebabkan zat warna kationik beragregasi pada 1 molekul
gugus pelarut pada CDP. Sedangkan pada kain 5 yang gugus oksidanya
lebih banyak dapat berikatan dengan zat warna dispersi tanpa agregasi
dan merata.
Pada kain 2 pun bagian asam tereftalat dan etilena glikol pada CDP hanya
ternodai saja oleh zat warna kationik sehingga dalam pencucian bermigrasi
kembali pada fasa larutan karena terdispersikan oleh gugus hidrofil dari
sabun karena beragregasi pada satu molekul gugus sulfonat dari CDP.
Oleh karena itu, pada bagian tersebut yang tidak mengikat zat warna
menghasilkan warna yang lebih muda atau terbentuk efek tone in tone

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 50


karena bagian kompone ketiga terwarnai sedangkan bagian poliester
hanya ternodai saja.

Faktor yang Berpengaruh:


 Suhu
Proses pencelupan dengan zat warna dispersi, dapat langsung dinaikan
dari suhu 300C tanpa menunggu 10 menit terlebih dahulu. Sebab proses
tersebut tidak ada dampak terhadap absorbansi zat warna dispersi karena
dapat terserap setelah melewati titik gelas kedua serat CDP. Proses
pencelupan pun dapat dilakukan dari suhu 600C saat pori pori serat mulai
terbuka meskipun dapat mengakibatkan ketidakrataan. Pada saat
pencelupan suhu konstan 1200C, maka zat warna dispersi berdifusi dan
bermigrasi pada bagian serat CDP yang belum menyerap zat warna
dispersi sehingga hasilnya lebih rata dan zat warna dispersi pun memiliki
gaya antar aksi jangka pendek sehingga mudah untuk bermigrasi sehingga
hasilnya menjadi rata serta tahan luntur warna terhadap pencuciannya baik
karena zat warna dispersi dan serat CDP sama sama bersifat hidrofob
sehingga zat warna sulit untuk keluar kembali atau bermigrasi pada fasa
larutan karena telah terikat di dalam serat.
 Pendispersi
Pendispersian zat warna dispersi sebelum proses pencelupan
berlangsung, merupakan salah satu faktor yang penting. Dimana
konsentrasi zat warna dispersi dan pendispersi harus seimbang. Jika tidak,
dimana konsentrasi pendispersi lebih rendah dibandingkan zat warna maka
dapat menimbulkan terbentuknaya agregasi zat warna dispersi dimana 2
atau 3 molekul zat warna didispersikan dengan 1 molekul pendispersi
sehingga membentuk dimer atau trimer sehingga pencelupan menjadi tidak
rata. Mekanismenya adalah dengan adanya gugus hidrofil dan gugus
hidrofob dimana gugus hidrofob akan menghadap ke zat warna dispersi
yang hidrofob dan gugus hidrofil menghadap ke air sehingga terjadi
pendispersian zat warna dispersi yang stabil di dalam air tanpa
mengendap.
 Vlot

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 51


Mekanisme pencelupan serat CDP dengan zat warna dispersi adalah solid
solution sehingga vlot tidak berpengaruh terhadap hasil pencelupan karena
sama sama bersifat hidrofil. Vlot 1:5 dengan vlot 1:50 tidak ada
pengaruhnya. Ketika serat CDP dimasukan ke dalam larutan pencelupan
yang berisi air dan zat warna maka zat warna dapat langsung terserap
pada bahan karena dalam air zat warna hanya terdispersi, bukan terlarut.
Berbeda dengan sistem hidrofil hidrofil dimana semakin tinggi vlot maka
kelarutan semakin baik, hasil pencelupan menjadi rata namun warnanya
muda.

Warnanya hasil pencelupan dengan zat warna dispersi lebih dark atau
gelap karena struktur molekulnya lebih besar dibandingkan zat warna
kationik yang warnanya cerah. Meskipun tahan luntur warna terhadap
sinarnya rendah, namun zat warna dispersi memiliki kerataan yang lebih
baik dan cocok untuk digunakan sebagai perlengkapan rumah tangga yang
digunakan didalam rumah misalnya karpet. Sedangkan zat warna basa
memiliki maksimum penyerapan atau difusi dimana setelah semua muatan
positif pada serat CDP berikatan dengan zat warna basa, maka molekul zat
warna basa yang belum berikatan tidak dapat berikatan dengan serat
sehingga ketuaan warnanya terbatas karena ada nilai CV (Compability
Value) sehingga harus diketahui terlebih dahulu. Berbeda dengan
pencelupan serat CDP dengan zat warna dispersi yang tidak ada batas
maksimum penyerapannya sehingga dapat mencapai warna tua yang dark.
Untuk mendapatkan hasil pencelupan yang tua, dark, rata dan tahan luntur
terhadap sinar baik, maka hadil pencelupan zat warna basa dapat
ditopping dengan zat warna dispersi untuk mengejar ketuaan warna
diutamakan.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan proses pencelupan pada kain CDP dengan
zat warna dispersi (Terasil Red SD 01 Tipe C) dan zat warna kationik
(Sandocryl Red BRLN 200), dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum
untuk pencelupan kain CDP ini dihasilkan pada kain 5 dengan zat warna
dispersi 1%OWF, CH3COONa 1 g/L, pH 4 dengan kerataan warna dan
ketuaan warna rangking 1 dengan predikat sangat rata dan sangat tua.

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 52


laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 53
DAFTAR PUSTAKA

1. Dede Karyana. PPT Pencelupan Serat CDP (Cationic Dyeable Polyester).


Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2. Rasjid Djufri, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
Pencapan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976.
3. Dede Karyana, Elly K. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2005.
4. M.Ichwan, Rr Wiwiek. 2013. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2.
Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
5. http://www.gzchem.com/product/Dyestuff/CATIONIC%20DYES.htm.
(Diakses 4 Desember 2016 pkl 14.37)
6. http://textilelearner.blogspot.co.id/2011/03/defination-properties-working-
procedure_7918.html. (Diakses 4 Desember 2016 pkl 14.37)

laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 54


laporan Praktikum Teknologi Pencelupan 2 – 3K2 55

Anda mungkin juga menyukai