Anda di halaman 1dari 3

“Kisah Direktur PT Jaya Konstruksi”

Ditulis oleh Ida Bagus Rajendra


Menjadi anggota Senator
Sewaktu di kampus saya kebetulan pernah menjadi Senator dari mahasiswa jurusan Teknik Sipil.
Senator adalah wakil dari himpunan mahasiswa yang terpilih dan duduk di Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) semacam Dewan Perwakilan Rakyat. Umumnya seorang
Senator, karena sibuk mengikuti sidang-sidang di MPM, kuliahnya selesai agak lambat. Namun
saya malah ikut diwisuda relatif agak awal di angkatan saya. Sehingga pada saat wisuda, saya
sempat digantungi tulisan “Lulus tidak sengaja”. Kemudian saya “dipaksa” menjadi perwakilan dari
wisudawan untuk memberi kata sambutan.

Sebagai salah seorang yang ikut-ikutan menjadi aktivis Sipil yakni sebagai Senator Sipil di MPM,
kegiatan sehari-hari saya tidak rutin ikut kuliah karena mengikuti kegiatan kemahasiswaan. Karena
kesibukan tersebut, saya rutin mem-fotocopy bahan kuliah dari teman-teman yang rajin dan
catatannya rapih.

Bekerja di PT Pembangunan Jaya


Setelah diwisuda pada tanggal 23 oktober 1982, saya berusaha ingin segera bisa mandiri dan tidak
bergantung pada orang tua lagi. Maklum orang tua saat itu menanggung 6 orang anak yg kuliah di
berbagai perguruan tinggi. Saya teringat hari Wisuda dilaksanakan pada hari Sabtu. Hari Minggu
sudah pindah ke Jakarta karena hari Senin sudah mulai bekerja di PT Pembangunan Jaya sampai
dengan saat ini. Saya tidak sempat merasakan sulitnya mencari pekerjaan, karena ternyata yang
sudah mencarikan pekerjaan sebelum selesai kuliah adalah orang tua yang kebetulan kenal baik
dengan pimpinan perusahaan tersebut dari tahun 1963. Pimpinan PT Pembangunan Jaya adalah Ir
Ciputra

Saya memilih untuk langsung bekerja supaya bisa segera mandiri


dan mempraktekkan apa yang kita dapat di sekolah dan mencari
pengalaman dari perusahaan besar yang memang mempunyai
reputasi agar bisa menggali pengalaman darinya disamping
sekaligus meringankan beban orang tua. Saya merasa beruntung
karena langsung ditempatkan di proyek besar yang kebetulan
sedang mulai dibangun di Bali. Hal ini memberi keuntungan ganda
karena disamping bekerja, saya bisa dekat dengan keluarga besar
di Bali.

Perkembangan karier di PT Pembangunan Jaya


Hal-hal yang membuat saya bahagia di tempat berkarya adalah perusahaan yang memberikan
kesempatan secara terbuka dan sama kepada siapa saja. Semua karyawan diharapkan untuk maju
tanpa memandang asal-usul daerahnya maupun agamanya. Landasan evaluasinya murni
menekankan kepada profesionalisme. Sehingga sistem ini memberi motivasi kepada setiap orang
dalam organisasi untuk maju dan berkembang. Namun seandainya bila ada karyawan yang
merasakan ada yang kurang sesuai, maka tempat kami berkarya merupakan salah satu perusahaan
yang memberikan kesempatan belajar bekerja yang baik dan professional untuk kemudian mereka
bisa berkarir di tempat lain.

Perusahaan memberikan promosi kepada siapa saja yang memang menunjukkan prestasi luar biasa
disamping juga memberikan kesempatan belajar S2 tentunya melalui serangkaian test dan batas
lama bekerja tertentu. Demikian juga perusahaan tidak segan-segan memberikan peringatan maupun
punishment (hukuman) bagi yang membuat kesalahan maupun tidak memenuhi apa yang
diharapkan. Berkat sistem seperti inilah, saya mendapatkan kesempatan dan kepercayaan akhirnya
menjabat sebagai direksi di salah satu anak perusahaan PT Pembangunan Jaya yaitu PT Jaya
Konstruksi.

Kesulitan terberat saat Krisis Moneter


Perusahaan tempat saya bekerja pernah mengalami masa sulit
yang begitu beratnya dan puncaknya terjadi pada masa krisis
moneter. Pekerjaan-pekerjaan yang telah kita selesaikan
banyak yang macet pembayarannya, karena para pemiliknya
mengalami kesulitan keuangan. Disisi lain banyak kontrak
pekerjaan yang mengandung nilai barang import menjadi
tanggungan perusahaan tanpa ada penyesuaian harga.
Sehingga pada saat itu jumlah karyawan tetap kami yang
semula berjumlah 1000 orang, tinggal sekitar 150 orang.

Kebetulan saya sebagai salah seorang direksi berjanji bahwa seluruh direksi akan bertahan sampai
“titik darah penghabisan”, kalau memang akhirnya perusahaan harus ditutup. Tekad perusahaan
pada saat itu adalah melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawan melalui azas “golden
shake hand”. Kami berupaya maksimal agar karyawan yang di-PHK mendapatkan kompensasi
maksimal. Sehingga mereka tidak merasa dibuang, akan tetapi memang kondisilah yang menjadi
kendalanya.

Pihak-pihak yang membuat kita menjadi seperti ini adalah tidak terlepas dari
pimpinan dan termasuk pendiri perusahaan yakni diantaranya adalah Bapak
Ir. Ciputra. Beliau memang mempunyai visi, misi dan cita-cita yang luar
biasa untuk menumbuh-kembangkan perusahaan. Pak Ci, begitu ia dipanggil
secara akrab, dibantu oleh beberapa direksi lainnya, secara konsisten
menghendaki para manajernya untuk berdisiplin, bermotivasi dan selalu
menjadi pelopor di bidangnya.

Hal-hal yang selalu saya ingat selama saya bekerja adalah bahwa atasan kami jika menugaskan
sesuatu tugas kepada kita maka merekapun melakukan hal yang sama. Sehingga pada saatnya tugas
tersebut dicek, mereka membandingkannya dengan yang kita kerjakan, hal-hal inilah yang membuat
kita untuk selalu mengerjakan tugas dengan sepenuh hati dan kemampuan atas apa yang ditugaskan
tanpa harus diawasi atasan.

Tentang keluargaku
Hal yang tidak pernah saya bayangkan dahulu adalah memiliki istri orang Bali, meskipun saya
orang Bali. Yang lebih seru lagi, saya mengenal calon istri hanya 2 hari, tanpa proses pacaran
langsung nikah. Jadinya yang ada adalah pacaran dalam perkawinan. Karena perusahaan tempat
bekerja saya merupakan perusahaan kontraktor, maka konsekuensinya adalah waktu kerja perhari
yang luar biasa. Kami tidak mengenal waktu dan libur, disamping harus siap ditempatkan dimana
saja, dan kemungkinan pisah dengan keluarga.

Sehingga tidak saya sadari bahwa saat ini anak-anak sudah besar tanpa kita sempat menikmati
proses pertumbuhan mereka secara wajar. Disinilah peran istri menjadi luar biasa karena mampu
menemani anak-anak. Kesimpulannya bahwa kualitas hubungan dengan anak khususnya menjadi
penting, karena dari sisi kuantitas, waktu saya tidak memungkinkan.
Jika boleh mengulang kehidupan
Seandainya saya muda lagi dan kuliah lagi, tentu saya tidak akan pilih jurusan Sipil. Karena kalau
dulu “sipil” adalah singkatan dari “Sekolah Insinyur Paling Intelek dan Laris” tapi saat ini
nampaknya menjadi jurusan yang kurang peminatnya. Bahkan ada konotasi bahwa kata “Sipil”
berarti “Gampang”. Prihatin juga rasanya mendengar perkembangan di Jurusan Teknik Sipil.

Jika saat ini saya diberi kesempatan muda lagi, saya akan langsung melanjutkan ke S2 setelah lulus
dari ITB. Karena untuk saat ini, rasanya lulusan S1 saja akan menghadapi persaingan mencari kerja
yang begitu berat.

Cita-citaku
Jika menengok kebelakang dan mengenang bahwa saya masih tetap berada di perusahaan pertama
yang saya masuki sejak lulus dari ITB pada tahun 1982, berarti saya sudah mengabdi selama 25
tahun di satu perusahaan. Hal yang membuat saya bahagia dan membanggakan adalah meskipun
saya berkecimpung di dunia kerja kontraktor dengan waktu kerja yang demikian padat, saya masih
sempat untuk bisa menyisihkan waktu untuk tetap belajar sampai S3. Tentunya hal ini
membutuhkan suatu komitmen yang tinggi dan dukungan dari keluarga maupun perusahaan tempat
saya bekerja.

Hal yang masih saya impikan dan sampai saat ini belum terwujud adalah menyelesaikan program
S3 di Universitas Negeri Jakarta meskipun sudah berjalan 3 tahun. Saya mengikuti kuliah ini
bersamaan dengan puteri pertama kami juga berkuliah. Maksud saya adalah memberikan contoh
padanya bahwa belajar itu tiada hentinya dan tidak mengenal usia, disamping menciptakan suasana
belajar yang harmonis di lingkungan keluarga.

Masukan kepada para pengajar di ITB


Ilmu yang didapat di kuliah pada dasarnya
memberikan dasar kepada kita mengenai pola pikir,
sistematika berpikir dan daya nalar. Kebetulan saya
bekerja di sebuah kontraktor besar yang tentunya
sudah cukup berpengalaman. Tentu saja hal ini
menuntut saya untuk banyak belajar lagi karena apa
yang diajarkan di kuliah tidak dipakai secara langsung
di perusahaan kontraktor tersebut. Ilmu-ilmu yang
digunakan banyak bersifat praktis, saya merasa pada
saat itu di ITB, kurang menekankan hal itu.

Yang ingin saya sampaikan adalah kususnya untuk mata pelajaran S1 di ITB apapun jurusannya,
perlu lebih ditekankan atau ditambah mengenai pelajaran kewirausahaan atau pun bisnis dan inovasi
dan kerjasama team. Sehingga pada saat mereka bekerja dan menduduki posisinya barulah belajar.
Hal ini tentunya akan memberi nilai tambah dan kesiapan alumni ITB di
masyarakat.

Tentang Penulis (redaksi)


Ida Bagus Rajendra adalah alumni dari jurusan Teknik Sipil. Ia akrab dipanggil
dengan nama Jendra. Saat menuliskan kisah ini, Jendra menjabat sebagai direksi
di PT Jaya konstruksi. Ia bersama keluarga tinggal di Pondok Aren, Tanggerang.

Anda mungkin juga menyukai