Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. J
Tempat, Tanggal lahir : Tanjung Uban, 10-08-1968
Umur : 50 thn
Alamat : Tanjung Uban
Suku Bangsa : Melayu
Pekerjaan : Pegawai Swasta
No. Rekam Medis : 40-10-63
Tanggal Masuk : 19 November 2017
Tanggal Pemeriksaan : 19 November 2017

1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak Nafas Sejak Sembilan hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien pria 50 tahun masuk IGD RSBP dengan keluhan utama sesak
nafas sejak Sembilan hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak mucul saat pasien istirahat.
Sesak dipengaruhi aktivitas fisik, tidak dipengaruhi oleh perubahan cuaca dan makanan,
tidak disertai suara menciut. Sesak nafas seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh
pasien. Nyeri dada sisi kiri serasa dihimpit sudah dirasakan sejak sembilan hari yg lalu.
Nyeri terus menerus, dirasakan semakin meningkat saat beraktivitas. Kelemahan anggota
gerak kanan bawah sejak satu bulan yang lalu, muncul secara tiba tiba, masih bisa
beraktivitas sehari-hari. Riwayat tidur dengan bantal ditinggikan disangkal. Kaki sembab
disangkal. Demam tidak ada. batuk berdahak tidak ada. mual dan muntah tidak ada. BAB
jumlah dan konsistensi biasa. BAK jumlah dan warna biasa.

Sembilan hari sebelumnya pasien telah dirawat di RSUD Tanjung Uban dengan
diagnosa Congestife Heart Failure + Post Syok Kardiogenik, insufisiensi renal, post
monoparese inferior. pasien telah mendapat terapi digoxin, ketorolac, furosemide,
alprazolam, omeprazole, nocid. Dan dirujuk ke RSOB

Riwayat Penyakit Terdahulu

Sejak satu bulan yang lalu pasien mengalami kelemahan anggota gerak bawah
kanan. Riwayat tekanan darah tinggi disangkal, riwayat sakit gula disangkal, riwayat
penyakit jantung sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

1
Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit seperti ini.
Ayah pasien mengidap penyakit diabete mellitus.
Riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit jantung dan stroke pada keluarga disangkal.

Riwayat Obat – obatan


Paracetamol

Riwayat Aktivitas, Pendidikan, Sosial, dan Ekonomi


Pasien bekerja sebagai
Ayah bekerja sebagai pekerja swasta dan ibu seorang ibu rumah tangga, membiayai 2
anak yang belum mandiri.
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.
Pasien tinggal
Biaya pengobatan menggunakan BPJS mandiri kelas 1.
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Denyut Nadi : 110 x/menit
Laju Pernapasan : 35 x/menit
Suhu : 36.8oC
SpO2 : 99%

Status Generalis
KULIT
Jaundice (-), Purpura (-), Hematom (-), Eritema (-)

KEPALA
Deformitas (-)

MATA
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter 3 mm/3mm, refleks
cahaya +/+

LEHER
Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP : 5 ± 2 cmH2O

TELINGA
Nyeri tekan tragus (-), otorea(-), Pendengaran baik.

2
HIDUNG
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-)

RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN


Erosi mukosa mulut (-), coated tongue (-), arkus faring tidak hiperemis, tonsil tidak
tampak membesar

THORAKS
Pulmo Inspeksi : dinding dada simetris kiri=kanan
Palpasi : Fremitus Kiri=kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bronkovesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing ‘-/-

JANTUNG Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus Kordis teraba RIC V, Mid klavikula Line sinistra
Perkusi : Batas Jantung Tidak membesar
Auskultasi : Bunyi jantung murni S1 S2, Gallop (-), Murmur (-)

ABDOMEN
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness -/-, nyeri ketok CVA -/-
Auskultasi : Bising usus (+) normal

GENITALIA
Tidak diperiksa

EKSTREMITAS
Superior : akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
Refleks Fisiologis :

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium darah lengkap (19-11-2017)

Test Hasil Range normal


Hb 13,4 gr/dl 11.0 – 16.5 g/dl
RBC 4,58 3,8 – 5,8
HCT 39,1 % 35 – 50
MCV 85,4 ( fL) 80 – 97
MCH 29,3 (pg) 26,5 – 33,5
MCHC 34,3 (g/dL) 31,5 - 35

3
Leukosit 12.840/uL 4.000 – 11.000 /uL
Trombosit 214.000/uL 150.000 – 450.000 /uL
Eosinofil 2,3 % 0-5
Basofil 0,6 % 0-1
Neutrofil 67,1 % 46-75
Limfosit 23,5 % 17-48
Monosit 6,5 % 4-10
LED 62 mm/jam
Golongan Darah B+
Natrium 131 meq/L 135 – 147 meq/L
Kalium 4,4 meq/L 3.5 – 5.5 meq/L
Klorida 97 meq/L 94 – 111 meq/L

1.5 Diagnosis
CHF FC NYHA IV

1.6 Penatalaksanaan
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm makro
Inj Ondansentron 2 x 3 mg
Inj Paracetamol 3 x 30 cc
Inj Omeprazole 2 x 15 mg

Cek DL serial / 12 jam


Cek TTV / 3 jam
Rawat diruang isolasi

1.7 Follow Up

1. Tanggal 22-12-2016
S: demam +, mual +, muntah+, batuk +, BAB hitam +
O : Vital sign : TD 100/60 mmHg N 96 x/m RR 24 x/m S 39,1 C
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/-
-Abdomen : Datar, soepel, BU + normal, nyeri tekan +

4
Pemeriksaan laboratorium darah
Test Hasil Range normal
Hb 12,7 gr/dl 11.0 – 16.5 g/dl
HCT 36,6 % 35 - 50
MCV 82,2 ( fL) 80 - 97
MCH 28,5 (pg) 26,5 – 33,5
MCHC 34,7 (g/dL) 31,5 - 35
Leukosit 1.970 /uL 4.000 – 11.000 /uL
Trombosit 53.000 /uL 150.000 – 450.000 /uL
Eosinofil 0,0 % 0-5
Basofil 0,0 % 0-1
Neutrofil 37,1 % 46-75
Limfosit 55,8 % 17-48
Monosit 7,1 % 4-10

A: DHF grade II
P: IVFD RL 20 tpm makro
Inj Ondansentron 2 x 3 mg
Inj Paracetamol 3 x 30 cc
Inj Omeprazole 2 x 15 mg
Cek IgG, IgM, tubex

2. Tanggal 23-12-2016
S: demam + , mual -, muntah-,BAB hitam +, makan dan minum mau
O : Vital sign : TD 100/60 mmHg N 90 x/m RR 24 x/m S 38,4 C
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/-
-Abdomen : Datar, soepel, BU + normal, nyeri tekan –
Pemeriksaan laboratorium darah
Test Hasil Range normal

5
Hb 13,3 gr/dl 11.0 – 16.5 g/dl
HCT 47,2 % 35 - 50
MCV 84,3 ( fL) 80 - 97
MCH 28,2 (pg) 26,5 – 33,5
MCHC 33,4 (g/dL) 31,5 - 35
Leukosit 4.140 /uL 4.000 – 11.000 /uL
Trombosit 26.000 /uL 150.000 – 450.000 /uL
Eosinofil 0,5 % 0-5
Basofil 0,2 % 0-1
Neutrofil 12,8 % 46-75
Limfosit 76,1 % 17-48
Monosit 10,4 % 4-10
IgG +/positive
IgM +/positive
Tubex 3 bordeline

A: DHF grade II
P: IVFD RL 20 tpm makro
Inj Ondansentron 2 x 3 mg
Inj Paracetamol 3 x 30 cc
Inj Omeprazole 2 x 15 mg
Cek DL
Pindah ruang biasa

3. Tanggal 24-12-2016
S: demam -, muntah -, mencret -, BAB hitam -, makan dan minum mau
O : Vital sign : TD 110/80 N 92 x/m RR 24 x/m S 37,4 C
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/-
-Abdomen : Datar, soepel, BU + normal, nyeri tekan -
Pemeriksaan laboratorium darah
Test Hasil Range normal
Hb 13,6 gr/dl 11.0 – 16.5 g/dl

6
HCT 39,9 % 35 - 50
MCV 84,0 ( fL) 80 - 97
MCH 28,6 (pg) 26,5 – 33,5
MCHC 34,1 (g/dL) 31,5 - 35
Leukosit 5.000 /uL 4.000 – 11.000 /uL
Trombosit 72.000 /uL 150.000 – 450.000 /uL
Eosinofil 1,6 % 0-5
Basofil 1,6 % 0-1
Neutrofil 15,0 % 46-75
Limfosit 66,8 % 17-48
Monosit 15,0 % 4-10

A: DHF grade II
P: IVFD RL 20 tpm makro
Inj Ondansentron 2 x 3 mg
Inj Paracetamol 3 x 30 cc
Inj Omeprazole 2 x 15 mg
Cek DL

4. Tanggal 25-12-2016
S: demam -, muntah -, mencret -, BAB hitam -, makan dan minum mau
O : Vital sign : TD 110/70 N 90 x/m RR 24 x/m S 37,0 C
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/-
-Abdomen : Datar, soepel, BU + normal, nyeri tekan -
Pemeriksaan laboratorium darah
Test Hasil Range normal
Hb 13,0 gr/dl 11.0 – 16.5 g/dl
HCT 38,5 % 35 - 50
MCV 84,4 ( fL) 80 - 97
MCH 28,5 (pg) 26,5 – 33,5
MCHC 33,8 (g/dL) 31,5 - 35

7
Leukosit 3.810 /uL 4.000 – 11.000 /uL
Trombosit 90.000 /uL 150.000 – 450.000 /uL
Eosinofil 3,4 % 0-5
Basofil 0,3 % 0-1
Neutrofil 24,7 % 46-75
Limfosit 55,1 % 17-48
Monosit 16,5 % 4-10

A: DHF grade II
P : IVFD RL 20 tpm makro
Inj Ondansentron 2 x 3 mg
Inj Paracetamol 3 x 30 cc
Inj Omeprazole 2 x 15 mg
Cek DL
Boleh pulang jika hasil trombosit naik

5. Tanggal 26-12-2016
S: demam -, muntah -, mencret -, BAB hitam -, makan dan minum mau
O : Vital sign : TD 110/80 N 86 x/m RR 24 x/m S 36,5 C
Status lokalis :
-Mata : Konjungtiva anemis -/-
-Abdomen : Datar, soepel, BU + normal, nyeri tekan -
Pemeriksaan laboratorium darah
Test Hasil Range normal
Hb 13,2 gr/dl 11.0 – 16.5 g/dl
HCT 39,1 % 35 - 50
MCV 84,4 ( fL) 80 - 97
MCH 28,5 (pg) 26,5 – 33,5
MCHC 33,8 (g/dL) 31,5 - 35
Leukosit 3.750 /uL 4.000 – 11.000 /uL
Trombosit 155.000 /uL 150.000 – 450.000 /uL
Eosinofil 4,0 % 0-5

8
Basofil 0,3 % 0-1
Neutrofil 32,2 % 46-75
Limfosit 43,2 % 17-48
Monosit 20,3 % 4-10

A : DHF grade II
P : Boleh Pulang
Paracetamol 3 x 250 mg tab
Banyak minum

1.8 Resume
Pasien anak perempuan usia 10 tahun masuk ke IGD dengan keluhan demam sejak
5 hari SMRS. Keluhan Demam tinggi, mendadak, dan terus menerus. Demam turun
dengan obat penurun panas namun naik kembali. Pasien juga mengeluhkan batuk kering
(+), nyeri perut (+), mual (+), muntah (+) sudah 4-5 x dan berwarna kuning, BAB hitam
(+) sudah 2 x dan berlendir, nyeri sendi (+), lemas (+), gusi berdarah (-),bintik merah di
kulit (-). 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah berwarna hitam sebanyak 1 x.
Pasien mengaku bahwa temannya juga menderita keluhan yang sama dan dirawat
dirumah sakit. Pada tanda vital masih dalam batas normal, namun pada suhu tubuh
ditemukan febris (39,6 C). Pada abdomen ditemukan nyeri tekan pada epigastrium.
Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan lab hari pertama, terdapat leukosit turun dan trombosit turun
yang mengarah pada demam berdarah dengue.
Pasien dirawat selama 5 hari dan diberikan terapi Ringer Laktat 20 tpm makro,
antipiretik, anti emetic, dan golongan PPI. Pada perawatan hari ke 3 sampai ke 5 pasien
tidak mengeluh demam, tidak ada mual muntah, maupun BAB hitam.
Pada hari ke 5 pasien diperbolehkan pulang serta dianjurkan untuk banyak
konsumsi air putih dan diberikan terapi lanjutan berupa antipiretik tablet untuk antisipasi
demam bila timbul kembali.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dengue Hemorrhagic Fever


2.1.1 Definisi
Menurut WHO (2005), definisi Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam akut
selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi seperti sakit kepala, nyeri retro-orbital,
mialgia, atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leucopenia, trombositopenia (100.000 sel
per mm3 atau kurang).1
Penyakit Demam Berdarah (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD
ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes
albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.2

2.1.2 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu; DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang
bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang
yang tinggal didaerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotype virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatn virus dengue yang dilakukan sejak thun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan
bahwa keempat serotype ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3
merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi
klinik yang berat.3

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi


Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia (makhluk
vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue didalam darahnya (viraemia).
Virus yang sampai ke dalam lambung nyamuk akan mengalami repliklasi (memecah diri),

10
kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi
ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam kulit manusia melalui gigitan nyamuk.4
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah: a). respons
humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi komplemen dan sitoksisitas yang dimediasi antibody. Antibodi terhadap virus
dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enhancement (ADE); b). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-
sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-
helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10; c). monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis
virus dengan opsonisasi antibody. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). selain itu aktivasi komplemen oleh
kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.9
Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7 hari dan
terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai dengan hari
ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan. Pada fase demam, anak memerlukan minum yang
cukup karena demam tinggi. Anak biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat
mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat, muka dapat terlihat kemerahan (flushing), dan biasanya
tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai hematokrit masih normal dan viremia berakhir pada fase ini.5
Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5 (24-48
jam), pada saat ini demam turun, sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini kadang
mengecoh karena orang tua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turun padahal
anak memasuki fase berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan mencapai puncak
pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah dan nilai hematokrit
tertinggi. Pada fase ini, organ – organ lain mulai terlibat. Meski hanya berlangsung 24-48 jam,
fase ini memerlukan pengamatan klinis dan laboratories yang ketat.5
Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran pembuluh
darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam pembuluh darah.
Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan hitung leukosit juga
mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 hari tapi dapat menjadi fase berbahaya apabila
cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah berlebih sehingga anak dapat mengalami
kelebihan cairan dan terlihat sesak. Pada hari – hari tersebut demam dapat meningkat kembali
tetapi tidak begitu tinggi sehingga memberikan gambaran kurva suhu seperti pelana kuda.
Seringkali anak diberikan antibiotic yang tidak diperlukan. Pada fase ini anak terliha riang, nafsu
makan kembali muncul, serta aktif seperti sebelum sakit.5
Berbeda dengan DBD, pada DD, setelah fase demam tidak terjadi fase kritis/kebocoran
plasma sehingga tidak tampak perubahan pada pemeriksaan laboratorium, seperti peningkatan

11
nilai hematokrit. Namun kadar leukosit dapat menurun dan setelah 24-48 jam, jumlah leukosit
dan trombosit akan meningkat bertahap secara bermakna.5

Perjalanan penyakit infeksi virus dengue


Sumber: World Health Organization and the Special Programme for Research and
Training in Tropical Diseases. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention
and Control. 20095
2.1.4 Gambaran Klinis
Gejala klinis berikut harus ada, yaitu :7

 Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari
 Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
o Uji bending positif
o Petekie, ekimosis, purpura
o Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
o Hematemesis dan atau melena
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi
(≤ 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab,
capillary refill time memanjang (> 2 detik) dan pasien tampak gelisah.
Gambaran Klinis :6
a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan
penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat
demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.

b. Demam dengue (DD)


Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot dan sendi/tulang,
nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed, lesu, tidak mau
makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.

Pemeriksaan fisik :
o Demam: 39-40oC, berakhir 5-7 hari
o Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan),
leher, dan dada
o Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/ rubeolliform
o Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian
dorsal, lengan atas, dan tangan
o Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada
kulit yang normal, dapat disertai rasa gatal
o Manifestasi perdarahan :
 Uji bendung postif dan/ atau petekie

12
 Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan
saluran cerna (jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan
trombositopenia)
c. Demam berdarah dengue
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan masa
penyembuhan (convalescence, recovery)

Fase demam
o Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40oC, serta terjadi kejang
demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah
lengkung iga kanan, dan nyeri perut.

o Pemeriksaan fisik
 Manifestasi perdarahan
 Uji bending positif (≥ 10 petekie/inch2) merupakan
manifestasi perdarahan yang paling banyak pada fase
demam awal.
 Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk
jalur vena
 Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak
 Epistaksis, perdarahan gusi
 Perdarahan saluran cerna
 Hematuria (jarang)
 Menorrhagia
 Hepatomegali teraba 2-4 cm dibawah arcus costae kanan dan
kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada
DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan
plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok,
karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal
terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari
saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai
dengan,
o Peningkatan hematokrit 10%-20% diatas nilai dasar
o Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral
decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan
plasma tersebut.

13
o Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
o Tanda – tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi,
tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolic. Akral
dingin, capillary time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (<1
ml/kgBB/jam), sampai anuria.
o Komplikasi berupa asidosis metabolic, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit, kegagalan multiple organ, dan perdarahan hebat apabila syok
tidak dapat segera diatasi.
Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan dieresis membaik dan nafsu makan kembali
merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat
ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti
pada DD.

d. Expanded dengue syndrome


Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak, dan
jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas, atau
komplikasi dari syok yang berkepanjangan.

2.1.5 Diagnosis6
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan criteria klinis dan laboratorium :
Kriteria klinis
o Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus –
menerus selama 2-7 hari

14
o Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis,
dan/melena
o Pembesaran hati
o Syok, ditamdai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
(≤20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan
pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
o Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
o Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai
dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan,
o Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit ≥20
o Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
o Dijumpai tanda perembesan plasma
 Efusi pleura (foto toraks/ ultrasonografi)
 Hipoalbuminemia
o Perhatian
 Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia
yang jelas, mendukung diagnosis DSS.
 Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS
dari syok sepsis.
Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011
DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium
DD Demam disertai minimal dengan 2 o Leukopenia (jumlah
gejala : leukosit ≤4000
o Nyeri kepala sel/mm3)
o Nyeri retro-orbital o Trombositopenia
o Nyeri otot (jumlah trombosit
o Nyeri sendi/tulang <100.000 sel/mm3)
o Ruam kulit makulopapular o Peningkatan
o Manifestasi perdarahan hematokrit (5%-
o Tidak ada tanda perembesan 10%)
plasma o Tidak ada bukti
perembesan plasma
DBD I Demam dan manifestasi Trombositopenia
perdarahan (uji bendung positif) <100.000 sel/mm3;
dan tanda perembesan plasma peningkatan hematokrit
≥20%
DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia
perdarahan spontan <100.000 sel/mm3;

15
peningkatan hematokrit
≥20%
DBD* III Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, <100.000 sel/mm3;
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, peningkatan hematokrit
hipotensi, gelisah, dieresis ≥20%
menurun
DBD* IV Syok hebat dengan tekanan darah Trombositopenia
dan nadi yang tidak terdeteksi <100.000 sel/mm3;
peningkatan hematokrit
≥20%
Diagnosis infeksi dengue:
Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi, dikonfirmasi dengan deteksi
antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif
(IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang6

Laboratorium

1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit, dan
trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan
menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke 5-6. Deteksi antigen virus ini
dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak
dapat membedakan penyakit DD/DBD.
Pemeriksaan serial darah tepi yang menunjukkan perubahan hemostatik dan kebocoran
plasma merupakan petanda penting dini diagnosis DBD. Peningkatan nilai hematokrit
20% atau lebih disertai turunnya hitung trombosit yang tampak sewaktu demam mulai
turun atau mulainya pasien masuk ke dalam fase kritis/syok mencerminkan kebocoran
plasma yang bermakna dan mengindikasikan perlunya penggantian volume cairan
tubuh.

2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue


o Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/menghilang pada akhir
minggu keempat sakit.
o Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke-
14, dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi
sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
o Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila
IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.

Antibodi anti dengue


Dignosis Keterangan
IgM IgG

16
Infeksi primer Positif Negatif
Infeksi Sekunder Positif Positif
Infeksi Lampau Negatif Positif
Infeksi dengue Negatif Negatif Apabila klinis
mengarah ke infeksi
dengue, pada fase
penyembuhan: IgM
dan IgG diulang

Sumber: World Health Organization and the Special Programme for Research and Training in
Tropical
Diseases. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New
edirion 20095
Pemeriksaan radiologis6
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi
(WHO,2011),
o Distres pernafasan / sesak
o Dalam keadaan klinis ragu – ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat radiologis
terjadi apabila pada perembesan plasma telah mencapai 20%-40%
o Pemantuan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema paru
karena overload pemberian cairan.
o Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah
hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri, kubah
diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.

17
o Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea,
dan dinding buli – buli.

(a) Hemitoraks kanan terlihat lebih opak dengan garis opak di lateral, sejajar dinding toraks,
yang menunjukkan adanya cairan di dalam rongga pleura (b) Pada foto RLD efusi pleura terlihat
lebih jelas terkumpul di hemitoraks kanan yang terletak rendah.8

(a) Lapangan paru di hemitoraks kanan terlihat lebih opak dari hemitoraks kiri menunjukkan
adanya efusi pleura dengan dilatasi pembuluh darah paru (vascular engorgment), (b)
kardiomegali.8

18
Efusi pleura pada USG potongan transversal (a) dan longitudinal (b)8

Asites. Tampak hati dan kandung empedu dikelilingi cairan bebas di rongga peritoneum.

Penebalan dinding kandung empedu (a), dinding kandung empedu normal (b)8

19
2.1.7 Diagnosis Banding6
o Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam dengue dan
penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk membedakan dengan
campak, rubella, demam chikungunya, leptospirosis, malaria, demam tifoid, perlu
ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi bersama demam. Pemeriksaan
laboratorium diperlukan sesuai indikasi.
o Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik (ITP), leukemia, atau anemia
aplastik, dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium darah tepi lengkap disertai
pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila diperlukan.
o Penyakit infeksi lain seperti sepsis, atau meningitis, perlu difikirkan apabila anak
mengalami demam disertai syok.

2.1.8 Penatalaksanaan

Jalur triase kasus tersangka infeksi dengue6


Tata laksana dengue sesuai dengan perjalanan penyakit yang terbagi atas 3 fase. Pada fase
demam yang diperlukan hanya pengobatan simtomatik dan suportif. Parasetamol merupakan
antipiretik pilihan pertama dengan dosis 10mg/kg/dosis selang 4 jam apabila suhu >38oC.
Pemberian aspirin dan ibuprofen merupakan indikasi kontra. Kompres hangat kadang membantu

20
apabila anak merasa nyaman dengan pemberian kompres. Pemberian antipiretik tidak
mengurangi tingginya suhu, tetapi dapat memperpendek durasi demam.5
Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, larutan gula-garam,
jus buah, susu, dan lain – lain. Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat,
koreksi dehidrasi sesuai kebutuhan. Apabila cairan intravena perlu diberikan, maka pada fase ini
biasanya kebutuhan sesuai rumatan. Semua pasien tersangka dengue harus diawasi dengan ketat
sejak hari sakit ke-3. Selama fase demam, belum dapat dibedakan antara DD dengan DBD.
Ruam makulopapular dan mialgia/artralgia lebih banyak ditemukan pada pasien DD. Setelah
bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien demam dengue akan masuk dalam fase
penyembuhan, sedangkan pasien DBD memasuki fase kritis.5
Hati yang membesar dan lunak merupakan indikator fase kritis. Pasien harus diawasi ketat
dan dirawat di rumah sakit. Leukopenia <5000 sel/mm3 dan limfositosis disertai peningkatan
limfosit atipikal mengindikasikan bahwa dalam waktu 24 jam pasien akan bebas demam serta
memasuki fase kritis. Trombositopenia mengindikasikan pasien memasuki fase kritis dan
memerlukan pengawasan ketat di rumah sakit.5
Peningkatan nilai hematokrit (Ht) 10-20% menandakan pasien memasuki fase kritis dan
memerlukan pengobatan cairan intravena apabila tidak dapat minum oral. Pasien harus dirawat
dan diberikan cairan sesuai kebutuhan. Tanda vital, hasil laboratorium, asupan dan luaran cairan
harus dicatat dalam lebaran khusus. Penurunan hematokrit merupakan tanda – tanda perdarahan.
Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum karena anoreksia atau muntah.
Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada pasien dengan risiko tinggi, seperti bayi, DBD derajat III
dan IV, obesitas, perdarahan berat, penurunan kesadaran, adanya penyulit lain, seperti kelainan
jantung bawaan dll, atau rujukan Rumah Sakit lain.5
Cairan intravena diberikan apabila terlihat adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan
peningkatan Ht 10-20% atau pasien tidak mau makan dan minum melalui oral. Cairan yang
dipilih adalah golongan kristaloid (ringer laktat dan ringer asetat). Selama fase kritis pasien harus
menerima cairan rumatan ditambah defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang. Pada pasien
dengan berat badan lebih dari 40 kg, total cairan intravena setara dewasa, yaitu 3000 ml/24 jam.
Pada pasien obesitas, perhitungkan cairan intravena berdasarkanberat badan idéal. Pada kasus
non syok, untuk pasien dengan berat badan (BB) <15 kg, pemberian cairan diawali dengan
tetesan 6-7 ml/ kg/jam, antara 15-40 kg dengan 5 ml/kg/jam, dan pada anak dengan BB >40 kg,
cairan cukup diberikan dengan tetesan 3-4 ml/kg/jam.8

21
Tata Laksana DBD dengan syok (DSS)
DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV):6

 Cairan : 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat
cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
 Bila syok belum teratasi: setelah 10 ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan
bersama koloid 10-30 ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil laboratorium
yang tidak normal
 Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review
hematokrit sebelum resusitasi)
 Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat/ jalur
arteri)
 Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila pasien sadar
atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau setelah dua kali
kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral.
Cairan intraoseus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit.5
Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 24-
48 jam setelah syok. Tanda pasien masuk ke dalam fase penyembuhan adalah keadaan umum
membaik, meningkatnya nafsu makan, tanda stabil, Ht stabil dan menurun sampai 35-40%, dan
dieresis cukup. Pada fase penyembuhan dapat ditemukan confluent petechial rash (30%) atau
sinus bradikardi akibat mikokarditis yang umumnya tidak memerlukan pengobatan. Cairan

22
intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini. Apabila nafsu makan tidak
meningkat dan perut terlihat kembung dengan atau tanpa penurunan atau menghilangnya bising
usus, kadar kalium harus diperiksa karena sering terjadi hipokalemia (fase dieresis). Buah –
buahan, jus buah atau larutan oralit dapat diberikan untuk menanggulangi gangguan elektrolit.5
Pasien dapat dipulangkan apabila tidak dalam 24 jam tidak terdapat demam tanpa
antipiretik, kondisi klinis membaik, nafsu makan baik, nilai Ht stabil, tiga hari sesudah syok
teratasi, tidak ada sesak napas atau takipneu, dan jumlah trombosit ≥50.000/mm3.5
Kegagalan tata laksana umumnya disebabkan oleh kegagalan untuk memantau tetesan dan
jumlah cairan pengganti selama fase kritis. Pemberian cairan yang berkelebihan atau lebih lama
dari masa kebocoran plasma, kegagalan mengenal perdarahan internal/tersembunyi, pemberian
transfuse trombosit yang tidak perlu, serta kegagalan memantau pasien berobat jalan, dan
penggunaan pipa lambung (nasogastric tube) untuk menentukan adanya perdarahan seringkali
menjadi penyebab tata laksana yang tidak tepat.5

2.1.9 Prinsip umum terapi cairan pada DBD :5

 Kristaloid isotonic harus digunakan selama masa kritis.


 Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada
respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
 Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan cairan
intravascular yang adekuat.
 Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
menghitung volume cairan.

Berat Cairan Cairan Berat Cairan Cairan


Badan rumatan rumatan + 5% Badan rumatan rumatan + 5%
ideal (kg) (ml) deficit (ml) ideal (kg) (ml) deficit (ml)
5 500 750 35 1800 3550
10 1000 1500 40 1900 3900
15 1250 2000 45 2000 4250
20 1500 2500 50 2100 4600
25 1600 2850 55 2200 4950
30 1700 3200 60 2300 5300

Sumber: Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid therapy.
Pediatrics 1957;19:823

23
24
Sumber : Rigal dkk, 2016. Clinical Guidelines Diagnosis and Treatment manual 2016
edition. Medecins Sans frontieres : German. p-217-219.10
2.1.10 Indikasi untuk pulang6
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.

 Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik


 Nafsu makan telah kembali
 Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distress pernafasan, dan nadi teratur
 Diuresis baik
 Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
 Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
 Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, umumnya jumlah
trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

25
BAB III
ANALISA KASUS

Pada kasus ini, pasien berjenis kelamin wanita dengan usia 10 tahun. Penyakit DBD
dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini
berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.
Pada anamnesa didapatkan gejala yang mengarah kepada demam berdarah dengue, seperti
demam akut 5 hari yang terus menerus. Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya
berlangsung selama 7 hari dan terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari
sakit ke-1 sampai dengan hari ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan. Pada fase demam, anak
memerlukan minum yang cukup karena demam tinggi. Anak biasanya tidak mau makan dan
minum sehingga dapat mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat, muka dapat terlihat kemerahan
(flushing), dan biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai hematokrit masih normal dan
viremia berakhir pada fase ini.
Gejala lainnya adalah nyeri sendi, batuk, perdarahan (BAB hitam dan muntah darah), nyeri
perut di epigastrium. Hal ini menandakan adanya tanda manifestasi perdarahan yang mulai
memasuki fase kritis pada tahap demam berdarah dengue. Fase ini kadang mengecoh karena
orang tua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turun padahal anak memasuki fase
berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan mencapai puncak pada hari ke-5. Pada
fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini,
organ – organ lain mulai terlibat.
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan leucopenia dan trombositopenia. Leukopenia
<5000 sel/mm3 dan limfositosis disertai peningkatan limfosit atipikal mengindikasikan bahwa
dalam waktu 24 jam pasien akan bebas demam serta memasuki fase kritis. Trombositopenia
mengindikasikan pasien memasuki fase kritis dan memerlukan pengawasan ketat di rumah sakit.
Terapi pada keadaan ini ditujukan ke arah penggantian cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma. Cairan intravena diberikan apabila terlihat adanya kebocoran plasma yang ditandai
dengan peningkatan Ht 10-20% atau pasien tidak mau makan dan minum melalui oral. Cairan
yang dipilih adalah golongan kristaloid (ringer laktat dan ringer asetat). Selama fase kritis pasien
harus menerima cairan rumatan ditambah defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang.
Pasien diberikan antipiretik paracetamol 3 x 30cc untuk mengatasi demam nya, anti emetik
ondancentron 2 x 3 mg untuk mengatasi muntahnya, serta golongan PPI untuk mengatasi
mualnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO,2005. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in the
Context of the Integrated Management of Childhood Illness. CAH : Geneva. p-11.
2. Kementrian Kesehatan RI, 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta. h-153.
3. Departemen Kesehatan RI, 2004. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.
Jakarta. h-1.
4. Anies, 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah dan Menanggulangi
Penyakit Menular. Elex Media Komputindo : Jakarta. h-57.
5. Irawan, 2012. Update Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak : Jakarta. h-
16-50.
6. Rahma.Mulya, 2014. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue. Divisi Infeksi dan
Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto Mangunkusumo,FKUI :
Jakarta. h-1-14.
7. WHO, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Gedung Bina Mulia : Jakarta. h-163.
8. Antonius dkk, 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta. h- 343-345.
9. Aru dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Interna Publishing :
Jakarta. h-2774.
10. Rigal dkk, 2016. Clinical Guidelines Diagnosis and Treatment manual 2016 edition.
Medecins Sans frontieres : German. p-217-219.

27

Anda mungkin juga menyukai