Menurut Slamet, pemilihan kakap putih juga dilakukan karena komoditas tersebut
menjadi andalan dan merupakan jenis ikan laut yang tidak harus dijual dalam
kondisi hidup. Dengan kata lain, kata dia, kakap putih bisa dijual dalam bentuk
olahan seperti fillet segar.
“Kita budidayakan kakap putih di offshore, juga karena pada pertimbangan bahwa
komoditas tersebut bernilai tinggi dengan pasar jelas seperti Tiongkok dan Hong
Kong. Kemudian, pasar kakap putih juga bisa dipasarkan hingga ke Eropa, Timur
Tengah, dan juga Australia,” jelas dia.
Selain pasar luar negeri, Slamet menyebut, komoditas kakap putih juga diminati
oleh pasar dalam negeri. Saat ini, pasar dalam negeri masih didominasi oleh
Sumatera Utara, Kepulauau Riau, Lombok (Nusa Tenggara Barat), Bali, dan
Jakarta.
“Di dalam satu unit KJA offshore yang mengapung di lepas pantai, dia menjelaskan,
terdapat enam lubang dengan diameter 50 sentimeter,” tutur dia.
Dengan jumlah lubang tersebut, Slamet mengatakan, produksi kakap putih bisa
didorong dengan hasil panen 568 ton per siklus. Untuk setiap panen, rerata kakap
putih ukurannya mencapai 600 gram.
“Program KJA offshore tersebut berpotensi menghasilkan nilai Rp39,7 miliar untuk
sekali panen,” jelas dia.
“Dengan kegiatan offshore maka andalan kita di budi daya laut bisa meningkat
seperti kerapu dan kakap saya yakin naik pada 2017,” ujarnya.
“Itu artinya, dalam setahun bisa mencapai 33.000 ton. Itu jumlah yang banyak dan
bisa memasok kebutuhan pakan ikan nasional,” ujar dia.
“Belawan juga dipilih, karena disiapkan untuk memasok kebutuhan pakan ikan untuk
program KJA offshore di Sabang,” katanya.
Untuk 2017, Slamet mengaku akan fokus kepada kegiatan besar yang bisa
mendongkrak kegiatan produksi dan membantu masyarakat. Selain itu, pihaknya
juga tetap memberikan banttuan kepada para pembudidaya kelompok atau pun
perseorangan.
Sejumlah bantuan dalam bidang perikanan budi daya pada 2017 antara lain adalah
450 paket rumput laut, 1.000 hektare asuransi budi daya, 50 alat laboratorium dan
sampel residu, 48 unit ekskavator, 26 paket bioflok, 1.000 paket bantuan sarana dan
prasaranan budi daya, 300 hektare revitalisasi tambak, dan 20 lokasi restocking.
Revitalisasi Tambak
Di luar pengembangan pabrik pakan ikan, KKP juga berusaha keras untuk
menghidupkan kembali tambak yang kondisinya mati suri. Menurut Slamet
Soebjakto, revitasliasi tambak akan mencakup lahan 300 hektar dan tersebar di
empat lokasi.
Tujuan revitalisasi, kata dia, adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri
pengolahan dan mengembalikan kejayaan industri udang Indonesia. Adapun, lokasi
revitalisasi tambak ada di Pangandaran (Jawa Barat), Lampung, Mamuju Utara
(Sulawesi Barat), dan Kalimantan Utara.
Pembudidayaan ikan melalui Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Singkarak, Nagari
Saniang Baka, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Foto: Riko Coubut
“Ada manfaat dari revitalisasi ini, di antaranya adalah akan ada serapan tenaga
kerja hingga 600 orang dan pendapatan kelompok pembudidaya hingga Rp48 miliar
per MT,” tambah dia.
Namun demikian, walau ada program revitalisasi tambak, Slamet tidak membantah
bahwa hingga saat ini masih ada permasalahan dalam pengembangan komoditas
udang. Masalah itu berpotensi akan berdampak langsung pada ekspor udang dan
juga komoditas lain dalam sektor perikanan budidaya.
“Masalah yang sering terjadi, adalah penyakit pada udang,” ungkap dia.
Masalah seperti itu, kata Slamet, akan terus ditangani dengan melakukan koordinasi
dan pembekalan kepada semua stakeholder dan juga penyuluh di lapangan. Tak
lupa, dilakukan juga koordinasi dengna kelompok seperti Shrimp Club Indonesia
(SMI).
http://www.mongabay.co.id/2016/11/02/perikanan-budidaya-adopsi-teknologi-budidaya-canggih-dari-
norwegia-seperti-apa/