CARCINOMA CERVIX
Disusun oleh:
Nikki Junaedy
Sabila Wahdini
Atika Cahyani Putri
Nazla Amanda
Pembimbing:
dr. H. Handy Wiradharma, Sp. OG
CARCINOMA CERVIX
Disusun oleh:
Nikki Junaedy
Sabila Wahdini
Atika Cahyani Putri
Nazla Amanda
Menyetujui,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel
jaringan tubuh yang tidak normal dan dapat menyerang berbagai jaringan
di dalam organ tubuh, termasuk organ reproduksi wanita yang terdiri dari
payudara, rahim, indung telur, dan vagina. Menurut World Health
Organization (WHO), setiap tahun jumlah penderita kanker bertambah
6,25 juta orang atau setiap 11 menit ada satu penduduk meninggal dunia
karena kanker dan setiap 3 menit terdapat satu penderita kanker baru.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit
kanker merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah
penyakit kardiovaskuler, infeksi, pernafasan dan pencernaan. Menurut data
riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevelensi tumor di
masyarakat sebesar 4,3 per 1000 penduduk.1
Salah satu kanker yang menyebabkan kematian pada wanita adalah
kanker leher rahim. Angka kejadian dan angka kematian akibat kanker
leher rahim di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara.
Sementara di negara berkembang termasuk Indonesia masih menempati
urutan teratas sebagai akibat kematian. Berdasarkan hasil penelitian WHO
(2010), pada tahun 2008 kejadian kanker leher rahim menempati urutan
ketiga setelah kanker payudara dan kanker kolorektum pada wanita,
dimana terjadi 529.828 kasus baru dan 275.128 wanita meninggal karena
kanker leher rahim.2
Di Indonesia diperkirakan sekitar 90 sampai 100 kasus baru kanker
leher rahim diantara 100.000 penduduk pertahunnya, dan saat ini masih
menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Data statistik rumah
sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Indonesia tahun 2006,
menunjukkan bahwa kanker leher rahim menempati urutan kedua
(11,07%) setelah kanker payudara (19,64%). Mortalitas kanker leher rahim
di Indonesia masih tinggi karena ± 90% terdiagnosa pada stadium invasif,
lanjut bahkan terminal.3
Penyebab kanker leher rahim belum diketahui secara pasti. Beberapa
faktor ekstrinsik mempunyai hubungan erat dengan kejadiannya,
diantaranya adalah jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden tinggi
pada wanita yang telah menikah, terutama pada gadis yang koitus pertama
(coitarche) dialami pada usia amat muda (kurang dari 16 tahun), insidensi
meningkat dengan tingginya paritas, apalagi apabila jarak persalinan amat
dekat, sosioekonomi rendah, hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual
yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang ditemukan
pada pasangan suami yang disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada
wanita yang mengalami infeksi HPV (human papilloma virus) tipe 16 dan
18 dan kebiasaan merokok.4
Beberapa gejala yang ditimbulkan pada kanker leher rahim antara lain
adalah perdarahan melalui vagina, misalnya setelah melakukan koitus
(pasca senggama), atau perdarahan menstruasi yang lebih banyak dan
lebih sering, ataupun timbul perdarahan diantara siklus menstruasi. Selain
itu terdapat pula gejala keputihan, terjadi perdarahan pervaginam
meskipun telah memasuki masa menopause dan timbul nyeri panggul
(pelvis). Gejala kanker leher rahim yang banyak terjadi menurut Aziz
(2001) adalah perdarahan pervaginam abnormal (56%), selanjutnya diikuti
dengan nyeri pelvis (9%) dan keputihan (4%).3
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan tutorial klinik ini adalah untuk membahas dan mengetahui
penyebab, manifestasi klinis, diagnosis dan penatalaksanaan kanker leher
rahim.
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa, 06 Juni
2018 pukul 13.00 WITA di ruang MAWAR (Nifas) RSUD AW.Sjahranie
Samarinda.
2.1 Anamnesis
Identitas pasien
Nama : Ny. H
Usia : 46 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Mangkupalas RT.40
MRS : Senin, 04 Juni 2018 pukul 16.00
Identitas suami
Nama : Tn. S
Usia : 49 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Mangkupalas RT.40
Keluhan utama:
Perdarahan dari jalan lahir
Riwayat menstruasi
Menarche usia 12 tahun
Lama haid 7 hari dengan 3-4 kali/ hari ganti pembalut
Riwayat perkawinan
Status menikah
Pernikahan yang kedua
Menikah pertama usia 16 tahun
Lamanya pernikahan dengan suami sekarang 15 tahun
Riwayat obstetrik
Jenis Keadaan
Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Kelamin / Anak
Penyulit
Partus Partus Kehamilan Persalinan Persalinan BB (gram) Sekarang
Perempuan Hidup
1988 RS Aterm Pervaginam Dokter -
3700 gram Sehat
Perempuan Hidup Sehat
2001 BPM Aterm Pervaginam Bidan -
3700 gram
Riwayat kontrasepsi
Metode yang dipakai IUD, selama 9 tahun
Status Generalis
Kepala
Mata : Konjunctiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor
(3 mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-)
Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)
Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran
ICS (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris.
Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Flat, sikatriks (-), striae (+), bekas operasi (+), bekas
trauma (-)
Palpasi : Soef, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan perut
bawah (+), hepatomegali (-), splenomegali (-), massa
(-)
Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen, asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-)
Inferior : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-)
Status ginekologi
1. Pemeriksaan luar : abdomen : datar, soefl, simetris, fundus uteri tidak teraba,
massa (-), nyeri tekan (+), ascites (-)
2. Inspekulo
Vulva : radang (-), tumor (-)
Vagina : massa (-), laserasi (-)
Fluksus : (+)
Portio : permukaan berdungkul, rapuh, mudah berdarah
3. Vaginal Toucher
Vagina : massa (-)
Portio : konsistensi rapuh, arah anterior,
Parametrium kanan & kiri : massa (-/-), nyeri (-/-)
Kavum douglas : tidak menonjol, nyeri (-)
WAKTU OBSERVASI
04-06-2018 MAWAR (NIFAS)
S: pasien mengeluhkan adanya perdarahan dari jalan lahir
16.00 WITA
berupa gumpalan-gumpalan darah berwarna kehitaman
disertai cairan lendir berbau, nyeri pinggang (+)
O: Ku sedang, komposmentis
TD : 110/70mmHg, N: 108x/menit kuat angkat, RR :
22x/menit, Suhu: 36,8oC
Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : Flat (+)
Palpasi : nyeri tekan regio perut bawah (+)
VT : Tidak dilakuan
P:
Lapor dr. Sp. OG, advis :
IVFD RL 20tpm
Inj Ceftriaxone 2x1 gr / 12 jam
Inj As. Traneksamat 3x500 mg
Transfusi PRC 2 kolf/hari s/d Hb 10 gr/dl
04-06-2018 S: pusing (+), perdarahan dari jalan lahir (+), nyeri pinggang
(+)
21.30 WITA
O: Ku sedang, komposmentis
TD : 110/60mmHg, N: 100x/menit kuat angkat, RR :
20x/menit, Suhu: 36,5oC
Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : Flat (+)
Palpasi : nyeri tekan regio perut bawah (+)
P:
Inj Ceftriaxone 2x1 gr / 12 jam
Inj As. Traneksamat 3x500 mg
Transfusi PRC 2 kolf/hari s/d Hb 10 gr/dl
05-06-2018 S : pusing (+), perdarahan dari jalan lahir (+), nyeri pinggang
(+), nyeri perut (+)
11.30 WITA
O: KU sedang, Komposmentis
TD: 110/70mmHg N: 80x/menit kuat angkat, RR :
20x/menit, Suhu: 36,5oC
Kepala : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikt(-/-)
Thorax : Cor/Pulmo dbn
Abd : Soefl, timpani, BU +
Ext : akral hangat
A: Menometroragia + Anemia
P:
Inj As. Traneksamat 3x500 mg
Transfusi PRC 2 kolf/hari s/d Hb 10 gr/dl
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kanker serviks (karsinoma serviks) adalah tumbuhnya sel-sel abnormal
yang terjadi pada daerah serviks uterus.
Sebagian besar kanker serviks (80-90%) adalah kanker sel skuamosa,
sedangkan 10-20% adalah adenokarsinoma. Selain itu, terdapat jenis histologi sel
kanker serviks yang lain yaitu yang berjenis sel kecil atau small cell. Gambaran
histologi small cell jarang ditemukan, namun sifatnya lebih progresif dan
potensial untuk menimbulkan metastase meski dalam stadium awal bila
dibandingkan dengan jenis histologi sel kanker serviks yang lain. Prognosisnya
pun sangat buruk dengan angka harapan hidup selama 5 tahun pada stadium awal
sebesar 31,6% - 36,4%, sedangkan untuk stadium lanjut sebesar 0% - 14%.4,7,8,9
3.2 Epidemiologi
` Kanker serviks adalah keganasan paling umum ketiga pada wanita di
seluruh dunia. Kanker serviks adalah penyebab paling umum kedua dari kematian
terkait kanker pada wanita di negara berkembang. Di Amerika Serikat, angka
kejadian kanker serviks invasif telah menurun selama beberapa dekade terakhir,
terkait dengan penggunaan metode skrining memakai tes Pap (Pap smear).2,7
Secara internasional, lebih dari 500.000 kasus baru didiagnosis setiap
tahun; dimana prevalensinya sangat bervariasi, mulai dari insiden tahunan 4.5
kasus per 100.000 di Asia Barat menjadi 34,5 per 100.000 wanita di Afrika
Timur.7 Menurut WHO, pada tahun 2012 diperkirakan ada 445.000 kasus baru
kanker serviks dan lebih dari 270.000 kematian akibat kanker serviks di seluruh
dunia.2 Di Indonesia, diperkirakan insidensi kasus baru kanker serviks adalah
sekitar 20.928 kasus pertahunnya, dan menyebabkan hingga 9.498 kematian.3
Surveilans Centers for Disease Control and Prevention (CDC) untuk
kanker yang terdeteksi melalui skrining (kolon dan rektum, payudara, dan serviks)
di Amerika Serikat dari tahun 2004 hingga 2006 melaporkan bahwa kejadian
kanker serviks stadium akhir paling tinggi di antara wanita berusia 50-79 tahun.
Namun, kanker serviks dapat didiagnosis pada wanita usia subur. Prevalensi
adenokarsinoma serviks telah meningkat pada wanita di bawah usia 40 tahun.
Kasus-kasus ini lebih sulit dideteksi dengan skrining tes Pap, dan survival rate-
nya rendah karena kasus cenderung terdeteksi pada tahap akhir. Selain itu, jenis
HPV yang menyebabkan adenokarsinoma berbeda dengan jenis yang
menyebabkan karsinoma skuamosa. HPV 16 merupakan karsinogen yang lebih
kuat daripada jenis HPV lainnya, dan ditemukan lebih sering pada wanita muda
daripada yang lebih tua.7
3.3 Etiologi
Penyebab terjadinya kanker serviks belum diketahui, tetapi terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker ini, sebagai berikut:
3.3.1 Usia
Kanker serviks terjadi mulai dari dekade kedua kehidupan.
Setengah dari perempuan didiagnosis dengan penyakit ini adalah
antara 35 - 55 tahun dan jarang mempengaruhi perempuan di
bawah usia 20 tahun. Usia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko
tinggi terhadap kanker serviks. Semakin tua usia seseorang, maka
semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim.
Meningkatnya risiko kanker serviks pada usia lanjut merupakan
gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.4,8,9
3.3.2 Usia pertama menikah
Usia pertama kali menikah atau berhubungan seksual
merupakan salah satu faktor yang cukup penting, karena terjadinya
kanker serviks dengan masa latennya memerlukan waktu 30 tahun
sejak melakukan hubungan seksual pertama, sehingga hubungan
seksual pertama dianggap awal dari mula proses munculnya kanker
serviks. Wanita yang menikah dibawah usia 16 tahun biasanya 10-12
kali lebih besar kemungkinan terjadinya kanker serviks daripada yang
menikah setelah berusia 20 tahun ke atas.4,8,9
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita
benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari
sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-
sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh.
Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20
tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa
pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang dan terjadi proses metaplasia skuamosa yang aktif yang terjadi
di dalam zona transformasi. Artinya, masih rentan terhadap
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar.
Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma ataupun bahan
karsinogenik.4,8,9
Metaplasia skuamosa merupakan suatu proses fisiologi, tetapi di
bawah pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga
mengakibatkan suatu zona transformasi yang tidak patologik.
Perubahan ini menginisiasi suatu proses neoplasia intraepitel serviks
(Cervic Intraepithel Neoplasma = CIN) yang merupakan fase
prainvasif dari kanker serviks.10,11
3.3.3 Paritas
Kanker serviks dijumpai pada wanita yang sering partus.
Semakin sering partus semakin besar kemungkinan risiko mendapat
kanker serviks. Pada beberapa penelitian dengan metode case control
didapatkan bahwa wanita yang 3 atau 4 kali partus memiliki 2,6 kali
risiko untuk terkena kanker serviks, sedangkan wanita yang
melahirkan lebih dari 7 memiliki risiko sebesar 3,8 kali.8,9
Alasan fisiologi adanya hubungan antara paritas dan kanker
serviks sampai saat ini belum jelas, namun kemungkinan faktor
hormonal pada saat kehamilan yang membuat wanita lebih peka
terhadap infeksi HPV (human papilloma virus) dan trauma serviks
pada saat melahirkan diduga sebagai alasannya.8,9
3.3.4 Kontrasepsi yang pernah digunakan
Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama
yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1,5-
2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker
serviks karena jaringan serviks merupakan salah satu sasaran yang
disukai oleh hormon steroid perempuan.8,9
3.3.5 Berganti-ganti pasangan seksual
Kebiasaan berganti-ganti pasangan akan memungkinkan
tertularnya penyakit kelamin, salah satunya HPV. Risiko terjadinya
kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila mitra seks 6 atau
lebih.4,8,9
3.3.6 Penyakit menular seksual (PMS)
Penyakit menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri
maupun virus, diantaranya adalah HPV (human papilloma virus),
HSV (herpes simplek virus), HIV (human immunodeficiency virus)
dan Klamidia. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut
dapat bersatu ke dalam gen DNA sel pejamu sehingga menyebabkan
terjadinya mutasi sel.4,8,9
1. HPV (human papilloma virus)
Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko
terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama
terjadinya kanker serviks sehingga wanita yang mempunyai riwayat
penyakit kelamin berisiko terkena kanker serviks.4,9
Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi
yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual.
Beberapa tipe HPV merupakan virus risiko rendah yang jarang
menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko
tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya
hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV
risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah
tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin
masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker serviks disebabkan oleh
tipe 16 dan 18. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih
dari 50% kanker serviks. Dari berbagai penelitian terdapat tiga
golongan HPV yang berhubungan dengan kanker serviks, yaitu: HPV
risiko rendah (HPV tipe 6, 11 dan jarang tipe 46 pada kanker invasif),
HPV risiko sedang (HPV tipe 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58) dan HPV
risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, dan 31).9
Human Papilloma Virus merupakan faktor inisiator kanker
serviks. Secara seluler, mekanisme terjadinya kanker serviks berkaitan
dengan siklus sel yang diekspresikan oleh HPV. Genom virus ini
terdiri dari the early region (E) yang mengkode protein dan berperan
pada replikasi genom, sedangkan the late region (L) berisi gen-L yang
mengkode protein kapsid.9,10,12
Protein utama yang terkait dengan karsinogen adalah E6 dan E7.
Protein E6 (oncoprotein) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang
dihubungkan dengan keberadaan tumor suppressor gene p53. Protein
E7 (oncoprotein) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang
dihubungkan dengan keberadaan tumor suppressor gene pRb. Protein
E7 akan mengikat gen Rb. Gen p53 adalah gen yang mengkode
phosphoprotein inti sel dan bertindak sebagai negatif regulator dalam
siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen penekan tumor.
Gen Rb adalah gen yang ditemukan bertanggung jawab pada tumor
retina mata (retinoblastoma) dan merupakan prototipe dari gen-gen
penekan tumor.9,10,12
Bentuk genom HPV sirkuler jika terintegrasi akan menjadi linier
dan terpotong di antara gen E2 dan E1. Integrasi antara genom HPV
dan DNA manusia menyebabkan gen E2 tidak berfungsi, jika E2 tidak
berfungsi akan merangsang E6 dan E7 berikatan dengan gen p53 dan
pRb. Protein E6 dari HPV 16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi
gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang disebut ubiquitin-
dependent proteolytic pathway (E6AP), sehingga akan terjadi
penurunan kadar protein p53 (wild type). Protein E7 (oncoprotein)
akan mengikat gen pRb, sehingga akan berakibat sama seperti pada
protein p53. Ikatan E7 dengan pRb tersebut menyebabkan tidak
terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein-pRb, sehingga gen
E2F menjadi aktif dan akan membantu c-myc untuk terjadinya
replikasi DNA dan menstimuli proliferasi sel. Siklus sel yang tidak
terkontrol menyebabkan proliferasi sel melebihi batas normal
sehingga berubah menjadi sel karsinoma.9,10,12
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu ± 90%
merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis lain
sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang
berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor
itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari selsel yang disebut small cell, berbentuk
kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas.
Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat
sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar
endoserviks yang mengeluarkan mucus. Prognosis dari adenocarcinoma kanker
serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell carcinoma, namun prognosis
paling buruk adalah small cell carcinoma.
3.7 Manifestasi Klinis Kanker Serviks
Pada stadium dini kanker serviks tidak menunjukkan gejala yang khas atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga sulit diketahui. Beberapa tanda
dan gejala pada kanker serviks antara lain keputihan, perdarahan vagina yang
abnormal, nyeri, anemia dan lain-lain. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-
tanda yang lebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat
(terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang
sangat hebat.4,9
Keputihan merupakan keluarnya cairan mukus yang encer, yang keluar
dari vagina makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan. Sedangkan perdarahan timbul sebagai akibat terbukanya pembuluh
darah yang makin lama akan lebih sering terjadi. Perdarahan ini dapat terjadi
setelah coitus, dicurigai terjadi pada menstruasi yang lama dan banyak dan
dapat pula terjadi pada wanita menopause. Perdarahan spontan umumnya
terjadi pada tingkat stadium lanjut, terutama pada tumor yang bersifat
eksofitik.4,9
Gejala klinis lain pada kanker serviks yaitu nyeri, rasa nyeri timbul
akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. Rasa nyeri daerah pelvis dirasakan
di perut bagian bawah sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa
menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Nyeri bersifat progresif, sering
dimulai dengan low back pain di daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan
tungkai bawah. Dapat pula terjadi nyeri pada saat BAK (buang air kecil) atau
BAB (buang air besar). Anemia juga dapat terjadi karena adanya perdarahan
pervaginam yang berulang. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus
karena kekurangan gizi, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus
besar bagian bawah (rectum), kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal
Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih,
yang menyebabkan obstruksi total, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.4,9
Berdasarkan dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:
a) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
b) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina.
Pemeriksaan in spekulo:
a) Adanya portio ulseratif
b) Adanya fluor albus
c) Muncunya darah jika lesi tersentuh (lesi rapuh)
d) Terdapat gambaran seperti bunga kol pada stadium lanjut
Pemeriksaan bimanual:
a) Adanya fluor albus
b) Adanya massa benjolan ataupun erosi ataupun ulkus pada
portio uteri.4,9
Vaksin HPV
Dewasa ini, vaksin terhadap infeksi HPV juga telah ditemukan
dan terus dikembangkan. Penggunaan vaksin dalam mencegah kanker
serviks berdasarkan 99% penyebab kanker serviks adalah infeksi HPV
menetap. Vaksin HPV merupakan vaksin kedua di dunia yang dapat
mencegah kanker, setelah vaksin Hepatitis B yang dapat mencegah
kanker hati. Pengembangan vaksin HPV saat ini lebih menitikberatkan
pada teknologi rekombinan DNA VLP (Viral Like Particle Vaccines)
yang dibentuk dari protein virus. Tujuan utama vaksin HPV saat ini
adalah melindungi manusia terhadap infeksi HPV tipe 16 dan 18, dan
telah dipikirkan untuk mengembangkan vaksin HPV untuk HPV tipe
lainnya seperti 45, 31, 33, 52, 58, dan seterusnya.11
Data tentang percobaan tentang HPV vaksin ditunjukkan bahwa
kadar antibodi menurun setelah mencapai puncaknya setelah imunisasi
dan kemudian menetap (plateau), tetapi masih lebih tinggi
dibandingkan dengan respons kekebalan tubuh yang timbul pada
infeksialami dari virus HPV dan kadar tersebut menetap pada 48 bulan
setelah vaksinasi. Infeksi HPV bisa terjadi berulang setelah beberapa
tahun dan resiko mendapat infeksi baru sangat bergantung pada
perilaku seksual dari individu tersebut. Oleh karena itu, natural booster
pada individu yang telah mendapat vaksin dan kemudian mendapat
paparan terhadap infeksi virus HPV setelah masa perlindungan vaksin
belum bisa dibuktikan.
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut
diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat
diberikan pada wanita usia 10 tahun, yaitu setelah menstruasi.
Berdasarkan pustaka vaksin dapat diberikan pada wanita usia 10-26
tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat
diberikan sampai usia 55 tahun. Paling efektif di usia 25 – 45 tahun.
Infeksi HPV yang menyerang organ genetalia biasanya ditularkan
melalui hubungan seksual, dan imunisasi diberikan untuk melakukan
perlindungan terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh
infeksi virus tersebut. Selain itu vaksin diberikan pada usia tersebut
maka respon kekebalan tubuh yang dihasilkan akan lebih besar
dibandingkan bila diberikan setelah pubertas, baik pada wanita maupun
pada pria. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harvard Medical
School, vaksinasi pada pria belum menghasilkan efektifitas yang
memuaskan. Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya
vaksinasi diberikan setelah persalinan. Sedangkan pada ibu menyusui
vaksinasi belum direkomendasikan.
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali,
produk Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan
ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun).
Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian
vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan
deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan
tidakmempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian
Booster. Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut
diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Infeksi HPV yang
menyerang organ genitalis biasanya ditularkan melalui hubungan
seksual dan, dan imunisasi diberikan untuk melakukan perlindungan
terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus
tersebut. Sebagai target populasi dari imunisasi ini adalah wanita
sebelum puber dan usia remaja. Hal ini disebabkan pada usia –usia
tersebut dimulainya aktivitas seksual seseorang. Sebaiknya vaksinasi
secara rutin diberikan untuk wanita umur 11 – 12 dengan dosis
pemberian. Serial vaksinbisa dimulai saat wanita tersebut berumur 9
tahun. Selain itu vaksin juga direkomendasikan untuk diberikan pada
umur 13 – 26 tahun yang tidak mendapat pengulangan vaksin atau tidak
mendapatkan vaksin secara lengkap. Idealnya vaksin diberikan sebelum
usia yang rentan kontak dengan HPV yaitu wanita yang akan memasuki
usia seksual aktif sehingga wanita yang mendapat vaksinasi tersebut
bisa merasakan keuntungan dari pemberian vaksin. Selain itu apabila
vaksin siberikan pada usia tersebut, respons kekebalan tubuh yang
dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila diberikan setelah
pubertas.
Pencegahan sekunder diterapkan dengan pengidentifikasian
kelompok populasi berisiko tinggi terhadap kanker, skrining populasi
tertentu, deteksi dini kanker pada individu yang tidak bergejala
(asimtomatik) dan pengubahan perilaku manusia sehingga
kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Skrining ini dapat
dilakukan melalui pemeriksaan pap smear pada wanita diatas usia 25
tahun, telah menikah dan sudah mempunyai anak.11
Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana
dengan program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu
memperbaiki prognosis pada sebagian penderita sehingga terhindar dari
kematian akibat kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk
mencapai kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi mereka yang
menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena pengobatan
yang relatif murah. Di beberapa negara maju yang telah melakukan
program skrining penyakit kanker serviks dalam upaya menemukan
penyakit pada tingkat prakanker, dapat menurunkan kematian sampai
lebih dari 50%.11
Pencegahan tersier ditujukan pada seseorang yang telah positif
menderita kanker serviks dan menjadi cacat karena komplikasi
penyakitnya atau karena pengobatan. Sehingga perlu dilakukan
rehabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan atau fungsi organ yang
cacat, supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di
masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker
serviks pasca menjalani operasi contohnya yaitu dengan melakukan
gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan
untuk mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami
alopesia (rambut gugur) akibat kemoterapi dan radioterapi bisa diatasi
dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya rambut akan
tumbuh kembali.11
3.8.2 Pengobatan
Kanker serviks dapat ditangani dengan pembedahan, terapi radiasi
atau kemoterapi. Penentuan terapi yang digunakan berdasarkan
stadium, ukuran dan lokasi kanker, usia dan kondisi kesehatan pasien.
Terapi kanker serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik. Pengobatan pada kanker serviks dapat berupa:
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah
tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Pembedahan
dipilih hanya untuk kanker serviks stadium I sampai IIA. 4,8,9
Ada beberapa macam bentuk terapi bedah, antara lain: a)
radical trachelectomy, merupakan suatu cara pembedahan dimana
serviks, sebagian vagina dan limfonodi pelvis diangkat. Pembedahan
ini ditujukan untuk tumor yang kecil dan pada pasien kanker serviks
yang ingin memiliki keturunan lagi; b) total hysterectomy, dilakukan
pengangkatan uterus dan serviks; c) radical hysterectomy, dilakukan
pengangkatan serviks, beberapa jaringan disekitar serviks, uterus dan
sebagian vagina. Pembedahan secara radikal dan total histerektomi
harus diikuti dengan pengangkatan jaringan tuba dan ovarium yang
dikenal sebagai salpingo-oophorectomy, dan pengangkatan
limfonodi yang berada didekat tumor. 4,8,9
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya.24 Terdapat dua macam terapi
penyinaran untuk kanker serviks, yaitu: a) terapi radiasi eksternal,
dilakukan sebanyak lima kali dalam seminggu (sekali dalam sehari)
selama 6 minggu, b) terapi radiasi internal (brachytherapy), terapi
ini dilakukan dengan menempatkan kapsul radioaktif di vagina atau
dekat serviks. terapi ini dapat diulang dua kali atau lebih selama
beberapa minggu. 4,8,9
3. Kemoterapi
Apabila kanker telah menyebar ke luar panggul, maka
dianjurkan menjalani kemoterapi. Kemoterapi menggunakan obat
obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa
diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.4,8,9
4. Terapi biologis
Terapi biologi berguna untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh
dalam melawan penyakit. Terapi biologis tersebut dilakukan pada
kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.4,8,9
3.9 Prognosis
Prognosis kanker serviks tergantung dari tingkatan klinik dan jenis histologik
tumor. Biasanya penyakit ini ditemukan dalam stadium lanjut, maka angka
harapan hidupnya tidak seberapa baik. Harapan hidup selama 5 tahun pada pasien
kanker serviks yaitu 100% pada stadium prainvasif, 90% pada stadium I, 82%
pada stadium II, 35% pada stadium III dan 10% pada stadium IV.8,14
Pasien kanker serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons
terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah
timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi
terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati
dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2
tahun.4,8,14
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori Kasus
Pada stadium dini tidak ada gejala khas, Pasien mengaku sebelumnya
terkadang asimtomatik. Namun dapat juga mengalami perdarahan
ditemukan: jalan lahir seperti sedang
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari
menstruasi disertai cairan
vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
lendir berbau yang tidak
makin lama makin berbau busuk karena
berhenti sejak ± 7 bulan yang
adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Perdarahan abnormal, biasanya setelah lalu hingga sekarang.
senggama (post coital bleeding), perdarahan Pasien mengeluhkan
atau pada daerah perut bagian bawah bila dalam sehari pasien dapat
2,6 kali risiko untuk terkena kanker serviks, pada usia 16 tahun.
-
Ibu pernah melahirkan
sedangkan wanita yang melahirkan lebih
sebanyak 2x.
dari 7 memiliki risiko sebesar 3,8 kali -
Ibu pernah
-
Kontrasepsi : Penggunaan kontrasepsi oral
menggunakan IUD
yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih
dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko selama 9 tahun.
-
Suami pasien yang
kanker serviks 1,5-2,5 kali.
-
Berganti-ganti pasangan seksual : . Risiko pertama merupakan
4.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan
Teori Fakta
Stadium IA : Konisasi, Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Transfusi PRC 2 Kolf/hari
histerektomi ekstrafasial, radiasi
Inj. Asam Mefenamat 3x500mg
Stadium IB-IIA : Histerektomi
Pasien ada rencana radiasi.
radikal, radiasi
Stadium IIB-IV : Radiasi,
kemoterapi
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. R yang berusia 46 tahun
yang datang ke rumah sakit A.W. Syahranie Samarinda dengan keluhan
perdarahan dari vagina sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Dalam sehari
mengganti pampers 2-3x dan selalu penuh. Pasien telah didiagnosis kanker
serviks sekitar 7 bulan sebelum masuk rumah sakit. Setelah melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan
diagnosis sebagai Ca Serviks Stadium IIIB. Pada pasien ini direncanakan akan
dilakukan terapi radiasi. Secara umum penegakan diagnosis maupun
penatalaksanaan pada pasien tersebut sudah tepat dan sesuai dengan teori yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
1.