Anda di halaman 1dari 47

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

CARCINOMA CERVIX

Disusun oleh:
Nikki Junaedy
Sabila Wahdini
Atika Cahyani Putri
Nazla Amanda

Pembimbing:
dr. H. Handy Wiradharma, Sp. OG

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2018
Tutorial Klinik

CARCINOMA CERVIX

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di


Laboratorium Obstetri dan Ginekologi

Disusun oleh:
Nikki Junaedy
Sabila Wahdini
Atika Cahyani Putri
Nazla Amanda

Menyetujui,

dr. H. Handy Wiradharma, Sp. OG

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya


penulis dapat menyelesaikan Tutorial Klinik tentang “Carcinoma Cervix”.
Tutorial klinik ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada:
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, M. Kes., Sp. OG selaku Kepala Laboratorium
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. I. G. A. A. Sri M. Montessori, Sp. OG selaku Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
5. dr. H. Handy Wiradharma selaku pembimbing tutorial klinik.
6. Rekan sejawat dokter muda stase Obstetri dan Ginekologi angkatan 2018 yang
telah bersedia memberikan saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam laporan ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Juni 2018

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel
jaringan tubuh yang tidak normal dan dapat menyerang berbagai jaringan
di dalam organ tubuh, termasuk organ reproduksi wanita yang terdiri dari
payudara, rahim, indung telur, dan vagina. Menurut World Health
Organization (WHO), setiap tahun jumlah penderita kanker bertambah
6,25 juta orang atau setiap 11 menit ada satu penduduk meninggal dunia
karena kanker dan setiap 3 menit terdapat satu penderita kanker baru.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit
kanker merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah
penyakit kardiovaskuler, infeksi, pernafasan dan pencernaan. Menurut data
riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevelensi tumor di
masyarakat sebesar 4,3 per 1000 penduduk.1
Salah satu kanker yang menyebabkan kematian pada wanita adalah
kanker leher rahim. Angka kejadian dan angka kematian akibat kanker
leher rahim di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara.
Sementara di negara berkembang termasuk Indonesia masih menempati
urutan teratas sebagai akibat kematian. Berdasarkan hasil penelitian WHO
(2010), pada tahun 2008 kejadian kanker leher rahim menempati urutan
ketiga setelah kanker payudara dan kanker kolorektum pada wanita,
dimana terjadi 529.828 kasus baru dan 275.128 wanita meninggal karena
kanker leher rahim.2
Di Indonesia diperkirakan sekitar 90 sampai 100 kasus baru kanker
leher rahim diantara 100.000 penduduk pertahunnya, dan saat ini masih
menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Data statistik rumah
sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Indonesia tahun 2006,
menunjukkan bahwa kanker leher rahim menempati urutan kedua
(11,07%) setelah kanker payudara (19,64%). Mortalitas kanker leher rahim
di Indonesia masih tinggi karena ± 90% terdiagnosa pada stadium invasif,
lanjut bahkan terminal.3
Penyebab kanker leher rahim belum diketahui secara pasti. Beberapa
faktor ekstrinsik mempunyai hubungan erat dengan kejadiannya,
diantaranya adalah jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden tinggi
pada wanita yang telah menikah, terutama pada gadis yang koitus pertama
(coitarche) dialami pada usia amat muda (kurang dari 16 tahun), insidensi
meningkat dengan tingginya paritas, apalagi apabila jarak persalinan amat
dekat, sosioekonomi rendah, hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual
yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang ditemukan
pada pasangan suami yang disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada
wanita yang mengalami infeksi HPV (human papilloma virus) tipe 16 dan
18 dan kebiasaan merokok.4
Beberapa gejala yang ditimbulkan pada kanker leher rahim antara lain
adalah perdarahan melalui vagina, misalnya setelah melakukan koitus
(pasca senggama), atau perdarahan menstruasi yang lebih banyak dan
lebih sering, ataupun timbul perdarahan diantara siklus menstruasi. Selain
itu terdapat pula gejala keputihan, terjadi perdarahan pervaginam
meskipun telah memasuki masa menopause dan timbul nyeri panggul
(pelvis). Gejala kanker leher rahim yang banyak terjadi menurut Aziz
(2001) adalah perdarahan pervaginam abnormal (56%), selanjutnya diikuti
dengan nyeri pelvis (9%) dan keputihan (4%).3

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan tutorial klinik ini adalah untuk membahas dan mengetahui
penyebab, manifestasi klinis, diagnosis dan penatalaksanaan kanker leher
rahim.

BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa, 06 Juni
2018 pukul 13.00 WITA di ruang MAWAR (Nifas) RSUD AW.Sjahranie
Samarinda.
2.1 Anamnesis
Identitas pasien
Nama : Ny. H
Usia : 46 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Mangkupalas RT.40
MRS : Senin, 04 Juni 2018 pukul 16.00

Identitas suami
Nama : Tn. S
Usia : 49 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Mangkupalas RT.40

Keluhan utama:
Perdarahan dari jalan lahir

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien merupakan rujukan dari RS IA. Moeis datang ke IGD RSUD
AW. Sjahranie dengan keluhan perdarahan berupa gumpalan-gumpalan darah
berwarna merah kehitaman yang keluar dari jalan lahir sejak ± 1 minggu yang
lalu, dalam sehari pasien dapat mengganti diapers sebanyak 2-3 kali. Pasien
mengaku sebelumnya juga mengalami perdarahan jalan lahir seperti sedang
menstruasi disertai cairan lendir berbau yang tidak berhenti sejak ± 7 bulan
yang lalu hingga sekarang. Selain itu pasien juga mengeluhkan sering nyeri
pinggang sejak ± 7 bulan yang lalu. Sebelumnya terdapat riwayat perdarahan
setelah berhubungan badan dengan suami. Pasien mengaku susah BAB dan
sering BAK.

Riwayat penyakit dahulu:


Menurut pasien, pasien pernah menderita kista ovarium sebelah kiri
dan sudah dioperasi tahun 2008 namun tidak pernah kontrol. Untuk riwayat
penyakit Diabetes Melitus, Hipertensi, Penyakit jantung, dan Asma
disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa. Untuk riwayat
penyakit Diabetes melitus (+), Hipertensi (-), Penyakit jantung (-), Asma(-).

Riwayat menstruasi
 Menarche usia 12 tahun
 Lama haid 7 hari dengan 3-4 kali/ hari ganti pembalut

Riwayat perkawinan
 Status menikah
 Pernikahan yang kedua
 Menikah pertama usia 16 tahun
 Lamanya pernikahan dengan suami sekarang 15 tahun

Riwayat obstetrik
Jenis Keadaan
Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Kelamin / Anak
Penyulit
Partus Partus Kehamilan Persalinan Persalinan BB (gram) Sekarang

Perempuan Hidup
1988 RS Aterm Pervaginam Dokter -
3700 gram Sehat
Perempuan Hidup Sehat
2001 BPM Aterm Pervaginam Bidan -
3700 gram

Riwayat kontrasepsi
 Metode yang dipakai IUD, selama 9 tahun

2.2 Pemeriksaan Fisik


Berat badan : 22 kg
Tinggi badan : 156 cm
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis, GCS E4V5M6
Tanda Vital
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Frekuensi Nadi : 108 x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat
 Frekuensi Nafas : 22 x/menit, regular
 Suhu : 36,8 oC, aksiler

Status Generalis
Kepala
Mata : Konjunctiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor
(3 mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-)
Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)
Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran
ICS (-)
 Palpasi : Gerakan dada simetris.
 Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapangan paru.
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : Flat, sikatriks (-), striae (+), bekas operasi (+), bekas
trauma (-)
 Palpasi : Soef, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan perut
bawah (+), hepatomegali (-), splenomegali (-), massa
(-)
 Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen, asites (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas
 Superior : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-)
 Inferior : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-)

Status ginekologi
1. Pemeriksaan luar : abdomen : datar, soefl, simetris, fundus uteri tidak teraba,
massa (-), nyeri tekan (+), ascites (-)
2. Inspekulo
Vulva : radang (-), tumor (-)
Vagina : massa (-), laserasi (-)
Fluksus : (+)
Portio : permukaan berdungkul, rapuh, mudah berdarah
3. Vaginal Toucher
Vagina : massa (-)
Portio : konsistensi rapuh, arah anterior,
Parametrium kanan & kiri : massa (-/-), nyeri (-/-)
Kavum douglas : tidak menonjol, nyeri (-)

2.3 Diagnosis kerja sementara di ruangan


Carcinoma Cervix + Anemia

2.4 Pemeriksaan Laboratorium


DARAH LENGKAP
Tanggal 04-06-2018
Hb 4.3 gr/dl
Hct 14.4%
Leukosit 21.430/ul
Trombosit 663.000/ul
GDS 200mg/dL
Ureum 31.3mg/dL
Creatinin 0.7mg/dL
Natrium 134mmol/L
Kalium 3.3mmol/L
Chloride 106mmol/L
HBs Ag Non Reaktif
Ab HIV Non Reaktif

2.5 Observasi di ruangan

WAKTU OBSERVASI
04-06-2018 MAWAR (NIFAS)
S: pasien mengeluhkan adanya perdarahan dari jalan lahir
16.00 WITA
berupa gumpalan-gumpalan darah berwarna kehitaman
disertai cairan lendir berbau, nyeri pinggang (+)

O: Ku sedang, komposmentis
TD : 110/70mmHg, N: 108x/menit kuat angkat, RR :
22x/menit, Suhu: 36,8oC
Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : Flat (+)
Palpasi : nyeri tekan regio perut bawah (+)
VT : Tidak dilakuan

A: Ca. cervix + anemia

P:
Lapor dr. Sp. OG, advis :
 IVFD RL 20tpm
 Inj Ceftriaxone 2x1 gr / 12 jam
 Inj As. Traneksamat 3x500 mg
 Transfusi PRC 2 kolf/hari s/d Hb 10 gr/dl
04-06-2018 S: pusing (+), perdarahan dari jalan lahir (+), nyeri pinggang
(+)
21.30 WITA
O: Ku sedang, komposmentis
TD : 110/60mmHg, N: 100x/menit kuat angkat, RR :
20x/menit, Suhu: 36,5oC

Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : Flat (+)
Palpasi : nyeri tekan regio perut bawah (+)

A: Ca. cervix + anemia

P:
 Inj Ceftriaxone 2x1 gr / 12 jam
 Inj As. Traneksamat 3x500 mg
 Transfusi PRC 2 kolf/hari s/d Hb 10 gr/dl
05-06-2018 S : pusing (+), perdarahan dari jalan lahir (+), nyeri pinggang
(+), nyeri perut (+)
11.30 WITA
O: KU sedang, Komposmentis
TD: 110/70mmHg N: 80x/menit kuat angkat, RR :
20x/menit, Suhu: 36,5oC
Kepala : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikt(-/-)
Thorax : Cor/Pulmo dbn
Abd : Soefl, timpani, BU +
Ext : akral hangat

A: Menometroragia + Anemia

P:
 Inj As. Traneksamat 3x500 mg
 Transfusi PRC 2 kolf/hari s/d Hb 10 gr/dl
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Kanker serviks (karsinoma serviks) adalah tumbuhnya sel-sel abnormal
yang terjadi pada daerah serviks uterus.
Sebagian besar kanker serviks (80-90%) adalah kanker sel skuamosa,
sedangkan 10-20% adalah adenokarsinoma. Selain itu, terdapat jenis histologi sel
kanker serviks yang lain yaitu yang berjenis sel kecil atau small cell. Gambaran
histologi small cell jarang ditemukan, namun sifatnya lebih progresif dan
potensial untuk menimbulkan metastase meski dalam stadium awal bila
dibandingkan dengan jenis histologi sel kanker serviks yang lain. Prognosisnya
pun sangat buruk dengan angka harapan hidup selama 5 tahun pada stadium awal
sebesar 31,6% - 36,4%, sedangkan untuk stadium lanjut sebesar 0% - 14%.4,7,8,9
3.2 Epidemiologi
` Kanker serviks adalah keganasan paling umum ketiga pada wanita di
seluruh dunia. Kanker serviks adalah penyebab paling umum kedua dari kematian
terkait kanker pada wanita di negara berkembang. Di Amerika Serikat, angka
kejadian kanker serviks invasif telah menurun selama beberapa dekade terakhir,
terkait dengan penggunaan metode skrining memakai tes Pap (Pap smear).2,7
Secara internasional, lebih dari 500.000 kasus baru didiagnosis setiap
tahun; dimana prevalensinya sangat bervariasi, mulai dari insiden tahunan 4.5
kasus per 100.000 di Asia Barat menjadi 34,5 per 100.000 wanita di Afrika
Timur.7 Menurut WHO, pada tahun 2012 diperkirakan ada 445.000 kasus baru
kanker serviks dan lebih dari 270.000 kematian akibat kanker serviks di seluruh
dunia.2 Di Indonesia, diperkirakan insidensi kasus baru kanker serviks adalah
sekitar 20.928 kasus pertahunnya, dan menyebabkan hingga 9.498 kematian.3
Surveilans Centers for Disease Control and Prevention (CDC) untuk
kanker yang terdeteksi melalui skrining (kolon dan rektum, payudara, dan serviks)
di Amerika Serikat dari tahun 2004 hingga 2006 melaporkan bahwa kejadian
kanker serviks stadium akhir paling tinggi di antara wanita berusia 50-79 tahun.
Namun, kanker serviks dapat didiagnosis pada wanita usia subur. Prevalensi
adenokarsinoma serviks telah meningkat pada wanita di bawah usia 40 tahun.
Kasus-kasus ini lebih sulit dideteksi dengan skrining tes Pap, dan survival rate-
nya rendah karena kasus cenderung terdeteksi pada tahap akhir. Selain itu, jenis
HPV yang menyebabkan adenokarsinoma berbeda dengan jenis yang
menyebabkan karsinoma skuamosa. HPV 16 merupakan karsinogen yang lebih
kuat daripada jenis HPV lainnya, dan ditemukan lebih sering pada wanita muda
daripada yang lebih tua.7

3.3 Etiologi
Penyebab terjadinya kanker serviks belum diketahui, tetapi terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker ini, sebagai berikut:
3.3.1 Usia
Kanker serviks terjadi mulai dari dekade kedua kehidupan.
Setengah dari perempuan didiagnosis dengan penyakit ini adalah
antara 35 - 55 tahun dan jarang mempengaruhi perempuan di
bawah usia 20 tahun. Usia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko
tinggi terhadap kanker serviks. Semakin tua usia seseorang, maka
semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim.
Meningkatnya risiko kanker serviks pada usia lanjut merupakan
gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.4,8,9
3.3.2 Usia pertama menikah
Usia pertama kali menikah atau berhubungan seksual
merupakan salah satu faktor yang cukup penting, karena terjadinya
kanker serviks dengan masa latennya memerlukan waktu 30 tahun
sejak melakukan hubungan seksual pertama, sehingga hubungan
seksual pertama dianggap awal dari mula proses munculnya kanker
serviks. Wanita yang menikah dibawah usia 16 tahun biasanya 10-12
kali lebih besar kemungkinan terjadinya kanker serviks daripada yang
menikah setelah berusia 20 tahun ke atas.4,8,9
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita
benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari
sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-
sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh.
Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20
tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa
pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang dan terjadi proses metaplasia skuamosa yang aktif yang terjadi
di dalam zona transformasi. Artinya, masih rentan terhadap
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar.
Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma ataupun bahan
karsinogenik.4,8,9
Metaplasia skuamosa merupakan suatu proses fisiologi, tetapi di
bawah pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga
mengakibatkan suatu zona transformasi yang tidak patologik.
Perubahan ini menginisiasi suatu proses neoplasia intraepitel serviks
(Cervic Intraepithel Neoplasma = CIN) yang merupakan fase
prainvasif dari kanker serviks.10,11
3.3.3 Paritas
Kanker serviks dijumpai pada wanita yang sering partus.
Semakin sering partus semakin besar kemungkinan risiko mendapat
kanker serviks. Pada beberapa penelitian dengan metode case control
didapatkan bahwa wanita yang 3 atau 4 kali partus memiliki 2,6 kali
risiko untuk terkena kanker serviks, sedangkan wanita yang
melahirkan lebih dari 7 memiliki risiko sebesar 3,8 kali.8,9
Alasan fisiologi adanya hubungan antara paritas dan kanker
serviks sampai saat ini belum jelas, namun kemungkinan faktor
hormonal pada saat kehamilan yang membuat wanita lebih peka
terhadap infeksi HPV (human papilloma virus) dan trauma serviks
pada saat melahirkan diduga sebagai alasannya.8,9
3.3.4 Kontrasepsi yang pernah digunakan
Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama
yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1,5-
2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker
serviks karena jaringan serviks merupakan salah satu sasaran yang
disukai oleh hormon steroid perempuan.8,9
3.3.5 Berganti-ganti pasangan seksual
Kebiasaan berganti-ganti pasangan akan memungkinkan
tertularnya penyakit kelamin, salah satunya HPV. Risiko terjadinya
kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila mitra seks 6 atau
lebih.4,8,9
3.3.6 Penyakit menular seksual (PMS)
Penyakit menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri
maupun virus, diantaranya adalah HPV (human papilloma virus),
HSV (herpes simplek virus), HIV (human immunodeficiency virus)
dan Klamidia. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut
dapat bersatu ke dalam gen DNA sel pejamu sehingga menyebabkan
terjadinya mutasi sel.4,8,9
1. HPV (human papilloma virus)
Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko
terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama
terjadinya kanker serviks sehingga wanita yang mempunyai riwayat
penyakit kelamin berisiko terkena kanker serviks.4,9
Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi
yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual.
Beberapa tipe HPV merupakan virus risiko rendah yang jarang
menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko
tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya
hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV
risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah
tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin
masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker serviks disebabkan oleh
tipe 16 dan 18. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih
dari 50% kanker serviks. Dari berbagai penelitian terdapat tiga
golongan HPV yang berhubungan dengan kanker serviks, yaitu: HPV
risiko rendah (HPV tipe 6, 11 dan jarang tipe 46 pada kanker invasif),
HPV risiko sedang (HPV tipe 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58) dan HPV
risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, dan 31).9
Human Papilloma Virus merupakan faktor inisiator kanker
serviks. Secara seluler, mekanisme terjadinya kanker serviks berkaitan
dengan siklus sel yang diekspresikan oleh HPV. Genom virus ini
terdiri dari the early region (E) yang mengkode protein dan berperan
pada replikasi genom, sedangkan the late region (L) berisi gen-L yang
mengkode protein kapsid.9,10,12
Protein utama yang terkait dengan karsinogen adalah E6 dan E7.
Protein E6 (oncoprotein) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang
dihubungkan dengan keberadaan tumor suppressor gene p53. Protein
E7 (oncoprotein) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang
dihubungkan dengan keberadaan tumor suppressor gene pRb. Protein
E7 akan mengikat gen Rb. Gen p53 adalah gen yang mengkode
phosphoprotein inti sel dan bertindak sebagai negatif regulator dalam
siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen penekan tumor.
Gen Rb adalah gen yang ditemukan bertanggung jawab pada tumor
retina mata (retinoblastoma) dan merupakan prototipe dari gen-gen
penekan tumor.9,10,12
Bentuk genom HPV sirkuler jika terintegrasi akan menjadi linier
dan terpotong di antara gen E2 dan E1. Integrasi antara genom HPV
dan DNA manusia menyebabkan gen E2 tidak berfungsi, jika E2 tidak
berfungsi akan merangsang E6 dan E7 berikatan dengan gen p53 dan
pRb. Protein E6 dari HPV 16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi
gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang disebut ubiquitin-
dependent proteolytic pathway (E6AP), sehingga akan terjadi
penurunan kadar protein p53 (wild type). Protein E7 (oncoprotein)
akan mengikat gen pRb, sehingga akan berakibat sama seperti pada
protein p53. Ikatan E7 dengan pRb tersebut menyebabkan tidak
terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein-pRb, sehingga gen
E2F menjadi aktif dan akan membantu c-myc untuk terjadinya
replikasi DNA dan menstimuli proliferasi sel. Siklus sel yang tidak
terkontrol menyebabkan proliferasi sel melebihi batas normal
sehingga berubah menjadi sel karsinoma.9,10,12

Gambar 3.4 Perjalanan Infeksi HPV menjadi Kanker Serviks

Prevalensi puncak infeksi HPV dimulai pada usia sekitar 20


tahun, yaitu setelah wanita memulai aktivitas seksualnya. Kemudian
menjadi kondisi pre-kanker setelah 10 tahun kemudian dan mencapai
fase invasif pada usia 40-50 tahun.13
2. HIV (human immunodeficiency virus)
HIV merupakan virus penyebab AIDS (acquired immue
odeficiency syndrome) yang merusak system kekebalan tubuh dan
pada wanita meningkatkan risiko terjadinya infeksi HPV. Dengan kata
lain, wanita yang terkena AIDS akan meningkatkan risiko kanker
serviks. Sistem imun berfungsi penting dalam menghancurkan sel
kanker dan memperlambat pertumbuhan dan penyebarannya. Pada
wanita dengan HIV, pre kanker serviks lebih cepat berkembang
menjadi kanker invasif dibanding wanita non HIV.4,6
3. Klamidia
Klamidia merupakan bakteri yang dapat menginfeksi sistem
reproduksi. Bakteri ini dapat menyebar melalui kontak seksual. Infeksi
Klamidia dapat menyebabkan terjadinya infeksi pelvis yang
mengakibatkan infertil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
wanita yang pernah dan baru terinfeksi Klamidia berdasarkan
pemeriksaan tes darah memiliki risiko yang tinggi terhadap kanker
serviks. Infeksi Klamidia sering tidak menyebabkan gejala apapun,
sehingga wanita tidak tahu jika telah terinfeksi bakteri tersebut.6
3.3.7 Pasangan suami yang tidak sirkumsisi
Beberapa penelitian mengatakan bahwa pria yang sudah
disirkumsisi akan menurunkan risiko terjadinya infeksi HIV, HSV-2
dan HPV, selain itu juga menurunkan risiko terjadinya trikomoniasis
dan vaginosis bakterial pada pasangan wanitanya.4,11
Sirkumsisi merupakan tindakan memotong atau menghilangkan
sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis (preputium). Pria
yang belum disirkumsisi, ketika melakukan hubungan seksual akan
mengakibatkan terjadinya retraksi preputium sehingga paparan
mukosanya mengenai langsung vagina ataupun cairan serviks. Padahal
rongga pada preputium kondisinya lembab, sehingga menjadi tempat
yang baik bagi pertumbuhan HPV dan HSV-2, sehingga meningkatkan
risiko terjadinya infeksi.11
3.3.8 Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang
dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok
menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic
nitrosamines. Pada wanita perokok, konsentrasi nikotin pada getah
serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek
langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status
imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus. Risiko
wanita perokok terkena 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita
bukan perokok.8,9.

3.4 Patologi Kanker


Mekanisme pembentukan neoplasma atau tumor ganas disebut dengan
karsinogenesis. Karsinogenesis merupakan suatu proses multi-tahap. Proses
transformasi sel normal menjadi sel ganas melalui displasi terjadi melalui
mekanisme yang sangat rumit, tetapi secara umum mekanisme karsinogenesis ini
terjadi melalui empat yaitu:
1. Tahap inisiasi merupakan tahap pertama karsinogenesis yang bersifat
irreversible, dimana gen pada sel normal bertransformasi menjadi malignan.
DNA dirusak oleh zat-zat inisiator seperti radiasi dan radikal bebas dapat
mengganggu proses reparasi normal, sehingga terjadi mutasi DNA dengan
kelainan pada kromosomnya. Kerusakan DNA ini diturunkan pada anak-anak
sel dan seterusnya. Tahap inisiasi berlangsung dalam satu sampai beberapa
hari.
2. Tahap Promosi. Pada proses proliferasi sel terjadi pengulangan siklus sel tanpa
hambatan dan secara continue terus mengulang. Diteruskan dengan proses
metastasis dimana penyebab utama dari kenaikan morbiditas dan mortalitas
pada pasien dengan keganasan. Dalam berlangsungnya proses ini melibatkan
interaksi kompleks, tidak hanya ditentukan oleh jenis sel kanker itu sendiri,
namun matriks ekstraseluler, membran basal, reseptor endotel serta respon
kekebalan host yang berpartisipasi. Mekanisme metastasis merupakan indikasi
bahwa mekanisme pertahanan pasien kanker gagal untuk mengatasi dan
memblokir penyebaran sel kanker. Setelah itu terjadi lagi proses
neoangiogenesis.
3. Tahap angiogenesis Tahap angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh
darah baru yang terjadi secara normal dan sangat penting dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan. Angiogenesis juga terlibat dalam proses
penyembuhan, seperti pembentukan jaringan baru setelah cidera. Angiogenesis
juga merupakan tahap yang sangat penting dalam karsiogenesis atau
pertumbuhan sel kanker sehingga terjadi perkembangan sel kanker yang tidak
terkendali dan bersifat ganas. Angiogenesis dapat berkembang menjadi sesuatu
yang bersifat patologis dan berhubungan dengan kanker, inflamasi, penyakit
kulit dan penyakit mata. Kondisi patologi angiogenesis ini diawali oleh
pembentukkan pembuluh darah baru dan penghancuran sel normal yang ada di
sekitarnya. Berbeda dangan angiogenesis fisiologis, angiogenesis patologi ini
dapat berlangsung lama sampai beberapa tahun dan biasanya berhubungan
dengan beberapa gejala klinis.
4. Tahap Progresif Pada tahap progresif gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi
oleh kerusakan DNA mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar
dari sel-sel ganas. Terjadi aktivasi, mutasi atau hilangnya gen. Pada tahap
progresi ini timbul perubahan benigna menjadi pra-malignan dan malignan.
Metastasis kanker terjadi akibat penyebaran sel kanker utama dan terjadi
pembentukan tumor di tempat baru yang jauh dari sel kanker utama. Pada
awalnya kanker primer harus memiliki akses ke sirkulasi, baik melalui
pembuluh darah maupun sistim limfatik, setelah sel kanker mampu menembus
saluran tersebut, sel kanker harus mampu bertahan hidup dan pada akhirnya sel
kanker tersebut akan menyebar ke organ dan membentuk jaringan baru.
Selanjutnya sel kanker harus bisa memulai pertumbuhan jaringan baru dengan
membentuk vaskularisasi baru untuk suplay oksigen dan nutrisi.
Gen penekan tumor TP53 (dulu P53) adalah salah satu gen yang paling
sering mengalami mutasi pada kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi
dan tidak dapat di klasifikasikan dengan mudah ke dalam kelompok fungsional
tertentu yang serupa dengan gen lain. TP53 dapat menimbulkan efek anti
proliferasi, tetapi yang tidak kalah penting, gen ini juga mengendalikan apoptosis.
secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk
stress, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa
penghentian siklus sel maupun apoptosis. Berbagai stress dapat memicu jalur
respons TP53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai, dan
kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respons kerusakan DNA,
TP53 berperan penting dalam mempertahankan integritas genom. TP53 normal di
dalam sel yang tidak mengalami stress memiliki waktu paruh yang pendek (20
menit). Waktu paruh yang pendek ini disebabkan oleh ikatan dengan MDM2,
suatu protein yang mencari TP53 untuk menghancurkannya. TP53 mengalami
modifikasi pascatranskripsi yang membebaskannya dari MDM2 dan
meningkatkan waktu-paruhnya. Selama proses pembebasan dari MDM2, TP53
juga menjadi aktif sebagai suatu faktor transkripsi. Sudah ditemukan lusinan gen
yang transkripsinya dipicu oleh TP53. Gen tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua kategori umum-gen yang menyebabkan penghentian siklus sel dan gen yang
menyebabkan apoptosis. Penghentian siklus sel yang diperantarai oleh TP53 dapat
dianggap sebagai respons primordial terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi
pada akhir fase G1 dan disebabkan terutama oleh transkripsi CDK1 dependen-
TP53 CDKN1A(p21). Gen CDKN1A, seperti telah dijelaskan, menghambat
kompleks siklin/CDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar sel dapat
masuk ke fase G1. Penghentian siklus sel ini disambut baik karena “member
napas” bagi sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu proses
dengan menginduksi protein tertentu, seperti GADD45( penghentian pertumbuhan
dan kerusakan DNA), yang membantu perbaikan DNA. Apabila kerusakan DNA
berhasil diperbaiki, TP53 meningkatkan ( upregulate ) transkripsi MDM2, yang
kemudian menkan (down regulate) TP53, sehingga hambatan terhadap siklus sel
dapat dihilangkan. Apabila selama jeda kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki,
Universitas Sumatera Utara TP53 normal mengarahkan sel ke “liang kubur”
dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya dengan memicu gen
pencetus seperti BAX. Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakan DNA melalui
mekanisme yang tidak diketahui dan membantu perbaikan DNA dengan
menyebabkan penghentian G1 dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Sel
yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki diarahkan oleh TP53
untuk mengalami apoptosis. Berdasarkan aktivitas ini, TP53 layak disebut
“pengawal genom”. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara homozigot, kerusakan
DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi di sel yang membelah
sehingga sel akan masuk jalan satu-arah menuju transformasi keganasan.

3.5 Perjalanan Penyakit Kanker Serviks


Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan
epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau
karsinoma in situ (KIS).

Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa


stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan
akhirnya invasif.
CIN I : displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat
ganas), dimana sel abnormal terbatas pada sepertiga luar
lapisan permukaan yang melapisi serviks. termasuk
didalamnya adalah perubahan sel yang disebabkan oleh
virus HPV.
CIN II : displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat
ganas), dimana sel abnormal menempati setengah dari
lapisan permukaan serviks.
CIN III : kanker in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling
luar) dan kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan
serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya),
dimana keseluruhan lapisan epitel tersusun oleh sel
abnormal namun belum menyebar ke bawah permukaan.
Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak
semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami
regresi secara spontan sebanyak 3 - 35%. Bentuk ringan (displasia ringan dan
sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari
displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan
waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat
trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut
menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks
dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan
luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi
dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat
menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel
permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko
lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal
sehingga terjadi keganasan.

3.6 Histopatologi Kanker Serviks


Gambar 3.5 Squamous cell carcinoma Gambar 3.6 Adenocarcinoma

Gabar 3.7 Small cell carcinoma

Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu ± 90%
merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis lain
sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang
berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor
itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari selsel yang disebut small cell, berbentuk
kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas.
Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat
sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar
endoserviks yang mengeluarkan mucus. Prognosis dari adenocarcinoma kanker
serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell carcinoma, namun prognosis
paling buruk adalah small cell carcinoma.
3.7 Manifestasi Klinis Kanker Serviks
Pada stadium dini kanker serviks tidak menunjukkan gejala yang khas atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga sulit diketahui. Beberapa tanda
dan gejala pada kanker serviks antara lain keputihan, perdarahan vagina yang
abnormal, nyeri, anemia dan lain-lain. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-
tanda yang lebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat
(terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang
sangat hebat.4,9
Keputihan merupakan keluarnya cairan mukus yang encer, yang keluar
dari vagina makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan. Sedangkan perdarahan timbul sebagai akibat terbukanya pembuluh
darah yang makin lama akan lebih sering terjadi. Perdarahan ini dapat terjadi
setelah coitus, dicurigai terjadi pada menstruasi yang lama dan banyak dan
dapat pula terjadi pada wanita menopause. Perdarahan spontan umumnya
terjadi pada tingkat stadium lanjut, terutama pada tumor yang bersifat
eksofitik.4,9
Gejala klinis lain pada kanker serviks yaitu nyeri, rasa nyeri timbul
akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. Rasa nyeri daerah pelvis dirasakan
di perut bagian bawah sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa
menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Nyeri bersifat progresif, sering
dimulai dengan low back pain di daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan
tungkai bawah. Dapat pula terjadi nyeri pada saat BAK (buang air kecil) atau
BAB (buang air besar). Anemia juga dapat terjadi karena adanya perdarahan
pervaginam yang berulang. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus
karena kekurangan gizi, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus
besar bagian bawah (rectum), kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal
Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih,
yang menyebabkan obstruksi total, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.4,9
Berdasarkan dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:
a) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
b) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina.
Pemeriksaan in spekulo:
a) Adanya portio ulseratif
b) Adanya fluor albus
c) Muncunya darah jika lesi tersentuh (lesi rapuh)
d) Terdapat gambaran seperti bunga kol pada stadium lanjut
Pemeriksaan bimanual:
a) Adanya fluor albus
b) Adanya massa benjolan ataupun erosi ataupun ulkus pada
portio uteri.4,9

3.6 Stadium Klinik Kanker Serviks

Gambar 3.8 Stadium Klinis Kanker Serviks8

Tabel 1: Stadium Klinik Kanker Serviks Menurut FIGO 20004,8,9


Stadium Kriteria
0 Lesi belum menembus membrane basalis
I Lesi tumor masih terbatas di serviks
IA1 Lesi telah menembus membrane basalis kurang dari 3
mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm
IA2 Lesi telah menembus membrane basalis > 3mm tetapi <
5 mm dengan diameter permukaan tumor <7 mm
IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4
mm
IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4
mm
II Lesi telah keluar serviks (meluas ke parametrium dan
sepertiga proksimal vagina)
IIA Lesi telah meluas ke sepertiga vagina proksimal
IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai
dinding panggul
III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium
dan atau sepertiga vagina distal)
IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal/bawah

IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding pangul


IV Lesi menyebar keluar dari organ genitalia
IVA Lesi meluas keluar rongga panggul, dan atau menyebar
ke mukosa vesika urinaria
IVB Lesi meluas ke mukosa rectum, dan atau meluas ke
3.7
organ jauh
Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Serviks
Deteksi dini yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan Sitologi (Pap Smear)
Pemeriksaan ini dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap). Pap
smear dapat mendeteksi lesi secara dini dengan tingkat ketelitian sampai
90% pada kasus kanker serviks, akibatnya angka kematian akibat kanker
serviks pun menurun sampai lebih dari 50%. Sitodiagnosis didasarkan
pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus
dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang
dieksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan
mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam
keadaan sehat dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang
tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya
dapat didiagnosis secara histologik.4,6,8
Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani
pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali
berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka
pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil
pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut14 :
a. Normal
b. CIN I : displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat
ganas), dimana sel abnormal terbatas pada sepertiga luar
lapisan permukaan yang melapisi serviks. termasuk
didalamnya adalah perubahan sel yang disebabkan oleh
virus HPV.
c. CIN II : displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat
ganas), dimana sel abnormal menempati setengah dari
lapisan permukaan serviks.
d. CIN III : kanker in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling
luar) dan kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan
serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya),
dimana keseluruhan lapisan epitel tersusun oleh sel
abnormal namun belum menyebar ke bawah permukaan.
2. Tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan pemeriksaan skrining alternative dari Papsmear
karena murah dan praktis, sangat mudah dilakukan dengan peralatan
sederhana. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat serviks yang
telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Zat ini akan
meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler epitel abnormal. Cairan
ekstraseluler hipertonik ini akan menarik cairan intraseluler sehingga
membrane akan kolaps dan jarak antar sel semakin dekat. Akibatnya jika
permukaan epitel disinari maka sinar tersebut tidak akan diteruskan ke
stroma namun akan dipantulkan dan permukaan epitel abnormal akan
berwarna putih.4,6
Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan juga akan
berwarna putih setelah pengusapan asam asetat tetapi dengan intensitas
yang kurang dan cepat menghilang, ini yang membedakannya dengan
proses pra-kanker dimana epitel putih lebih tajam dan lebih lama
menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi
koagulasi protein yang lebih banyak.4,6
Makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan
histologiknya. Demikian pula makin makin tajam batasnya, makin tinggi
derajat jaringannya, sehingga dengan pemberian asam asetat akan
didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan
bercak putih (displasia). Dibutuhkan satu sampai dua menit untuk dapat
melihat perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi larutan
asam asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek
akan hilang setelah sekitar 50-60 detik. Lesi yang tampak sebelum
aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih namun
dikatakan suatu leukoplakia.4,6

3. Tes VILI (Inspeksi Visual Lugol Iodin)


Pada tes ini digunakan larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air
10 ml). Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya
akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya
menjadi putih atau kuning.
4. Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture)
Tes HPV digunakan untuk mencari keberadaan DNA atau RNA dari tipe HPV
risiko tinggi pada sel leher rahim. Tes-tes ini kadang-kadang dapat mendeteksi
infeksi HPV sebelum kelainan sel yang jelas. Tes yang paling umum
mendeteksi DNA dari tipe HPV risiko tinggi, tetapi tidak dapat mengidentifikasi
jenis tertentu atau jenis yang hadir. Tes lain adalah spesifik untuk DNA dari
HPV tipe 16 dan 18, dua jenis yang menyebabkan sebagian besar kanker terkait
HPV. Tes ketiga dapat mendeteksi DNA dari beberapa tipe HPV risiko tinggi
dan dapat menunjukkan apakah HPV-16 atau HPV-18 hadir. Sebuah tes
keempat mendeteksi RNA dari tipe HPV risiko tinggi yang paling umum

Sedangkan metode diagnostik yang bisa dilakukan adalah:


1. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap
smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.4,6,8
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika squamocolumnar
junction (SCJ) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SCJ tidak
terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di
kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil
secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy
harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%. 4,6,8
2. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Pemeriksaan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan
pembesaran 10-15x, untuk menampilkan porsio dipulas terlebih dahulu
dengan asam asetat 3-5%. Pada porsio dengan kelainan (infeksi HPV
atau NIS) terlihat bercak putih atau perubahan corakan pembuluh
darah.4,6,8
3. Konisasi
Konisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus),
dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan
diagnostik, konisasi harus dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan
yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi atau dapat
pula dengan menggunakan tes Schiller. Pada tes ini digunakan larutan
lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 10 ml). Serviks diolesi dengan
larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat,
sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.6,8
Konisasi diagnostic dilakukan pada keadaan dimana proses
dicurigai berada di endoserviks rahim, lesi tidak tampak seluruhnya
dengan pemeriksaan kolposkopi, diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas
dasar spesimen biopsi, dan jika terdapat kesenjangan hasil sitologi dan
histopatologik.6,8

3.8 Penatalaksanaan Kanker Serviks


3.8.1 Pencegahan
Kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan
menghindari faktor-faktor penyebab kanker. Pencegahan kanker
didefinisikan sebagai pengidentifikasian faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat sebab-
sebab ini tidak efektif dengan cara-cara apapun yang mungkin.11
Pencegahan kanker serviks dapat berupa pencegahan primer
sekunder maupun tersier. Pencegahan primer merujuk pada
kegiatan/langkah yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk
menghindarkan diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan
tumbuhnya kanker. Pencegahan primer ini dapat berupa11 :
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia
muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.
2. Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga
kebersihan alat kelamin dan tidak merokok.

Vaksin HPV
Dewasa ini, vaksin terhadap infeksi HPV juga telah ditemukan
dan terus dikembangkan. Penggunaan vaksin dalam mencegah kanker
serviks berdasarkan 99% penyebab kanker serviks adalah infeksi HPV
menetap. Vaksin HPV merupakan vaksin kedua di dunia yang dapat
mencegah kanker, setelah vaksin Hepatitis B yang dapat mencegah
kanker hati. Pengembangan vaksin HPV saat ini lebih menitikberatkan
pada teknologi rekombinan DNA VLP (Viral Like Particle Vaccines)
yang dibentuk dari protein virus. Tujuan utama vaksin HPV saat ini
adalah melindungi manusia terhadap infeksi HPV tipe 16 dan 18, dan
telah dipikirkan untuk mengembangkan vaksin HPV untuk HPV tipe
lainnya seperti 45, 31, 33, 52, 58, dan seterusnya.11
Data tentang percobaan tentang HPV vaksin ditunjukkan bahwa
kadar antibodi menurun setelah mencapai puncaknya setelah imunisasi
dan kemudian menetap (plateau), tetapi masih lebih tinggi
dibandingkan dengan respons kekebalan tubuh yang timbul pada
infeksialami dari virus HPV dan kadar tersebut menetap pada 48 bulan
setelah vaksinasi. Infeksi HPV bisa terjadi berulang setelah beberapa
tahun dan resiko mendapat infeksi baru sangat bergantung pada
perilaku seksual dari individu tersebut. Oleh karena itu, natural booster
pada individu yang telah mendapat vaksin dan kemudian mendapat
paparan terhadap infeksi virus HPV setelah masa perlindungan vaksin
belum bisa dibuktikan.
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut
diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat
diberikan pada wanita usia 10 tahun, yaitu setelah menstruasi.
Berdasarkan pustaka vaksin dapat diberikan pada wanita usia 10-26
tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat
diberikan sampai usia 55 tahun. Paling efektif di usia 25 – 45 tahun.
Infeksi HPV yang menyerang organ genetalia biasanya ditularkan
melalui hubungan seksual, dan imunisasi diberikan untuk melakukan
perlindungan terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh
infeksi virus tersebut. Selain itu vaksin diberikan pada usia tersebut
maka respon kekebalan tubuh yang dihasilkan akan lebih besar
dibandingkan bila diberikan setelah pubertas, baik pada wanita maupun
pada pria. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harvard Medical
School, vaksinasi pada pria belum menghasilkan efektifitas yang
memuaskan. Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya
vaksinasi diberikan setelah persalinan. Sedangkan pada ibu menyusui
vaksinasi belum direkomendasikan.
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali,
produk Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan
ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun).
Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian
vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan
deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan
tidakmempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian
Booster. Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut
diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Infeksi HPV yang
menyerang organ genitalis biasanya ditularkan melalui hubungan
seksual dan, dan imunisasi diberikan untuk melakukan perlindungan
terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus
tersebut. Sebagai target populasi dari imunisasi ini adalah wanita
sebelum puber dan usia remaja. Hal ini disebabkan pada usia –usia
tersebut dimulainya aktivitas seksual seseorang. Sebaiknya vaksinasi
secara rutin diberikan untuk wanita umur 11 – 12 dengan dosis
pemberian. Serial vaksinbisa dimulai saat wanita tersebut berumur 9
tahun. Selain itu vaksin juga direkomendasikan untuk diberikan pada
umur 13 – 26 tahun yang tidak mendapat pengulangan vaksin atau tidak
mendapatkan vaksin secara lengkap. Idealnya vaksin diberikan sebelum
usia yang rentan kontak dengan HPV yaitu wanita yang akan memasuki
usia seksual aktif sehingga wanita yang mendapat vaksinasi tersebut
bisa merasakan keuntungan dari pemberian vaksin. Selain itu apabila
vaksin siberikan pada usia tersebut, respons kekebalan tubuh yang
dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila diberikan setelah
pubertas.
Pencegahan sekunder diterapkan dengan pengidentifikasian
kelompok populasi berisiko tinggi terhadap kanker, skrining populasi
tertentu, deteksi dini kanker pada individu yang tidak bergejala
(asimtomatik) dan pengubahan perilaku manusia sehingga
kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Skrining ini dapat
dilakukan melalui pemeriksaan pap smear pada wanita diatas usia 25
tahun, telah menikah dan sudah mempunyai anak.11
Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana
dengan program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu
memperbaiki prognosis pada sebagian penderita sehingga terhindar dari
kematian akibat kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk
mencapai kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi mereka yang
menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena pengobatan
yang relatif murah. Di beberapa negara maju yang telah melakukan
program skrining penyakit kanker serviks dalam upaya menemukan
penyakit pada tingkat prakanker, dapat menurunkan kematian sampai
lebih dari 50%.11
Pencegahan tersier ditujukan pada seseorang yang telah positif
menderita kanker serviks dan menjadi cacat karena komplikasi
penyakitnya atau karena pengobatan. Sehingga perlu dilakukan
rehabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan atau fungsi organ yang
cacat, supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di
masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker
serviks pasca menjalani operasi contohnya yaitu dengan melakukan
gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan
untuk mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami
alopesia (rambut gugur) akibat kemoterapi dan radioterapi bisa diatasi
dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya rambut akan
tumbuh kembali.11
3.8.2 Pengobatan
Kanker serviks dapat ditangani dengan pembedahan, terapi radiasi
atau kemoterapi. Penentuan terapi yang digunakan berdasarkan
stadium, ukuran dan lokasi kanker, usia dan kondisi kesehatan pasien.
Terapi kanker serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik. Pengobatan pada kanker serviks dapat berupa:
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah
tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Pembedahan
dipilih hanya untuk kanker serviks stadium I sampai IIA. 4,8,9
Ada beberapa macam bentuk terapi bedah, antara lain: a)
radical trachelectomy, merupakan suatu cara pembedahan dimana
serviks, sebagian vagina dan limfonodi pelvis diangkat. Pembedahan
ini ditujukan untuk tumor yang kecil dan pada pasien kanker serviks
yang ingin memiliki keturunan lagi; b) total hysterectomy, dilakukan
pengangkatan uterus dan serviks; c) radical hysterectomy, dilakukan
pengangkatan serviks, beberapa jaringan disekitar serviks, uterus dan
sebagian vagina. Pembedahan secara radikal dan total histerektomi
harus diikuti dengan pengangkatan jaringan tuba dan ovarium yang
dikenal sebagai salpingo-oophorectomy, dan pengangkatan
limfonodi yang berada didekat tumor. 4,8,9
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya.24 Terdapat dua macam terapi
penyinaran untuk kanker serviks, yaitu: a) terapi radiasi eksternal,
dilakukan sebanyak lima kali dalam seminggu (sekali dalam sehari)
selama 6 minggu, b) terapi radiasi internal (brachytherapy), terapi
ini dilakukan dengan menempatkan kapsul radioaktif di vagina atau
dekat serviks. terapi ini dapat diulang dua kali atau lebih selama
beberapa minggu. 4,8,9
3. Kemoterapi
Apabila kanker telah menyebar ke luar panggul, maka
dianjurkan menjalani kemoterapi. Kemoterapi menggunakan obat
obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa
diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.4,8,9
4. Terapi biologis
Terapi biologi berguna untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh
dalam melawan penyakit. Terapi biologis tersebut dilakukan pada
kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.4,8,9

3.9 Prognosis
Prognosis kanker serviks tergantung dari tingkatan klinik dan jenis histologik
tumor. Biasanya penyakit ini ditemukan dalam stadium lanjut, maka angka
harapan hidupnya tidak seberapa baik. Harapan hidup selama 5 tahun pada pasien
kanker serviks yaitu 100% pada stadium prainvasif, 90% pada stadium I, 82%
pada stadium II, 35% pada stadium III dan 10% pada stadium IV.8,14
Pasien kanker serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons
terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah
timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi
terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati
dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2
tahun.4,8,14
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori Kasus
 Pada stadium dini tidak ada gejala khas,  Pasien mengaku sebelumnya
terkadang asimtomatik. Namun dapat juga mengalami perdarahan
ditemukan: jalan lahir seperti sedang
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari
menstruasi disertai cairan
vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
lendir berbau yang tidak
makin lama makin berbau busuk karena
berhenti sejak ± 7 bulan yang
adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Perdarahan abnormal, biasanya setelah lalu hingga sekarang.
senggama (post coital bleeding), perdarahan  Pasien mengeluhkan

diluar masa haid, haid yang lama, dan perdarahan berupa

timbulnya perdarahan setelah masa gumpalan-gumpalan darah


menopause berwarna merah kehitaman
3. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari
yang keluar dari jalan lahir
perdarahan abnormal yang berulang.
4. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvis) sejak ± 1 minggu yang lalu,

atau pada daerah perut bagian bawah bila dalam sehari pasien dapat

terjadi peradangan pada panggul dan mengganti diapers sebanyak


infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. 2-3 kali.
 Pada stadium lanjut dapat terlihat tanda-tanda  Selain itu pasien juga
yang lebih khas untuk kanker serviks, baik mengeluhkan sering nyeri
berupa perdarahan yang hebat, fluor albus yang pinggang sejak ± 7 bulan yang
berbau dan rasa sakit yang sangat hebat. lalu.
 Faktor Resiko :  Sebelumnya terdapat riwayat
-
Usia pasien : Usia lebih dari 35 tahun
perdarahan setelah
mempunyai risiko tinggi terhadap kanker
berhubungan badan dengan
serviks.
-
Usia pertama kali menikah dan berhubungan suami.
 Faktor resiko :
seksual : Wanita menikah dibawah usia 16 -
Ibu berusia 46 tahun saat
tahun memiliki resiko lebih tinggi.
-
Paritas : Pada beberapa penelitian dengan pertama kali
metode case control didapatkan bahwa terdiagnosis.
wanita yang 3 atau 4 kali partus memiliki
-
Ibu menikah pertama kali

2,6 kali risiko untuk terkena kanker serviks, pada usia 16 tahun.
-
Ibu pernah melahirkan
sedangkan wanita yang melahirkan lebih
sebanyak 2x.
dari 7 memiliki risiko sebesar 3,8 kali -
Ibu pernah
-
Kontrasepsi : Penggunaan kontrasepsi oral
menggunakan IUD
yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih
dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko selama 9 tahun.
-
Suami pasien yang
kanker serviks 1,5-2,5 kali.
-
Berganti-ganti pasangan seksual : . Risiko pertama merupakan

terjadinya kanker serviks meningkat lebih pekerja tambang.


-
Pasien tidak merokok
dari 10 kali bila mitra seks 6 atau lebih.4,8,9
-
Penyakit menular seksual : . Penyakit ini ataupun mengkonsumsi
dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, alkohol.
diantaranya adalah HPV (human papilloma
virus), HSV (herpes simplek virus), HIV
(human immunodeficiency virus) dan
Klamidia.
-
Pasangan suami tidak sirkumsisi : rongga
pada preputium kondisinya lembab,
sehingga menjadi tempat yang baik bagi
pertumbuhan HPV dan HSV-2, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya infeksi.11
-
Merokok

4.2 Pemeriksaan Fisik


Teori Kasus

Tanda - Dari pemeriksaan fisik pasien,


a. Pemeriksaan fisik
didapatkan tanda-tanda vital, dan
b. Serviks dapat teraba membesar,
fungsi jantung, paru dan hepar
ireguler, teraba lunak
c. Bila tumor tumbuh eksofitik maka normal.
terlihat lesi pada porsio atau Status Ginekologis
sudah sampai vagina. - Inspeksi:vulva/uretra tenang, tak
tampak tanda peradangan, tak
b. Pemeriksaan in spekulo :
e) Adanya portio ulseratif tampak benjolan, discharge (-)
f) Adanya fluor albus - Palpasi: nyeri tekan suprapubik (+)
g) Munculnya darah jika lesi - Inspekulo : portio tidak licin,
tersentuh (lesi rapuh) berdungkul-dungkul, fluor albus (+)
h) Terdapat gambaran seperti bunga - Vaginal Toucher : ostium uteri
kol pada stadium lanjut eksterna tertutup, konsistensi rapuh,
tidak rata dan tidak halus, teraba
c. Pemeriksaan bimanual :
c) Adanya fluor albus massa pada porsio, berdungkul-
d) Adanya massa benjolan ataupun dungkul, teraba sampai parametrium
erosi ataupun ulkus pada portio kanan dan dinding panggul, cavum
uteri douglas tidak menonjol. Nyeri tekan
 Diagnosis harus dipastikan dengan
(-). Handscoen: flek darah (+), warna
pemeriksaan histologi dan jaringan
merah tua, lendir (+).
yang diperoleh dari biopsi.

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang
Teori Fakta
Diagnosis dapat ditegakkan dengan Biopsi
Makroskopis: Satu jaringan dengan berat <5
bantuan beberapa pemeriksaan
gram berukuran 2x1x0,8cm. Warna putih
penunjang sebagai berikut:
abu-abu. Konsistensi padat rapuh.
- Sitologi Pap Smear
Mikroskopis: Jaringan cervix dengan
- Biopsi
- Kolposkopi pertumbuhan tumor ganas, terdiri dari
- Konisasi
proliferasi sel-sel epithelial squamous
- Tes IVA
anaplastic inti bulat oval, pleomorfik
Sedangkan pemeriksaan penunjang
hiperkromatik, anak inti prominen
berupa laboratorium darah, kimia
membentuk susunan sarang-sarang. Tidak
klinik, sampai dengan urinalisa
tampak bentukan horn pearl.
berfungsi sebagai skrining ada atau
tidaknya penyakit lain pada pasien. Kesimpulan: Non Keratinizing Squamos
Cell Carcinoma.
Laboratorium Darah :
Hemoglobin : 4.3 mg/dl
Leukosit : 21.430/μL
Trombosit : 663.000/μL
Hematokrit : 14.4 %
Hasil kimia klinik dalam batas normal.
Pemeriksaan urinalisis tidak dilakukan.

4.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan
Teori Fakta
 Stadium IA : Konisasi,  Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
 Transfusi PRC 2 Kolf/hari
histerektomi ekstrafasial, radiasi
 Inj. Asam Mefenamat 3x500mg
 Stadium IB-IIA : Histerektomi
 Pasien ada rencana radiasi.
radikal, radiasi
 Stadium IIB-IV : Radiasi,
kemoterapi
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. R yang berusia 46 tahun
yang datang ke rumah sakit A.W. Syahranie Samarinda dengan keluhan
perdarahan dari vagina sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Dalam sehari
mengganti pampers 2-3x dan selalu penuh. Pasien telah didiagnosis kanker
serviks sekitar 7 bulan sebelum masuk rumah sakit. Setelah melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan
diagnosis sebagai Ca Serviks Stadium IIIB. Pada pasien ini direncanakan akan
dilakukan terapi radiasi. Secara umum penegakan diagnosis maupun
penatalaksanaan pada pasien tersebut sudah tepat dan sesuai dengan teori yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO (Februari, 2017). Cancer factsheet (online). Diperoleh dari


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/ tanggal 13 Oktober
2017.
2. WHO (Juni, 2016). HPV and Cervical cancer factsheet. Diperoleh dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs380/en/ tanggal 13 Oktober
2017.
3. ICO Information Centre on HPV and Cancer (2016). Indonesia – Human
papillomavirus and related cancers, factsheet 2016. Barcelona: pengarang.
4. Kampono, N. (2011). Kanker Ganas Alat genital dalam Ilmu Kandungan
Sarwono, edisi ketiga (Ed: M. Anwar, A. Baziad, R. P. Prabowo). Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
5. Aziz, N., & Yousfani, S. (2013). Pattern of presentation of cervical
carcinoma at Nuclear Institute of Medicine and Radiotherapy, Pakistan.
Pak J Med Sci, 29 (3): 814-817.
6. American Cancer Society. (2016). Cervical Cancer Overview.
7. Boardman, C. (2014). Cervical Cancer Clinical Presentation. Dipetik December
1, 2015, dari Cervical Cancer Clinical Presentation:
http://emedicine.medscape.com/article/253513-clinical#b3
8. Cunningham, F. (2007). Williams Ginekolog. Jakarta: EGC
9. Gibbs, R. S., Karlan, B. Y., Haney, A. F., & Nygaard, I. E. (2008). Cervical
Cancer. In Danforth’s Obstetry and Gynecology, 10th ed. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.
10. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Dalam : Prasetyo A, Pendit BU,
Priliono T, editor. Buku Ajar Patologi Volume 1. Edisi 7. Jakarta : EGC;
2007. h. 186-230.
11. Pradipta, B., & S. Saleha. (2007). Penggunaan vaksin HPV dalam
Pencegahan Kanker Serviks. Majalah Kedokteran Indonesia 57 (11): 391-
396.
12. Prayitno A, Darmawan R, Yuliadi I, Mudigdo A. Ekspresi Protein p53, Rb,
dan c-myc pada Kanker Serviks Uteri dengan Pengecatan
Imunohistokimia. Biodiversitas. Surakarta: Bagian Kebidanan dan
Penyakit Kandungan RSUD dr. Muwardi Surakarta; 2005. 6: 157-159.
13. Schiffman M, Castle PE. The Promise of Global Cervical Cancer
Prevention. The New England Journal of Medicine; 2005. 353: 2102-2103.
14. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Dalam : Hartanto H.,Darmaniah N.,
Wulandari N., editor. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta :
EGC; 2007. h. 765-766.

1.

Anda mungkin juga menyukai