Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Puskesmas merupakan salah satu instansi yang bergerak dibidang


pelayanan jasa kesehatan masyarakat. Pada zaman sekarang telah banyak di
bangun Rumah Sakit akan tetapi di daerah pelosok atau desa yang ada masih
Puskesmas yang berfungsi sebagai usaha preventif (pencegahan) dan operatif
(penanggulangan) terhadap upaya-upaya kesehatan masyarakat. Semakin
banyak Rumah Sakit dan Puskesmas yang dibangun maka sangatlah penting
jika pihak Puskesmas berfikiran untuk meningkatkan mutuari Puskesmas
tersebut. Untuk menunjang peningkatan mutu Badan usaha sosial seperti
Puskesmas yang melayani masyarakat di bidang kesehatan, sistem yang
terkomputerisasi sangat diperlukan karena pelayanan yang diberikan di
Puskesmas juga harus cepat. Misalnya, mengatasi sistem informasi
manajemen pada pendaftaran pasien yang selama ini digunakan.

Penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan secara paripurna dijabarkan


dalam kegiatan-kegiatan pokok di dalam gedung maupun di luar gedung
Puskesmas. Kegiatan di dalam gedung Puskesmas meliputi pengobatan,
kesehatan ibu dan anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), kesehatan gigi dan
laboratorium. Sedangkan kegiatan yang dilakukan di luar gedung Puskesmas
meliputi pemberantasan penyakit menular, gizi, kesehatan ibu dan anak,
imunisasi, penyuluhan kesehatan masyarakat, dan kesehatan usia lanjut.
Sebagai tindak lanjut mengembangkan sarana pelayanan pendaftaran pasien di
instansi jasa khususnya Puskesmas, perlu diadakan pengolahan sistem
informasi manajemen yang memadai. Oleh sebab itu, untuk mengatasi
masalah yang ada di Puskesmas dapat dilakukan dengan cara membuat sistem
informasi yang cepat, tepat dan akurat. Sistem informasi tersebut berupa
“Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas“.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian sistem informasi Puskesmas?


2. Bagaimana tujuan sistem informasi Puskesmas?
3. Bagaimana cakupan sistem informasi Puskesmas?
4. Bagaimana pelaksanaan sistem informasi Puskesmas?
5. Bagaimana sejarah sistem informasi Puskesmas?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian sistem informasi Puskesmas.


2. Untuk mengetahui tujuan sistem informasi Puskesmas
3. Untuk mengetahui cakupan data sistem informasi Puskesmas
4. Untuk mengetahui pencatatan dan pelaporan kegiatan sistem informasi
Puskesmas
5. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem informasi Puskesmas

D. Manfaat Penulisan

Untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan


mengenai Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas.

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Pelaporan Sistem Informasi Kesehatan di Puskesmas

Dalam pelaksanaannya Puskesmas di Indonesia sudah menganut sistem


informasi kesehatan yang di canangkan pemerintah. Sistem informasi
kesehatan yang dianut puskesmas pada saat ini masih di dominasi oleh
SP2TP . seperti diketahui bahwa puskesmas adalah ujung tombak pemerintah
dalam upaya pelayanan kesehatan di masyarakat. Sesuai dengan
KEPMENKES RI No 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan
masyarakat nahwa puskesmas di definisikan sebagai unit pelaksana teknis di
kabupaten/kota yang bertanggungjawab melaksanakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah. Proses penyelenggaraan, pemantauan serta
penilaian yang dilakukan Puskesmas terhadap rencana kegiatan yang telah
ditetapkan baik rencana upaya wajib maupun pengembangan dalam mengatasi
masalah kesehatan yang ada di wilayahnya. Salah satu bentuk pemantauan
adalah dengan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS).

SIMPUS merupakan pilihan bagi daerah dalam pengembangan sistem


informasi kesehatan yang lebih cepat dan akurat. Pada potensi yang
dimilikinya sebenarnya SIMPUS dapat menggantikan sistem pencatatan dan
pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Karena SIMPUS merupakan hasil dari
pengolahan berbagai sumber informasi seperti SP2TP, survei lapangan,
laporan lintas sector, dan laporan sarana kesehatan swasta. Seiring kemajuan
tekhnologi,SIMPUS pun dikembangkan melalui sistem komputerisasi dalam
suatu software yang bekerja dalam sebuah sistem operasi. Tetapi kendalanya
SIMPUS masih belum berjalan secara optimal di daerah.

Contoh Tampilan dalam SIMPUS

3
B. Sistem Informasi Puskesmas (SIP)
Sistem Informasi Puskesmas (SIP) adalah suatu tatanan yang menyediakan
informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam
melaksanakan manajemen Puskesmas dalam mencapai sasaran kegiatannya.
Definisi ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. SIP bukanlah barang baru. SIP
merupakan SP2TP revisi, atau SP3 maupun SIMPUS yang telah direvisi yang
muncul dengan nama baru yaitu Sistem Informasi Puskesmas (SIP).
Setiap Puskesmas wajib melakukan kegiatan sistem informasi puskesmas
baik secara elektronik maupun non elektronik. SIP merupakan bagian dari
sistem informasi kesehatan kabupaten/kota. Dalam menyelenggarakan SIP,
Puskesmas wajib menyampaikan laporan kegiatan Puskesmas secara berkala
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Laporan kegiatan Puskesmas
merupakan sumber data dari pelaporan data kesehatan prioritas yang
diselenggarakan melalui komunikasi data.

C. Tujuan Sistem Informasi Puskesmas (SIP)


SIP bertujuan untuk:

4
1. Mewujudkan penyelenggaraan sistem informasi puskesmas yang
terintegrasi;
2. Menjamin ketersediaan data dan informasi yang berkualitas,
berkesinambungan, dan mudah diakses;
3. Meningkatkan kualitas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
melalui penguatan manajemen Puskesmas.

D. Cakupan Sistem Informasi Puskesmas (SIP)


SIP paling sedikit mencakup:
1. Pencatatan dan pelaporan kegiatan Puskesmas dan jaringannya;
2. Survei lapangan;
3. Laporan lintas sektor terkait; dan
4. Laporan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.

E. Alasan revisi SP2TP


Beberapa hal yang menjadi alasan revisi SP2TP di antaranya:
1. Perubahan tatanan pemerintahan.
2. Perkembangan kesehatan dan sistem kesehatan.
3. Perkembangan kebutuhan dan fragmentasi data.
4. Pergeseran peran dan fungsi Puskesmas sesuai Permenkes 75 Tahun 2014.

F. Sejarah system pencatatan dan pelaporan di puskesmas


1. Pra SP2TP
2. SP2TP Kepmenkes 63/1981
3. SP2TP/SIMPUS Kep Dirjen Binkesmas 590/1996
4. SP3 1996
5. Berbagai upaya review Kurang kompre- hensif
6. Revisi SP2TP menuju SIP (sesuai PMK 75/2014)
G. Pelaksanaan Sistem Informasi Puskesmas (SIP)

5
Tahap Pelaksanaan Menuju SIP dilakukan beberapa tahap pelaksanaan,
dimulai dari persiapan sampai ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Sistem Informasi Puskesmas.
Di dalam setiap tahap pelaksanaan melibatkan semua pihak, baik program
dan semua unit yang ada di Kementerian Kesehatan serta melibatkan daerah
dalam uji coba. Di samping dukungan program didapatkan juga dukungan
dana dari AIPHSS selain dana dari Kementerian Kesehatan.

SIP saat ini sudah selesai tahapan sosialisasi dan pelatihan kepada semua
provinsi di Indonesia. Pelatihan dilaksanakan selama bulan Mei sampai
dengan awal Juni 2016 dengan melibatkan seluruh program yang ada
pencatatan dan pelaporannya di Puskesmas. Pada setiap pelatihan dengan
melibatkan 11 orang pengelola program dan 1 orang pengelola data di
provinsi. Setelah melatih petugas provinsi, kegiatan dilanjutkan dengan
mengadakan workshop dan pelatihan tingkat kabupaten/kota oleh petugas
provinsi secara berjenjang. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tahun 2016.

6
Setelah itu, kabupaten/kota yang akan mengajarkan kembali kepada
Puskesmas.
Dengan terlaksananya workshop dan pelatihan mulai dari tingkat provinsi
sampai Puskesmas maka ditetapkan pemberlakukan SIP yaitu mulai 1 Januari
2017.

H. Kaitan SIP dan SIKDA Generik


Selain standar SIP manual, Pusat Data Dan Informasi juga sudah
mengembangkan SIP elektronik. Hal ini untuk memberi kemudahan petugas
dalam melakukan pencatatan dan dalam membuat laporan serta dalam
menyediakan laporan kepada kabupaten/kota, provinsi dan sampai ke pusat.
SIP elektronik adalah versi terbaru SIKDA Generik. Disebut versi terbaru
karena SIKDA Generik merupakan bentuk elektronik dari sistem pencatatan
pelaporan di Puskesmas dengan versi yang belum sempurna, dimana hanya
sebagian laporan yang dapat dikeluarkan. SIP elektronik selain dapat mencatat
seluruh pelayanan juga dapat menghasilkan seluruh laporan.

I. Komponen Data SIP


1. Data dasar
a. Identitas Puskesmas.
b. Wilayah kerja Puskesmas.
c. Sumber daya Puskesmas,meliputi :
 manajemen Puskesmas.
 gedung dan sarana Puskesmas.
 jejaring Puskesmas, lintas sektor serta potensi sumber daya
lainnya.
 sumber daya manusia kesehatan.
 ketersediaan dan kondisi peralatan Puskesmas.
d. Sasaran program.
2. Data Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial (UKME)
a. Promosi Kesehatan.

7
b. Kesehatan Lingkungan.
c. Pelayanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dan Keluarga
Berencana (KB).
d. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM).
e. Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
f. Surveilans dan Sentinel Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
(SKDR).
g. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular.
3. Data Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan (UKMP)
a. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS).
b. Kesehatan Jiwa.
c. Kesehatan Gigi Masyarakat.
d. Kesehatan Tradisional dan Komplementer.
e. Kesehatan Olahraga.
f. Kesehatan Kerja.
g. Kesehatan Indera.
h. Kesehatan Lanjut Usia.
4. Data Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP)
a. Kunjungan Puskesmas.
b. Pelayanan umum.
c. Kesehatan gigi dan mulut.
d. Rawat Inap.
e. Unit Gawat Darurat (UGD).
f. Kefarmasian.
g. Kematian.
h. Laboratorium.
i. Dan lainnya.
Komponen data di atas dicatat dan dilaporkan dengan komposisi banyaknya
jumlah formulir.

8
Pencatatan Pelaporan
Sejumlah 129 formulir pencatatan yang Sejumlah 22 formulir pelaporan yang
terdiri dari : terdiri dari :
J. Data Dasar I. Laporan Data Dasar
II. Data Program II. Laporan Data Program
III. Pencatatan UKME  Laporan UKME
IV. Pencatatan UKMP  Laporan UKMP
V. Pencatatan UKP  Laporan Bulanan UKP
 Laporan Mingguan Penyakit
Menular Potensi Kejadian Luar
Biasa (KLB)
 Laporan Tahunan Program

J. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dan Hubungannya


dengan SIP
SIP saat ini mengakomodir family folder yang merupakan berkas keluarga
dimana data setiap anggota keluarga dicatat. Tujuan dari adanya berkas
keluarga adalah untuk mengetahui keadaan kesehatan seluruh keluarga,
sehingga mudah ditelusuri hal-hal seperti penyakit yang dapat diturunkan
secara genetik maupun penyakit menular. Program Keluarga Sehat yang saat
ini sedang digalakkan di Kementerian Kesehatan dapat dimasukkan ke dalam
berkas keluarga.
Untuk mewadahi kesehatan keluarga terdapat:
1. Formulir Pengkajian Keperawatan Keluarga pada pencatatan Upaya
Kesehatan Masyarakat Esensial (UKME) Keperawatan Kesehatan
Masyarakat.
2. Formulir identifikasi keluarga yang melaksanakan Stop Buang Air Besar
Sembarangan (SBS)/ ODF dan yang melaksanakan STBM.
3. Formulir Kartu keluarga Puskesmas serta Register Kepala Keluarga
menurut desa/kelurahan pada pencatatan Upaya Kesehatan Perorangan dan
lain-lain.

9
4. Formulir identifikasi monitoring PTM. (Soemitro, 2016)

10
Health reporting system in two subdistricts in Eastern Indonesia:
Highlighting the role of village midwives

Abstract

Objective

to describe the system of health reporting by village midwives and two rural
clinics in eastern Indonesia and solve some of the problems in this system through
consultation.

Design

participatory action research model where problems are identified by those most
affected and solutions sought. Clinic staff were observed and interviewed
regarding their work roles and reporting duties. Allocation of work time to various
tasks was recorded by all clinic staff before and after the implementation of a new
health recording system. Several information sessions and focus group discussions
were held with village midwives and other health staff to identify and address
problems.

Setting

Indonesia initiated a programme in 1989, aiming to place a midwife in every


village, in response to high maternal mortality rates and low rates of births
attended by trained birth assistants. Remote rural villages in eastern Indonesia
have difficulty recruiting and retaining village midwives. These midwives play a
crucial role in health reporting. During 2010 a new system of recording and
reporting by clinics was implemented.

Participants

village and clinic health staff in two rural subdistricts in eastern Indonesia.

11
Findings

there was incomplete coverage by village midwives in the two subdistricts


studied; 28% of villages had a resident midwife, 48% had a visiting midwife and
24% had only monthly visits by a mobile clinic. Village midwives performed
duties additional to their official duties and training. Village midwives had
problems associated with the reporting system including inconsistency in
reporting, poor access to individual patient histories and poor access to clinics.
These problems resulted in incompleteness and poor timeliness of data transfer.

Key conclusions

midwives in remote villages felt compelled to provide services for which they
were not trained. Poor quality of data reporting resulted from inconsistent
reporting methods. Local staff can successfully change and manage reporting
systems if given appropriate support and training.

Implications for practice

socialisation of health reporting systems among all staff involved can lead to
improved data consistency and completeness. Effective systems for data transfer
and reporting may reduce time spent on these tasks by some staff. Improvements
to accuracy of data and availability of individual patient histories have the
potential to contribute to improved health care. Quality of health care by village
midwives should be addressed by adequate training and improved transport.

Keywords:

Eastern Indonesia, Village midwives, Health reporting

12
Sistem pelaporan kesehatan di dua kecamatan di Indonesia
Bagian Timur: Menyoroti peran bidan desa
Abstrak

Objektif
Untuk menggambarkan sistem pelaporan kesehatan oleh bidan desa dan dua klinik
pedesaan di Indonesia bagian timur dan menyelesaikan beberapa masalah dalam
sistem ini melalui konsultasi.
Desain
Model penelitian aksi partisipatif di mana masalah diidentifikasi oleh mereka
yang paling terpengaruh dan solusi dicari. Staf klinik diamati dan diwawancarai
mengenai peran kerja dan tugas pelaporan mereka. Alokasi waktu kerja untuk
berbagai tugas dicatat oleh semua staf klinik sebelum dan sesudah penerapan
sistem pencatatan kesehatan yang baru. Beberapa sesi informasi dan diskusi
kelompok terfokus diadakan dengan bidan desa dan staf kesehatan lainnya untuk
mengidentifikasi dan mengatasi masalah.
Pengaturan
Indonesia memulai program pada tahun 1989, yang bertujuan untuk menempatkan
bidan di setiap desa, sebagai tanggapan terhadap tingginya angka kematian ibu
dan rendahnya tingkat kelahiran yang dihadiri oleh asisten persalinan terlatih.
Desa-desa terpencil di Indonesia timur mengalami kesulitan dalam merekrut dan
mempertahankan bidan desa. Para bidan ini memainkan peran penting dalam
pelaporan kesehatan. Selama 2010 sistem pencatatan dan pelaporan baru oleh
klinik dilaksanakan.
Peserta
staf kesehatan desa dan klinik di dua kecamatan di daerah timur Indonesia.

Temuan
ada cakupan yang tidak lengkap oleh bidan desa di dua kecamatan yang diteliti;
28% desa memiliki bidan penduduk, 48% memiliki bidan yang berkunjung dan
24% hanya memiliki kunjungan bulanan oleh klinik keliling. Bidan desa

13
melakukan tugas tambahan untuk tugas dan pelatihan resmi mereka. Bidan desa
memiliki masalah yang terkait dengan sistem pelaporan termasuk inkonsistensi
dalam pelaporan, akses yang buruk ke riwayat pasien individu dan akses yang
buruk ke klinik. Masalah-masalah ini mengakibatkan ketidaklengkapan dan
ketepatan waktu yang buruk dari transfer data
Kesimpulan utama
Para bidan di desa-desa terpencil merasa terdorong untuk memberikan layanan
yang tidak mereka latih. Buruknya kualitas pelaporan data dihasilkan dari metode
pelaporan yang tidak konsisten. Staf lokal dapat berhasil mengubah dan
mengelola sistem pelaporan jika diberi dukungan dan pelatihan yang sesuai.
Implikasi untuk latihan
sosialisasi sistem pelaporan kesehatan di antara semua staf yang terlibat dapat
mengarah pada peningkatan konsistensi dan kelengkapan data. Sistem yang
efektif untuk transfer data dan pelaporan dapat mengurangi waktu yang
dihabiskan untuk tugas-tugas ini oleh beberapa staf. Perbaikan keakuratan data
dan ketersediaan riwayat pasien individu memiliki potensi untuk berkontribusi
pada peningkatan perawatan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan oleh bidan
desa harus ditangani dengan pelatihan yang memadai dan perbaikan transportasi.
Kata kunci:
Indonesia Timur, bidan desa, pelaporan kesehatan

14
ANALISIS PENCATATAN DAN PELAPORAN PUSKESMAS PADA
SISTEM
INFORMASI MANAJEMEN DI PUSKESMAS WENANG KOTA
MANADO
Fauzia Tuwongkesong*, Chreisye K. F. Mandagi*, Paul. A. T. Kawatu* *Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas merupakan kegiatan dan
pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di
masyarakat. Pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan telah mengalami
kemunduran seperti menurunnya kelengkapan dan ketepatan waktu penyampaian
data SP2TP/SIMPUS, akurasi dan validitas data diragukan dan lambatnya
pengiriman data baik ke Dinas Kesehatan maupun ke Kementrian Kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel yang berkaitan dengan
Pencatataan dan Pelaporan pada SIMPUS di Puskesmas Wenang. Metode
penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif, Informan dalam
penelitian ini berjumlah 6 orang yang terlibat langsung dalam pencatatan dan
pelaporan. alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara
mendalam, alat perekam/Telepon Genggam (voice recorder). Hasil penelitian,
Simpus di Puskesmas Wenang masih menggunakan cara manual, Pencatatan di
Puskesmas mencatat kegiatan harian di dalam maupun di luar gedung puskesmas,
namun tidak tersedia panduan dan formulir pencatatan, pelaporan di Puskesmas
belum akurat serta beberapa arsip laporan yang tidak tersedia, pengolahan data di
Puskesmas menggunakan cara manual yang disajikan dalam bentuk tabel,
Puskesmas tidak mengolah data menjadi pemantauan wilayah setempat, dalam
proses pemanfaatan Puskesmas tidak memanfaatkan data SP2TP sebagai
pengambilan keputusan. Kesimpulan dari penelitian tentang Pencatatan dan
Pelaporan pada SIMPUS di Puskesmas Wenang belum optimal, disebabkan masih
ada beberapa faktor yang belum diterapkan serta tidak sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan. Untuk membangun Puskesmas agar menjadi lebih baik
diperlukan perhatian dari pihak-pihak yang terlibat, khususnya dalam sistem

15
informasi manajemen puskesmas agar mengevaluasi kekurangan- kekurangan
yang ada untuk tindakan perbaikan bagi puskesmas untuk menjadi lebih optimal.
Kata Kunci: Pencatatan, Pelaporan, SIMPUS

16
KESIAPAN PENERAPAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAERAH
GENERIK (SIKDA GENERIK) DI KOTA BANDA ACEH

Diajukan oleh : M. Yusuf

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014

INTISARI

Latar Belakang: Puskesmas membutuhkan informasi kesehatan dalam upaya


menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien yang dapat
diperoleh melalui sistem informasi. Dalam upaya memperkuat manajemen
informasi kesehatan di Banda Aceh dibutuhkan kesiapan puskesmas untuk adopsi
sistem pencatatan kesehatan berbasis elektronik.

Tujuan: Mengeksplorasi kesiapan puskesmas pilot project dalam penerapan


sistem informasi kesehatan daerah generik (SIKDA Generik) di Banda Aceh
dilihat dari persepsi dan motivasi, perencanaan dan kebijakan, dukungan struktur
organisasi, manajemen informasi, alokasi anggaran TI, sumber daya manusia, dan
teknologi.

Metode: Metode penelitian ini desktriptifkualitatif dengan rancangan studi kasus.


Evaluasi keterampilan komputer dilakukan pada15 petugas di tiga puskesmas.
Observasi dan wawancara mendalam terhadap 10 responden yaitu 4 dari dinas
kesehatan dan 6 dari puskesmas. Evaluasi keterampilan komputer petugas
dikelompokkan berdasarkan sekala 0 (tidak bisa) sampai 5 (bisa dan mampu
mengajarkan). Skoring kesiapan puskesmas dikelompokkan berdasarkan skala 0
(belum dipersiapkan) sampai 5 (sangat dipersiapkan) selanjutnya skor keseluruhan
dibagi dalam tiga tingkatan 1) Tidak siap (skor 0-33), 2) Cukup siap (skor 34-66)
dan 3) Sangat siap (skor 67-100).

17
Hasil: Petugas puskesmas memperoleh skor keterampilan komputer antara 3-4,
dikategorikan bisa dengan minimum bantuan dari standar penilaian maksimum
adalah 5 dimana petugas bisa dan mampu mengajarkan. Ketiga puskesmas
tersebut memperoleh skor keseluruhan antara 34-66, menunjukkan bahwa
puskesmas cukup siap untuk adopsi aplikasi SIKDA Generik.

Kesimpulan: Puskesmas pilot project dikategorikan cukup siap untuk adopsi


SIKDA Generik, namun teridentifikasi komponen variabel yang sudah memadai
dan masih lemah, untuk hal ini perlu pertimbangan dan perbaikan manajemen
serta kerjasama lintas sektor terkait lebih lanjut.

Kata Kunci: SIKDA Generik, Penilaian Kesiapan, Penerapan, Sistem Informasi


Kesehatan.

18
Implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA)
Generik Di UPT. Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar

Khairina Isnawati1, Eko Nugroho2, Lutfan Lazuardi3 1Seksi Data dan Informasi
Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan

Program Studi Manajemen Informasi dan Perpustakaan, Sekolah Pascasarjana,


Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
1khairina.isna@gmail.com, 2nugroho@ugm.ac.id 3lutfanl@yahoo.com

Received: 8 Mei 2015 Accepted: 14 Desember 2015 Published online : 18 April


2016

ABSTRAK

Latar Belakang: Puskesmas sebagai pelaksana kesehatan terendah mengalami


kesulitan dalam melakukan pelaporan karena banyaknya laporan yang harus
dibuat berdasarkan permintaan dari berbagai program di Kementerian Kesehatan.
Aplikasi untuk membuat berbagai laporan yang berbeda-beda menimbulkan
tumpang tindih dalam pengerjaannya, sehingga menghabiskan banyak
sumberdaya dan waktu dari petugas puskesmas. Untuk memenuhi kebutuhan
pelaporan tersebut, Puskesmas Gambut mengimplementasikan aplikasi Sistem
Informasi Kesehatan Daerah Generik (SIKDA Generik).

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif rancangan


studi kasus menggunakan metode kualitatif, data di kumpulkan dengan
wawancara mendalam, pengisian kuisioner oleh responden, observasi, dan telaah
dokumen. Subyek penelitian berjumlah 16 orang dipilih secara purposive
sampling, Analisis data menggunakan metode constant comparative method.

Hasil: Dari hasil penelitian diketahui bahwa kompetensi dan jumlah SDM masih
kurang sehingga kompetensi SDM perlu ditingkatkan dan jumlah SDM perlu di
tambah, software aplikasi sering mengalami gangguan dan perlu perbaikan atau
update software SIKDA Generik, implementasi aplikasi SIKDA Generik di

19
Puskesmas Gambut belum memiliki SK penugasan, tidak ada koordinasi
sosialisasi sebelum pengimplementasian aplikasi dan tidak ada pelatihan atau
bimbingan terkait aplikasi menyebabkan pengetahuan SDM terhadap aplikasi
SIKDA Generik kurang. Kualitas data yang di hasilkan aplikasi SIKDA Generik
belum lengkap namun data yang di hasilkan sudah akurat dan tepat waktu., input
dan proses implementasi aplikasi di Puskesmas Gambut masih kurang
menyebabkan output yang dihasilkan aplikasi juga kurang.

Kesimpulan: Perlu adanya tata kelola yang lebih baik untuk implementasi
SIKDA Generik.

Kata Kunci : Kinerja rutin manajemen informasi, SIKDA Generik, Sistem


informasi manajemen puskesmas.

BAB III
PENUTUP
20
A. Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi kesehatan
merupakan sebuah sarana sebagai penunjang pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi kesehatan yang efektif
memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan disemua
jenjang, bahkan di puskesmas atau rumah sakit kecil sekalipun. Bukan hanya
data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat
disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang tertata dan
terlaksana dengan baik.

B. Saran
Penggunaan terhadap sistem informasi kesehatan harus lebih
disosialisasikan lagi agar tidak hanya rumah sakit dan puskemas besar saja
yang bisa menggunakan sistem informasi ini tetapi tempat – tempat kesehatan
seperti pustu, posyandu dan tempat-tempat kesehatan lainnya agar bisa
menggunakan sistem informasi ini. Agar semua jaringan data maupun
informasi terkoneksi dengan baik hingga ke pusat, sehingga data menjadi valid.

DAFTAR PUSTAKA

21
Bronwyn A. Myers,et al. 2012. Health reporting system in two subdistricts in
Eastern Indonesia: Highlighting the role of village midwives

Departemen Kesehatan. 2012. Roadmap Sistem Informasi dan Kesehatan tahun


2011-2014. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Yusuf, M. (2013). Kesiapan Penerapan Sistem Informasi Kesehatan Daerah


(SIKDA) Generik di Kota Banda Aceh, 336731

22

Anda mungkin juga menyukai