PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Pelaporan Sistem Informasi Kesehatan di Puskesmas
3
B. Sistem Informasi Puskesmas (SIP)
Sistem Informasi Puskesmas (SIP) adalah suatu tatanan yang menyediakan
informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam
melaksanakan manajemen Puskesmas dalam mencapai sasaran kegiatannya.
Definisi ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. SIP bukanlah barang baru. SIP
merupakan SP2TP revisi, atau SP3 maupun SIMPUS yang telah direvisi yang
muncul dengan nama baru yaitu Sistem Informasi Puskesmas (SIP).
Setiap Puskesmas wajib melakukan kegiatan sistem informasi puskesmas
baik secara elektronik maupun non elektronik. SIP merupakan bagian dari
sistem informasi kesehatan kabupaten/kota. Dalam menyelenggarakan SIP,
Puskesmas wajib menyampaikan laporan kegiatan Puskesmas secara berkala
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Laporan kegiatan Puskesmas
merupakan sumber data dari pelaporan data kesehatan prioritas yang
diselenggarakan melalui komunikasi data.
4
1. Mewujudkan penyelenggaraan sistem informasi puskesmas yang
terintegrasi;
2. Menjamin ketersediaan data dan informasi yang berkualitas,
berkesinambungan, dan mudah diakses;
3. Meningkatkan kualitas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
melalui penguatan manajemen Puskesmas.
5
Tahap Pelaksanaan Menuju SIP dilakukan beberapa tahap pelaksanaan,
dimulai dari persiapan sampai ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Sistem Informasi Puskesmas.
Di dalam setiap tahap pelaksanaan melibatkan semua pihak, baik program
dan semua unit yang ada di Kementerian Kesehatan serta melibatkan daerah
dalam uji coba. Di samping dukungan program didapatkan juga dukungan
dana dari AIPHSS selain dana dari Kementerian Kesehatan.
SIP saat ini sudah selesai tahapan sosialisasi dan pelatihan kepada semua
provinsi di Indonesia. Pelatihan dilaksanakan selama bulan Mei sampai
dengan awal Juni 2016 dengan melibatkan seluruh program yang ada
pencatatan dan pelaporannya di Puskesmas. Pada setiap pelatihan dengan
melibatkan 11 orang pengelola program dan 1 orang pengelola data di
provinsi. Setelah melatih petugas provinsi, kegiatan dilanjutkan dengan
mengadakan workshop dan pelatihan tingkat kabupaten/kota oleh petugas
provinsi secara berjenjang. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tahun 2016.
6
Setelah itu, kabupaten/kota yang akan mengajarkan kembali kepada
Puskesmas.
Dengan terlaksananya workshop dan pelatihan mulai dari tingkat provinsi
sampai Puskesmas maka ditetapkan pemberlakukan SIP yaitu mulai 1 Januari
2017.
7
b. Kesehatan Lingkungan.
c. Pelayanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dan Keluarga
Berencana (KB).
d. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM).
e. Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
f. Surveilans dan Sentinel Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
(SKDR).
g. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular.
3. Data Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan (UKMP)
a. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS).
b. Kesehatan Jiwa.
c. Kesehatan Gigi Masyarakat.
d. Kesehatan Tradisional dan Komplementer.
e. Kesehatan Olahraga.
f. Kesehatan Kerja.
g. Kesehatan Indera.
h. Kesehatan Lanjut Usia.
4. Data Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP)
a. Kunjungan Puskesmas.
b. Pelayanan umum.
c. Kesehatan gigi dan mulut.
d. Rawat Inap.
e. Unit Gawat Darurat (UGD).
f. Kefarmasian.
g. Kematian.
h. Laboratorium.
i. Dan lainnya.
Komponen data di atas dicatat dan dilaporkan dengan komposisi banyaknya
jumlah formulir.
8
Pencatatan Pelaporan
Sejumlah 129 formulir pencatatan yang Sejumlah 22 formulir pelaporan yang
terdiri dari : terdiri dari :
J. Data Dasar I. Laporan Data Dasar
II. Data Program II. Laporan Data Program
III. Pencatatan UKME Laporan UKME
IV. Pencatatan UKMP Laporan UKMP
V. Pencatatan UKP Laporan Bulanan UKP
Laporan Mingguan Penyakit
Menular Potensi Kejadian Luar
Biasa (KLB)
Laporan Tahunan Program
9
4. Formulir identifikasi monitoring PTM. (Soemitro, 2016)
10
Health reporting system in two subdistricts in Eastern Indonesia:
Highlighting the role of village midwives
Abstract
Objective
to describe the system of health reporting by village midwives and two rural
clinics in eastern Indonesia and solve some of the problems in this system through
consultation.
Design
participatory action research model where problems are identified by those most
affected and solutions sought. Clinic staff were observed and interviewed
regarding their work roles and reporting duties. Allocation of work time to various
tasks was recorded by all clinic staff before and after the implementation of a new
health recording system. Several information sessions and focus group discussions
were held with village midwives and other health staff to identify and address
problems.
Setting
Participants
village and clinic health staff in two rural subdistricts in eastern Indonesia.
11
Findings
Key conclusions
midwives in remote villages felt compelled to provide services for which they
were not trained. Poor quality of data reporting resulted from inconsistent
reporting methods. Local staff can successfully change and manage reporting
systems if given appropriate support and training.
socialisation of health reporting systems among all staff involved can lead to
improved data consistency and completeness. Effective systems for data transfer
and reporting may reduce time spent on these tasks by some staff. Improvements
to accuracy of data and availability of individual patient histories have the
potential to contribute to improved health care. Quality of health care by village
midwives should be addressed by adequate training and improved transport.
Keywords:
12
Sistem pelaporan kesehatan di dua kecamatan di Indonesia
Bagian Timur: Menyoroti peran bidan desa
Abstrak
Objektif
Untuk menggambarkan sistem pelaporan kesehatan oleh bidan desa dan dua klinik
pedesaan di Indonesia bagian timur dan menyelesaikan beberapa masalah dalam
sistem ini melalui konsultasi.
Desain
Model penelitian aksi partisipatif di mana masalah diidentifikasi oleh mereka
yang paling terpengaruh dan solusi dicari. Staf klinik diamati dan diwawancarai
mengenai peran kerja dan tugas pelaporan mereka. Alokasi waktu kerja untuk
berbagai tugas dicatat oleh semua staf klinik sebelum dan sesudah penerapan
sistem pencatatan kesehatan yang baru. Beberapa sesi informasi dan diskusi
kelompok terfokus diadakan dengan bidan desa dan staf kesehatan lainnya untuk
mengidentifikasi dan mengatasi masalah.
Pengaturan
Indonesia memulai program pada tahun 1989, yang bertujuan untuk menempatkan
bidan di setiap desa, sebagai tanggapan terhadap tingginya angka kematian ibu
dan rendahnya tingkat kelahiran yang dihadiri oleh asisten persalinan terlatih.
Desa-desa terpencil di Indonesia timur mengalami kesulitan dalam merekrut dan
mempertahankan bidan desa. Para bidan ini memainkan peran penting dalam
pelaporan kesehatan. Selama 2010 sistem pencatatan dan pelaporan baru oleh
klinik dilaksanakan.
Peserta
staf kesehatan desa dan klinik di dua kecamatan di daerah timur Indonesia.
Temuan
ada cakupan yang tidak lengkap oleh bidan desa di dua kecamatan yang diteliti;
28% desa memiliki bidan penduduk, 48% memiliki bidan yang berkunjung dan
24% hanya memiliki kunjungan bulanan oleh klinik keliling. Bidan desa
13
melakukan tugas tambahan untuk tugas dan pelatihan resmi mereka. Bidan desa
memiliki masalah yang terkait dengan sistem pelaporan termasuk inkonsistensi
dalam pelaporan, akses yang buruk ke riwayat pasien individu dan akses yang
buruk ke klinik. Masalah-masalah ini mengakibatkan ketidaklengkapan dan
ketepatan waktu yang buruk dari transfer data
Kesimpulan utama
Para bidan di desa-desa terpencil merasa terdorong untuk memberikan layanan
yang tidak mereka latih. Buruknya kualitas pelaporan data dihasilkan dari metode
pelaporan yang tidak konsisten. Staf lokal dapat berhasil mengubah dan
mengelola sistem pelaporan jika diberi dukungan dan pelatihan yang sesuai.
Implikasi untuk latihan
sosialisasi sistem pelaporan kesehatan di antara semua staf yang terlibat dapat
mengarah pada peningkatan konsistensi dan kelengkapan data. Sistem yang
efektif untuk transfer data dan pelaporan dapat mengurangi waktu yang
dihabiskan untuk tugas-tugas ini oleh beberapa staf. Perbaikan keakuratan data
dan ketersediaan riwayat pasien individu memiliki potensi untuk berkontribusi
pada peningkatan perawatan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan oleh bidan
desa harus ditangani dengan pelatihan yang memadai dan perbaikan transportasi.
Kata kunci:
Indonesia Timur, bidan desa, pelaporan kesehatan
14
ANALISIS PENCATATAN DAN PELAPORAN PUSKESMAS PADA
SISTEM
INFORMASI MANAJEMEN DI PUSKESMAS WENANG KOTA
MANADO
Fauzia Tuwongkesong*, Chreisye K. F. Mandagi*, Paul. A. T. Kawatu* *Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas merupakan kegiatan dan
pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di
masyarakat. Pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan telah mengalami
kemunduran seperti menurunnya kelengkapan dan ketepatan waktu penyampaian
data SP2TP/SIMPUS, akurasi dan validitas data diragukan dan lambatnya
pengiriman data baik ke Dinas Kesehatan maupun ke Kementrian Kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel yang berkaitan dengan
Pencatataan dan Pelaporan pada SIMPUS di Puskesmas Wenang. Metode
penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif, Informan dalam
penelitian ini berjumlah 6 orang yang terlibat langsung dalam pencatatan dan
pelaporan. alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara
mendalam, alat perekam/Telepon Genggam (voice recorder). Hasil penelitian,
Simpus di Puskesmas Wenang masih menggunakan cara manual, Pencatatan di
Puskesmas mencatat kegiatan harian di dalam maupun di luar gedung puskesmas,
namun tidak tersedia panduan dan formulir pencatatan, pelaporan di Puskesmas
belum akurat serta beberapa arsip laporan yang tidak tersedia, pengolahan data di
Puskesmas menggunakan cara manual yang disajikan dalam bentuk tabel,
Puskesmas tidak mengolah data menjadi pemantauan wilayah setempat, dalam
proses pemanfaatan Puskesmas tidak memanfaatkan data SP2TP sebagai
pengambilan keputusan. Kesimpulan dari penelitian tentang Pencatatan dan
Pelaporan pada SIMPUS di Puskesmas Wenang belum optimal, disebabkan masih
ada beberapa faktor yang belum diterapkan serta tidak sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan. Untuk membangun Puskesmas agar menjadi lebih baik
diperlukan perhatian dari pihak-pihak yang terlibat, khususnya dalam sistem
15
informasi manajemen puskesmas agar mengevaluasi kekurangan- kekurangan
yang ada untuk tindakan perbaikan bagi puskesmas untuk menjadi lebih optimal.
Kata Kunci: Pencatatan, Pelaporan, SIMPUS
16
KESIAPAN PENERAPAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAERAH
GENERIK (SIKDA GENERIK) DI KOTA BANDA ACEH
Kepada
INTISARI
17
Hasil: Petugas puskesmas memperoleh skor keterampilan komputer antara 3-4,
dikategorikan bisa dengan minimum bantuan dari standar penilaian maksimum
adalah 5 dimana petugas bisa dan mampu mengajarkan. Ketiga puskesmas
tersebut memperoleh skor keseluruhan antara 34-66, menunjukkan bahwa
puskesmas cukup siap untuk adopsi aplikasi SIKDA Generik.
18
Implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA)
Generik Di UPT. Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar
Khairina Isnawati1, Eko Nugroho2, Lutfan Lazuardi3 1Seksi Data dan Informasi
Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan
ABSTRAK
Hasil: Dari hasil penelitian diketahui bahwa kompetensi dan jumlah SDM masih
kurang sehingga kompetensi SDM perlu ditingkatkan dan jumlah SDM perlu di
tambah, software aplikasi sering mengalami gangguan dan perlu perbaikan atau
update software SIKDA Generik, implementasi aplikasi SIKDA Generik di
19
Puskesmas Gambut belum memiliki SK penugasan, tidak ada koordinasi
sosialisasi sebelum pengimplementasian aplikasi dan tidak ada pelatihan atau
bimbingan terkait aplikasi menyebabkan pengetahuan SDM terhadap aplikasi
SIKDA Generik kurang. Kualitas data yang di hasilkan aplikasi SIKDA Generik
belum lengkap namun data yang di hasilkan sudah akurat dan tepat waktu., input
dan proses implementasi aplikasi di Puskesmas Gambut masih kurang
menyebabkan output yang dihasilkan aplikasi juga kurang.
Kesimpulan: Perlu adanya tata kelola yang lebih baik untuk implementasi
SIKDA Generik.
BAB III
PENUTUP
20
A. Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi kesehatan
merupakan sebuah sarana sebagai penunjang pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi kesehatan yang efektif
memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan disemua
jenjang, bahkan di puskesmas atau rumah sakit kecil sekalipun. Bukan hanya
data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat
disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang tertata dan
terlaksana dengan baik.
B. Saran
Penggunaan terhadap sistem informasi kesehatan harus lebih
disosialisasikan lagi agar tidak hanya rumah sakit dan puskemas besar saja
yang bisa menggunakan sistem informasi ini tetapi tempat – tempat kesehatan
seperti pustu, posyandu dan tempat-tempat kesehatan lainnya agar bisa
menggunakan sistem informasi ini. Agar semua jaringan data maupun
informasi terkoneksi dengan baik hingga ke pusat, sehingga data menjadi valid.
DAFTAR PUSTAKA
21
Bronwyn A. Myers,et al. 2012. Health reporting system in two subdistricts in
Eastern Indonesia: Highlighting the role of village midwives
22